Anda di halaman 1dari 7

Hukum dasar tertulis sebagai dasar bagi penyelenggaraan kenegaraan di

Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang mencakup Pembukaan dan


Batang Tubuh, yang termasuk didalamnya secara konstitusional mengatur Hak
Asasi Manusia. Apabila dilihat dari sejarah perkembangan konstitualisme Indonesia,
sebagaimana tercermin dalam konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku, yakni UUD
1945 sebelum amandemen, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, dan UUD 1945
sesudah amandemen, tampak adanya kecenderungan untuk tidak memutlakkan hak
asasi manusia, dalam arti bahwa dalam hal-hal tertentu, atas perintah konstitusi, hak
asasi manusia dapat dibatasi oleh suatu undang-undang. Adapun penjelasannya
adalah :

1. UUD 1945 sebelum Perubahan bahkan tidak memuat secara eksplisit dan
lengkap pengaturan tentang hak asasi manusia, termasuk tentang hak untuk
hidup, meskipun dalam Alinea ke-4 memuat apa yang kemudian disebut
sebagai Pancasila yang salah satunya adalah sila “Kemanusiaan yang adil
dan beradab”.

2. Pasal 32 ayat (1) Konstitusi RIS 1949 memuat ketentuan tentang


pembatasan Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia” sebagai
berikut :
“Peraturan-peraturan undang-undang tentang melakukan hak-Hak
kebebasan-kebebasan yang diterangkan dalam bagian ini, jika perlu, akan
menetapkan batas-batas hak-hak dan kebebasan itu, akan tetapi hanyalah
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang tak boleh
tiada terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi syarat-syarat yang adil untuk ketenteraman, kesusilaan, dan
kesejahteraan umum dalam suatu persekutuan yang demokrasi”.

3. Pasal 33 UUDS 1950 juga membatasi HAM (Hak-Hak dan Kebebasan-


kebebasan Dasar Manusia) sebagai berikut :
“Melakukan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diterangkan dalam
bagian ini hanya dapat dibatasi dengan peraturan-peraturan undang-undang
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang tak boleh
tiada terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi syarat-syarat yang adil untuk ketenteraman, kesusilaan, dan
kesejah teraan dalam suatu masyarakat yang demokratis”

4. UUD 1945 pasca Perubahan, melalui Pasal 28 J nampaknya melanjutkan


paham konstitusi (konstitusionalisme) yang dianut oleh konstitusi Indonesia
sebelumnya, yakni melakukan pembatasan tentang hak asasi manusia
sebagaimana telah diuraikan diatas. Sejalan dengan pandangan
konstitusionalisme Indonesia tentang HAM sebagaimana telahdiuraikan di
atas, ketika kemudian dikeluarkan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
Tentang Hak Asasi Manusia, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam
UU HAM, kedua produk hukum ini tampak sebagai kelanjutan sekaligus
penegasan bahwa pandangan konstitusionalisme Indonesia tidaklah berubah
karena ternyata keduanya juga memuat pembatasan terhadap hak asasi
manusia. Sebagai contoh yaitu adanya pembatasan mengenai hak untuk
hidup (right to life)
Hal ini menunjukan bahwa Negara Indonesia dalam menjamin hak asasi
manusia tetap membatasi hak asasi manusia sesuai dengan porsinya demi
terjaminnya hak tersebut dalam hal kepastian hukum. Sebagaimana Tap MPR
Nomor XVII/MPR/1998 termuat bahwa “Pandangan dan Sikap Bangsa Terhadap
Hak Asasi Manusia” yang bersumber dari ajaran, nilai moral universal, dan nilai luhur
budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Dalam Pasal1
Piagam Hak Asasi Manusia dimuat ketentuan tentang hak untuk hidup yang
berbunyi,“Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
kehidupannya”, namun dalam Pasal 36 juga dimuat pembatasan terhadap hak asasi
manusia termasuk hak untuk hidup sebagai berikut,“Di dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan-pembatasan yang di
tetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”
Dalam perubahan kedua UUD 1945 yang ditetapkan oleh MPR, tanggal 18
Agustus 2000, pasal tentang HAM ditulis dalam bab tersendiri, yaitu bab XA pasal
28 yang terdiri dari 10 pasal. Dengan adanya bab khusus tentang HAM ini, berarti
memantapkan keinginan kita untuk menjunjung HAM di Negara Indonesia. Berikut ini
adalah isi dari bab XA tersebut:
 Pasal 28A 
Hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupan.
 Pasal 28B
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjitkan keturunan, hak anak atas
kelangsungan hidup , tumbuh dan, berkembang serta perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
 Pasal 28C 
Hak Untuk mengembangkan diri, mendapat pendidikan, memperoleh
manfaat dari IPTEK, seni dan budaya memajukan diri secara kolektif.
 Pasal 28D 
Hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama dihadapan umum, hak untuk
bekerja dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, berhak atas status
kewarganegaraan
 Pasal 28E 
Hak untuk mendapatkan kebebasan memeluk agama, meyakini
kepercayaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal, kebebasan
berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
 Pasal 28F 
Hak untuk berkomunikasi, memperoleh, mencari, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan informasi.
 Pasal 28G 
Hak perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda,
dan rasa aman serta untuk bebas dari penyiksaan
.
 Pasal 28H 
Hak hidup sejahtera lahir dan batin, memperoleh pelayanan kesehatan,
mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat guna mencapai persamaan dan keadilan.
 Pasal 28I 
Hak untuk mendapatkan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
 Pasal 28J 
Kewajiban menghargai hak orang dan pihak lain serta tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan UU.

Sistematika pengaturan mengenai hak asasi manusia dalam UUD 1945 ini
sejalan pula dengan sistematika pengaturan dalam Universal Declaration of Human
Rights yang juga menempatkan pasal tentang pembatasan hak asasi manusia
sebagai pasal penutup, yaitu Pasal 29 ayat (2) yang menegaskan :

“In the exercise of his rights and freedoms, everyone shallbe subject only to such
limitations as are determined by law solely for the purpose of securing due
recognition and respect for the rights and freedoms of others and of meeting the just
requirements of morality, public order, and the general welfare in a democratic
society”

Dalam hal-hal hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi terdapat
secara khusus mengatur hak manusia untuk mengembangkan diri demi
mengembanhkan kualitas hidup per-individu. Hak untuk mengembangkan diri demi
mengembangkan kualitas hidup telah dijamin Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945, yang
berbunyi: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Ketentuan ini ditegaskan kembali dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi
Manusia, pada TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Alinea
kedua Piagam menyebutkan,“Bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang
melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak
keamanan, dan hak kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau
dirampas oleh siapapun. Selanjutnya manusia juga mempunyai hak dan tanggung
jawab yang timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat”
.
Hak untuk mengembangkan diri merupakan termasuk hak asasi manusia
yang sifatnya pokok dan mendasar, karena akan berpengaruh terhadap pemenuhan
hak-hak lain. Hal ini juga disebutkan dalam Bagian Ketiga Undang-Undang No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Jaminan terhadap hak untuk
mengembangkan diri terdapat dua dimensi pengakuan sekaligus, di dalamnya
termasuk pengakuan hak sipil dan politik, serta hak ekonomi, sosial dan budaya
Sejalan dengan Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945, Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya telah mewajibkan Negara pihak untuk melindungi hak mengembangkan diri
demi memenuhi kebutuhan dasar warganya. Sebagaimana dijelaskan dalam
Kovenan ini berisi:
“Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar
kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan
perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup Pasal 11 ayat (1) Kovenan Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya diratifikasi
Indonesia melalui UU no. 12 tahun 2005 terus menerus. Negara Pihak akan
mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menjamin perwujudan hak ini
dengan mengakui arti penting kerjasama internasional yang berdasarkan
kesepakatan sukarela.”
Dalam implementasinya, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi
manusia, di dalamnya berlaku beberapa prinsip dasar. Diantaranya adalah prinsip
indivisibility, serta prinsip Interdependence dan interrelatedness. Prinsip indivisibility
berarti bahwa seluruh komponen hak asasi manusia memiliki status yang sama dan
setara, tidak ada yang lebih penting daripada yang lain. Prinsip interdependence dan
interrelatedness ingin menegaskan bahwa tiap hak akan berhubungan dan
menyumbang pada pemenuhan hak dan martabat orang, misal hak atas kesehatan
tergantung pada pemenuhan hak atas pembangunan, hak atas pendidikan dan hak
atas informasi.
Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Beserta
Kaitannya Dalam Penjamin Hak Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup.

Anda mungkin juga menyukai