PERUNDANG-UNDANGAN
Dalam keputusan negara atau yang disebut Besluit terdapat dua bentuk antaralain adalah
Beschiking dan Peraturan Perundang-Undangan. Dimana dalam Beschiking keputusan
tersebut bersifat final individual, dan final. Sedangkan dalam Peraturan Perundang-Undangan
memiliki sifat yang diantaranya berhirarki, bernorma, terdapat pelimpahan, prosedural, dan
mengikat umum. Maka atas penjabaran diatas terdapat contoh contohnya sebagaimana
berikut
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Mengikat Umum
Sebagaimana UUD 1945 sebagai dasar yuridis pembentukan Negara Republik
Indonesia, maka ketentuan UUD 1945 mengikat secara umum untuk segenap
bangsa Indonesia. Hal itu tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang
menyatakan bahwa:
“...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia...”
Pelimpahan
Dalam UUD 1945 pula terdapat sebuah pelimpahan yang diatur didalamnya
sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 Ayat (1) yang menyatakan :
“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat , dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.”
Bernorma
Norma dalam pembentukan UUD 1945 adalah Norma yang sesuai dalam
ketentuan Pancasila Negara Republik Indonesia yang tercantum dalam
Pembukaan dengan berbunyi:
Hierarkis
Pembentukan UUD 1945 merupakan perwujudan dari Norma Pancasila
sebagaimana dicantumkan pada pembukaan yang menyatakan:
Sanksi
Didalam ketentuan UUD 1945 mengatur mengenai beberapa sanksi, seperti
contohnya pada Pasal 7 Ayat (1) yang mengatur bahwa:
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila
terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden”
ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang
dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Prosedural Tertentu
Dalam Undang-Undang ini terdapat sebuah prosedural khusus yang diatur, seperti
contohnya yang terdapat pada Pasal 12 Ayat (3) yang menyatakan:
Pelimpahan
Bernorma
Hierarkis
Sanksi
Normatif
Dalam Penjelasan Undang-Undang ratifikasi dijabarkan bahwa secara hierarkis
normatif pembentukan dari ratifikasi perjanjian WTO dijelaskan sebagai berikut:
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara antara lain
menegaskan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif yang makin mampu
menunjang kepentingan nasional dan diarahkan untuk turut mewujudkan
tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, serta ditujukan untuk lebih meningkatkan kerjasama internasional,
dengan lebih memantapkan dan meningkatkanperanan Gerakan Non-Blok.
Hierarkis
Secara hierarki Perundang-Undangan pembentukan Undang-Undang ini
mempertimbangkan mandat dari Undang-Undang Dasasr 1945 sebagaimana
secara rinci dijabarkan dalam poin mengingat dalam pembukaan yaitu Pasal 5
ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam Pasal ini dinyatakan bahwa :“Karena kepastian mengenai tanggal mulai
berlakunya Persetujuan tersebut baru akan ditetapkan pada sidang tingkat
Menteri yang bertanggung jawab di bidang Perdagangan yang masih
akan berlangsung selambat-lambatnya sebelum akhir tahun 1994, maka
pernyataan mulai berlakunya Undang-undang ini juga disesuaikan dengan
tanggal mulai berlaku efektifnya Persetujuan yang akan ditetapkan”. Maka dilihat
dari isi dalam penjelasan Pasal 2 tersebut telah dimandatkannya sidang Menteri
untuk dijalankan dalam ditandatanganinya Undang-Undang tersebut.
Berlaku Umum
Hierarkis
Ketetapan MPR ini dibawahi UUD 1945 Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (2),
Pasal 4, Pasal 16 Pasal 17 Pasal 19, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945;
Normatif
Norma dalam dasar pembentukan Ketetapan ini terdapat pada Pasal 2 yang
berbunyi
“(1)Penyelenggara negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan
bertanggungjawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
(2)Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara
harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri
dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.”
Pelimpahan
Dalam ketetapan ini telah dilimpahkan apa-apa yang dimaksud didalamnya
kepada pembentuk Undang-Undang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5
sebagaimana berikut:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut
dengan Undang-undang.”
Prosedural
Ada pula ketentuan prosedural yang tercantum dalam Peraturan ini
sebagaimana dalam Pasal 3 dinyatakan :
Hierarkis
Secara hierarkis PERPRES ini lahir dari Undang-Undang No.25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal, sebagaimana dapat dilihat dalam mengingat
bagian dalam pembukaan
Pelimpahan
Dalam PERPRES ini diatur sebuah perlimpahan wewenang sebagaimana
dalam Pasal 41 Ayat (2) disebutkan:
“Pejabat sebagimana dimaksud pada ayat (1) bertindak atas nama dan/atau
mewakili dan/atau menjadi penghubung dari instansi sektor dan
Pemerintah Daerah masing-masing”
Prosedural
Dalam PERPRES ini juga ditetapkan mengenai sebuah prosedural
sebagaimana dalam Pasal 45 diatur sebagai berikut:
“(1) Dalam mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan penanaman modal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, BKPM
mengadakan rapat-rapat koordinasi dengan perwakilan secara langsung
dari sektor dan daerah terkait secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
dibutuhkan. (2) Dalam rapat koordinasi sebagimana dimaksud pada ayat (1),
BKPM dapat megikutsertakan atau mengundang pihak-pihak lain yang
diperlukan sesuai dengan kebutuhan”
Normatif
Hierarkis
Prosesdural
Sanksi
Sanksi adalah saah satu ketentuan yang diatur dalam PERMEN ini, contohnya
dapat dilihat pada Pasal 10 Ayat (6) yang mengatur bahwa:
BESCHIKING
INDIVIDUAL
Contoh pada KEPPPRES ini hanya berlaku secara individual pada hakim
perwira yang diangkat dan diberhentikan