Anda di halaman 1dari 11

TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

Berdasarkan sila ke-empat pancasila dan pasal 1 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 Indonesia
merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, menurut Montesqiue Negara dalam
menganut sistem demokrasi harus terdapat pembagian tugas kekuasaan (Trias Politica) yang lalu
diserap oleh Indonesia menjadi Eksekutif (Presiden), Legislatif (DPR dan MPR), dan Yudikatif
(MA). Dalam pemisahan kekuasaan ini lembaga eksekutif yang berperan sebagai lembaga kepala
Negara, Legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat pembuat hukum, yang lalu lembaga
Yudikatif bertugas untuk menjalankan amanat Undang-Undang dalam menjaga memelihara
berjalannya hukum itu sendiri. Dalam hal kelembagaan yudikatif terdapat kekuasaan yang
diberikan Negara untuk terjalinnya hukum yang dimana kekuasaan tersebut diatur dalam
Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Di dunia Internasional, menciptakan Kekuasaan Kehakiman yang merdeka, bebas dan mandiri
merupakan cita-cita universal, yang secara tegas dicantumkan dalam Basic Principles on the
Independence of the Juciciery,' disamping itu, Kekuasaan Kehakiman yang merdeka juga dimuat
dalam dalam Article 10 dari Declaration of Human Right, yang mana disebutkan :Everyone is
entitled in full equality to a fair and public hearing by an independent and impartial tribunal, in
the determination of rights and obligations and of any crimainal charge against him Di
Indonesia, secara eksplisit pengakuan terhadap kekuasaan Kehakiman yang merdeka tertera
dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (3) yang menyatakan Negara Indonesia adalah
negara hukum. Kekuasaan kehakiman dalam Undang Undang Kekuasaan kehakiman Pasal 1
ayat (1)diartikan sebagai kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum. Dalam
penegakan Hukumnya di Indonesia keputusan mengenai yang disebut keadilan ditentukan secara
penuh oleh putusan hakim melalui proses peradilan dalam sebuah proses perkara. Dalam
penegakan keadilan dan juga hukum di Indonesia lembaga peradilan menjalankan tugas sesuai
dengan wewenang dan cakupannya, dimana menurut Undang Undang Kekuasaan Kehakiman
lembaga peradilan di Indonesia dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA) dan lembaga
dibawahnya, dan juga oleh Mahkamah Konstitusi. Yang dimaksud dengan lemabaga peradilan
dibawah MA yaitu adalah peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata
usaha Negara.
Mahkamah Agung

Mahkamah Agung merupakan lembaga peradilan tertinggi memiliki berbagai fungsi yaitu; fungsi
peradilan, fungsi pengawasan, fungsi mengatur, fungsi nasehat, fungsi adminstratif.

 Fungsi peradilan dalam Mahkamah Agung memiliki peran sebagai pengadilan kasasi yang
bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang diseluruh wilayah
negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar, selain dalam tugasnya Mahkamah
Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi Mahkamag Agung memiliki wewenang
memeriksa dan memutuskan pada tingkat peradilan pertama dan terakhir, terhadap
kewenangan mengadili juga penetapan dalam ajuan permohonan peninjauan kembali
putusan pengadilan yang telah incraht sebagaimana tertera dalam pasal 28, 29,30, 33, dan
34 Undang Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Diluar itu Mahkamah
Agung memiliki dua wewenang lainnya yaitu menjalankan peradilan mengenai
perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia yang tertera
dalam pasal 33 dan pasal 78 Undang-Undang Mahkamah Agung, juga hak dalam uji
materil peraturan perUndang-Undangan dibawah Undang-Undang dimana dalam suatu
peraturan ditinjau dari isi materilnya dinilai bertentangan dalam Undang-Undang yang
lebih tinggi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 31 Undang-Undang Mahkamah Agung

 Fungsi pengawasan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung yaitu mencakup beberapa hal
dalam pengawasan terhadap peradilan yang dilaksanakan oleh pengadilan-pengadilan
dibawahnya diantara lain adalah peradilan yang harus sesuai dengan asas peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan yang dalam wewenangnya tanpa mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutuskan dalam perkara, mengawasi
pekerjaan pengadilan; tingkah laku hakim; dan perbuatan pejabat pengadilan dalam
menjalankan tugasnya terkait pelaksanaan pokok kekuasaan kehakiman tanpa mengurangi
kebebasan hakim dalam memutus perkara. Fungsi pengawasan ini pula mencakup dalam
lingkup pengawasan terhadap penasihat hukum dan notaries terkait dalam proses peradilan
sebagaimana fungsi ini diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang Mahkamah Agung.

 Fungsi mengatur yang dimiliki oleh Mahkamah Agung merupakan wewenang yang
dimiliki untuk membuat ketentuan sebagai pelengkap jika terdapat kekosongan hukum
terkait keperluan kelancaran proses peradilan kewenangan ini mencakup wewenang
Mahkamah Agung untuk membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi hukum acara yang sudah diatur sebelumnya, fungsi mengatur ini tertera dalam
pasal 79 Undang-Undang Mahkamah Agung

 Fungsi Nasehat dari Mahkamah Agung merupakan wewenang yang dimiliki untuk
memberikan nasihat dan atau pertimbangan pertimbangan Hukum kepada lembaga tinggi
Negara yang lain sebagaimana diatur dalam pasal 35 Undang-Undang Mahkamah Agung
yang dalam cakupannya Mahkamah Agung antara laim adalah dapat memberikan nasihat
kepada Presiden dalam rangka pemberian atau penolakan sebuah grasi yang telah diatur
dalam pasal 37 Undang-Undang Mahkamah Agung. Selain dari wewenang dalam
memberikan nasihat kepada lembaga pemerintahan yang lain fungsi nasihat dari
Mahkamah Agung ini pula mencakup kewenangan dalam meminta keterangan dan
memberi petunjuk pada lembaga pengadilan dibawahnya terkait pelaksanaan pokok
kekuasaan kehakikman, fugsi ada sebagaimana diatur dalam pasal 38 Undang-Undang
Mahkamah Agung

 Fungsi Administrasi Mahkamah Agung adalah menjalankan dan sebagai pengemban


tanggung jawab lembaga peradilan dibawahnya secara organisatoris; administratif; dam
finansial sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 1999
yang pada mulanya kewenangan ini terdapat departemen yang bersangkutan yang lalu
dialihkan kepada Mahkamah Agung

 Selain dari fungsi peradilan, fungsi pengawasan, fungsi mengatur, fungsi nasihat, fungsi
adminstratif berdasar dari pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No.14 tahun 1985, Mahkamah
Agung masih memiliki kapabilitas dalam menjalankan fungsi dan wewenang lain jika
diserahi tugas dan kewenangan lain dikemudian hari berdasarkan Undang Undang

1. Peradilan Umum

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung yang


menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya1, yang
dalam artiannya adalah wadah bagi masyarakat Indonesia dalam menentukan keadilan
suatu permasalahan hukum yang bersifat umum. Pengertian dari permasalahan hukum
umum ditarik dari beberapa faktor antara lain adalah suatu perkara dimana yang menjadi
subjeknya bukanlah merupakan orang-orang yang diharuskan dalam tata cara
peradilannya dijalankan dalam tata acara peradilan khusus seperti contohnya perkara
hukum yang subjeknya merupakan anggota dari satuan TNI yang yang tata cara peradilan
melalui sistem Peradilan Militer. Penggolongan perkara hukum umum juga dilihat dari
titik duduk letak perkara hukumnya dimana perkaranya tidak membutuhkan penanganan
khusus diluar badan Peradilan Umum.

Dalam Peradilan Umum terdapat dua kelembagaan peradilan yang menjalankan tugas
pokok kekuasaan kehakiman yaitu, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum

Pengadilan Negeri

Dalam fungsinya menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman menurut Pasal


4 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Umum Pengadilan Negeri memiliki cakupan
yurisdiksi yang bertempat dan berkedudukan di lingkup Kotamadya dan
Kabupaten. Dalam tugasnya Pengadilan Negeri diatur dalam Pasal 50 Undang-
Undang Peradilan Umum adalah untuk memeriksa, memutus, menyelsaikan
perkara pidana dana perdata dalam tingkat pertama. Pengadilan Negeri selaku
salah satu kekuasaan kehakiman dilingkup peradilan umum memiliki beberapa
kewenangan yang telah diatur dalam Pasal 52 ayat (1) dan (2) dalam Undang-

1
Undang No.8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum yang menyatakan Pengadilan Negeri dapat member keterangan
dan/atau pertimbangan kepada instansi pemerintah didaerahnya terkait
permasalahan hukum, dan Pengadilan Negeri dapat diberi kewenangan lainnya
untuk diserahi tugas berdasarkan ketentuan Undang-Undang dikemudian hari

Pengadilan Tinggi

Dalam fungsinya menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman menurut Pasal


4 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Umum Pengadilan Negeri memiliki cakupan
yurisdiksi yang bertempat dan berkedudukan dilingkup Provinsi. Dalam
menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman pengadilan tinggi merupakan
pengadilan yang bertugas dan berwenang mengadili ditingkat banding
sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Undang-Undang Peradilan Umum,
Pengadilan Tinggi pun mempunyai kewenangan dalam mengadili dalam tingkat
pertama dan terakhir mengenai kompetens Pengadilan Negeri dalam cakupan
daerahnya. Dalam fungsi nasihatnya Pengadilan Tinggi memiliki wewenang
untuk member keterangan dan pertimbangan hukum terhadap instansi pemerintah
daerah dalam cakupannya, begitu pula sebgaimana Pengadilan Negeri Pengadilan
Tinggi pun memliki kewenangan dalam mengemban tugas untuk diemban
sebgaimana diatur dalam Undang-Undang.

2. Peradilan Khusus
Peradilan khusus merupakan nerupakan proses acara untuk menjalankan tugas tugas
pokok kekuasaan kehakiman yang menangani pekara dalam bidang yang dinilai
dibutuhkan suatu proses peradilan diluar peradilan umum, yang diatur dalam Undang-
Undang dibawah struktural Mahkamah Agung

Peradilan Agama
Kekuasaan Kehakiman di Lingkungan Peradilan Agama, dalam Undang-Undang
ini dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang
berpuncak pada Mahkamah Agung, sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditentukan
oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970.

Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa,


memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah
berdasarkan hukum Islam. Bidang perkawinan yang dimaksud di sini adalah hal-
hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bidang kewarisan adalah mengenai penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris,
dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut, bilamana pewarisan
tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam.Sehubungan dengan hal tersebut,
para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum
apa yang akan dipergunakan dalam pembagian warisan.

Dalam bagiannya Peradillan Agama sebagai Peradilan Khusus yang menangani


perkara khusus dalam ruang lingkup Agama Islam telah dibentuk Peradilan
Agama Khusus yaitu Mahkamah Syariah di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
yang didasari pada Pasal 3A Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 yaitu tertulis
bahwa Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan
yang diatur dengan Undang-Undang. Pengadilan khusus dalam lingkungan
Peradilan Agama yang dimaksud adalah pengadilan syari'ah Islam yang diatur
dengan Undang-Undang. Mahkamah Syar'iyah di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang oleh Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 15 ayat (2) Keberadaan dari Mahkamah
Syariah ini sebagai pelaksanaan dari Otonomi Khusus di NAD yang memang
menghendaki penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam hal ini menunjuk
pada perkara perdata
Peradilan Tinggi Usaha Negara

Dalam pelaksanaan Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan Tata Usaha


Negara dalam Undang-Undang ini dilaksanakan oleh pengadilan Tata Usaha
Negara dan pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berpuncak pada
Mahkamah Agung sebgaimana sesuai dengan prinsip-pinsip yang ditentukan oleh
Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung. Dalam pelaksanaanya PTUN bertempatkan dan dengan
wilayah hukum di kotamadia atau kabupaten. Dalam kewenaganya sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1986 yang merupakan peraturan
pelaksana dari Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Peradilan Tata Usaha Negara
berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelssaaikan sengketa dalam
bidang Tata Usaha Negara yang terkecuali didalam ranah sengketa Tata Usaha
lingkungan Angkata Bersenjata dan soal Militer dan Peradilan Umum
sebagaimana sengketa yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 16 Tahun
1953 dan Undang-Undang No.19 Tahun 1953 dan Undang-Undang No.19 Tahun
1958. Dalam Peradillan Tata Usaha Negara dilaksanaka oleh Pengadilan Tata
Usaha Negara dalam tingkat pertama dan dalam tingkat banding dilaksanankan
oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Namun,tidak setiap sengketa Tata Usaha Negara harus diselesaikan oleh PTUN,
karena dapat pula ditempuh upaya administratif, disamping upaya peradilan.
Upaya peradilan berarti upaya melalui badan peradilan, baik tingkat 1 pada
PTUN, atau tingkat banding pada pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, maupun
tingkat kasasi Mahkamah Agung. Upaya administratif adalah upaya melalui
instansi atau badan Tata Usaha Negara, biasanya yang secara hirarki lebih tinggi
atau lain dari yang memberi putusan pertama. Upaya ini disebut prosedur
keberatan atau administratifse beroep. Apabila badan Tata Usaha Negara diberi
wewenang untuk menyelesaikan secara administratif suatu sengketa Tata Usaha
Negara tertentu, maka sengketa itu harus lebih dahulu diselesaikan secara
administratif, kalau upaya administratif ini tidak memuaskan untuk yang
bersangkutan maka barulah dilakukan upaya melalui peradilan Tata Usaha
Negara.

Peradilan Militer

Tentara walaupun sebagai warga Negara RI akan tetapi bukan merupakan kelas
tersendri, karena tiap anggota tentara adalah merupakan anggota masyarakat
biasa, tapi karenanya ada beban kewajiban Angkatan Bersenjata sebagai inti
dalam pembelaam dan pertahanan Negara, maka diperlukan suatu pemeliharaan
ketertiban yang lebih disiplin dalam organisasinya. Dalam ruang lingkup
kewenagan Peradilan Militer terdapat susunan tersendiri yaitu Pengadilan Militer
biasa yang diperuntukan untuk anggota TNI berpangkat Kapten kebawah,
Pengadilan Militer Tinggi yang dalam wewenangnya untuk pengadilan tingkat
banding dan pengadilan tingkat pertama untuk anggota TNI yang berpangkat
Mayor keatas, juga terdapat Pengadilan Militer Utama dimana dalam
kewenangannya merupakan pengadilan tingkat banding untuk perkara yang telah
diputus pada tingkat pertama militer tinggi; pengadilan tingkat pertama dan
terakhir untuk sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan militer yang
didalam daerah hukumnya; memutus perbedaan pendapat antara perwira penyerah
perkara dalam menentukan kompetensi peradilan militer dan peradilan umum;
meneruskan permohonan kasasi atau peninjauan kembali; dan juga mengawasi
penyelenggaraan peradilan dibawahnya yang sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang no.31 Tahun 1997

Mahkamah Konstitus
Dalam pernananya menjalankan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman Mahkamah Konstitusi
dibentuk untuk menjamin konstitusi sebgai hukum tertinggi agar dapat ditegakan. Mahkamah
Konstitusi memiliki kewenangan yang telah dioatur dalam Pasal 7A, Pasal 78, dan Pasal 24 (c)
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan
dalam menguji Undang-Undang tergadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945,
memutus pembubaran partai politik, dan diluar itu Mahkamah Konstitusi mempunyai kewajian
konstitusional untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden/wakil presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945. Dimana
dalam perannya menjamin konstutsi siapapun yang termasuk dalam warga Negara Indoneisia,
kesatuan masyarakat adat, badan hukum oublik/privat, lembaga Negara, partai politik, dan
Dewan Perwakilan Rakyat jika hak dan/atau wewenang konstitusionalnya dirugikan makan dapat
mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi.

Daftar Pustaka
 Kedudukan dan kewenangan. Diambil dari

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=3&menu=2:

 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM KEKUASAAN


KEHAKIMAN DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG . diambil dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22026/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y

 Nanang Sri Darmadi, SH., MH, KEDUDUKAN DAN WEWENANG MAHKAMAH


KONSTITUSI DALAM SISTEM HUKUM KETATANEGARAAN INDONESIA.
Diambil dari https://media.neliti.com/media/publications/12287-ID-kedudukan-dan-
wewenang-mahkamah-konstitusi-dalam-sistem-hukum-ketatanegaraan-ind.pdf

 Tarmudi, 2012, KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DALAM


MENYELESAIKAN KASUS TINDAK PIDANA PERPAJAKAN (Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Surakarta),Semarang, Universitas Negeri Semarang

 Amri Latif, 2010, KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN TINGGI TATA USAHA


NEGARA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KEPEGAWAIANANALISIS
PT TUN NO: 174/G/2006/PT.TUN.JKT. (PERSPEKTIF SIYASAH SYARI’AH),
Jakarta : UIN SYARIF HIDAYATULLAH

 Aju Putrijanti, KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA


USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN, Diambil dari : https://media.neliti.com/media/publications/153491-
ID-kewenangan-serta-obyek-sengketa-di-perad.pdf

 http://repository.unpas.ac.id/26637/4/G%20-%20BAB%20II.pdf

 http://etheses.uin-malang.ac.id/1348/6/08210030_Bab_2.pdf

 H. Ujang Abdullah, SH., M.Si, KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA

DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA, Diambil dari : http://ptun-


palembang.go.id/upload_data/KOMPETENSI%20PTUN.pdf
 Rahmani Puspita Dewi, 2006, Sekelumit Catatan Tentang Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia, Jurnal Hukum Pro Justitia Januari 2006 Volume 24 No.1
 Angkouw Kevin, 2014, FUNGSI MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI PENGAWAS
INTERNAL TUGAS HAKIM DALAM PROSES PERADILAN, Lex Administratum;
Vol II?No.2/Apr-Jun/2014
 Salmon Hendrik, 2010, EKSISTENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN0
DALAM MEWUJUDKAN SUATU PEMERINTAHAN YANG BAIK, Jurnal Sasi
Vol.16 No.4 Bulan Oktober – Desember 2010

 Heryansyah Despan, 2017, Pergeseran Kompetensi Absolut PTUN Dalam Sistem Hukum
Indonesia, Jurnal Hukum Novelty Vol.8 No.1 Februari 2017, hal35-50

 Thohari Ilham, Konflik Kewenangan Antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama
Dalam menangani Perkara Sengketa Waris Orang Islam

 Setjoatmadja Sylvia, 2015, Kedudukan Eksistensi dan Indepedensi Pengadilan Pajak


dalam Kekuasaan kehakiman di Indonesia, Jurnal hukum Bisnis Vol.1 No.1 April 2015

Anda mungkin juga menyukai