Anda di halaman 1dari 14

INTENSITAS CURAH HUJAN

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu
di mana air tersebut terkonsentrasi, dengan satuan mm/jam. Besarnya intensitas curah hujan
sangat diperlukan dalam perhitungan debit banjir rencana berdasar metode rasional durasi adalah
lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan
durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi daerah luas,
jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang.
Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila
terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Suroso, 2006).
A. Pengertian dan Tipe Limpasan Permukaan
Limpasan merupakan bagian curah hujan setelah dikurangi dengan infiltrasi dan
kehilangan air lainnya. Limpasan permukaan ini berasal dari overlandflow yang segera
masuk kedalam alur sungai. Aliran ini merupakan komponen aliran banjir yang utama.
Limpasan adalah apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas
infiltrasi, setelah laju infiltrsi terpenuhi air akan mengisi cekungan-cekungan pada
permukaan tanah. Setelah cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan mengalir
(melimpas) diatas permukaan tanah.
Limpasan permukaan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena
penuhnya kapasitas infiltrasi tanah. Limpasan merupakan unsur penting dalam siklus air dan
salah satu penyebab erosi.
Limpasan yang terjadi pada permukaan sebelum mencapai saluran juga disebut sumber
Nonpoint. Jika sumber Nonpoint mengandung kontaminan buatan manusia, limpasan disebut
pencemaran sumber Nonpoint. Luas tanah yang menghasilkan limpasan yang mengalir ke
titik yang sama disebut aliran sungai. Ketika limpasan mengalir di sepanjang tanah, dapat
mengambil kontaminan tanah termasuk, namun tidak terbatas pada minyak bumi, pestisida,
atau pupuk yang menjadi debit atau polusi sumber Nonpoint.  Selain menyebabkan erosi air
dan polusi, permukaan limpasan di daerah perkotaan adalah penyebab utama banjir perkotaan
yang dapat mengakibatkan kerusakan properti, basah dan cetakan di ruang bawah tanah, dan
jalan banjir.
Pengertian dan Definisi Istilah Aliran Runoff dipergunakan untuk menunjukan adanya
variasi proses pengumpulan air mengalir yang akhirnya menghasilkan aliran sungai.
Variasi proses aliran itu adalah sebagai berikut:
1. Air hujan yang langsung pada tubuh perairan sungai adalah air hujan yang pertama
langsung menjadi satu dengan aliran sungai. 
2. Aliran di atas permukaan tanah (overland flow) adalah air hujan yang meninggalkan
daerah aliran sungai (DAS) setelah terjadi hujan (badai) atau disebut sebagai bagian air
dari aliran sungai yang terjadi dari hujan neto yang tidak lagi mengalami infiltrasi ke
tanah mineral, dan mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai terdekat. 
3. Aliran permukaan (surface runoff) adalah sinonim dengan overland flow, tetapi lebih
banyak dipergunakan untuk pengukuran air di pemukaan sungai. 
4. Aliran langsung di bawah permukaan (sub surface storm flow) bagian aliran sungai yang
dipasok dari sumber air di bawah permukaan tanah, dan sampai di saluran sungai secara
langsung. Proses ini tidak dapat diamati dengan mata, namun menambah debit sungai.
Kadang-kadang dipergunakan kata sinonim, yaitu aliran dalam (interflow), tetapi kata ini
sering dipergunakan untukaliran di bawah permukaan tanah yang tidak berada di atas
permukaan air tanah. 
5. Aliran permukaan langsung (direct runoff, strom flow); merupakan total dari ketiga
komponen aliran sungai yaitu curah hujan yang langsung tersalur aliran ke sungai di atas
permukaan tanah (overland flow, surface runoff), dan aliran cepat di bawah permukaan
tanah (sub surface storm flow, interflow) yang umumnya dipergunakan untuk mencirikan
banjir akibat karakteristik DAS.
6. Aliran dasar (base flow, grand water outflow): keluaran dari equifer air tanah yang
dihasilkan dari air perkolasi vertical melalui profil tanah ke air tanah, dan ditopang oleh
aliran perlahan-lahan dari zona aerasi (zone of aeration) pada daerah miring. 
Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber:
a. Aliran permukaan.
Aliran Permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam
bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga aliran
langsung (direct runoff). Aliran permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai dalam
waktu singkat, sehingga aliran permukaan merupakan penyebab utama terjadinya banjir.
b. Aliran antara
Aliran antara (interflow) adalah aliran dalam arah lateral yang terjadi di bawah
permukaan tanah. Aliran antara terdiri dari gerakan air dan lengas tanah secara lateral
menuju elevasi yang lebih rendah.
c. Aliran air tanah
Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke elevasi yang
lebih rendah yang akhirnya menuju sungai atau langsung ke laut.
Dalam analisis hidrologi aliran permukaan dan aliran antara dapat dikelompokkan menjadi
satu yang disebut aliran langsung, sedangkan aliran tanah disebut aliran tak langsung.
Tipe Sungai:
1. Sungai Perennial
Sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun, aliran sungai perennika adalah aliran
dasar yang beraal datri aliran air tanah, sungai tipe ini terjadi pada DAS yang sangat baik
yang masih mempunyai hutan lebat.
2. Sungai Ephemeral
Sungai yang mempunyai debit hanya apabila terjadi hujan yang melebihi laju infiltrasi.
Permukaan air tanah selalu berada di bawah dasar sungai,sehingga sungai tidak
menerima aliran air tanah yang berarti tidak mempunyai aliran dasar (base flow) contoh
di Nusa Tenggara
3. Sungai Intermitten
4. Sungai yang mempunyai karakteristik campuran antara kedua tipe di atas. Pada suatu
periode tertentu bersifat sungai perennial dan pada waktu tertentu bersifat sebgai sungai
ephemal.
Bentuk umum dari hubungan antara hujan dan limpasan adalah:
Q = b (P-Pa)
Dimana:
Q : kedalaman limpasan
P : kedalaman hujan
Pa : kedalaman hujan dibawah nilai tersebut tidak terjadi limpasan
b : Kemiringan garis
B. Klasifikasi Limpasan Permukaan
Hujan yang jatuh di laut mengakhiri siklus ini dan akan mulai dengan siklus yang baru.
Hujan yang jatuh di daratan akan melalui jalan yang lebih panjang untuk mencapai laut.
Setiap tetes air hujan yang jatuh ke tanah merupakan pukulan-pukulan kecil ke tanah.
Pukulan air ini memecahkan tanah yang lunak sampai batu yang keras. Partikel pecahan ini
kemudian mengalir menjadi lumpur, dan lumpur ini menutupi pori-pori tanah sehingga
menghalangi air hujan yang akan meresap ke dalam tanah. Dengan demikian maka semakin
banyak air yang mengalir di permukaan tanah. Aliran permukaan ini kemudian membawa
serta batu-batu dan bongkahan lainnya, yang akan semakin memperkuat gerusan pada tanah.
Goresan akibat gerusan air dan partikel lainnya ke tanah akan semakin membesar.
Goresan ini kemudian menjadi alur-alur kecil, kemudian membentuk parit kecil, dan
akhirnya berkumpul menjadi anak sungai. Anak-anak sungai ini kemudian berkumpul
menjadi satu membentuk sungai. Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan
sebagian lagi akan mengalir di permukaan ke darah yang lebih rendah, dan kemudian akan
berkumpul di danau atau sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Bila curah hujan lebih besar
daripada kemampuan tanah untuk menyerap air, maka kelebihan air tersebut akan mengalir
dipermukaan menuju ke danau atau sungai. Air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi) atau
yang mengalir di permukaan (run off) akan menemukan jalannya untuk kembali ke
atmosfer, karena adanya evaporasi dari tanah, danau dan sungai.
Run off adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan
kehilangan air lainnya) yang mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi; airnya berasal
dari permukaan maupun dari subpermukaan (sub surface). Runoff dapat dinyatakan sebagai
tebal runoff, debit aliran (river discharge) dan volume runoff. Pada permulaan aliran
air/sungai terjadi karena air mengalir mengikuti retakan-retakan/patahan-patahan (joint)
yang ada di permukaan bumi. Sehingga pada awalnya daerah tersebut bukan merupakan
daerah aliran sungai, tetapi merupakan akumulasi air, kemudian terjadi proses lanjutannya
seperti prose pelapukan, erosi, pelarutan dan sebagainya. Proses tersebut berjalan terus,
sehingga berkembang menjadi sebuah parit-parit kecil yang makin lama makin
tertoreh/terkikis baik secara lateral maupun vertikal. Akhirnya terbentuk sungai-sungai kecil
sebagai sistem sungai.
C. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Limpasan Permukaan
1. Elemen-elemen meteorology
a. Jenis presipitasi
b. Intensitas curah hujan
c. Lamanya curah hujan
d. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran
e. Arah pergerakan curah hujan
f. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah
g. Kondisi–kondisi meteorology.
2. Elemen daerah pengaliran
a. Kondisi penggunaan tanah
b. Daerah pengaliran
c. Kondisi topografi dalam daerah pengaliran
d. Jenis tanah
e. Faktor–faktor yang memberikan pengaruh
D. Faktor yang Mempengaruhi Volume Limpasan Permukaan
Terlepas dari karakteristik hujan, seperti intensitas hujan, lama hujan dan distribusi
hujan, ada beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan air) yang berhubungan
langsung dengan kejadian dan volume runoff.
1. Tipe Tanah
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh porositas tanah, yang menentukan
kapasitas simpanan air dan mempengaruhi resistensi air untuk mengalir ke lapisan tanah
yang lebih dalam. Porositas suatu tanah berbeda dengan tanah lainnya. Kapasitas
infiltrasdi tertinggi dijumpai pada tanah-tanah yang gembur, tekstur berpasir; sedangkan
tanah-tanah liat dan berliat biasanya mempunyai kapasitas infiltrasi lebih rendah.  Bagan-
bagan berikut menyajikan beragam kapasitas infiltrasi yang diukur pada berbagai tipe
tanah. Kapasitas infiltrasi juga tergantung pada kadar lengas tanah pada akhir periode
hujan sebelumnya. Kapasitas infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun dengan waktu
(asalkan hujan tidak berhenti) hingga mencapai suatu nilai konstan pada saat profil tanah
telah jenuh air.
Kondisi seperti ini hanya berlaku kalau kondisi permukaan tanah tetap utuh tidak
mengalami gangguan. Telah diketahui bahwa rataan ukuran tetesan air hujan meningkat
dengan meningkatnya intensitas hujan. Dalam suatu intensitas hujan yang tinggi, energi
kinetik tetesan air hujan sangat besar pada saat memukul permukaan tanah. Hal ini dapat
menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah, dan mendorong partikel-partikel halus
tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat tersumbat dan terbentuklah lapisan tipis
yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga mereduksi kapasitas infiltrasi.
Fenomena seperti ini lazim disebut sebagai “capping, crusting atau sealing”. Hal ini 
dapat menjelaskan mengapa di daerah-daerah arid dan semi-arid yang mempunyai pola
hujan dengan intensitas tinggi dan frekuensi tinggi, volume rinoff sangat besar meskipun
hujannya sebentar dan kedalaman hujan relatif kecil.
Tanah-tanah dengan kandungan liat tinggi (misalnya tanah-tanah abu volkan dengan
kandungan liat 20% ) sangat peka untuk membentuk kerak-permukaan dan selanjutnya
kapasitas infiltrasi menjadi menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena kerak-
permukaan ini relatif kecil.
2. Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam vegetasi dan
fase pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm. Misalnya
tanaman serealia, mempunyai kapasitas simpanan intersepsi lebih kecil dibandingkan
dengan rumput penutup tanah yang rapat. Hal yang lebih penting adalah efek vegetasi
terhapad kapasitas infiltrasi tanah.  Vegetasi yang rapat menutupi tanah dari tetesan air
hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan.  Selain itu, perakaran tanaman dan bahan
organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga memungkinkan lebih
banyak air meresap ke dalam tanah. Vegetasi juga menghambat aliran air permukaan
terutama pada lereng yang landai, sehingga air mempunyai kesempatan lebih banyak
untuk meresap dalam tanah atau menguap.
3. Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan
Pengamatan pada petak-petak ukur runoff menunjukkan bahwa petak-petak pada lereng
yang curam menghasilkan runoff lebih banyak dibanding dengan petak-petak pada lereng
yang landai. Selain itu, jumlah runoff menurun dengan meningkatnya panjang lereng.
Hal seperti ini terjadi karena aliran air permukaan lebih lambat dan waktu konsentrasinya
lebih panjang (yaitu waktu yang diperlukan oleh tetes air hujan untuk mencapai outlet
daerah tangkapan air). Hal ini berarti bahwa air mempunyai lebih banyak kesempatan
untuk infiltration dan evaporasi sebelum ia mencapai titik pengukuran di outlet. Hal yang
sama juga berlaku kalau kita membandingkan daerah-daerah tangkapan yang ukurannya
berbeda.
Efisiensi runoff (volume runoff per luasan area) meningkat dengan menurunnya ukuran
daerah-tangkapan air, yaitu semakin besar ukuran daerah-tangkapan berarti semakin
besar (lama) waktu konsentrasi air dan semakin kecil efisiensi runoff. Akan tetapi harus
diingat bahwa diagram pada gambar di atas dibuat dari kasus khusus di daerah “Negev
desert” dan tidak berlaku umum di daerah-daerah lainnya. Diagram ini menyajikan pola
kecenderungan umum hubungan runoff dan ukuran daerah tangkapan.
E. Faktor yang Mempengaruhi Persebaran (Aqihan) Limpasan Permukaan
Kegiatan-kegiatan aliran air sungai tergantung pada beberapa faktor (Lobeck, 1939:
158) adalah sebagai berikut:
1. Curah hujan yang tinggi, hujan yang efektif (tinggi) tidak saja menyebabkan aliran yang
kuat, tetapi juga bertambah banyaknya jumlah aliran sungai yang permanen. Sebagai
contoh, sungai-sungai dibagian timur Amerika Serikat lebih banyak jika dibandingkan
dengan di bagian barat.
2. Tanah-tanah ponus yang dalam dan banyaknya tumbuhan yang tumbuh cenderung
menyerap air hujan dan mengurangi aliran permukaan (run-off). Seperti pada daerah-
daerah tinggi yang luas dipantai selatan Alabama dan Missisipi, walaupun curah hujan
tinggi tetapi sungai tidak banyak jumlahnya.
3. Daerah yang terdiri dari batu gamping serta aliran bawah permukaan (bawah tanah) tidak
menyebabkan terdapatnya aliran permukaan. Misalnya didaerah Karst Dalmatia tidak
mempunyai banyak sungai, walaupun curah hujannya paling lebat didaerah Eropa.
4. Daerah arid dengan vegetasi yang kurang menentukan aliran sungai, baik volume,
jumlah air, maupun keadan permanen aliran yang minimum.
5. Tanah-tanah liat yang kedap air sungai glacial, menambah aliran air permukaan yang
mengurangi jumlah aliran bawah tanah, sehingga mempercepat pengerjaan erosi.
Aliran air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak tetap, mengikuti muatan
sedimen unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh karena itu, sungai mempunyai ciri
yang tersendiri dan berbeda dengan massa air lain seperti danau, laut, dan sebagainya.
Adapun ciri tersebut adalah sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh Sudarja dan
Akub (1977: 38) antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pengalirannya tidak tetap, kadang kala alirannya deras dan ada kalanya lambat,
menghilang ke bawah permukaan dan sebagainya.
2. Mengangkut material, dari mulai Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai pada material
batuan yang lebih besar yang tergantung besar alirannya.
3. Mengalir mengikuti saluran tertentu yang pada sisi kanan kirinya dibatasi oleh tebing
yang bias curam berupa lembah-lembah dari lembah dangkal sampai pada lembah-
lembah yang dalam.
Sungai sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa anak sungai yang tergabung ke
dalam sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu sungai yang sering
disebut DAS merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan
berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air beserta sedimen dan unsur hara
lainnya. Melalui system sungai yang mempunyai outlet tunggal, system aliran pada DAS
terbagi ke dalam daerah aliran hulu, daerah aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-
masing daerah aliran ini terjadi proses geomorfik yang berbeda. Misalnya di bagian daerah
aliran hulu biasanya terjadi erosi vertical, bagian daerah tengah terjadi erosi vertical dan
lateral kira-kira sama kuat, dan didaerah aliran hilir terjadi proses erosi lateral.
Kegiatan aliran air sungai biasanya adalah mengambil (mengerosi/ mengikir),
mengangkut, dan mengendapkan, sehingga suatu lembah sungai sangat tidak tetap dalam arti
selalu mengalami perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau
dalamnya lembah. Air sungai dalam perjalannanya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan
mengikis, mengambil bahan lepas, mengangkut dan mengendapkan. Suatu lembah
penampangnya tidak tetap dan sifatnya dinamik (mengalami perubahan-perubahan).
Perubahan ini di sebabkan karena erosi, erosi tersebut bias berupa erosi mudik
(menyebabkan lembah panjang kearah ulu), erosi lateral (menyebabkan pelebaran lembah),
dan erosi vertical (menyebabkan pendalaman lembah). Lembah dapat bertambah panjang
akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai pada stadium tua.
Terbentuknya meander menyebabkab bertambah panjangnya lembah. Meander
merupakan aliran merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai akibat dari erosi lateral,
sehingg dengn berliku-likunya aliran sungai lembah sungaipun bertambah panjang.
Perubahan muka air laut dimana sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air laut ini dapat
disebabkan karena terjadi pengangkatan dasar laut atau penurunana dasar laut. Terjadinya
penurunan dan pendangkalan dasar laut menyebabkan aliran sungai bertambah panjang
kearah laut, muara bergeser kearah laut dan garis pantai bertambah lebar.
F. Pengukuran Limpasan
1. Menghitung Debit Puncak (Q) Dan Koefisien Run Off (C)
Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau
disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh
karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga
bagian dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutam a pada tanah yang
hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir
ke bagian yang lebih rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir sering juga
disebut air larian atau limpasan.
Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali air
larian adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi) dan
waktu tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian. Curah hujan yang
jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi
cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan melampaui laju
infiltrasi ke dalam tanah. Semakin lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan
menghasilkan air larian semakin besar. Namun intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat
menghancurkan agregat tanah sehingga akan menutupi pori -pori tanah akibatnya
menurunkan kapasitas infiltrasi.
Volume air larian akan lebih besar pada hujan yang intensif dan tersebar mera ta di
seluruh wilayah DAS dari pada hujan tidak merata, apalagi kurang intensif. Disamping
itu, faktor lain yang mempengaruhi volume air larian adalah bentuk dan ukuran DAS,
topografi, geologi dan tataguna lahan. Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi
kecepatan air larian. Kerapatan daerah aliran adalah jumlah dari semua saluran air/sungai
(km) dibagi luas DAS (km2). Makin tinggi kerapatan daerah aliran makin besar
kecepatan air larian sehingga debit puncak tercapai dalam waktu yang cepat. Vegetasi
dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air infiltrasi dan masuk
ke dalam tanah.
a. Perhitungan Koefisien Runoff
Koefisien Air Larian
Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara
besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan (dalam suatu DAS) atau
dimana:
di = Jumlah hari dalam bulan ke-i
Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24 jam.
P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)
A = Luas DAS (m²)
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan
menjadi air larian.
Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah
suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti sebagian
besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar.
Besaran nilai C akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan penggunaan lahan.
Semakin curam kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan tersebut.
b. Pengukuran Volume Aliran Sungai (kecepatan)
Debit atau laju volume aliran sungai umumnya dinyatakan dalam satuan volum per
satuan waktu, dan diukur pada suatu titik atau outlet yang terletak pada alur sungai
yang akan diukur. Besar debit atau aliran sungai diperoleh dari hasil pengukuran
kecepatan aliran yang melalui suatu luasan penampang basah. Metode pengukuran
debit ini dikenal dengan istilah metode kecepatan-luas (velocity-area method).
Bentuk persamaan ini dapat diekspresikan sebagai berikut:
Q = Av
Dimana:
Q = laju volume aliran (cfs atau m3/detik)
A = luas penampang melintang alur sungai (f2 atau m²) adalah kecepatan rata-rata
pada
v = penampang melintang alur sungai (ft/sec atau m/detik)
Kecepatan aliran tersebut dapat diukur secara manual ataupun dengan alat current
meter. Pengukuran kecepatan aliran sungai dengan current meter umumnya harus
memperhatikan karakteristik alur sungai terutama lebar dan dalamnya alur.
Berdasarkan karakteristik alur tersebut maka ada 4 tipe pengukuran kecepatan aliran,
yaitu tipe satu titik hingga lima titik. Data debit sungai dengan menggunakan hasil
pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran umumnya telah direkap dan
diformulasikan dalam suatu persamaan dan kurva tinggi muka air-debit aliran sungai
atau lebih dikenal dengan istilah stage-discharge rating cuve yang senantiasa
dikoreksi untuk setiap kurun waktu atau peristiwa tertentu.
Berdasarkan persamaan atau kurva tersebut maka pengukuran di lapangan hanya
mencakup tinggi muka air sungai tiap waktu (stage-hydrograph). Penggabungan dan
analisis kedua kurva tersebut akan menghasilkan kurva hidrograf aliran (discharge
hydrograph) yang sangat bermanfaat dalam analisis hidrologi lebih lanjut. Namun,
umumnya data debit hasil pengukuran hanya terdapat pada DAS besar sehingga
untuk analisis pada DAS kecil sering kali kesulitan. Untuk mengatasinya maka
dikembangkan metode prediksi limpasan dan aliran sungai yang identik atau
pengembangan lebih jauh dari analisis debit.
2. Pengukuran Metode Pengaruh Debit Limpasan Permukaan
a. Pengukuran Debit
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai
yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari,
atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air
(dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per
satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter
kubik per detik (m³/dt).
Beberapa metode pengukuran debit aliran sungai:
1) Velocity Method
Q = A.V
Pada prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran.
Penampang basah (A) diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air dan
pengukuran kedalaman dengan tongkat pengukur atau kabel pengukur.
Kecepatan aliran (V) dapat diukur dengan metode: metode current-meter dan
metode apung. Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran
(kecepatan arus). Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling (proppeler
type) dan tipe canting (cup type). Oleh karena distribusi kecepatan aliran di
sungai tidak sama baik arah vertikal maupun horisontal, maka pengukuran
kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu titik. Debit aliran sungai
dapat diukur dengan beberapa metode. Tidak semua metode pengukuran debit
cocok digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai,
tingkat turbulensi aliran) dan tingkat ketelitian yang akan dicapai.
2) Pengukuran Debit dengan Cara Apung (Float Area Methode)
Q=AxkxU
Dimana:
Q = debit (m³/det)
U = kecepatan pelampung (m/det)
A = luas penampang basah sungai (m²)
k = koefisien pelampung
Kecepatan aliran (V) ditetapkan berdasarkan kecepatan pelampung (U)
luas penampang (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar saluran (L) dan
kedalaman saluran (D)
Debit sungai (Q) = A x V atau A = A x k dimana k adalah konstanta
Sumber : Hatma Suryatmojo, 2006
3) Pengukuran Debit dengan Current-meter
Kecepatan diukur dengan current meter luas penampang basah ditetapkan
berdasarkan pengukuran kedalaman air dan lebar permukaan air. Kedalaman
dapat diukur dengan mistar pengukur, kabel atau tali.
Vs di ukur 0,3 m dari permukaan air dan Vb di ukur 0,3 m di atas dasar sungai.
Kecepatan aliran dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu
putarannya (N = putaran/dt). Kecepatan aliran V = aN + b dimana a dan b adalah
nilai kalibrasi alat current meter. Hitung jumlah putaran dan waktu putaran
baling-baling (dengan stopwatch).
4) Pengukuran Debit dengan Metode Kontinyu
Current meter diturunkan kedalam aliran air dengan kecepatan penurunan yang
konstant dari permukaan dan setelah mencapai dasar sungai diangkat lagi ke atas
dengan kecepatan yang sama.
5) Pengukuran Debit dengan Metode Hidrograf
Hidrograf merupakan suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara tinggi
muka air dan waktu sehingga dari data tersebut dapat diketahui besarnya debit.
Hidrograf tinggi muka air dihasilkan dari rekaman alat yang disebut Automatic
Water Level Recorder (AWLR)
Hidrograf Tinggi Muka Air dan Curah Hujan Bentuk DAS akan mempengaruhi
kecepatan aliran yang menyebabkan perbedaan nilai Debit.
Selain pengaruh dari bentuk DAS yang mempengaruhi TC dan bentuk lengkung
hidrograf, arah hujan juga menentukan besarnya TC dan bentuk lengkung
hidrograf.
a) Debit Puncak (Qp)
Debit puncak pada suatu DAS dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan rasional:
Qp = 0,278.C.i.A
Dimana:
Qp    = debit puncak (m³/detik)
C      = koefisien limpasan (rasio tebal limpasan dan tebal curah hujan)
i       = intensitas hujan (mm/jam) ketika lama hujan (tr) pada DAS tersebut
sama dengan waktu konsentrasinya (tc)
A      = luas DAS (km²)
Persamaan lain adalah yang dikembangkan oleh Burkli-Ziegler:
Q = C.i.A [S/A]^0,25
Dimana:
Q = debit puncak (cfs)
C = koefisien limpasan
I = intensitas hujan (inch/jam)
A = luas DAS
S = kemiringan permukaan tanah rata-rata
G. Proses Terjadinya Runoff (Limpasan Permukaan)
Pada saat hujan turun, tetesan pertama air hujan ditangkap oleh daun dan tajuk vegetasi.
Ini biasanya disebut sebagai simpanan intersepsi. Kalau hujan berlangsung terus, air hujan
yang mencapai permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) sampai mencapai
suatu taraf dimana intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-
celah dan cekungan di permukaan tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan
permukaan) semua dipenuhi air, dan setelah itu barulah terjadi runoff.
Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi
pula oleh kondisi lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering) biasanya
tinggi, tetapi kalau hujan turun terus, kapasitas ini menurun hingga mencapai nilai
keseimbangan yang disebut sebagai laju infiltrasi akhir. Proses runoff akan berlangsung
terus selama intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi aktual, tetapi runoff segera
berhenti pada saat intensitas hujan menurun hingga kurang dari laju infiltrasi aktual.

Anda mungkin juga menyukai