Anda di halaman 1dari 6

Lekas Sembuh Negeriku

Disusun :

Fitri Wulandari
(K7618041)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Univeritas Sebelas Maret
2018
“Indonesia” sebuah negara di bagian timur dunia yang memiliki sumber
daya alam melimpah. Dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat di dunia dan
berbagai potensi yang dimiliki tidak menuntut kemungkinan Indonesia akan
menjadi negara maju di dunia. Tetapi kenapa hal tersebut bagaikan mimpi belaka?
Ada berbagai alasan yang mengakibatkannya . Mulai dari pemerintah yang tidak
serius dalam membangun negara, tidak adanya dana, rendahnya mutu pendidikan,
dan lain sebagainya.

Pemerintah tidak serius dalam membangun negara? Sebuah pertanyaan


yang mungkin ada di setiap benak warga negara Indonesia. Banyak proyek-proyek
pemerintah yang berhenti di tengah jalan dan kasusnya hilang begitu saja tanpa
adanya kejelasan. Sebagai contoh adalah mobil ESEMKA, sebuah potensi yang
luar biasa untuk dikembangkan tetapi tidak ada tindak lanjut dari pemerintah
pusat. Lalu apa gunanya kami sebagai warga negara kalian beri tugas untuk
belajar? Pada akhirnya karya kami tidak dihargai.

Tidak adanya dana, dengan sumber daya alam yang melimpah kita masih
belum bisa mengolahnya sendiri dan cenderung mengekspor bahan mentah
dengan harga murah. Kenapa ini dapat terjadi? Kembali menimbulkan pertanyaan
yang jawabannya sudah tersedia pada paragraf pertama. Rendahnya mutu
pendidikan, inilah hal mendasar yang menyebabkan ketidakmampuan Indonesia
dalam mengolah sumber daya alam yang dimiliki dan yang membuat “para elit
negeri tidak serius dalam membangun negara”. Bukan sebuah protes tetapi inilah
kenyataannya.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kualitas atau mutu pendidikan


menggambarkan maju tidaknya suatu negara. Lalu ada apa dengan pendidikan di
Indonesia? Apakah ada yang salah? Kita akan cari tahu bersama. Mengingat
pendidikan adalah hal yang sangat penting, saya yakin pemerintah cukup serius
dalam menanganinya. Terbukti dengan adanya pasal 31 UUD 1945 yang
berbunyi :

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.


2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem


pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang.

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya


20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan


menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet


terbatas di Gedung Depdiknas, Jakarta, Senin (12/3/2007). Beliau berkata
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya”. Dalam
realisasinya pemerintah menerapkan program wajib belajar sembilan tahun seperti
yang tertulis pada UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal
6 “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar.” Dan pada tahun 2016 keluar Permen Dikbud No 19
Tentang Program Indonesia Pintar yang bertujuan untuk mempermudah anak usia
6 (enam) sampai 21 (dua puluh satu) tahun dalam mendapat layanan pendidikan
dengan bantuan berupa uang tunai untuk keluarga miskin dan terdaftar sebagai
peserta didik agar terlaksana program wajib belajar 12 tahun.

Dari wajib belajar 9 (sembilan) tahun menjadi 12 (dua belas) tahun, disini
pemerintah sangat sadar seberapa pentingnya memajukan pendidikan di Indonesia
agar tidak tertinggal oleh negara maju. Walaupun pada kenyataannya terkesan
main-main dengan sistem pendidikan yang ada. Sudah menjadi rahasia umum
kalau saat ini pendidikan di Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga
seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan bahkan kita kalah dari Brunei
Darussalam (Sahroji, 2017).

Tabel 1. Daftar Peringkat Pendidikan Asean

Sumber : http://dianerdiana.blogspot.com/2017/05/introspeksi-inilah-peringkat-
pendidikan.html.

Kembali timbul pertanyaan apa penyebab pendidikan di Indonesia sulit


berkembang? Ada beberapa alasan yang cukup mudah dipahami yaitu :

1. Setiap menteri pendidikan yang menjabat punya kebijakannya


masing-masing dan cenderung enggan meneruskan kebijakan
pendahulunya.
Perlu kita ketahui bahwasannya sebuah sistem tidak dapat dibuat dalam
waktu singkat, terlebih di Indonesia mengingat wilayahnya yang luas dan
masih ada daerah yang tertinggal. Lalu kenapa menteri yang menjabat
terkesan seenaknya saja dalam mengganti sistem yang ada? lagi-lagi
politik yang bermain disini.

2. Kurangnya pendidikan moral dan etika.


Banyak kasus yang menjadi alasan kuat bahwa pendidikan moral dan etika
di Indonesia ini luar biasa buruk. Mulai dari kasus penganiayaan guru oleh
murid, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, bahkan yang paling tidak
senonoh adalah kasus pelecehan seksual seorang guru kepada murid sd.
Seorang guru yang seharusnya menjadi panutan, seorang guru yang
seharusnya menjadi contoh baik oleh muridnya, seorang guru yang
seharusnya “digugu lan ditiru” malah melakukan tindakan yang melanggar
HAM dan etika yang berlaku di masyarakat.

3. Tidak meratanya pendidikan di Indonesia


Masih banyak daerah pedalaman dan tapal batas Indonesia yang belum
mendapat pendidikan secara layak. Padahal sudah tertera pada pasal 31
ayat (1) yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”. Hak merupakan sesuatu yang mutlak menjadi milik kita
(Sumarsono, 2005).

4. Pola pikir masyarakat Indonesia


Indonesia merupakan pasar yang menjanjikan dan negara-negara maju di
dunia sangat paham akan hal ini. Banyak produk-produk dari luar negeri
yang dijual di Indonesia. Ini tidak lepas dari perilaku masyarakat
Indonesia yang cenderung konsumtif. Ada satu kalimat yang berbunyi
“kalau bisa membeli untuk apa bersusah payah membuatnya”. Pola pikir
inilah yang harus dirubah menjadi “kalau bisa membuat untuk apa
membeli” dengan perubahan pola pikir ini akan meningkatkan minat
masyarakat terutama pelajar untuk lebih giat belajar.

Sudah saatnya kita sebagai mahasiswa memberikan aksi nyata bukan


sekedar wacana ataupun demo belaka. “Sebagai seorang mahasiswa kita
berperan sebagai agen pendidikan dan sebagai agen pembangunan” (Gloria,
2017). Sungguh naas saat negara-negara maju sudah mulai mempersiapkan era
industri 5.0 di Indonesia masih sibuk mempersiapkan diri menghadapi era
industri 4.0. Tahun 2018 sudah hampir selesai dan kita harus bersiap
menghadapi tantangan baru di tahun 2019. Mengganti sistem yang ada
bukanlah solusi yang tepat tetapi mengevaluasi dan perbaikan sistem yang ada
adalah cara yang efisien untuk mengejar ketertinggalan kita.
Daftar Pustaka

Erdiana, Dian. 2017. “Introspeksi Inilah Peringkat Pendidikan” (online).

(http://dianerdiana.blogspot.com/2017/05/introspeksi-inilah-peringkat-
pendidikan.html.), diakses Rabu, 19 Desember 2018.

Gloria. 2017. “Menilik Komitmen UGM bagi Pendidikan Nasional dalam

Momentum Hardiknas” (online). (https://ugm.ac.id/id/berita/13788-


menilik.komitmen.ugm.bagi.pendidikan.nasional.dalam.momentum.hardik
nas), diakses Rabu, 19 Desember 2018.

Ilham, Wika Y. 2007. “Realita dan Idealisme Pendidikan Nasional” (online).

(http://scientiarum.com/2007/12/10/potret-pendidikan-nasional-realita-
dan-idealisme). Diakses pada Senin, 29 Oktober 2012.

Irna. 2008. “Potret Pendidikan di Indonesia” (online).

(http://irna1001.wordpress.com/2008/05/10/potret-pendidikan-di-
indonesia/.), diakses Rabu, 19 Desember 2018.

Sahroji, Ahmad. 2017. “Daftar Negara Asean dengan Peringkat Pendidikan

Tertinggi” (online). (https://news.okezone.com/read/2017/11/24/18/


1820178 /daftar-negara-asean-dengan-peringkat-pendidikan-tertinggi),
diakses Rabu, 19 Desember 2018.

Sumarso, S dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

Anda mungkin juga menyukai