Disusun oleh:
Manajemen 2018
Nama:
Kelas:
KELOMPOK 1 .................................................................................................................2
KELOMPOK 2 .................................................................................................................8
KELOMPOK 3 .................................................................................................................14
KELOMPOK 4 .................................................................................................................21
KELOMPOK 5 .................................................................................................................28
KELOMPOK 6 .................................................................................................................32
KELOMPOK 7 .................................................................................................................36
KELOMPOK 8 .................................................................................................................43
KELOMPOK 9 .................................................................................................................46
1
KELOMPOK 1
ANALISIS BEBAN KERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA
2
F. Menentukan Kebutuhan Pelatihan (Training Needs) Pegawai/ Karyawan: yang
diidentifikasi dari Waktu Normal (Normal Time) individu pegawai/karyawan yang
lebih besar (lama) dibandingkan Waktu Standar (Standard Time) pada suatu
tugas/aktivitas tertentu.
3
basis pelaksanaan kerja masa lalu, sesuai judgement disana-sini dalam pengukuran
kerja dilakukan berdasarkan sifat beban kerja pada masing-masing jabatan, mencaku:
a. Pengukuran kerja untuk beban kerja abstrak
Untuk mengukur beban kerja abstrak diperlukan beberapa informasi antara lain:
1. Rincian / uraian tugas jabatan.
2. Frekwensi setiap tugas dalam satuan tugas.
3. Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
4. Waktu Penyelesaian Tugas merupakan perkalian beban kerja dengan norma waktu.
5. Waktu kerja efektif.
6. Pengukuran kerja untuk beban kerja konkret
Untuk mengukur beban kerja konkret diperlukan beberapa informasi antara lain:
1. Rincian / uraian tugas jabatan.
2. Satuan hasil kerja.
3. Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
4. Target waktu kerja dalam satuan waktu.
5. Volume kerja merupakan perkalian beban kerja dengan norma waktu.
6. Waktu kerja efektif.
Berkaitan dengan alat ukur dan oleh karena instansi pemerintah merupakan instansi
non profit, hal yang dapat dipergunakan sebagai alat ukur adalah “jam kerja” yang
harus di isi dengan kerja untuk menghasilkan berbagai produk baik bersifat konkret
maupun abstrak (benda atau jasa).
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011
tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil, ditetapkan jam
kerja efektif terdiri dari jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang
hilang karena tidak bekerja seperti melepas lelah, istirahat makan dan sebagainya.
Dalam menghitung jam kerja efektif digunakan ukuran sebagai berikut:
(1) Jam Kerja Efektif per hari = 1 hari x 5 jam =300 menit
(2) Jam Kerja Efektif per minggu = 5 hari x 5 jam =25 jam = 1.500 menit
(3) Jam Kerja Efektif per bulan = 20 hari x 5 jam =100 jam = 6.000 menit
(4) Jam Kerja Efektif per tahun = 240 hari x 5 jam =1.200 jam = 72.000 menit
Setiap unit kerja mempunyai hasil kerja yang berbeda satu sama lain baik jenis
maupun satuannya, sehingga agar dapat diukur dengan alat ukur jam kerja efektif,
semua produk/hasil kerja tersebut harus dikonfirmasikan sehingga memiliki satu
kesatuan.
2.5 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja
Menurut T. Hani Handoko (1995:135) penilaian prestasi adalah proses melalui
mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.
Sedangkan menurut Lloyd L. Byars dan Leslie W. Rue (2004:251) adalah
Performance appraisal is a process of determining and communicating to an employee
4
how he or she is performing on the job, and ideally, establishing a plan of improvement.
Penilaian prestasi kerja karyawan adalah proses untuk menentukan dan
mengkomunikasikan kepada karyawan tentang bagaimana performanya dalam
melakukan pekerjaannya dan idealnya, membuat rencana untuk membangun kariernya.
5
masalah-masalah pribadi lainya. Departemen personalia dimungkinkan untuk
menawarkan bantuan kepada semua karyawan yang membutuhkan.
6
KELOMPOK 2
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
8
Mathis dan Jackson ( 2000 )
Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan hasil
evaluasi dari pengalaman kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa :
Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan
kondisi kerja.
Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila
secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak aka
berarti karyawan tidak puas.
Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan antara
apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang sebenarnya
dia peroleh dari hasil kerjanya.
Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan.
B. TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori-teori motivasi pada Zaman Dahulu
Tiga teori khusus dirumuskan selama periode ini, yang meskipun diserang habis-
habisan dan diragukan validitasnya, mungkin masih merupakan penjelasan-penjelasan
mengenai motivasi karyawan yang paling terkenal. Berikut ini adalah tiga teori motivasi
pada zaman dahulu.
9
Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata mengenai manusia:
pandangan pertama pada dasarnya negative, disebut teori X, dan yang kedua pada dasarnya
positif, disebut teori Y. Setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan
karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat manusia
didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung
membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh manajer adalah:
- Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk
menghindarinya
- Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan
10
Teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Dalam
teori ini, kita mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa penguatan
memengaruhi perilaku. Teori ini mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat
pada apa yan terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
Teori Keadilan
Teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk
menghilangkan ketidakadilan. Selain itu, adalah penting untuk memerhatikan bahwa ketika
sebagian besar penelitian tentang teori keadilan berfokus pada imbalan kerja, karyawan
tampaknya mencari keadilan dalam distrivusi penghargaan organisasional yang lain.
Teori Harapan
Teori harapan dari Victor Vroom menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan
untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa
tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu
terhadap individu tersebut. Teori ini berfokus pada tiga hubungan, yaitu:
o Hubungan usaha—kinerja
o Hubungan kinerja—penghargaan
o Hubungan penghargaan—tujuan-tujuan pribadi
Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam
pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukan usaha minimum untuk mencapai
sesuatu.
C. ASPEK-ASPEK KEPUASAN KERJA
Kerja yang secara mental menantang
Kebanyakan karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan
tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang
menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi
dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan
mengalamai kesenangan dan kepuasan.
Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah yang
baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar
pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang
mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja
dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam
kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang
11
dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang
ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan
promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami
kepuasan dari pekerjaan mereka.
Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih
menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu),
cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak
atau sedikit).
Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud
dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial.
Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat
menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan
determinan utama dari kepuasan.
12
Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja?
Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja, menikmati kerja itu sendiri hamper selalu
merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
secara keseluruhan.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga
memainkan sebuah peran. Misalnya, beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai
hamper segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang
tampaknya sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai
kepribadian negative biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.
Pengaruh dari karyawan yang tidak puas dan puas di tempat kerja
Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjan mereka, da nada konsekuensi ketika
karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Berikut ini adalah empat respons kerangka
teoritis:
- Keluar : perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari
posisi baru dan mengundurkan diri
- Aspirasi : secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk
aktivitas serikat kerja
- Kesetiaan : secara pasif tetapi optimistif menunggu membaiknya kondisi, termasuk
membela organisasi ketika berhadapan denagn kecaman eksternal dan memercayai
organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
- Pengabaian : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk
ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan
meningkatnya angka kesalahan.
13
KELOMPOK 3
MANAJEMEN STRATEGIK SUMBER DAYA MANUSIA
14
B. Posisi Strategis
Porter menjabarkan tiga basis posisi strategis. Ketiganya tidak mutually exclusive
dan seringkali saling bersinggungan. Basis pertama didapatkan dengan memproduksi
bagian kecil (subset) sebuah produk dari industri tertentu. Porter menyebutnya sebagai
variety-based positioning karena posisi ini berasal dari pemilihan produk, bukan
berdasarkan segmentasi konsumen. Basis kedua adalah melayani sebagian besar atau
bahkan seluruh kebutuhan dari sekelompok konsumen tertentu, yang disebut sebagai needs-
based positioning. Contohnya adalah IKEA yang berusaha memenuhi seluruh kebutuhan
mebel, bukan hanya sebagian (subset), untuk target pasarnya.
Posisi ini didapatkan dengan melakukan serangkaian aktivitas dengan cara berbeda
dengan yang dilakukan pesaing. Apabila tidak ada perbedaan dalam aktivitas, konsumen
tidak akan mampu membedakan perusahaan bersangkutan dengan pesaing. Varian dari
model ini adalah memenuhi kebutuhan target pasar untuk waktu yang berbeda-beda.
[2] Basis ketiga didapatkan dengan menarget konsumen yang dapat diakses dalam cara
yang berbeda, yang disebut sebagai access-based positioning".
Konsumen-konsumen ini, meskipun memiliki kebutuhan dan keinginan yang
hampir sama dengan konsumen lainnya, membutuhkan konfigurasi aktivitas yang berbeda
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut. Porter mencontohkannya lewat
Carmike Cinemas, yang mengoperasikan bioskop hanya di kota-kota kecil yang padat,
namun dengan populasi kurang dari 200.000 orang. Meskipun pasarnya kecil dengan
kemampuan pembeliannya di bawah kota besar, Carmike Cinemas berhasil meraih
keuntungan karena melakukan aktivitas berbeda dengan yang ditawarkan bioskop-bioskop
di kota besar, misalnya dengan melakukan standardisasi, membuka hanya sedikit studio,
dan menggunakan teknologi proyektor yang lebih rendah dibanding dengan bioskop di kota
besar.
C. Pembentukan strategi
Tugas pertama dalam manajemen strategis pada umumnya adalah kompilasi dan
penyebarluasan pernyataan misi. Aktivitas ini mendokumentasikan kerangka dasar
organisasi dan mendefinisikan lingkup aktivitas yang hendak dijalankan oleh organisasi.
Setelah itu, organisasi bersangkutan akan melakukan pemindaian lingkungan untuk
membangun keselarasan dengan pernyataan misi yang telah dibuat. Pembentukan strategi
adalah kombinasi dari tiga proses utama sebagai berikut: Melakukan analisis situasi,
evaluasi diri dan analisis pesaing: baik internal maupun eksternal; baik lingkungan mikro
maupun makro. Bersamaan dengan penaksiran tersebut, tujuan dirumuskan. Tujuan ini
harus bersifat paralel dalam rentang jangka pendek dan juga jangka panjang. Maka di sini
juga termasuk di dalamnya penyusunan pernyataan visi (cara pandang jauh ke depan dari
masa depan yang dimungkinkan), pernyataan misi (bagaimana peran organisasi terhadap
15
lingkungan publik), tujuan perusahaan secara umum (baik finansial maupun strategis),
tujuan unit bisnis strategis (baik finansial maupun strategis), dan tujuan taktis. [3]
16
perusahaan, unit bisnis dan fungsional serta para perencana pendukung lainnya. Manajemen
strategis prosesnya terdiri dari delapan langkah yaitu : mendefinisikan visi, misi bisnis dan
tanggungjawab sosial, menganalisis lingkungan eksternal, menganalisis lingkungan
internal, memilih tujuan dan sasaran bisnis, mengembangkan strategis bisnis, merinci
rencana program, mengimplementasikan rencana program, dan mengumpulkan umpan
balik dan menguji pengendalian.[4] Semua langkah ini menjaga terhambatnya unit usaha
terhadap lingkungan dan berjaga-jaga terhadap peluang dan masalah-masalah yang baru.
17
Contonya Bill Gates pada awal berdirinya Microsoft, mempunyai visi “Sebuah
komputer di atas setiap meja kerja di setiap rumah, menjalankan perangkat Microsoft”.
Misi Levi Strauss & Co. adalah “ memelihara keberhasilan komersial yang
bertanggungjawab dalam perusahaan pemasaran global pakaian santai bermerk”.
Pernyataan misi Motorola, yaitu “Tujuan mendasar kami adalah kepuasan.
18
Kekuatan dan kelemahan organisasi dan manajemen dapat diperoleh dari struktur
organisasi, citra dan prestasi perusahaan, catatan perusahaan dalam mencapai sasaran,
komunikasi dalam organisasi, system pengendalian organisasi keseluruhan, budaya dan
iklim organisasi, penggunaan system yang efektif dalam pengambilan keputusan, system
perencanaan strategic, sinergi dalam organisasi, system informasi yang baik dan
manajemen kualitas yang baik.
d. Perumusan Sasaran
Setelah perusahaan melakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
yang dikenal juga dengan Analisis SWOT, selanjutnya merumuskan sasaran. Sasaran
menjelaskan tujuan-tujuan yang spesifik dalam jumlah dan waktu. Dengan demikian
sasaran memudahkan untuk perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Sasaran
perusahaan dapat berupa profitabilitas, posisi pasar, produktivitas, kepemimpinan
teknologi, pengembangan sumberdaya manusia, hubungan antar karyawan dan
tanggungjawab sosial. Dilema penting lainnya mencakup antara laba jangka pendek versus
pertumbuhan jangka panjang, penetrasi pasar yang ada versus pengembangan pasar baru,
sasaran laba versus sasaran nirlaba, pertumbuhan tinggi versus risiko rendah. Setiap pilihan
dalam kelompok dilema sasaran ini memerlukan strategi pemasaran yang berbeda.
e. Pengembangan Strategi
Sasaran menunjukkan apa yang ingin dicapai suatu perusahaan, strategi adalah
suatu rencana permainan untuk mencapainya. Setiap usaha harus merancang strategi untuk
mencapai sasarannya. Perusahaan bisnis multidevisional besar, biasanya memiliki tiga level
strategi, yaitu strategi korporasi, strategi bisnis dan strategi fungsional. Strategi bisnis atau
strategi bersaing biasanya dikembangkan dalam level devisi dan menekankan pada
perbaikan posisi persaingan produk barang atau jasa perusahaan dalam industri khusus atau
segmen pasar yang dilayani oleh devisi tersebut.
Strategi bisnis ini misalnya strategi generik dari Michael E. Porter, strategi dari Jack
Trout, Strategic Intent dari Hamel dan Prahalat dan strategi samudra biru dari Kim dan
Mauborgne. Hamel dan Prahalat menyatakan bahwa untuk bersaing masa yang akan datang
yang dibutuhkan empat hal yaitu :
1. Harus memahami bahwa bagaimana bersaing pada masa yang akan datang adalah
berbeda dengan bersaing di masa sekarang.
2. Melakukan langkah untuk menemukan dan meningkatkan pengetahuan yang mendalam
tentang peluang-peluang yang akan datang.
3. Melakukan mobilisasi sumberdaya perusahaan untuk menuju perjalanan pada masa yang
akan datang.
4. Mengambil masa yang akan datang yang pertama, tanpa mengambil mengambil risiko
yang berlebihan.
19
Sedangkan strategi samudra biru dari Kim dan Mauborgne atau Blue Ocean
Strategy, menganggap bahwa bersaing adalah menciptakan ruang pasar yang tidak ada
lawannya. Blue Oceans merupakan seluruh industri yang tidak ada saat ini, tidak dikenal
ruang pasarnya dan tidak ada persaingan. Dalam blue oceans permintaan itu diciptakan,
bukan diperebutkan dengan persaingan. Permintaan itu dapat tumbuh dengan cepat dan
menguntungkan. Untuk menciptakan blue oceans dengan dua cara, yaitu perusahaan dapat
meningkatkan industri baru yang lengkap, misalnya eBay menciptakan lelang, tetapi secara
online. Cara kedua, blue oceans dapat diciptakan dari dalam red oceans pada saat
perusahaan mengubah batas industri yang ada.
Strategi fungsional menekankan terutama pada pemaksimalan sumberdaya
produktivitas, misalnya strategi pemasaran, strategi keuangan, strategi sumberdaya
manusia, strategi operasi dan strategi penelitian dan pengembangan. Menurut Porter,
perusahaan-perusahaan yang melakukan strategi yang sama dan ditujukan untuk pasar atau
segemen sasaran yang sama membentuk kelompok strategis.
Perusahaan yang melaksanakan strategis tersebut dengan paling baik akan
memperoleh laba paling besar. Jadi perusahaan yang memiliki biaya paling rendah diantara
perusahaan-perusahaan yang melaksanakan strategi biaya rendah akan tampil paling baik.
Perusahaan yang tidak ,menerapkan strategi yang jelas “pengambil jalan tengah” akan
gagal. Sebagai contoh, International Harvester mengalami masa sulit, karena dalam industri
ia bukanlah perusahaan dengan biaya terendah, mencapai nilai yang tertinggi, atau terbaik
dalam melayani beberapa segmen pasar.
Pengambil jalan tengah mencoba untuk tampil baik dalam semua dimensi strategis,
tetapi karena berbagai dimensi strategis memerlukan cara pengelolaan perusahaan yang
berbeda dan kadang kala tidak konsisten, perusahaan-perusahaan ini akhirnya tidak unggul
dalam satu bidang pun
f. Pengendalian Strategi.
Selama perusahaan melaksanakan strateginya, perusahaan perlu mengamati hasilnya
dan memantau perkembangan baru di lingkungan internal dan eksternalnya. Beberapa
lingkungan stabil dari tahun ke tahun. Yang lain perlahan-lahan berevolusi dengan cara
yang dapat diperkirakan.
g. Implementasi Strategi
Strategi yang jelas dan pendukung yang matang mungkin tidak akan bermanfaat,
jika perusahaan gagal melaksanakannya dengan cermat Tiga unsur pertama strategi
(strategy), struktur (structure),dan sistem (systems) dianggap sebagai “perangkat keras”
keberhasilan. Empat unsur selanjutnya gaya (style), staf (staff) ketrampilan (skill) dan nilai
bersama (shared value) adalah perangkat lunaknya.[6]
20
KELOMPOK 4
MEMAHAMI HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN
2.1. Pengertian Serikat Karyawan
Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang
dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan memperbaiki,
melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik para
anggotanya. Kepentingan dominan yang diperjuangkan serikat karyawan tersebut adalah
kepentingan ekonomi. Dalam bidang ini, berbagai keinginan dan permintaan akan kenaikan
gaji atau upah, pengurangan jam kerja dan perbaikan kondisi-kondisi kerja adalah beberapa
contoh kepentingan yang terpenting bagi serikat karyawan.
Kehadiran serikat kerja mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya
manusia. Proses perekrutan, prosedur seleksi, tingkat upah, kenaikan gaji, paket tunjangan,
system keluhan, dan prosedur disiplin dapat berubah secara drastis disebabkan oleh
ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement). Tanpa
kehadiran serikat pekerja, perusahaan leluasa mengambil keputusan unilateral menyangkut
gaji, jam kerja, dan kondisi kerja. Keputusan ini dilakukan oleh perusahaan tanpa masukan
atau persetujuan dari kalangan karyawan. Karyawan-karyawan yang tidak menjadi anggota
serikat pekerja harus menerima persyaratan manajemen, menegosiasikannya dengan serikat
pekerja dalam hal pengambilan keputusan bilateral (bilateral decision making) mengenai
tingkat gaji, jam kerja, kondisi kerja, dan masalah keamanan kerja lainnya. Alih-alih
menghadapi setiap karyawan secara satu per satu, perusahaan harus berunding dengan
seriakat pekerja yang mewakili kalangan pekerja.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya ke dalam wilayah lain
manajemen seperti penjadwalan kerja, penyusunan standar kerja, desain ulang pekerjaan,
dan pengenalan peralatan dan metode baru. Perusahaan umumnya juga menolak
pelanggaran batas ke dalam wilayah pengambilan keputusan ini dengan mengklaim bahwa
persoalan tersebut merupakan hak prerogatif manajemen.
21
demografis dan prosedur estimasi dan data.serikat kerja tampaknya berpengaruh positif
pula terhadap tunjangan pelengkap (fringe benefit).
Kemajemukan dampak gaji serikat pekerja di semua industry sebagian disebabkan oleh
kemampuan serikat karyawan membawa “upah keluar dari kompetisi.” Apabila serikat
pekerja menaikkan gaji terlalu tinggi di suatu pasar kompetitif, maka mereka mengancam
kelasngsungan hidup perusahaan dan dirinya sendiri.
Upah dapat dibawa keluar dari kompetisi melalui beberapa cara.
Pertama, tuntutan serikat pekerja mungkin relatif tidak sensitive terhadap perubahan
upah. Yakni, para konsumen akan menyerap biaya tenaga kerja yang melambung tanpa
mengimbangi dampak pekerjaan.
Kedua, tingkat organisasi serikat pekerja di dalam suatu pasar tertentu dapat pula
mempengaruhi kekuatan monopoli serikat pekerja.
B. Dampak Suara Kolektif
Sebagian besar karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung demi perbaikan kerja
melalui serikat karyawan. Para karyawan ini mempunyai beberapa pilihan manakala
mereka tidak puas dengan pekerjaan: mereka tidak berbuat apa-apa, mereka dapat berhenti
dari pekerjaan atau mereka mengeluh dan mencoba memperbaiki kondisi di seputar
mereka. Di samping itu, banyak karyawan yang takut dipecat sehingga mereka
menyembunyikan perasaanya. Sebagian karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung
demi perbaikan kerja melalui serikat pekerja. Penggabungan diri dan penggalangan suara
kolektif (collective voice) menawarkan perlindungan dari ketakutan ancaman manajemen
C. Dampak Terhadap Manajemen dan Produktivitas
Serikat karyawan memiliki sumber kekuatan dan pengaruh yang luar biasa terhadap
praktik-praktik manajerial, perilaku pekerja, dan kondisi dasar pekerjaan. Serikat pekerja
mengakibatkan erosi signifikan atas otoritas pengambilan keputusan manajerial untuk
mengendalikan kalangan karyawan. Banyak keputusan personalia penting yang harus
sesuai dengan isi kontrak perjanjian perundingan kerja bersama antara manajemen
karyawan.
Kemampuan manajemen dalam mengambil keputusan yang tidak mendapat tantangan
menyangkut gaji, promosi, transfer, pemecatan, dan urusan personalia lainnya seringkali
dibatasi secara signifikan di bawah perjanjian perundingan kerja bersama. Hak manajemen
boleh jadi merupakan persoalan paling kontroversial dalam hubungan manajemen serikat
pekerja. Sebagian besar perjanjian perundingan kerja bersama menetapkan bahwa
manajemen mempunyai hak untuk membuat keputusan menyangkut strategi korporat lini
produk, lokasi pabrik dan kebijakan penentuan harga.
Kontrak perjanjian kerja bersama antara manajemen dan serikat pekerja biasanya
mencakup dua sampai tiga tahun. Karena terikat dengan ketentuan dan kondisi
kepegawaian untuk waktu yang lama, manajemen dan serikat pekerja tidak mampu
merundingkan perubahan yang dikehendaki sampai kontrak habis masa berlakunya.
22
Meskipun tertera ketentuan untuk menegosiasikan perubahan dalam butir tertentu pada saat
kontrak masih berlaku, serikat pekerja dengan sekuat tenaga bakal menolak upaya
manajemen untuk mengambil sesuatu dari kalangan karyawan. Sebagai contoh, manajemen
mungkin merasa bahwa hak khusus tidak kerja karena sakit terlampau liberal dan
menyebabkan ketidakhadiran yang tinggi.
Agitasi yang senantiasa berkecamuk diantara kalangan karyawan dan manajemen sering
menumbuhkan iklim kerja yang mempercepat putaran dan ketidakhadiran karyawan yang
tinggi serta moral kerja dan produktivitas yang rendah. Hal ini tidak untuk menunjukan
kesan bahwa kemitraan manajemen buruh yang kooperatif dan bebas konflik tidak ada
dalam masyarakat industrial. Banyak perusahaan yang menikmati ketiadaan pemogokan,
merasakan hubungan manajemen karyawan yang harmonis selama bertahun-tahun. Namun,
potensi konflik manajemen dan karyawan harus menjadi perhatian utama bagi manajer-
manajer masa depan yang kelak mengemban tangguung jawab yang besar atas penciptaan
dan pemeliharaan perdamaian antara pekerja dan manajemen.
Sumber kekhawatiran lainnya perihal pembentukan serikat pekerja adalah ketakutan
bahwa perjanjian perundingan kerja bersama tidak akan membolehkan perusahaan untuk
memanfaatkan kemajuan teknologi secara optimal. Serikat pekerja pada intinya
berkepentingan dengan keamanan kerja dari anggota-anggota dan teknologi komputer
robotika dan otomasi menjadi ancaman bagi pekerjaan-pekerjaan itu.
2.3. Hubungan Serikat Karyawan dengan Manajemen Sumber Daya Manusia
Keberadaan serikat karyawan merubah lingkungan kerja dan hubungan antara para
karyawan dengan organisasi, terutama peranan penyelia dan departemen personalia. Bila
misi pergerakan karyawan adalah untuk melindungi para karyawan, meningkatkan
kesejahteraan mereka, menuntut kenaikan gaji, memperbaiki kondisi-kondisi kerja dan
membantu karyawan pada umumnya, maka pendekatan ini dikenal sebagai business
unionism.
Di lain pihak, bila misi tertuju pada kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial, ekonomi dan
politik yang lebih luas, disebut dengan social unionism. Dalam hubunganya, manajemen
sumber daya manusia dipengaruhi baik oleh tujuan-tujuan business unionism maupun
social unionism. Perkembangan berbagai bentuk kompensasi tambahan (fringe benefits)
pada umumnya merupakan hasil tekanan langsung atau bidang langsung dari serikat
karyawan. Bahkan tanpa adanya tekanan-tekanan tersebut, perusahaan harus selalu
memperbaiki program kompensasinya agar tetap bisa bersaing dalam memperebutkan
karyawan-karyawan yang berkualitas.
23
B. Industrial Unions
Yaitu serikat karyawan yang dibentuk berdasar lokasi pekerjaan yang sama. Serikat ini
terdiri dari para pekerja yang tidak berketrampilan (unskilled) maupun yang berketrampilan
(skilled) yang ada dalam suatu perusahaan atau industri tertentu tanpa memperhatikan sifat
pekerjaan mereka.
C. Mixed Unions
Yaitu serikat karyawan yang mencakup para pekerja terampil, tidak terampil dan
setengah terampil dari suatu lokal tertentu tidak memandang dari industri mana. Bentuk
serikat karyawan ini mengkombinasikan antara craft unions dan industrial unions.
II.6. Perundingan Kerja Bersama
Perundingan kerja bersama (collective bargaining) adalah proses dimana perwakilan serikat
pekerja (representative) dua kelompok bertemu dan bermaksud untuk merundingkan atau
negosiasi suatu perjanjian yang mengatur hubungan-hubungan kedua pihak di waktu yang
akan datang. Dalam kerangka serikat karyawan dan manajemen, perundingan kolektif
merupakan proses negosiasi antara pihak karyawan yang diawali oleh serikat karyawan
dengan pihak manajemen untuk menetapkan syarat-syarat hubungan kerja.
Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban dari serikat pekerja dan manajemen,
negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai gaji, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya dan
interpretasi serta penerapan kontrak selama periode waktu berlakunya proses perundingan
kerja bersama mempunyai tiga fungsi utama:
1) Menyusun dan merevisi peraturan kerja melalui negosiasi perjanjian atau kontrak
kerja.
2) Melaksanakan hasil perundingan kerja bersama.
3) Membentuk sebuah metode penyelesaian perselisihan selama masa berlakunya
kontrak.
Manajemen membayar karyawan-karyawannya untuk pekerjaan mereka. Namun demikian
kedua belah pihak memiliki gagasan-gagasan yang berlainan perihal kondisi pertukaran
tersebut. Perbedaan tersebut merupakan titik tolak negosiasi karena masing-masing pihak
memiliki kebijakan mengenai bagaimana kebutuhannya akan dipenuhi. Kedua belah pihak
lantas berkomunikasi guna menentukan bagaimana setiap kebutuhan dapat dipertemukan
dalam batas garis kebijaksanaan kedua belah pihak.
Perundingan kerja bersama pada dasarnya terdiri atas wakil manajemen perusahaan dan
wakil serikat pekerja yang bersama-sama mencapai persetujuan yang akan dapat diterima
oleh pemilik atau pendukung mereka. Prosesnya dapat mulus dan tidak rumit manakala
kedua belah pihak ingin berunding secara kooperatif untuk mencapai kata sepakat.
Meskipun demikian, prosesnya juga bisa menjadi sangat pelik dan memakan waktu.
Persoalan besar yang menghadang perundingan kerja bersama adalah siapa yang bakal
mewakili pekerja, persoalan apa yang akan dinegosiasikan kedalam kontrak, strategi apa
24
yang digunakan dalam perundingan, bagaimana kebuntuan perundingan akan diatasi, dan
bagaimana kontrak akan dilaksanakan.
25
3) Membentuk sebuah metode penyelesaian perselisihan selama masa berlakunya
kontrak.
Manajemen membayar karyawan-karyawannya untuk pekerjaan mereka. Namun
demikian kedua belah pihak memiliki gagasan-gagasan yang berlainan perihal kondisi
pertukaran tersebut. Perbedaan tersebut merupakan titik tolak negosiasi karena masing-
masing pihak memiliki kebijakan mengenai bagaimana kebutuhannya akan dipenuhi.
Kedua belah pihak lantas berkomunikasi guna menentukan bagaimana setiap kebutuhan
dapat dipertemukan dalam batas garis kebijaksanaan kedua belah pihak.
Perundingan kerja bersama pada dasarnya terdiri atas wakil manajemen perusahaan dan
wakil serikat pekerja yang bersama-sama mencapai persetujuan yang akan dapat diterima
oleh pemilik atau pendukung mereka. Prosesnya dapat mulus dan tidak rumit manakala
kedua belah pihak ingin berunding secara kooperatif untuk mencapai kata sepakat.
Meskipun demikian, prosesnya juga bisa menjadi sangat pelik dan memakan waktu.
Persoalan besar yang menghadang perundingan kerja bersama adalah siapa yang bakal
mewakili pekerja, persoalan apa yang akan dinegosiasikan kedalam kontrak, strategi apa
yang digunakan dalam perundingan, bagaimana kebuntuan perundingan akan diatasi, dan
bagaimana kontrak akan dilaksanakan.
26
d. Kesediaan perusahaan
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan
ditentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya
manajemen dan kemungkinan penggunaan alat-alat pemaksa (misal, pemecatan, skorsing,
demosi, dsb)
27
KELOMPOK 5
PRODUKTIVITAS KERJA
28
Faktor biologis seperti penyakit yang disebabkan infeksi, jamur, virus, dan
parasit.
Fisiologis, letak kesesuaian ukuran tubuh tenaga kerja dengan peralatan,
beban kerja, posisi dan cara kerja yang akan mempengaruhi produktivitas
kerja.
Faktor psikologis, berupa kesesuaian antara hubungan kerja antar
karyawan sendiri, karyawan atasan, suasana kerja yang kurang baik serta
pekerjaan yang monoton.
2. Budaya Kerja
Budaya kerja adalah sebuah konsep yang mengatur kepercayaan, proses berpikir, serta
perilaku karyawan yang didasarkan pada ideologi dan prinsip suatu organisasi. Konsep
inilah yang mengatur bagaimana setiap karyawan berinteraksi satu sama lain serta
bagaimana suatu organisasi atau perusahaan berfungsi. Budaya kerja timbul akibat hasil
belajar bersama antar anggota yang dianggap merupakan jalan yang benar untuk
memahami, berpikir, dan merasakan satu sama lain agar bisa memecahkan masalah yang
ada.
1. Ciri Perusahaan yang Punya Budaya Kerja Sehat
Karyawan yang saling menghormati satu sama lain – Setiap karyawan harus respek
terhadap karyawan lain, tidak memandang siapa atasan dan siapa bawahan. Saling
jegal adalah sifat tak profesional yang harus dihilangkan dari perusahaan
Semua karyawan diperlakukan sama – Hindari membuat peraturan yang membeda-
bedakan setiap karyawan. Hal ini hanya membuat karyawan merasa tidak
termotivasi. Karyawan harus dinilai dari bagaimana dia bekerja.
Membangun budaya kerja yang kuat berguna untuk meningkatkan produktivitas
karyawan satu sama lain. Dengan produktivitas yang tinggi, maka perusahaan bisa
berkembang menjadi lebih sukses.
29
3. Fungsi Budaya Kerja
Menurut Tika (2008), fungsi budaya kerja adalah sebagai berikut:
Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan. Organisasi maupun kelompok lain.
Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu
perusahaan atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.
Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu perusahaan. Hal ini merupakan bagian
dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai seorang
karyawan/karyawan suatu perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa memiliki,
partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaan-nya.
Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan di mana lingkungan
kerja dirasakan positif, mendukung dan konflik serta perubahan diatur secara
efektif.
Sebagai mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku
karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didaftarkannya struktur,
diperkenalkan-nya dan diberi kuasanya karyawan oleh perusahaan, makna bersama
yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang
diarahkan ke arah yang sama.
Sebagai integrator. Budaya kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya
sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-
perusahaan besar di mana setiap unit terdapat para anggota perusahaan yang terdiri
dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.
Membentuk perilaku bagi karyawan. Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para
karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan perusahaan.
Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok perusahaan. Masalah
utama yang sering dihadapi perusahaan adalah masalah adaptasi terhadap
lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Budaya kerja diharapkan dapat
berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan. Fungsi budaya kerja
adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar,
penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.
Sebagai alat komunikasi. Budaya kerja dapat berfungsi sebagai alat komunikasi
antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antara anggota organisasi. Budaya
sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup
kata-kata, segala sesuatu bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan
kegiatan dan politik organisasi.
4. Jenis-Jenis Budaya Kerja
Menurut Tika (2008), terdapat beberapa jenis budaya kerja, yaitu sebagai berikut:
30
1. Budaya rasional. Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi sasaran
pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan keuntungan atau
dampak).
2. Budaya ideologis. Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari
pengetahuan yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan).
3. Budaya konsensus. Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi,
partisipasi dan konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi
(iklim, moral dan kerja sama kelompok).
4. Budaya hierarki. Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal
(dokumentasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan
kesinambungan (stabilitas, kontrol dan koordinasi).
31
KELOMPOK 6
KECERDASAN INTELEKTUAL
32
Ada lima dimensi kemampuan intelektual, yaitu:
1. Kognisi, yang merupakan operasi pokok intelektual dalam proses belajar,
2. Mengingat merupakan proses mental primer untuk retensi,
3. Berfikir divirgen, yaitu operasinya jelas mencakup potensi bakat kreatif,
4. Berfikir konvergen, yaitu berfikir yang menghasilkan informasi dari
informasi,
5. Evaluasi, yaitu kemampuan mencari keputusan
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ
(Intelligence Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar.
Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang dapat ditentukan seorang tersebut
umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan genetik yang
dibawanya dari keluarga ayah dan ibu disamping faktor gizi makan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai orang dewasa, kecuali bila ada
sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi
memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang
kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain,
seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat
IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara
kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi maasuk
sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Kematangan intelektual menjadi perasyarat pelajar yang baik bagi siswa. Demikian juga
kematangan psikologis dan kepribadian. Kematangan intelektual bisa menjadi prakondisi
atau kondisi, diperlukan proses belajar yang lama dan intensif bagi terwujudnya intelektual
siswa. Kematangan intektual yang dicapai melalui sebuah proses merupakan “kondisi”.
Intelektual siswa yang sudah matang menjadi prakondisi baik kematangan intelektualisasi
lanjutan.
Salah satu ciri kematangan intelektual siswa adalah kemampuannya mentoleransi
ketidakpastian, menahan persetujuan, kemampuan untuk kontradiksi, serta mengakui
manfaat atas konsep dan pendapat yang berlawanan tanpa skeptisme dan rivalitas. Orang
yang sudah matang intelektualnya tidak akan mengembangkan sikap antagonistik ketika
terjadi perbedaan pendapat, mengkaji ulang simpulan yang meragukan dan mencoba
mengambil manfaat atas konsep atau teori yang berbeda dari perspektif lain. Baginya, sikap
skeptis menjadi penting tetapi tidak berlebihan, apalagi selalu skeptis dengan perilaku,
tindakan atau pemikiran orang lain.
33
Dialog sangat memiliki pengaruh terhadap kemampuan anak. Dialog yang negatif dapat
mendorong anak mengalami kegagalan. Anak yang merasa rendah diri, akan mengalami
pemiskinan intelektualitas. Sedangkan sebaliknya, dialog positif dapat meningkatkan
keberhasilan anak meraih masa depan.
Para ilmuwan percaya, ada hubungan signifikan antara pikiran dan tubuh anak. Pikiran
depresi akan menekan energi dan motivasi. Selain itu, juga mengurangi kemampuan anak
berfikir jernih dan melakukan tindakan tepat. Anak-anak yang depresi cenderung
mengalami keraguan dan sulit berpikir jernih. Depresi dapat mengguncang keteguhan
sehingga anak-anak tidak dapat mengenali apa yang benar-benar dapat dicapai.
Ciptakan sebuah dialog internal positif yang dapat meningkatkan kinerja intelektual anak.
Yakni sebuah cara menghilangkan pemikiran subyektif dan membangun kepercayaan diri,
mengajarkan anak bagaimana mempraktekkan tanggapan positif.
2. Tanamkan kata-kata
Memberikan kata-kata yang bisa memotivasi anak untuk meningkatkan tingkat belajar anak
dan membuat anak semangat dalam belajar. Contoh : Saya akan melakukan yang terbaik
yang saya bisa.
34
5. Meningkatkan Intelektual dengan Interaksi Verbal Keluarga
Jangan menjauhkan anak-anak dari percakapan keluarga hanya ketidak mengertiannya.
Libatkan anak-anak dalam percakapan karena ini juga membantu mengembangkan
keterampilan bahasa dan kosa kata. Tak hanya anak-anak usia sekolah, justru terutama anak
berusia 16 hingga 26 bulan dimana kemampuan bahasanya sedang berkembang pesat.
Tak peduli usia anak, bicarakan topik yang menarik minat mereka seperti sekolah, teman,
hobi, aktivitas, beberapa proyek kreativitas, perjalanan, dan hal-hal menarik lainnya.
Apapun yang muncul dari interaksi ini akan membuat anak merasa dihargai serta
berkembang lebih cerdas.
6. Dorong Anak untuk Membaca Repetitif
Membaca membantu anak mengoptimalkan potensi intelektualnya. Selain itu, aktivitas
membaca bersama dapat memelihara bahasa cinta dan memperkuat ikatan orang
tua dan anak.
Kecerdasan intelektual (IQ) biasa dipandang sebagai indikator utama kesuksesan seseorang,
tetapi sekarang IQ ternyata tidak satu-satunya alat dalam menentukan kesuksesan hidup
seseorang, orang-orang yang IQ nya sedang-sedang saja sering mampu mencapai
kesukses yang luar biasa, disebabkan EQ nya tinggi. Bagi mereka yang IQ dan EQ nya
tinggi merupakan aset yang sangat berharga. Bila seseorang EQ nya rendah, maka dia
kurang bisa mencapai kesuksesan pribadi.
35
KELOMPOK 7
KECERDASAN EMOSIONAL
36
Menurut english and english emosi adalah “A complex feeling state accompained
by characteristic motor and glandular activies” suatu keadaan atau perasaan yang kompleks
yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Sedangkan Sarlito wirawan
sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang yang
disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupunpada tingkat yang luas
(mendalam).
Emosi itu merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu. Yang dimaksud warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami
pada saat menghadapi (menghayati) suatu sitasai tertentu. Contohnya gembira, bahagia,
putus asa, terkejut, benci (tidak senang) dan sebagainya. Dibawah ini ada beberapa contoh
tentang pengaruh emosi terhadap prilaku individu diantaranya sebagai berikut:
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah
dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai
puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
c. Menghambat atau mengganggu kosentrasi belajar, apabila mengalami ketegangan
emosi dan dapat menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu sesama kecilnya akan
mempengaruhi sikap dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
orang lain.
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lebih bersikap subjektif dari pada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan
berfikir.
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap).
c. Banyak bersangkut paut peristiwa pengenalan panca indra.[6]
Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, terutama psikologi, istilah“ kecerdasan
emosional” (Emotional Intelligence), merupakan sebuah istilah yang relatif baru. Istilah ini
dipopulerkan oleh Daniel Goleman berdasarkan hasil penelitian tentang neurolog dan
psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan
kecerdasan intelektual. Berdasarkan hasil penelitian neurolog dan psikolog tersebut, maka
Goleman berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran
rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual
atau yang popular dengan sebutan “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran
emosional digerakkan oleh emosi.
Salovey dan Mayer (1990), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai suatu
jenis kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial pada diri
sendiri dan orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan.
37
Menurut Dwi Sunar P. (2010), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain
disekitarnya.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi
saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu
kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak orang yang
cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, sehingga dalam
bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih rendah tetapi unggul dalam keterampilan
kecerdasan emosi.
Daniel Goleman mengklasifikasikan kecerdasan emosional atas lima komponen
penting, yaitu: (1) mengenali emosi, (2) mengelola emosi, (3) motivasi diri sendiri, (4)
mengenali emosi orang lain, dan (5) membina hubungan.
Mengenali emosi diri-kesadaran diri (knowing one’s emotions self-awareness),
yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas
kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.Mengelola emosi (managing emotions),
yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka
terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta
mampu menetralisir tekanan emosi.
Motivasi diri (motivating oneself), yaitu menggunakan hasrat paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan
bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Kunci motivasi
adalah memanfaatkan emosi, sehingga dapat mendukung kesuksesan hidup seseorang.
Mengenali emosi orang lain (recognizing emotions in other) empati, yaitu
kemampuanuntuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif
mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang
banyak atau masyarakat.
Membina hubungan (handling relationship), yaitu kemampuan mengendalikan dan
menangani emosi dengan baik ketika behubungan orang lain, cermat membaca situasi dan
jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam
hubungan antar manusia.
Memperhatikan kelima komponen kecerdasan emosi di atas, dapat dipahami bahwa
kecerdasan emosi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka mencapai kesuksesan,
baik di bidang akademis, karir maupun dalam kehidupan sosial.[10]
Berdasarkan definisi kecerdasan emosional menurut para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan
38
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya
dengan orang lain.
39
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Goleman (1997) menjelaskan ada beberapa faktor kecerdasan emosional individu
yaitu:
a. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam
mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi melalui
ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan
menetap secara permanen hingga dewasa. Kehidupan emosional yang dipupuk dalam
keluarga sangat berguna bagi anak kelak di kemudian hari.
b. Lingkungan non keluarga, hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan
pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan
mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalm suatu aktivita bermain sebagai
seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain.
Menurut Le Dove (Goleman, 1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi antara lain:
a. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap
kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang
digunakan untuk berfikir yaitu konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks).
Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbic,
tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi
seseorang.
b. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat
dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi
seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak di bagian otak yaitu
konteks dan sistem limbic, secara psikis meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan
non keluarga.
Menurut Dinkmeyer (1965) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi
anak adalah faktor kondisi fisik dan kesehatan, tingkat intelegensi, lingkungan sosial dan
keluarga. Anak yang memiliki kesehatan yang kurang baik dan sering lelah cenderung
menunjukkan reaksiemosional yang berlebihan. Anak yang dibesarkan dalam keluarga
yang menerapkan disiplin yang berlebihan cenderung lebih emosional. Pola asuh orang tua
berpengaruh terhadap kecerdasan emosi anak dimana anak yang dimanja , diabaikan atau
dikontrol dengan ketat (overprotective) dalam keluarga cenderung menunjukkan reaksi
emosional yang negatif.
Menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan
kecerdasan emosi yaitu:
a. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor
internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan
40
mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif.
Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak
emosional.Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak
jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan
impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa.
Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu
mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa
sunah Senin Kamis.
b. Faktor Pelatihan Emosi
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan
kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan
nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu
kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa
sunahSenin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih
agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri.
Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara
hati yang jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
c. Faktor Pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan
kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan
bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di
sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah
tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan
dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa
sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang
memunculkan kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu
untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan,
keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau
41
2. Lebih Mudah Tenang dan Jarang Stres
Kalau Anda mengalami kenaikan emosi secara berlebihan atau tidak stabil,
kemungkinan besar akan mudah tidak tenang. Begitu pemicu muncul emosi jadi naik dan
mood jadi ikut buruk dengan sendirinya. Kalau mood sampai buruk, Anda akan sulit sekali
mengendalikan diri dan produktivitas anjlok.
Kalau emotional quotient dimiliki dan cukup tinggi, kemampuan Anda dalam
mengendalikan diri akan naik. Dengan pengendalian diri inilah Anda tidak akan mudah
mengalami bad mood. Meski hal buruk sedang terjadi, kemungkinan besar Anda bisa
berpikir dengan jernih.
3. Menerima Keadaan dan Bahagia
Menjadi bahagia adalah pilihan. Bahkan dengan keadaan yang biasa sekali pun
Anda tetap bisa bahagia dengan baik. Sebaliknya kalau tidak bisa menerima keadaan dan
cenderung pemarah, hidup tidak akan menjadi tenang dan bahagia.
Apa pun kondisinya sebisa mungkin untuk tetap mengendalikan emosi dengan baik. Jangan
terlalu menuruti mood yang buruk. Pikir semuanya perlahan-lahan agar kebahagiaan bisa
segera muncul.
4. Menjadi Lebih Bijaksana
Terbiasa berpikir dahulu dan mengendalikan emosi dengan baik akan membuat
Anda jadi bijaksana. Kalau ada masalah atau dihadapkan pada suatu hal, Anda bisa
menyikapinya dengan lebih bijak dan tidak sembrono.
Misal ada berita yang disebarkan di media sosial. Setelah membacanya mungkin Anda akan
ikut emosi atau kesal dengan isinya. Namun, karena memiliki kemampuan pengendalian
emosi yang baik Anda jadi mencari fakta dan tidak asal membagi dengan kata-kata marah.
5. Kemampuan Penyelesaian Masalah yang Baik
Mengendalikan emosi atau memiliki emotional quotient yang baik tidak hanya akan
membuat Anda jadi tenang dan mudah mengendalikan diri. Namun, juga mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik.
Dengan pikiran yang tenang, Anda tidak akan grusa-grusu dalam bertindak. Semua akan
dipikirkan matang-matang, agar bisa menyelesaikannya dengan sempurna.
6. Lebih Sehat secara Fisik
Sering mengalami kenaikan emosi, mudah marah, hingga mudah tersinggung akan
membuat kadar stres di tubuh meningkat. Peningkatan ini menyebabkan tubuh mengalami
gangguan secara mental atau fisik. Gangguan mental bisa berupa stres yang berlebihan
hingga anxiety.
Selain mental, fisik juga akan dipengaruhi secara masif. Kadar stres yang tinggi bisa
memengaruhi nafsu makan. Anda bisa makan berlebihan dan memicu obesitas. Selanjutnya
gangguan tidur seperti insomnia juga bisa muncul dan memperburuk keadaan.
42
Jangan menyepelekan masalah emosi. Meski terlihat tidak ada hubungannya, emosi
memengaruhi fisik cukup kuat. Bahkan, kalau Anda mudah sekali marah, risiko terkena
hipertensi akan sangat besar.
43
KELOMPOK 8
KECERDASAN SPIRITUAL
44
motor hingga tukang tambal ban, tukang sapu dan lain-lain, ia akan memaknai
semua aktifitas yang dijalani dengan makna yang luas dan dalam. Dengan motivasi
yang luhur dna suci.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kecerdasan spiritual
adalah orang yang dalam hidupnya bersikap jujur, penuh energi, memiliki motivasi yang
tinggi, spontan, tidak penuh curiga, terbuka menerima hal-hal baru, senang belajar, mudah
memaafkan, tidak mendendam, berani mencoba hal-hal baru serta tidak mudah putus asa
jika mengalami atau menghadapi kegagalan dalam kehidupan berkeluarga dan
berorganisasi.
45
b. Trust and respect. Organisasi dengan budaya spiritual senantiasa memastikan
terciptanya kondisi saling percaya, adanya keterbukaan dan kejujuran. Salah
satunya dalam bentuk manajer dan karyawan tidak takut untuk melakukan dan
mengakui kesalahan.
c. Humanistic work practices. Jam kerja yang fleksibel,penghargaan berdasarkan kerja
tim,mempersempit perbedaan status dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap hak-
hak individu pekerja, kemampuan karyawan, dan keamanan kerja merupakan
bentuk-bentuk praktik manajemen sumber daya manusia yang bersifat spiritual.
d. Toleration of employee expression. Organisasi dengan budaya spiritual memiliki
toleransi yang tinggi terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi karyawan. Humor,
spontanitas, keceriaan di tempat kerja tidak dibatasi. Saat ini sudah cukup banyak
perusahaan yang menerapkan budaya spiritualitas di tempat kerja.
Bahkan, ada perusahaan yang mendorong dan mengizinkan setiap karyawan untuk
menyediakan satu persen dari waktu kerjanya untuk melakukan pekerjaan sukarela bagi
pengembangan komunitas, seperti membagikan makanan kepada para tunawisma, kerja
bakti membersihkan taman umum, mendirikan perpustakaan atau rumah baca untuk anak-
anak jalanan, dan memberi bantuan bagi korban bencana alam.
46
KELOMPOK 9
MANAJEMN SUMBER DAYA PARIWISATA
47
dalam kategori di atas, namun turut menentukan kenyamanan, kepuasan para wisatawan
yang berkunjung ke kawasan tersebut.
48