Anda di halaman 1dari 48

DIKTAT

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA II

Diktat ini disusun untuk memenuhi salah satu


tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia II

Disusun oleh:
Manajemen 2018

Nama:
Kelas:

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PERJUANGAN
TASIKMALAYA
2020
DAFTAR ISI

KELOMPOK 1 .................................................................................................................2

KELOMPOK 2 .................................................................................................................8

KELOMPOK 3 .................................................................................................................14

KELOMPOK 4 .................................................................................................................21

KELOMPOK 5 .................................................................................................................28

KELOMPOK 6 .................................................................................................................32

KELOMPOK 7 .................................................................................................................36

KELOMPOK 8 .................................................................................................................43

KELOMPOK 9 .................................................................................................................46

1
KELOMPOK 1
ANALISIS BEBAN KERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA

2.1 Pengertian Analisis Beban Kerja


Analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang
digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu,
atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah
personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan
kepada seorang petugas.
Analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah pegawai yang
dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dan berapa jumlah tanggung jawab
atau beban kerja yang dapat dilimpahkan kepada seorang pegawai, atau dapat pula
dikemukakan bahwa analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam
kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan beban kerja dalam
waktu tertentu.
Dengan cara membagi isi pekerjaan yang mesti diselesaikan oleh hasil kerja rata-
rata satu orang, maka akan memperoleh waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan
pekerjaan tersebut. Atau akan memperoleh jumlah pegawai yang dibutuhkan melalui
jumlah jam kerja setiap pegawai tersebut.

2.2 Manfaat Analisis Beban Kerja


Seberapa besar beban kerja relatif dari seorang pegawai/karyawan, unit kerja dan
organisasi/perusahaan dapat menjadi dasar rekomendasi untuk:
A. Menentukan Jumlah Kebutuhan Pegawai/Karyawan (SDM): sebagai dasar untuk
menambah atau mengurangi jumlah pegawai/karyawan pada suatu jabatan atau unit
kerja.
B. Menyempurnakan (Redesign) Tugas Jabatan: menambah atau mengurangi tugas
atau aktivitas-aktivitas dari suatu jabatan sehingga mencapai rentang beban kerja
standar (optimum).
C. Menyempurnakan (Redesign) Struktur Organisasi: menggabung 2 jabatan atau lebih
menjadi 1 jabatan; memisahkan (spliting) 1 jabatan menjadi 2 atau lebih jabatan;
atau menciptakan suatu jabatan baru.
D. Menyempurnakan (Redesign) Standard Operating Procedure (SOP):
menyempurnakan SOP karena adanya redesign tugas/aktivitas jabatan dan/atau
penyempurnaan struktur organisasi.
E. Menentukan Standar Waktu (Standard Time) Tugas dan Aktivitas: diperoleh standar
waktu dari setiap tugas dan aktivitas sesuai standar normal di organisasi/perusahaan
kita sendiri.

2
F. Menentukan Kebutuhan Pelatihan (Training Needs) Pegawai/ Karyawan: yang
diidentifikasi dari Waktu Normal (Normal Time) individu pegawai/karyawan yang
lebih besar (lama) dibandingkan Waktu Standar (Standard Time) pada suatu
tugas/aktivitas tertentu.

2.3 Metode Analisis Beban Kerja


Dalam rangka mendapatkan informasi yang diperlukan dalam kegiatan ini
dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu:
1. Pendekatan Organisasi
Melalui pendekatan organisasi sebagai informasi, akan diperoleh informasi
tentang: nama jabatan, struktur organisasi, tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab,
kondisi kerja, tolok ukur tiap pekerjaan, proses pekerjaan, hubungan kerja, serta
persyaratan-persyaratan seperti : fisik, mental, pendidikan, ketrampilan,
kemampuan, dan pengalaman.
2. Pendekatan analisis jabatan
Melalui pendekatan ini dapat diperoleh berbagai jenis informasi jabatan
yang meliputi identitas jabatan, hasil kerja, dan beban kerja serta rincian tugas.
Selanjutnya informasi hasil kerja dan rincian tugas dimanfaatkan sebagai bahan
pengkajian beban kerja.
Beban kerja organisasi sesuai prinsip organisasi akan terbagi habis pada sub
unit-sub unit dan sub unit terbagi habis dalam jabatan-jabatan. Melalui pendekatan
analisis jabatan ini akan diperoleh suatu landasan untuk penerimaan, penempatan
dan penentuan jumlah kualitas pegawai yang dibutuhkan dalam periode waktu
tertentu antara lain:
1. Sebagai landasan untuk melakukan mutasi;
2. Sebagai landasan untuk melakukan promosi;
3. Sebagai landasan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan (Diklat);
4. Sebagai landasan untuk melakukan kompensasi;
5. Sebagai landasan untuk melaksanakan syarat-syarat lingkungan kerja;
6. Sebagai landasan untuk pemenuhan kebutuhan peralatan atau prasarana dan sarana
kerja
3. Pendekatan Administratif
Melalui pendekatan ini akan diperoleh berbagai informasi yang mencakup
berbagai kebijakan dalam organisasi maupun yang erat kaitannya dengan sistem
administrasi kepegawaian.

2.4 Teknik Perhitungan Analisis Beban Kerja


Teknik perhitungan yang digunakan adalah teknik perhitungan yang bersifat
“praktis empiris”, yaitu perhitungan yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman

3
basis pelaksanaan kerja masa lalu, sesuai judgement disana-sini dalam pengukuran
kerja dilakukan berdasarkan sifat beban kerja pada masing-masing jabatan, mencaku:
a. Pengukuran kerja untuk beban kerja abstrak
Untuk mengukur beban kerja abstrak diperlukan beberapa informasi antara lain:
1. Rincian / uraian tugas jabatan.
2. Frekwensi setiap tugas dalam satuan tugas.
3. Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
4. Waktu Penyelesaian Tugas merupakan perkalian beban kerja dengan norma waktu.
5. Waktu kerja efektif.
6. Pengukuran kerja untuk beban kerja konkret
Untuk mengukur beban kerja konkret diperlukan beberapa informasi antara lain:
1. Rincian / uraian tugas jabatan.
2. Satuan hasil kerja.
3. Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
4. Target waktu kerja dalam satuan waktu.
5. Volume kerja merupakan perkalian beban kerja dengan norma waktu.
6. Waktu kerja efektif.
Berkaitan dengan alat ukur dan oleh karena instansi pemerintah merupakan instansi
non profit, hal yang dapat dipergunakan sebagai alat ukur adalah “jam kerja” yang
harus di isi dengan kerja untuk menghasilkan berbagai produk baik bersifat konkret
maupun abstrak (benda atau jasa).
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011
tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil, ditetapkan jam
kerja efektif terdiri dari jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang
hilang karena tidak bekerja seperti melepas lelah, istirahat makan dan sebagainya.
Dalam menghitung jam kerja efektif digunakan ukuran sebagai berikut:
(1) Jam Kerja Efektif per hari = 1 hari x 5 jam =300 menit
(2) Jam Kerja Efektif per minggu = 5 hari x 5 jam =25 jam = 1.500 menit
(3) Jam Kerja Efektif per bulan = 20 hari x 5 jam =100 jam = 6.000 menit
(4) Jam Kerja Efektif per tahun = 240 hari x 5 jam =1.200 jam = 72.000 menit
Setiap unit kerja mempunyai hasil kerja yang berbeda satu sama lain baik jenis
maupun satuannya, sehingga agar dapat diukur dengan alat ukur jam kerja efektif,
semua produk/hasil kerja tersebut harus dikonfirmasikan sehingga memiliki satu
kesatuan.
2.5 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja
Menurut T. Hani Handoko (1995:135) penilaian prestasi adalah proses melalui
mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.
Sedangkan menurut Lloyd L. Byars dan Leslie W. Rue (2004:251) adalah
Performance appraisal is a process of determining and communicating to an employee

4
how he or she is performing on the job, and ideally, establishing a plan of improvement.
Penilaian prestasi kerja karyawan adalah proses untuk menentukan dan
mengkomunikasikan kepada karyawan tentang bagaimana performanya dalam
melakukan pekerjaannya dan idealnya, membuat rencana untuk membangun kariernya.

2.6 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja


Menurut T.Hani Handoko (1995:135) terdapat sepuluh manfaat yang dapat dipetik
dari penilaian prestasi kerja tersebut sebagai berikut:
 Perbaikan Prestasi Kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan,
manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka
demi perbaikan prestasi kerja.
 Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para
pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan
bentuk kompensasi lainnya.
 Keputusan-keputusan penempatan. Promosi, transfer dan demosi biasanya
didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering
merupakan bentuk penghargaan prestasi kerja masa lalu.
 Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja yang jelek
mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik
mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
 Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi kerja seseorang
karyawan dapat mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir
tertentu yang harus diteliti.
 Penyimpangan-penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau jelek
mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
 Ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan
kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sdm, atau komponen-komponen
sistem informasi manajemen personalia lainya. Menggantungkan diri pada
informasi yang tidak akurat dapat mengakibatkan keputusan-keputusan personalia
yang diambil menjadi tidak tepat.
 Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi
membantu diagnose kesalahan-kesalahan tersebut.
 Kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin
keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
 Tantangan-tantangan eksternal. Kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor
di luar lingkungan kerja, seperti; keluarga, kesehatan, kondisi financial atau

5
masalah-masalah pribadi lainya. Departemen personalia dimungkinkan untuk
menawarkan bantuan kepada semua karyawan yang membutuhkan.

2.7 Metode Penilaian Prestasi Kerja


Menurut Robert Bacal (2002:116), ada tiga pendekatan yang paling sering dipakai
dalam penilaian prestasi kerja karyawan:
a. Sistem Penilaian (rating system)
Sistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu suatu daftar karakteristik, bidang,
ataupun perilaku yang akan dinilai dan sebuah skala ataupun cara lain untuk
menunjukkan tingkat kinerja dari tiap halnya.
Perusahaan yang menggunakan sistem ini bertujuan untuk menciptakan
keseragaman dan konsistensi dalam proses penilaian prestasi kerja. Kelemahan
sistem ini adalah karena sangat mudahnya untuk dilakukan, para manajerpun jadi
mudah lupa mengapa mereka melakukannya dan sistem inipun disingkirkannya.
b. Sistem Peringkat (ranking system)
Sistem peringkat memperbandingkan karyawan yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya, misalnya: total pendapatan ataupun kemampuan manajemen.
c. Sistem berdasarkan tujuan (object-based system)
Berbeda dengan kedua sistem diatas, penilaian prestasi berdasarkan tujuan
mengukur kinerja seseorang berdasarkan standar ataupun target yang
dirundingkan secara perorangan. Sasaran dan standar tersebut ditetapkan secara
perorangan agar memiliki fleksibilitas yang mencerminkan tingkat
perkembangan serta kemampuan setiap karyawan.

6
KELOMPOK 2
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA

A. DEFINISI MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA


Motivasi
Kita tahu bahwa motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dengan situasi.
Tentu saja, setiap individu memiliki dorongan motivasional dasar yang berbeda-beda.
Sekarang dapat kita definisikan motivasi sebagai suatu proses yang menjelaskan
intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Sementara
motivasi umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan apa pun, kita akan
mempersempit focus tersebut menjadi tujuan-tujuan organisasional untuk
menecerminkan minat kita terhadap perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan.
Berikut ini adalah tiga elemen utama dari definisi motivasi.
- Intensitas, berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha. Ini adalah elemen
yang paling banyak mendapat perhatian ketika kita membicarakan tentang motivasi.
- Arah, intensitas yang tinggi sepertinya tidak akan menghasilkan prestasi kerja yang
memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan
organisasi. Dengan demikian kita harus mempertimbangkan kualitas serta intensitas
upaya secara bersamaan.
- Ketekunan, dimensi ini merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang bisa
mempertahankan usahanya. Individu-individu yang bertahan melakukan tugas dalam
waktu yang cukup lama demi mencapai tujuan mereka.
Kepuasan Kerja
Istilah kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang
pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang
negative tentang pekerjaan tersebut.
Pengertian Kepuasan Kerja menurut para ahli :
 Lock ( 1995 )
Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau
menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman
kerja.
 Robbins ( 1996 )
Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya.
 Porter ( 1995 )
Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima
dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia terima.

8
 Mathis dan Jackson ( 2000 )
Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan hasil
evaluasi dari pengalaman kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa :
 Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan
kondisi kerja.
 Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila
secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak aka
berarti karyawan tidak puas.
 Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan antara
apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang sebenarnya
dia peroleh dari hasil kerjanya.
 Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan.

B. TEORI-TEORI MOTIVASI
 Teori-teori motivasi pada Zaman Dahulu
Tiga teori khusus dirumuskan selama periode ini, yang meskipun diserang habis-
habisan dan diragukan validitasnya, mungkin masih merupakan penjelasan-penjelasan
mengenai motivasi karyawan yang paling terkenal. Berikut ini adalah tiga teori motivasi
pada zaman dahulu.

 Hierarki Teori Kebutuhan


Teori motivasi yang paling terkenal adalah hieraki kebutuhan milik Abraham
Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima
kebutuhan, yaitu:
1. Fisiologis, meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya
2. Rasa aman. Meliputi rasa ingin dilindingu dari bahaya fisik dan emosional
3. Social, meliputi rsa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan
4. Penghargaan, meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi,
dan pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan
perhatian
5. aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi seseorang sesuai kecakapannya, meliputi
pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri
dari sudut motivasi, teori tersebut mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang
benar-benar dipenuhi, sebuah kebutuhan yang pada dasarnya telah dipenuhi tidak lagi
memotivasi. Jadi, bila ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, Anda harus
memahami tingkat hierarki di mana orang tersebut berada saat ini dan focus untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atau di atas tingkat tersebut.

9
 Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata mengenai manusia:
pandangan pertama pada dasarnya negative, disebut teori X, dan yang kedua pada dasarnya
positif, disebut teori Y. Setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan
karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat manusia
didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung
membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh manajer adalah:
- Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk
menghindarinya
- Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan

Sedangkan, Teori Y juga memiliki empat asumsi positif, yaitu:


- Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat
atau bermain
- Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan
- Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari, tanggung jawab
 Teori Dua Faktor
Teori ini dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Dengan
keyakinan bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan
bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan bisa dengan sangat baik menentukan
keberhasilan atau kegagalan, Herzberg menyelidiki pertanyaan tersebut, “Apa yang
diinginkan individu dari pekerjaan-pekerjaan mereka?” Ia meminta individu untuk
mendeskripsikan, secara mendetail, situasi-situasi dimana mereka merasa luar biasa baik
atau buruk dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Respons-respons ini kemudian ditabulasi
dan dikategorikan.
 Teori-teori Motivasi Kontemporer
Teori-teori sebelumnya memang terkenal, namun tidak menunjukkan hasil yang baik
setelah pemeriksaan menyeluruh. Berikut ini adalah teori-teori kontemporer, di mana teori-
teori berikut menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi
karyawan.
 Teori Penentuan Tujuan
Teori bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit dengan umpan balik, menghasilkan
kinerja yang lebih tinggi. Teori ini mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen
pada tujuan tersebut, yang berarti, seorang individu memutuskan untuk tidak merendahkan
atau megabaikan tujuan tersebut.
 Teori Penguatan

10
Teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Dalam
teori ini, kita mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa penguatan
memengaruhi perilaku. Teori ini mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat
pada apa yan terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
 Teori Keadilan
Teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk
menghilangkan ketidakadilan. Selain itu, adalah penting untuk memerhatikan bahwa ketika
sebagian besar penelitian tentang teori keadilan berfokus pada imbalan kerja, karyawan
tampaknya mencari keadilan dalam distrivusi penghargaan organisasional yang lain.
 Teori Harapan
Teori harapan dari Victor Vroom menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan
untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa
tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu
terhadap individu tersebut. Teori ini berfokus pada tiga hubungan, yaitu:
o Hubungan usaha—kinerja
o Hubungan kinerja—penghargaan
o Hubungan penghargaan—tujuan-tujuan pribadi
Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam
pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukan usaha minimum untuk mencapai
sesuatu.
C. ASPEK-ASPEK KEPUASAN KERJA
 Kerja yang secara mental menantang
Kebanyakan karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan
tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang
menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi
dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan
mengalamai kesenangan dan kepuasan.
 Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah yang
baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar
pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang
mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja
dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam
kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang

11
dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang
ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan
promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami
kepuasan dari pekerjaan mereka.
 Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih
menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu),
cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak
atau sedikit).
 Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud
dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial.
Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat
menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan
determinan utama dari kepuasan.

 Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan


Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun)
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai
bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan
demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena
sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang
tinggi dari dalam kerja mereka.
D. PENGUKURAN KEPUASAN KERJA
Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti
peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar
kinerja, menerima kondisi-kondisi yang acap kali kurang ideal, dll. Ini berarti bahwa
penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan
pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.
 Seberapa puas individu dengan pekerjaan mereka?
Apakah sebagian besar individu merasa puas dengan pekerjaan mereka? Tampaknya,
jawabannya adalah ‘ya’ yang memenuhi syarat di AS dan di sebagian besar Negara maju.
Berbagai studi independen, yang diadakan di antara para pekerja AS selama 30 tahun
terakhir, pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan
pekerjaan mereka. Meskipun jarak persentasenya lebar, lebih banyak individu melaporkan
bahwa mereka merasa puas dibandingkan tidak puas. Selain itu, hasil-hasil ini biasanya
berlaku untuk Negara maju lainnya.

12
 Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja?
Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja, menikmati kerja itu sendiri hamper selalu
merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
secara keseluruhan.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga
memainkan sebuah peran. Misalnya, beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai
hamper segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang
tampaknya sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai
kepribadian negative biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.
 Pengaruh dari karyawan yang tidak puas dan puas di tempat kerja
Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjan mereka, da nada konsekuensi ketika
karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Berikut ini adalah empat respons kerangka
teoritis:
- Keluar : perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari
posisi baru dan mengundurkan diri
- Aspirasi : secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk
aktivitas serikat kerja
- Kesetiaan : secara pasif tetapi optimistif menunggu membaiknya kondisi, termasuk
membela organisasi ketika berhadapan denagn kecaman eksternal dan memercayai
organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
- Pengabaian : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk
ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan
meningkatnya angka kesalahan.

13
KELOMPOK 3
MANAJEMEN STRATEGIK SUMBER DAYA MANUSIA

. Pengertian Manajemen strategis


Manajemen strategis adalah seni dan ilmu penyusunan, penerapan, dan
pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan suatu
perusahaan mencapat sasarannya. Manajemen strategis adalah proses penetapan tujuan
organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut,
serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan
pencapaian tujuan organisasi. Manajemen strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas
dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen strategis berbicara tentang gambaran besar. Inti dari manajemen
strategis adalah mengidentifikasi tujuan organisasi, sumber dayanya, dan bagaimana
sumber daya yang ada tersebut dapat digunakan secara paling efektif untuk memenuhi
tujuan strategis. Beberapa pakar dalam ilmu manajemen mendefinisikan manajemen
strategis dengan cara yang berbeda-beda. Ketchen mendefinisikan manajemen strategis
sebagai analisis, keputusan, dan aksi yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan dan
mempertahankan keunggulan kompetitif.

Definisi ini menggambarkan dua elemen utama manajemen strategis :

1. Manajemen strategis dalam sebuah perusahaan berkaitan dengan proses yang


berjalan (ongoing processes): analisis, keputusan, dan tindakan. Manajemen strategis
berkaitan dengan bagaimana manajemen menganalisis sasaran strategis (visi, misi,
tujuan) serta kondisi internal dan eksternal yang dihadapi perusahaan. Selanjutnya,
perusahaan harus menciptakan keputusan strategis. Keputusan ini harus mampu
menjawab dua pertanyaan utama:
A. Industri apa yang digeluti perusahaan
B. Bagaimana perusahaan harus bersaing di industri tersebut. Terakhir, tindakan
diambil untuk menjalankan keputusan tersebut. Tindakan yang perlu dilakukan
akan mendorong manajer untuk mengalokasikan sumber daya dan merancang
organisasi untuk mengubah rencana menjadi kenyataan.
2. Manajemen strategis adalah studi tentang mengapa sebuah perusahaan mampu
mengalahkan perusahaan lainnya. Manajer perlu menentukan bagaimana perusahaan
bisa menciptakan keunggulan kompetitif yang tidak hanya unik dan berharga, tetapi
juga sulit ditiru atau dicari subtitusinya sehingga mampu bertahan lama. Keunggulan
kompetitif yang mampu bertahan lama biasanya didapatkan dengan melakukan aktivitas
berbeda dengan apa yang dilakukan pesaing, atau melakukan aktivitas yang sama
dengan cara yang berbeda. 

14
B. Posisi Strategis
Porter menjabarkan tiga basis posisi strategis. Ketiganya tidak mutually exclusive
dan seringkali saling bersinggungan. Basis pertama didapatkan dengan memproduksi
bagian kecil (subset) sebuah produk dari industri tertentu. Porter menyebutnya sebagai
variety-based positioning karena posisi ini berasal dari pemilihan produk, bukan
berdasarkan segmentasi konsumen. Basis kedua adalah melayani sebagian besar atau
bahkan seluruh kebutuhan dari sekelompok konsumen tertentu, yang disebut sebagai needs-
based positioning. Contohnya adalah IKEA yang berusaha memenuhi seluruh kebutuhan
mebel, bukan hanya sebagian (subset), untuk target pasarnya.
Posisi ini didapatkan dengan melakukan serangkaian aktivitas dengan cara berbeda
dengan yang dilakukan pesaing. Apabila tidak ada perbedaan dalam aktivitas, konsumen
tidak akan mampu membedakan perusahaan bersangkutan dengan pesaing. Varian dari
model ini adalah memenuhi kebutuhan target pasar untuk waktu yang berbeda-beda.
[2] Basis ketiga didapatkan dengan menarget konsumen yang dapat diakses dalam cara
yang berbeda, yang disebut sebagai access-based positioning".
 Konsumen-konsumen ini, meskipun memiliki kebutuhan dan keinginan yang
hampir sama dengan konsumen lainnya, membutuhkan konfigurasi aktivitas yang berbeda
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut. Porter mencontohkannya lewat
Carmike Cinemas, yang mengoperasikan bioskop hanya di kota-kota kecil yang padat,
namun dengan populasi kurang dari 200.000 orang. Meskipun pasarnya kecil dengan
kemampuan pembeliannya di bawah kota besar, Carmike Cinemas berhasil meraih
keuntungan karena melakukan aktivitas berbeda dengan yang ditawarkan bioskop-bioskop
di kota besar, misalnya dengan melakukan standardisasi, membuka hanya sedikit studio,
dan menggunakan teknologi proyektor yang lebih rendah dibanding dengan bioskop di kota
besar.

C. Pembentukan strategi
Tugas pertama dalam manajemen strategis pada umumnya adalah kompilasi dan
penyebarluasan pernyataan misi. Aktivitas ini mendokumentasikan kerangka dasar
organisasi dan mendefinisikan lingkup aktivitas yang hendak dijalankan oleh organisasi.
Setelah itu, organisasi bersangkutan akan melakukan pemindaian lingkungan untuk
membangun keselarasan dengan pernyataan misi yang telah dibuat. Pembentukan strategi
adalah kombinasi dari tiga proses utama sebagai berikut: Melakukan analisis situasi,
evaluasi diri dan analisis pesaing: baik internal maupun eksternal; baik lingkungan mikro
maupun makro. Bersamaan dengan penaksiran tersebut, tujuan dirumuskan. Tujuan ini
harus bersifat paralel dalam rentang jangka pendek dan juga jangka panjang. Maka di sini
juga termasuk di dalamnya penyusunan pernyataan visi (cara pandang jauh ke depan dari
masa depan yang dimungkinkan), pernyataan misi (bagaimana peran organisasi terhadap

15
lingkungan publik), tujuan perusahaan secara umum (baik finansial maupun strategis),
tujuan unit bisnis strategis (baik finansial maupun strategis), dan tujuan taktis. [3]

D.Komponen proses manajemen strategis


Manajemen strategis secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang
berorientasi masa depan yang memungkinkan organisasi untuk membuat keputusan hari ini
untuk memposisikan diri untuk kesuksesan di masa mendatang. Pandangan yang lebih
tradisional dari manajemen strategis menggunakan pendekatan linear dimana pertama
dilakukan pemantauan terhadap lingkungan organisasi (baik internal dan eksternal), strategi
dirumuskan, strategi yang diimplementasikan dan lantas kemajuan organisasi terhadap
strategi kemudian dievaluasi. Kecepatan pacu saat ini dari perubahan menyatakan bahwa
tahap perumusan dan pelaksanaan harus lebih diintegrasikan lebih erat untuk memastikan
bahwa sejalan terjadinya perubahan dan timbulnya masalah di implementasi, strategi
tersebut kembali dikunjungi secara terus menerus.
Beberapa elemen yang biasa digunakan untuk memeriksa kondisi eksternal
meliputik industri sebagai suatu keseluruhan (termasuk tren yang berdampak pada industri),
dan tren sosial dalam empat bidang utama: ekonomi, teknologi, tren politik-hukum, serta
sosial-budaya. Ada tiga tingkatan strategi dibuat dalam organisasi yang lebih besar, yakni
meliputi strategi perusahaan, bisnis, dan fungsional (atau operasional).
Sementara strategi perusahaan akan menentukan bisnis apakah yang perusahaan
akan benar-benar beroperasi di sana, strategi bisnis akan menentukan bagaimana
perusahaan akan bersaing di masing-masing bisnis yang telah dipilih. Dan strategi tingkat
operasional akan menentukan bagaimana masing-masing bidang fungsional (seperti sumber
daya manusia atau akuntansi) benar-benar akan mendukung strategi-strategi bisnis dan
korporasi. Semua strategi ini harus berkaitan erat untuk memastikan bahwa organisasi
bergerak ke arah yang menyatu. Komponen terakhir dari manajemen strategis adalah
evaluasi dan pemantauan kemajuan perusahaan ke arah sasaran strategisnya. Organisasi-
organisasi yang meyakini bahwa proses terbilang selesai setelah rencana
diimplementasikan hanya akan menemukan diri mereka menemui kegagalan. Penting sekali
bagi organisasi untuk terus memantau kemajuannya.

E.Proses Manajemen Strategis


Tidak hanya perusahaan besar saja yang mempunyai manajemen strategis, tetapi
perusahaan kecilpun sebaiknya dikelola dengan menggunakan manajemen strategis.
Manajemen strategis merupakan sekumpulan keputusan dan tindakan yang dirancang untuk
mencapai sasaran perusahaan. Dengan demikian manajemen strategis melibatkan
pengambilan keputusan berjangka panjang dan rumit serta berorientasi masa depan dengan
membutuhkan sumberdaya yang besar dan partisipasi manajemen puncak. Manajemen
strategis merupakan proses tiga tingkatan yang melibatkan para perencana di tingkat

16
perusahaan, unit bisnis dan fungsional serta para perencana pendukung lainnya. Manajemen
strategis prosesnya terdiri dari delapan langkah yaitu : mendefinisikan visi, misi bisnis dan
tanggungjawab sosial, menganalisis lingkungan eksternal, menganalisis lingkungan
internal, memilih tujuan dan sasaran bisnis, mengembangkan strategis bisnis, merinci
rencana program, mengimplementasikan rencana program, dan mengumpulkan umpan
balik dan menguji pengendalian.[4] Semua langkah ini menjaga terhambatnya unit usaha
terhadap lingkungan dan berjaga-jaga terhadap peluang dan masalah-masalah yang baru.

a.       Visi dan Misi Bisnis


Setiap organisasi memiliki tujuan dan alasan keberatan. Keunikan ini
harustercermin dalam pernyataan visi dan misi dapat direpresentasikan dalam
keunggulankompetitif atau kekerangan perusahaan. Organisasi mencapai sensitifitas atas
tujuan bilapenyusunan strategis, manajemen, dan karyawan mengembangkan
danmengomunikasikan visi dan misi bisnis yang jelas.
Visi dan misi yang jelas adalah tanggungjawab utama para penyusun
strategis.Pernyataan visi seharusnya dapat  menjawab pernyataan mendasar, “apa yang
inginkita capai?”. Visi adalah tujuan unik dari perusahaan yang membedakan perusahaan
tersebut dengan perusahaan lainnya yang sejenis dan mengidentifikasi cakupan operasinya.
Secara ringkas, visi menguraikan produk, pasar, teknologi yang diterapkan perusahaan, dan
ini dilakukan sedemikian sehingga mencerminkan nilai dan prioritas dari pengambil
keputusan strategik perusahaan.
Sedangkan misi merupakan pernyataan jangka panjang tentang tujuanyang
membedakan suatu organisasi dengan organisasi serupa, pernyataan misi adalah deklarasi
tentang “alasan keberadaan” sebuah organsisai. Pernyataan misi yang jelas adalah penting
dalam perumusan tujuan dan formulasi strategis yang efektif.Berikut ini merupakan alasan-
alasan yang digunakan perusahaan untuk mengembangkan pernyataan misi menurut King
dan Cleland, antara lain :
1. Untuk memastikan tujuan dasar organisasi.
2. Untuk memberikan basis, atau standar untuk mengalokasikan sumber
dayaorganisasi.
3. Untuk menciptakan kondisi atau iklim organisasi yang umum.
4. Untuk menjadi titik utama bagi individu dalam mengindentifikasikan tujuan
danarah organisasi, serta mencegah mereka yang tidak sejalam untuk partisipasi
lebihjauh dalam aktivitas organisasi.
5. Untuk memfasilitasi penerjemahan tujuan menjadi struktur kerja yang
melibatkanpenugasan hingga elemen tanggung jawab dalam organisasi.
6. Untuk memberikan tujuan dasar organisasi dan kemudian untuk
menerjemahkantujuan dasar ini menjadi tujuan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga parameterwaktu, biaya, dan kinerja dapat dievaluasi dan dikontrol

17
Contonya Bill Gates pada awal berdirinya Microsoft, mempunyai visi “Sebuah
komputer di atas setiap meja kerja di setiap rumah, menjalankan perangkat Microsoft”.
Misi Levi Strauss & Co. adalah “ memelihara keberhasilan komersial yang
bertanggungjawab dalam perusahaan pemasaran global pakaian santai bermerk”.
Pernyataan misi Motorola, yaitu “Tujuan mendasar kami adalah kepuasan.

b.      Analisis lingkungan Eksternal


Analisis lingkungan eksternal akan menghasilkan peluang dan ancaman perusahaan.
Lingkungan eksternal perusahaan terdiri dari tiga perangkat faktor, yaitu lingkungan jauh,
lingkungan industri dan lingkungan operasional. Lingkungan insudtri terdiri dari persaingan
diantara anggota industri, hambatan masuk, produk substitusi, daya tawar pembeli dan daya
tawar pemasok.
Lingkungan operasional meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi situasi
persaingan perusahaan, yaitu posisi bersaing, profil pelanggan, pemasok, kreditor, dan
pasar tenaga kerja. Ketiga faktor tesebut memunculkan peluang dan ancaman dalam
memasarkan produk secara menguntungkan.

c.       Analisis Lingkungan Internal


Analisis lingkuangan internal akan menghasilkan kekuatan dan kelemahan
perusahaan. Analisis Internal Perusahaan dikenal juga dengan nama Analisis Profil
Perusahaan. Analisis ini menggambarkan kekuatan perusahaan, baik kuantitas maupun
kualitas pemasaran, sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, operasi, keungan, manajemen
dan organisasi. Kekuatan dan kelemahan Pemasaran dapat dilihat dari reputasi perusahaan,
pangsa pasar, kualitas produk, kualitas pelayanan, efektifitas penetapan harga, efektifitas
distribusi, efektifitas promosi, kekuatan penjualan, efektifitas inovasi dan cakupan
geografis. Kekuatan dan kelemahan sumberdaya manusia dapat ditunjukkan dari
manajemen sumberdaya manusia, ketrampilan dan moral karyawan, kemampuan dan
perhatian manajemen puncak, produktivitas karyawan, kualitas kehidupan karyawan,
fleksibilitas karyawan, ketaatan hokum karyawan, efektivitas imbalan dalam memotivasi
karyawan, dan pengalaman karyawan.
Keuangan terdiri dari ketersediaan modal, arus kas, stabilitas keuangan, hubungan
dengan pemilik dan investor, kemampuan berhubungan dengan bank, besarnya modal yang
ditanam, keuntungan yang diperoleh (nilai saham), efektivitas dan efisiensi system
akuntansi untuk perencanaan biaya-anggaran dan keuntungan dan sumber tingkat
perusahaan. Operasi meliputi fasilitas perusahaan, skala ekonomi, kapasitas produksi,
kemampuan berproduksi tepat waktu, keahlian dalam berproduksi, biaya bahan baku dan
ketersediaan pemasok, lokasi, layout, optimalisasi fasilitas, persediaan, penelitian dan
pengembangan, hak paten, merk dagang, proteksi hokum, pengendalian operasi dan
efisiensi serta biaya-manfaat peralatan.

18
Kekuatan dan kelemahan organisasi dan manajemen dapat diperoleh dari struktur
organisasi, citra dan prestasi perusahaan, catatan perusahaan dalam mencapai sasaran,
komunikasi dalam organisasi, system pengendalian organisasi keseluruhan, budaya dan
iklim organisasi, penggunaan system yang efektif dalam pengambilan keputusan, system
perencanaan strategic, sinergi dalam organisasi, system informasi yang baik dan
manajemen kualitas yang baik.

d.      Perumusan Sasaran
Setelah perusahaan melakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
yang dikenal juga dengan Analisis SWOT, selanjutnya merumuskan sasaran. Sasaran
menjelaskan tujuan-tujuan yang spesifik dalam jumlah dan waktu. Dengan demikian
sasaran memudahkan untuk perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Sasaran
perusahaan dapat  berupa profitabilitas, posisi pasar, produktivitas, kepemimpinan
teknologi, pengembangan sumberdaya manusia, hubungan antar karyawan dan
tanggungjawab sosial. Dilema penting lainnya mencakup antara laba jangka pendek versus
pertumbuhan jangka panjang, penetrasi pasar yang ada versus pengembangan pasar baru,
sasaran laba versus sasaran nirlaba, pertumbuhan tinggi versus risiko rendah. Setiap pilihan
dalam kelompok dilema sasaran ini memerlukan strategi pemasaran yang berbeda.

e.       Pengembangan Strategi
Sasaran menunjukkan apa yang ingin dicapai suatu perusahaan, strategi adalah
suatu rencana permainan untuk mencapainya. Setiap usaha harus merancang strategi untuk
mencapai sasarannya. Perusahaan bisnis multidevisional besar, biasanya memiliki tiga level
strategi, yaitu strategi korporasi, strategi bisnis dan strategi fungsional. Strategi bisnis atau
strategi bersaing biasanya dikembangkan dalam level devisi dan menekankan pada
perbaikan posisi persaingan produk barang atau jasa perusahaan dalam industri khusus atau
segmen pasar yang dilayani oleh devisi tersebut.
Strategi bisnis ini misalnya strategi generik dari Michael E. Porter, strategi dari Jack
Trout, Strategic Intent dari Hamel dan Prahalat dan strategi samudra biru dari Kim dan
Mauborgne. Hamel dan Prahalat menyatakan bahwa untuk bersaing masa yang akan datang
yang dibutuhkan empat hal yaitu :
1.      Harus memahami bahwa bagaimana bersaing pada masa yang akan datang adalah
berbeda dengan bersaing di masa sekarang.
2.      Melakukan langkah untuk menemukan dan meningkatkan pengetahuan yang mendalam
tentang peluang-peluang yang akan datang.
3.      Melakukan mobilisasi sumberdaya perusahaan untuk menuju perjalanan pada masa yang
akan datang.
4.      Mengambil masa yang akan datang yang pertama, tanpa mengambil mengambil risiko
yang berlebihan.

19
Sedangkan strategi samudra biru dari Kim dan Mauborgne atau Blue Ocean
Strategy, menganggap bahwa bersaing adalah menciptakan ruang pasar yang tidak ada
lawannya. Blue Oceans merupakan seluruh industri yang tidak ada saat ini, tidak dikenal
ruang pasarnya dan tidak ada persaingan. Dalam blue oceans permintaan itu diciptakan,
bukan diperebutkan dengan persaingan. Permintaan itu dapat tumbuh dengan cepat dan
menguntungkan. Untuk menciptakan blue oceans dengan dua cara, yaitu perusahaan dapat
meningkatkan industri baru yang lengkap, misalnya eBay menciptakan lelang, tetapi secara
online. Cara kedua, blue oceans dapat diciptakan dari dalam red oceans pada saat
perusahaan mengubah batas industri yang ada.
Strategi fungsional menekankan terutama pada pemaksimalan sumberdaya
produktivitas, misalnya strategi pemasaran, strategi keuangan, strategi sumberdaya
manusia, strategi operasi dan strategi penelitian dan pengembangan. Menurut Porter,
perusahaan-perusahaan yang melakukan strategi yang sama dan ditujukan untuk pasar atau
segemen sasaran yang sama membentuk kelompok strategis.
Perusahaan yang melaksanakan strategis tersebut dengan paling baik akan
memperoleh laba paling besar. Jadi perusahaan yang memiliki biaya paling rendah diantara
perusahaan-perusahaan yang melaksanakan strategi biaya rendah akan tampil paling baik.
Perusahaan yang tidak ,menerapkan strategi yang jelas “pengambil jalan tengah” akan
gagal. Sebagai contoh, International Harvester mengalami masa sulit, karena dalam industri
ia bukanlah perusahaan dengan biaya terendah, mencapai nilai yang tertinggi, atau terbaik
dalam melayani beberapa segmen pasar.
Pengambil jalan tengah mencoba untuk tampil baik dalam semua dimensi strategis,
tetapi karena berbagai dimensi strategis memerlukan cara pengelolaan perusahaan yang
berbeda dan kadang kala tidak konsisten, perusahaan-perusahaan ini akhirnya tidak unggul
dalam satu bidang pun

f.       Pengendalian Strategi.
Selama perusahaan melaksanakan strateginya, perusahaan perlu mengamati hasilnya
dan memantau perkembangan baru di lingkungan internal dan eksternalnya. Beberapa
lingkungan stabil dari tahun ke tahun. Yang lain perlahan-lahan berevolusi dengan cara
yang dapat diperkirakan.

g.      Implementasi Strategi
Strategi yang jelas dan pendukung yang matang mungkin tidak akan bermanfaat,
jika perusahaan gagal melaksanakannya dengan cermat Tiga unsur pertama strategi
(strategy), struktur (structure),dan sistem (systems) dianggap sebagai “perangkat keras”
keberhasilan. Empat unsur selanjutnya gaya (style), staf (staff) ketrampilan (skill) dan nilai
bersama (shared value) adalah perangkat lunaknya.[6]

20
KELOMPOK 4
MEMAHAMI HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN
2.1. Pengertian Serikat Karyawan
Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang
dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan memperbaiki,
melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik para
anggotanya. Kepentingan dominan yang diperjuangkan serikat karyawan tersebut adalah
kepentingan ekonomi. Dalam bidang ini, berbagai keinginan dan permintaan akan kenaikan
gaji atau upah, pengurangan jam kerja dan perbaikan kondisi-kondisi kerja adalah beberapa
contoh kepentingan yang terpenting bagi serikat karyawan.
Kehadiran serikat kerja mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya
manusia. Proses perekrutan, prosedur seleksi, tingkat upah, kenaikan gaji, paket tunjangan,
system keluhan, dan prosedur disiplin dapat berubah secara drastis disebabkan oleh
ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement). Tanpa
kehadiran serikat pekerja, perusahaan leluasa mengambil keputusan unilateral menyangkut
gaji, jam kerja, dan kondisi kerja. Keputusan ini dilakukan oleh perusahaan tanpa masukan
atau persetujuan dari kalangan karyawan. Karyawan-karyawan yang tidak menjadi anggota
serikat pekerja harus menerima persyaratan manajemen, menegosiasikannya dengan serikat
pekerja dalam hal pengambilan keputusan bilateral (bilateral decision making) mengenai
tingkat gaji, jam kerja, kondisi kerja, dan masalah keamanan kerja lainnya. Alih-alih
menghadapi setiap karyawan secara satu per satu, perusahaan harus berunding dengan
seriakat pekerja yang mewakili kalangan pekerja.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya ke dalam wilayah lain
manajemen seperti penjadwalan kerja, penyusunan standar kerja, desain ulang pekerjaan,
dan pengenalan peralatan dan metode baru. Perusahaan umumnya juga menolak
pelanggaran batas ke dalam wilayah pengambilan keputusan ini dengan mengklaim bahwa
persoalan tersebut merupakan hak prerogatif manajemen.

2.2. Dampak Serikat Karyawan


Menurut Pasal 104 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003, setiap pekerja
berhak membentuk dan menjadi anggota serikat karyawan. Ada dua perspektif perihal
dampak serikat karyawan: perspektif monopoli (monopoly perspective) dan perspektif
suara kolektif (collective voice perspective). Dampak-dampak yang ditimbulkan dengan
adanya serikat pekerja antara lain:
A. Dampak Monopoli
Perspektif monopoli atas serikat pekerja bermula dari premis bahwa serikat karyawan
menaikan upah di atas tingkat upah kompetitif. Seberapa banyak serikat pekerja menaikkan
upah adalah bervariasi di seluruh pasar tenaga kerja, industri, jabatan, kelompok

21
demografis dan prosedur estimasi dan data.serikat kerja tampaknya berpengaruh positif
pula terhadap tunjangan pelengkap (fringe benefit).
Kemajemukan dampak gaji serikat pekerja di semua industry sebagian disebabkan oleh
kemampuan serikat karyawan membawa “upah keluar dari kompetisi.” Apabila serikat
pekerja menaikkan gaji terlalu tinggi di suatu pasar kompetitif, maka mereka mengancam
kelasngsungan hidup perusahaan dan dirinya sendiri.
Upah dapat dibawa keluar dari kompetisi melalui beberapa cara.
Pertama, tuntutan serikat pekerja mungkin relatif tidak sensitive terhadap perubahan
upah. Yakni, para konsumen akan menyerap biaya tenaga kerja yang melambung tanpa
mengimbangi dampak pekerjaan.
Kedua, tingkat organisasi serikat pekerja di dalam suatu pasar tertentu dapat pula
mempengaruhi kekuatan monopoli serikat pekerja.
B. Dampak Suara Kolektif
Sebagian besar karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung demi perbaikan kerja
melalui serikat karyawan. Para karyawan ini mempunyai beberapa pilihan manakala
mereka tidak puas dengan pekerjaan: mereka tidak berbuat apa-apa, mereka dapat berhenti
dari pekerjaan atau mereka mengeluh dan mencoba memperbaiki kondisi di seputar
mereka. Di samping itu, banyak karyawan yang takut dipecat sehingga mereka
menyembunyikan perasaanya. Sebagian karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung
demi perbaikan kerja melalui serikat pekerja. Penggabungan diri dan penggalangan suara
kolektif (collective voice) menawarkan perlindungan dari ketakutan ancaman manajemen
C. Dampak Terhadap Manajemen dan Produktivitas
Serikat karyawan memiliki sumber kekuatan dan pengaruh yang luar biasa terhadap
praktik-praktik manajerial, perilaku pekerja, dan kondisi dasar pekerjaan. Serikat pekerja
mengakibatkan erosi signifikan atas otoritas pengambilan keputusan manajerial untuk
mengendalikan kalangan karyawan. Banyak keputusan personalia penting yang harus
sesuai dengan isi kontrak perjanjian perundingan kerja bersama antara manajemen
karyawan.
Kemampuan manajemen dalam mengambil keputusan yang tidak mendapat tantangan
menyangkut gaji, promosi, transfer, pemecatan, dan urusan personalia lainnya seringkali
dibatasi secara signifikan di bawah perjanjian perundingan kerja bersama. Hak manajemen
boleh jadi merupakan persoalan paling kontroversial dalam hubungan manajemen serikat
pekerja. Sebagian besar perjanjian perundingan kerja bersama menetapkan bahwa
manajemen mempunyai hak untuk membuat keputusan menyangkut strategi korporat lini
produk, lokasi pabrik dan kebijakan penentuan harga.
Kontrak perjanjian kerja bersama antara manajemen dan serikat pekerja biasanya
mencakup dua sampai tiga tahun. Karena terikat dengan ketentuan dan kondisi
kepegawaian untuk waktu yang lama, manajemen dan serikat pekerja tidak mampu
merundingkan perubahan yang dikehendaki sampai kontrak habis masa berlakunya.

22
Meskipun tertera ketentuan untuk menegosiasikan perubahan dalam butir tertentu pada saat
kontrak masih berlaku, serikat pekerja dengan sekuat tenaga bakal menolak upaya
manajemen untuk mengambil sesuatu dari kalangan karyawan. Sebagai contoh, manajemen
mungkin merasa bahwa hak khusus tidak kerja karena sakit terlampau liberal dan
menyebabkan ketidakhadiran yang tinggi.
Agitasi yang senantiasa berkecamuk diantara kalangan karyawan dan manajemen sering
menumbuhkan iklim kerja yang mempercepat putaran dan ketidakhadiran karyawan yang
tinggi serta moral kerja dan produktivitas yang rendah. Hal ini tidak untuk menunjukan
kesan bahwa kemitraan manajemen buruh yang kooperatif dan bebas konflik tidak ada
dalam masyarakat industrial. Banyak perusahaan yang menikmati ketiadaan pemogokan,
merasakan hubungan manajemen karyawan yang harmonis selama bertahun-tahun. Namun,
potensi konflik manajemen dan karyawan harus menjadi perhatian utama bagi manajer-
manajer masa depan yang kelak mengemban tangguung jawab yang besar atas penciptaan
dan pemeliharaan perdamaian antara pekerja dan manajemen.
Sumber kekhawatiran lainnya perihal pembentukan serikat pekerja adalah ketakutan
bahwa perjanjian perundingan kerja bersama tidak akan membolehkan perusahaan untuk
memanfaatkan kemajuan teknologi secara optimal. Serikat pekerja pada intinya
berkepentingan dengan keamanan kerja dari anggota-anggota dan teknologi komputer
robotika dan otomasi menjadi ancaman bagi pekerjaan-pekerjaan itu.
2.3. Hubungan Serikat Karyawan dengan Manajemen Sumber Daya Manusia
Keberadaan serikat karyawan merubah lingkungan kerja dan hubungan antara para
karyawan dengan organisasi, terutama peranan penyelia dan departemen personalia. Bila
misi pergerakan karyawan adalah untuk melindungi para karyawan, meningkatkan
kesejahteraan mereka, menuntut kenaikan gaji, memperbaiki kondisi-kondisi kerja dan
membantu karyawan pada umumnya, maka pendekatan ini dikenal sebagai business
unionism.
Di lain pihak, bila misi tertuju pada kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial, ekonomi dan
politik yang lebih luas, disebut dengan social unionism. Dalam hubunganya, manajemen
sumber daya manusia dipengaruhi baik oleh tujuan-tujuan business unionism maupun
social unionism. Perkembangan berbagai bentuk kompensasi tambahan (fringe benefits)
pada umumnya merupakan hasil tekanan langsung atau bidang langsung dari serikat
karyawan. Bahkan tanpa adanya tekanan-tekanan tersebut, perusahaan harus selalu
memperbaiki program kompensasinya agar tetap bisa bersaing dalam memperebutkan
karyawan-karyawan yang berkualitas.

2.4. Tipe-Tipe Serikat Karyawan


A. Craft Unions
Yaitu serikat karyawan yang anggotanya terdiri dari para karyawan atau pekerja yang
mempunyai ketrampilan yang sama, seperti misal tukang-tukang kayu, tukang batu, dsb.

23
B. Industrial Unions
Yaitu serikat karyawan yang dibentuk berdasar lokasi pekerjaan yang sama. Serikat ini
terdiri dari para pekerja yang tidak berketrampilan (unskilled) maupun yang berketrampilan
(skilled) yang ada dalam suatu perusahaan atau industri tertentu tanpa memperhatikan sifat
pekerjaan mereka.
C. Mixed Unions
Yaitu serikat karyawan yang mencakup para pekerja terampil, tidak terampil dan
setengah terampil dari suatu lokal tertentu tidak memandang dari industri mana. Bentuk
serikat karyawan ini mengkombinasikan antara craft unions dan industrial unions.
II.6. Perundingan Kerja Bersama
Perundingan kerja bersama (collective bargaining) adalah proses dimana perwakilan serikat
pekerja (representative) dua kelompok bertemu dan bermaksud untuk merundingkan atau
negosiasi suatu perjanjian yang mengatur hubungan-hubungan kedua pihak di waktu yang
akan datang. Dalam kerangka serikat karyawan dan manajemen, perundingan kolektif
merupakan proses negosiasi antara pihak karyawan yang diawali oleh serikat karyawan
dengan pihak manajemen untuk menetapkan syarat-syarat hubungan kerja.
Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban dari serikat pekerja dan manajemen,
negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai gaji, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya dan
interpretasi serta penerapan kontrak selama periode waktu berlakunya proses perundingan
kerja bersama mempunyai tiga fungsi utama:
1) Menyusun dan merevisi peraturan kerja melalui negosiasi perjanjian atau kontrak
kerja.
2) Melaksanakan hasil perundingan kerja bersama.
3) Membentuk sebuah metode penyelesaian perselisihan selama masa berlakunya
kontrak.
Manajemen membayar karyawan-karyawannya untuk pekerjaan mereka. Namun demikian
kedua belah pihak memiliki gagasan-gagasan yang berlainan perihal kondisi pertukaran
tersebut. Perbedaan tersebut merupakan titik tolak negosiasi karena masing-masing pihak
memiliki kebijakan mengenai bagaimana kebutuhannya akan dipenuhi. Kedua belah pihak
lantas berkomunikasi guna menentukan bagaimana setiap kebutuhan dapat dipertemukan
dalam batas garis kebijaksanaan kedua belah pihak.
Perundingan kerja bersama pada dasarnya terdiri atas wakil manajemen perusahaan dan
wakil serikat pekerja yang bersama-sama mencapai persetujuan yang akan dapat diterima
oleh pemilik atau pendukung mereka. Prosesnya dapat mulus dan tidak rumit manakala
kedua belah pihak ingin berunding secara kooperatif untuk mencapai kata sepakat.
Meskipun demikian, prosesnya juga bisa menjadi sangat pelik dan memakan waktu.
Persoalan besar yang menghadang perundingan kerja bersama adalah siapa yang bakal
mewakili pekerja, persoalan apa yang akan dinegosiasikan kedalam kontrak, strategi apa

24
yang digunakan dalam perundingan, bagaimana kebuntuan perundingan akan diatasi, dan
bagaimana kontrak akan dilaksanakan.

2.5. Struktur Serikat Karyawan


Pada umumnya karyawan akan kehilangan kontak langsung dengan pimpinan atau
pemilik perusahaan dengan semakin berkembangnya perusahaan tersebut. Kedaan ini
menyababkan munculnya serikat-serikat karyawan untuk membantu para pekerja
mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut pekerjaaan mereka. Melalui serikat
karyawan, para pekerja dapat berupaya untuk mengendalikan “pekerjaan-pekerjaan” dan
“lingkungan kerja” mereka.
Serikat karyawan local (local unions) merupakan bentuk basis organisasi buruh, dan
bagian yang paling penting dari struktur serikat karyawan. Serikat karyawan lokal
memberikan kepada para anggota “revenue” dan kekuatan penggerakan serikat secara
keseluruhan. Serikat lokal ini sering disebut serikat buruh cabang. Selanjutnya, serikat
karyawan berbagai cabang bergabubg dan membentuk serikat karyawan nasional (national
unions). Tugas serikat nasional ini adalah untuk mewakili karyawan dalam penyelesaiaan
masalah-masalah yang kepentingannya bersifat nasional.
Disamping itu, beberapa serikat karyawan bisa membentuk organisasi karyawan di
tingkat daerah. Gabungan berbagai serikat karyawan di suatu daerah disebut serikat
karyawan regional. Alasan yang mendasari terbentuknya serikat regional bisa merupakan
persamaan kepentingan, keunikan masalah-masalah hubungan perburuhan secara geografis,
jauhnya jarak antara serikat karyawan suatu cabang dengan cabang lain, atau sebab-sebab
lainnya.

2.6. Perundingan Kerja Bersama


Perundingan kerja bersama (collective bargaining) adalah proses dimana perwakilan
serikat pekerja (representative) dua kelompok bertemu dan bermaksud untuk merundingkan
atau negosiasi suatu perjanjian yang mengatur hubungan-hubungan kedua pihak di waktu
yang akan datang. Dalam kerangka serikat karyawan dan manajemen, perundingan kolektif
merupakan proses negosiasi antara pihak karyawan yang diawali oleh serikat karyawan
dengan pihak manajemen untuk menetapkan syarat-syarat hubungan kerja.
Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban dari serikat pekerja dan
manajemen, negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai gaji, jam kerja, dan kondisi kerja
lainnya dan interpretasi serta penerapan kontrak selama periode waktu berlakunya proses
perundingan kerja bersama mempunyai tiga fungsi utama:
1) Menyusun dan merevisi peraturan kerja melalui negosiasi perjanjian atau kontrak
kerja.
2) Melaksanakan hasil perundingan kerja bersama.

25
3) Membentuk sebuah metode penyelesaian perselisihan selama masa berlakunya
kontrak.
Manajemen membayar karyawan-karyawannya untuk pekerjaan mereka. Namun
demikian kedua belah pihak memiliki gagasan-gagasan yang berlainan perihal kondisi
pertukaran tersebut. Perbedaan tersebut merupakan titik tolak negosiasi karena masing-
masing pihak memiliki kebijakan mengenai bagaimana kebutuhannya akan dipenuhi.
Kedua belah pihak lantas berkomunikasi guna menentukan bagaimana setiap kebutuhan
dapat dipertemukan dalam batas garis kebijaksanaan kedua belah pihak.
Perundingan kerja bersama pada dasarnya terdiri atas wakil manajemen perusahaan dan
wakil serikat pekerja yang bersama-sama mencapai persetujuan yang akan dapat diterima
oleh pemilik atau pendukung mereka. Prosesnya dapat mulus dan tidak rumit manakala
kedua belah pihak ingin berunding secara kooperatif untuk mencapai kata sepakat.
Meskipun demikian, prosesnya juga bisa menjadi sangat pelik dan memakan waktu.
Persoalan besar yang menghadang perundingan kerja bersama adalah siapa yang bakal
mewakili pekerja, persoalan apa yang akan dinegosiasikan kedalam kontrak, strategi apa
yang digunakan dalam perundingan, bagaimana kebuntuan perundingan akan diatasi, dan
bagaimana kontrak akan dilaksanakan.

2.7. Faktor-Faktor Pengaruh Dalam Perundingan Kerja Bersama


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perundingan kerja bersama yang akan
mempengaruhi sikap, proses dan hasil perundingan. Diantara faktor-faktor tersebut adalah:
a. Cakupan perundingan
Yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja.
Apakah berlaku untuk para karyawan dalam suatu departemen, divisi, perusahaan atau
seluruh karyawan dalam suatu industri.
b. Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan
Serikat karyawan mempunyai beberapa strategi dan taktik tertentu yang digunakan
untuk memaksakan kelonggaran-kelonggaran yang lebih besar dai perusahaan. Selain
menggunakan taktik tawar-menawar atau sering dikenal dengan istilah “perdagangan sapi”,
ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang kadang-kadang digunakan:
 Pemogokan (strikes)
 Picketing (mencegah karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan
pemogokan)
 Boikot
c. Peranan pemerintah
Kedua belah pihak, serikat karyawan dan buruh, sering lebih senang mempersilahkan
intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah hubungan kerja mereka.
Intervensi ini paling tidak dalam bentuk perundang-undangan dan peraturan di bidang
perburuhan.

26
d. Kesediaan perusahaan
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan
ditentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya
manajemen dan kemungkinan penggunaan alat-alat pemaksa (misal, pemecatan, skorsing,
demosi, dsb)

27
KELOMPOK 5
PRODUKTIVITAS KERJA

1. PENGERTIAN PRODUKTIVITAS KERJA


Produktivitas kerja merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan output
dengan input yang dibutuhkan seorang tenaga kerja untuk menghasilkan produk.
Pengukuran produktivitas dilakukan dengan melihat jumlah output yang dihasilkan oleh
setiap pegawai selama sebulan. Seorang pegawai dapat dikatakan produktiv apabila ia
mampu menghasilkan jumlah produk yang lebih banyak dibandingkan dengan pegawai lain
dalam waktu yang sama ( J. Ravianto, 1986 ).
Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari suatu
pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sondang P. Siagian bahwa produktivitas adalah “Kemampuan memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan
menghasilkan output yang optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal”. Menurut
Komarudin, “produktivitas pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai
pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari metode kerja kemarin dan
hasil yang dapat diraih esok harus lebih banyak atau lebih bermutu daripada hasil yang
diraih hari ini” (Komarudin,1992).

Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja


Sjahmien Moellfi (2003) menyatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi
produktivitas yaitu :
a. Beban kerja
Berhubungan langsung dengan beban fisik, mental maupun sosial yang
mempengaruhi tenaga kerja sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai
dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
b. Kapasitas kerja
Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya
pada waktu tertentu. Kapasitas kerja sangat bergantung pada jenis kelamin,
pendidikan, ketrampilan, usia dan status gizi.

c. Beban tambahan akibat lingkungan kerja


Lingkungan kerja yang buruk akan memberikan dampak yang buruk juga berupa
penurunan produktivitas kerja, antara lain:
 Faktor fisik seperti panas, iklim kerja, kebisingan, pencahayaan,
dangetaran.
 Faktor kimia seperti bahan- bahan kimia, gas, uap, kabut, debu, partikel.

28
 Faktor biologis seperti penyakit yang disebabkan infeksi, jamur, virus, dan
parasit.
 Fisiologis, letak kesesuaian ukuran tubuh tenaga kerja dengan peralatan,
beban kerja, posisi dan cara kerja yang akan mempengaruhi produktivitas
kerja.
 Faktor psikologis, berupa kesesuaian antara hubungan kerja antar
karyawan sendiri, karyawan atasan, suasana kerja yang kurang baik serta
pekerjaan yang monoton.

2. Budaya Kerja
Budaya kerja adalah sebuah konsep yang mengatur kepercayaan, proses berpikir, serta
perilaku karyawan yang didasarkan pada ideologi dan prinsip suatu organisasi. Konsep
inilah yang mengatur bagaimana setiap karyawan berinteraksi satu sama lain serta
bagaimana suatu organisasi atau perusahaan berfungsi. Budaya kerja timbul akibat hasil
belajar bersama antar anggota yang dianggap merupakan jalan yang benar untuk
memahami, berpikir, dan merasakan satu sama lain agar bisa memecahkan masalah yang
ada.
1. Ciri Perusahaan yang Punya Budaya Kerja Sehat
 Karyawan yang saling menghormati satu sama lain – Setiap karyawan harus respek
terhadap karyawan lain, tidak memandang siapa atasan dan siapa bawahan. Saling
jegal adalah sifat tak profesional yang harus dihilangkan dari perusahaan
 Semua karyawan diperlakukan sama – Hindari membuat peraturan yang membeda-
bedakan setiap karyawan. Hal ini hanya membuat karyawan merasa tidak
termotivasi. Karyawan harus dinilai dari bagaimana dia bekerja.
 Membangun budaya kerja yang kuat berguna untuk meningkatkan produktivitas
karyawan satu sama lain. Dengan produktivitas yang tinggi, maka perusahaan bisa
berkembang menjadi lebih sukses.

2. Tujuan Budaya Kerja


Menurut Feriyanto dan Triana (2015), tujuan budaya kerja adalah sebagai berikut:
 Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
 Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 
 Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang telah lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang. 
 Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. 
 Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan. 

29
3. Fungsi Budaya Kerja
Menurut Tika (2008), fungsi budaya kerja adalah sebagai berikut:
 Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan. Organisasi maupun kelompok lain.
Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu
perusahaan atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain. 
 Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu perusahaan. Hal ini merupakan bagian
dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai seorang
karyawan/karyawan suatu perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa memiliki,
partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaan-nya. 
 Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan di mana lingkungan
kerja dirasakan positif, mendukung dan konflik serta perubahan diatur secara
efektif. 
 Sebagai mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku
karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didaftarkannya struktur,
diperkenalkan-nya dan diberi kuasanya karyawan oleh perusahaan, makna bersama
yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang
diarahkan ke arah yang sama. 
 Sebagai integrator. Budaya kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya
sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-
perusahaan besar di mana setiap unit terdapat para anggota perusahaan yang terdiri
dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda. 
 Membentuk perilaku bagi karyawan. Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para
karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan perusahaan. 
 Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok perusahaan. Masalah
utama yang sering dihadapi perusahaan adalah masalah adaptasi terhadap
lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Budaya kerja diharapkan dapat
berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
 Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan. Fungsi budaya kerja
adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar,
penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut. 
 Sebagai alat komunikasi. Budaya kerja dapat berfungsi sebagai alat komunikasi
antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antara anggota organisasi. Budaya
sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup
kata-kata, segala sesuatu bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan
kegiatan dan politik organisasi.
4. Jenis-Jenis Budaya Kerja 
Menurut Tika (2008), terdapat beberapa jenis budaya kerja, yaitu sebagai berikut:

30
1. Budaya rasional. Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi sasaran
pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan keuntungan atau
dampak). 
2. Budaya ideologis. Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari
pengetahuan yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan).
3. Budaya konsensus. Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi,
partisipasi dan konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi
(iklim, moral dan kerja sama kelompok).
4. Budaya hierarki. Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal
(dokumentasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan
kesinambungan (stabilitas, kontrol dan koordinasi).

31
KELOMPOK 6
KECERDASAN INTELEKTUAL

A. Kecerdasan Intelektual / Intelligence Quotient (IQ


Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati,
jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang
lain. Intelectual Quotient  atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari
pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd
Binet, ahli psikologi dari perancis pada awal abad ke 20. Kemudian Lewis Ternman
dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh
Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ
tersebut dikenal dengan test Stanford-Binet. Pada saat itu IQ dipahami sebagai
pokok dari sebuah kecerdasan seseorang sehingga IQ dianggap menjadi tolak ukur
keberhasilan dan prestasi hidup seseorang. Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan
yang memberikan orang tersebut kemampuan untuk berhitung, beranalogi,
berimajinasi dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Kecerdasan intelektual
merupkan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya
bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu
tersebut. Prakarsa kedua orang di atas menghasilkan test Stanford-Binet, yang
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak yang boleh masuk sekolah biasa atau
sekolah luar biasa.

Dalam lam pandang Stanford-Binet IQ dipandang sebagai berikut:


1. Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu,
semakin cerdas seseorang, semakin cakaplah ia menentukan tujuan tersebut,
dengan tidak mudah membelokkan tujuan tersebut
2. Kemampuan untuk menyelesaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan
tersebut
3. Kemampuan untuk melakukan otokritik, yang terwujud dalam kemampuan
untuk mencari kesalahan yang telah diperbuatnya dan memperbaiki
kesalahan tersebut.
IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil
pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu
dikaitkan dengan hal akademik seseorang.
Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak akan ada informasi yang sulit,
semuanya dapat disimpan, diolah dan diinformasikan kembali pada saat dibutuhkan. Proses
dalam menerima, menyimpan dan mengolah kembali informasi biasa disebut “berfikir”.
Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan otak manusia.

32
Ada lima dimensi kemampuan intelektual, yaitu:
1. Kognisi, yang merupakan operasi pokok intelektual dalam proses belajar,
2. Mengingat merupakan proses mental primer untuk retensi,
3. Berfikir divirgen, yaitu operasinya  jelas mencakup potensi bakat kreatif,
4. Berfikir konvergen, yaitu berfikir yang menghasilkan informasi dari
informasi,
5. Evaluasi, yaitu kemampuan mencari keputusan
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ
(Intelligence Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar.
Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang dapat ditentukan seorang tersebut
umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan genetik yang
dibawanya dari keluarga ayah dan ibu disamping faktor gizi makan yang cukup.

IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai orang dewasa, kecuali bila ada
sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi
memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang
kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain,
seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat
IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara
kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi maasuk
sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Kematangan intelektual menjadi  perasyarat pelajar yang baik bagi siswa. Demikian juga
kematangan psikologis dan kepribadian. Kematangan intelektual bisa menjadi prakondisi
atau kondisi, diperlukan proses belajar yang lama dan intensif bagi terwujudnya intelektual
siswa. Kematangan intektual yang dicapai melalui sebuah proses merupakan “kondisi”.
Intelektual siswa yang sudah matang menjadi prakondisi baik kematangan intelektualisasi
lanjutan.
Salah satu ciri kematangan intelektual siswa adalah kemampuannya mentoleransi
ketidakpastian, menahan persetujuan, kemampuan untuk kontradiksi, serta mengakui
manfaat atas konsep dan pendapat yang berlawanan tanpa skeptisme dan rivalitas. Orang
yang sudah matang intelektualnya tidak akan mengembangkan sikap antagonistik ketika
terjadi perbedaan pendapat, mengkaji ulang simpulan yang meragukan dan mencoba
mengambil manfaat atas konsep atau teori yang berbeda dari perspektif lain. Baginya, sikap
skeptis menjadi penting tetapi tidak berlebihan, apalagi selalu skeptis dengan perilaku,
tindakan atau pemikiran orang lain.

B. Cara Menigkatkan Kecerdasan Intelektual /  Intelligence Quotient (IQ)

1.          Membuat Dialog Internal Pemberdayaan

33
Dialog sangat memiliki pengaruh terhadap kemampuan anak. Dialog yang negatif dapat
mendorong anak mengalami kegagalan. Anak yang merasa rendah diri, akan mengalami
pemiskinan intelektualitas. Sedangkan sebaliknya, dialog positif dapat meningkatkan
keberhasilan anak meraih masa depan.
Para ilmuwan percaya, ada hubungan signifikan antara pikiran dan tubuh anak. Pikiran
depresi akan menekan energi dan motivasi. Selain itu, juga mengurangi kemampuan anak
berfikir jernih dan melakukan tindakan tepat. Anak-anak yang depresi cenderung
mengalami keraguan dan sulit berpikir jernih. Depresi dapat mengguncang keteguhan
sehingga anak-anak tidak dapat mengenali apa yang benar-benar dapat dicapai.
Ciptakan sebuah dialog internal positif yang dapat meningkatkan kinerja intelektual anak.
Yakni sebuah cara menghilangkan pemikiran subyektif dan membangun kepercayaan diri,
mengajarkan anak bagaimana mempraktekkan tanggapan positif.

2.         Tanamkan kata-kata
Memberikan kata-kata yang bisa memotivasi anak untuk meningkatkan tingkat belajar anak
dan membuat anak semangat dalam belajar. Contoh :   Saya akan melakukan yang terbaik
yang saya bisa.

3. Latihan Pengendalian Pernapasan Anak


Salah satu metode efektif dan efisien merangsang proses mental anak adalah pengendalian
bernafas. Penelitian menunjukkan, anak-anak memiliki performa akademis yang lebih baik
ketika mereka melakukan latihan pernafasan sebelum tes atau tugas.
Latihan pernafasan ini terbukti dapat mengurangi rasa cemas ketika menghadapi ujian.
Selain itu, pernafasan yang meningkatkan aliran oksigen ke otak dapat meningkatkan daya
ingat, konsentrasi dan kemampuan pemecahan masalah.
Caranya cukup mudah, ajarkan anak menghitung sampai lima saat bernafas kemudian
sampai lima lagi saat nafas keluar. Ulangi cara bernafas ini sekitar 6 kali atau kurang lebih
satu menit.  Instruksikan anak untuk mengulang latihan pernafasan setiap kali Ia akan
mengerjakan tugas, menghadapi ujian maupun situasi pemecahan masalah yang lain.
Latihan ini perlu diulang berkali-kali agar anak terbiasa. Hal yang patut digaris bawahi
mengenai latihan pernafasan, perhatikan cara menarik dan membuang nafas yang lebih
cocok untuk dilakukan.

4.         Lakukan Olah Raga Mental


Beberapa hal dapat dilakukan untuk mengasah kemampuan anak. Bermain  mampu
merangsang pikiran, terutama permainan berbasis strategi. Selain itu, game juga mengasah
kemampuan verbal, daya konsentrasi, persepsi dan penalaran.
Berikut  beberapa permainan yang direkomendasi untuk membangun otak yang dapat
dilakukan bersama keluarga: Catur, Tebak kata, Puzzle Matematika

34
5.         Meningkatkan Intelektual dengan Interaksi Verbal Keluarga  
Jangan menjauhkan anak-anak dari percakapan keluarga hanya ketidak mengertiannya.
Libatkan anak-anak dalam percakapan karena ini juga membantu mengembangkan
keterampilan bahasa dan kosa kata. Tak hanya anak-anak usia sekolah, justru terutama anak
berusia 16 hingga 26 bulan dimana kemampuan bahasanya sedang berkembang pesat.
Tak peduli usia anak, bicarakan topik yang menarik minat mereka  seperti sekolah, teman,
hobi, aktivitas, beberapa proyek kreativitas, perjalanan, dan hal-hal menarik lainnya.
Apapun yang muncul dari interaksi ini akan membuat anak merasa dihargai serta
berkembang lebih cerdas.
6. Dorong Anak untuk Membaca Repetitif
Membaca membantu anak mengoptimalkan potensi intelektualnya. Selain itu, aktivitas
membaca bersama dapat memelihara bahasa cinta dan memperkuat ikatan orang
tua dan anak.

C. Perbedaan Kecerdasan Intelektual / Intelligence Quotient (IQ) dengan Kecerdasan


Emosional / Emotional Quotient (EQ).
Dalam perkembangannya, pandangan terhadap kecerdasan ini mengarah pada pemikiran
bahwa terdapat hubungan secara fungsional antara kecerdasan intelektual dengan emosi
seseorang. Rappaport dalam risetnya di tahun 1970-an menyimpulkaan bahwa emosi tidak
hanya dibutuhkan dalam penerimaan, pengorganasian dan pemanggilan informasi yang ada
di memory. Orang tidak akan pernah mencapai kesuksesan dalam bidang apapun kecuali
mereka menyenangi bidang itu. Jadi untuk mengoptimalkan kecerdasan intelektual yang
biasa disebut dengan accelereated learning, tidak dapat dicapai tanpa bantuan aktifitas
emosional yang positif.
Dalam rangka mengarahkan emosi-emosi tersebut untuk menjadi potensi yang positif,
maka perlu adanya upaya ataupun langkah-langkah yang dilaksanakan. Upaya tersebut
akan mampu melahirkan kecerdasan emosional dari diri seseorang, dan akhirnya dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kecerdasan emosional (Emotional Quatient) itu
dalam wacana Al-Qur’an dikenal dengan konsep akhlakul karimah.

Kecerdasan intelektual (IQ) biasa dipandang sebagai indikator utama kesuksesan seseorang,
tetapi sekarang IQ ternyata tidak satu-satunya alat  dalam menentukan kesuksesan hidup
seseorang, orang-orang yang  IQ nya  sedang-sedang saja sering mampu mencapai
kesukses  yang luar biasa, disebabkan EQ nya tinggi. Bagi mereka yang IQ  dan  EQ nya  
tinggi merupakan aset yang sangat berharga. Bila seseorang EQ nya rendah, maka dia
kurang bisa mencapai kesuksesan pribadi.

35
KELOMPOK 7
KECERDASAN EMOSIONAL

2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional


Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan.
Misalnya, seorang siswa mengatakan hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan
semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa dan siswi lain mengatakan bahwa ia takut
menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan perasaan, kendati dengan makna
yang berbeda. Senang termasuk perasaan sedangkan takut termasuk emosi. Perasaan
menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak melibatkan
aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka
karena melibatkan ekspresi fisik.
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya
tidak dapat dinyatakan dengan logis. Emosi dan perasaan merupakan gejala emosional yang
secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasannya. Pada suatu saat suatu
warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi.
Contohnya marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Jadi sukar sekali kita
mendefinisikan emosi. Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi itu adalah sebagai
berikut:
“ An emotion is affective experience that accimpanies generalized inner adjusment and
mental and physiological stirred-up states inthe individual, and that shows it sel in his overt
behavior”.
Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian diri dari dalam
individutentang keadaan mental dan fisik berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Dalam referensi lain, emosi adalah perasaan atau afeksi yang timbul ketika
seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting
olehnya, terutama well-being dirinya.
Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan pada fisik sesorang, seperti:
a. Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona.
b. Peredaran darah bertambah cepat bila marah.
c. Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut.
d. Bernafas panjang bila kecewa.
e. Pupil mata membesar bila marah.
f. Air liur mengering bila takut atau tegang.
g. Bulu roma berdiri kalau takut.
h. Pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret kalu tegang.
i. Otot menjadi tegang atau bergetar (tremor).
j. Komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktif.

36
Menurut english and english emosi adalah “A complex feeling state accompained
by characteristic motor and glandular activies” suatu keadaan atau perasaan yang kompleks
yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Sedangkan Sarlito wirawan
sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang yang
disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupunpada tingkat yang luas
(mendalam).
Emosi itu merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu. Yang dimaksud warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami
pada saat menghadapi (menghayati) suatu sitasai tertentu. Contohnya gembira, bahagia,
putus asa, terkejut, benci (tidak senang) dan sebagainya. Dibawah ini ada beberapa contoh
tentang pengaruh emosi terhadap prilaku individu diantaranya sebagai berikut:
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah
dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai
puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
c. Menghambat atau mengganggu kosentrasi belajar, apabila mengalami ketegangan
emosi dan dapat menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu sesama kecilnya akan
mempengaruhi sikap dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
orang lain.
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lebih bersikap subjektif dari pada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan
berfikir.
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap).
c. Banyak bersangkut paut peristiwa pengenalan panca indra.[6]
Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, terutama psikologi, istilah“ kecerdasan
emosional” (Emotional Intelligence), merupakan sebuah istilah yang relatif baru. Istilah ini
dipopulerkan oleh Daniel Goleman berdasarkan hasil penelitian tentang neurolog dan
psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan
kecerdasan intelektual. Berdasarkan hasil penelitian neurolog dan psikolog tersebut, maka
Goleman berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran
rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual
atau yang popular dengan sebutan “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran
emosional digerakkan oleh emosi.
Salovey dan Mayer (1990), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai suatu
jenis kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial pada diri
sendiri dan orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan.

37
Menurut Dwi Sunar P. (2010), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain
disekitarnya.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi
saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu
kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak orang yang
cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, sehingga dalam
bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih rendah tetapi unggul dalam keterampilan
kecerdasan emosi.
Daniel Goleman mengklasifikasikan kecerdasan emosional atas lima komponen
penting, yaitu: (1) mengenali emosi, (2) mengelola emosi, (3) motivasi diri sendiri, (4)
mengenali emosi orang lain, dan (5) membina hubungan.
Mengenali emosi diri-kesadaran diri (knowing one’s emotions self-awareness),
yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas
kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.Mengelola emosi (managing emotions),
yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka
terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta
mampu menetralisir tekanan emosi.
Motivasi diri (motivating oneself), yaitu menggunakan hasrat paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan
bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Kunci motivasi
adalah memanfaatkan emosi, sehingga dapat mendukung kesuksesan hidup seseorang.
Mengenali emosi orang lain (recognizing emotions in other) empati, yaitu
kemampuanuntuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif
mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang
banyak atau masyarakat.
Membina hubungan (handling relationship), yaitu kemampuan mengendalikan dan
menangani emosi dengan baik ketika behubungan orang lain, cermat membaca situasi dan
jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam
hubungan antar manusia.
Memperhatikan kelima komponen kecerdasan emosi di atas, dapat dipahami bahwa
kecerdasan emosi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka mencapai kesuksesan,
baik di bidang akademis, karir maupun dalam kehidupan sosial.[10]
Berdasarkan definisi kecerdasan emosional menurut para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan

38
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya
dengan orang lain.

2.2 Ciri-ciri Kecerdasan Emosional


Sampai sekarang belum ada alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
kecerdasan emosi seseorang. Walaupun demikian, ada beberapa ciri-ciri yang mengindikasi
seseorang memiliki kecerdasan emosional. Goleman menyatakan bahwa secara umum ciri-
ciri seseorang memiliki kecerdasan emosi adalah mampu memotivasi diri sendiri, bertahan
menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan,
mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan
berfikir serta berempati dan berdoa.[18] Lebih lanjut Salovey dalam Goleman (1996)
memerinci lagi aspek-aspek kecerdasan emosi secara khusus sebagai berikut:[19]
1. Mengenali emosi diri, yaitu kesadaran diri—mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
terjadi—merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau
perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan
pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya
membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.
2. Mengelola emosi, yaitu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas
adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Kemampuan mengelola emosi
meliputi kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melapaskan kecemasan,
kemurungan, atau ketersinggungan. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam
keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara
mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan
kejatuhan dalam kehidupan.
3. Memotivasi diri sendiri, yaitu menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Ini
adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk
memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kemampuan ini
didasari oleh kemampuan mengendalikan emosi, yaitu menahan diri terhadap kepuasan
dan mengendalikan dorongan hati. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini
cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
4. Mengenali emosi orang lain (empati), yaitu kemampuan yang juga begantung pada
kesadaran diri emosional, merupakan “keterampilan bergaul” dasar. Orang yang empatik
lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan
apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
5. Membina hubungan, yaitu keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar
pribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang
apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

39
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Goleman (1997) menjelaskan ada beberapa faktor kecerdasan emosional individu
yaitu:
a. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam
mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi melalui
ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan
menetap secara permanen hingga dewasa. Kehidupan emosional yang dipupuk dalam
keluarga sangat berguna bagi anak kelak di kemudian hari.
b. Lingkungan non keluarga, hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan
pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan
mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalm suatu aktivita bermain sebagai
seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain.
Menurut Le Dove (Goleman, 1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi antara lain:
a. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap
kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang
digunakan untuk berfikir yaitu konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks).
Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbic,
tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi
seseorang.
b. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat
dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi
seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak di bagian otak yaitu
konteks dan sistem limbic, secara psikis meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan
non keluarga.
Menurut Dinkmeyer (1965) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi
anak adalah faktor kondisi fisik dan kesehatan, tingkat intelegensi, lingkungan sosial dan
keluarga. Anak yang memiliki kesehatan yang kurang baik dan sering lelah cenderung
menunjukkan reaksiemosional yang berlebihan. Anak yang dibesarkan dalam keluarga
yang menerapkan disiplin yang berlebihan cenderung lebih emosional. Pola asuh orang tua
berpengaruh terhadap kecerdasan emosi anak dimana anak yang dimanja , diabaikan atau
dikontrol dengan ketat (overprotective) dalam keluarga cenderung menunjukkan reaksi
emosional yang negatif.
Menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan
kecerdasan emosi yaitu:
a. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor
internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan

40
mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif.
Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak
emosional.Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak
jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan
impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa.
Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu
mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa
sunah Senin Kamis.
b. Faktor Pelatihan Emosi
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan
kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan
nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu
kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa
sunahSenin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih
agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri.
Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara
hati yang jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
c. Faktor Pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan
kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan
bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di
sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah
tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan
dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa
sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang
memunculkan kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu
untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan,
keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau

2.4 Manfaat Kecerdasan Emosional


1. Lebih Sehat secara Spiritual
Emosi adalah hal wajar dan pasti dimiliki oleh banyak orang. Meski demikian, kita
tetap harus mengendalikannya dengan baik. Menuruti emosi yang berlebihan apalagi jenis
emosi yang tidak baik justru bisa memunculkan masalah yang baru. Dampak, Anda jadi
mudah sekali terluka, tersinggung, dan tidak ada ketenangan batin.
Kalau Anda mampu mengendalikan emosi dengan baik, pikiran akan lebih stabil.
Anda bisa lebih mudah melakukan komunikasi dengan orang lain. Selain itu ketenangan
yang dimiliki juga membuat Anda mudah beribadah. Komunikasi dengan Tuhan bisa
berjalan lancar.

41
2. Lebih Mudah Tenang dan Jarang Stres
Kalau Anda mengalami kenaikan emosi secara berlebihan atau tidak stabil,
kemungkinan besar akan mudah tidak tenang. Begitu pemicu muncul emosi jadi naik dan
mood jadi ikut buruk dengan sendirinya. Kalau mood sampai buruk, Anda akan sulit sekali
mengendalikan diri dan produktivitas anjlok.
Kalau emotional quotient dimiliki dan cukup tinggi, kemampuan Anda dalam
mengendalikan diri akan naik. Dengan pengendalian diri inilah Anda tidak akan mudah
mengalami bad mood. Meski hal buruk sedang terjadi, kemungkinan besar Anda bisa
berpikir dengan jernih.
3. Menerima Keadaan dan Bahagia
Menjadi bahagia adalah pilihan. Bahkan dengan keadaan yang biasa sekali pun
Anda tetap bisa bahagia dengan baik. Sebaliknya kalau tidak bisa menerima keadaan dan
cenderung pemarah, hidup tidak akan menjadi tenang dan bahagia.
Apa pun kondisinya sebisa mungkin untuk tetap mengendalikan emosi dengan baik. Jangan
terlalu menuruti mood yang buruk. Pikir semuanya perlahan-lahan agar kebahagiaan bisa
segera muncul.
4. Menjadi Lebih Bijaksana
Terbiasa berpikir dahulu dan mengendalikan emosi dengan baik akan membuat
Anda jadi bijaksana. Kalau ada masalah atau dihadapkan pada suatu hal, Anda bisa
menyikapinya dengan lebih bijak dan tidak sembrono.
Misal ada berita yang disebarkan di media sosial. Setelah membacanya mungkin Anda akan
ikut emosi atau kesal dengan isinya. Namun, karena memiliki kemampuan pengendalian
emosi yang baik Anda jadi mencari fakta dan tidak asal membagi dengan kata-kata marah.
5. Kemampuan Penyelesaian Masalah yang Baik
Mengendalikan emosi atau memiliki emotional quotient yang baik tidak hanya akan
membuat Anda jadi tenang dan mudah mengendalikan diri. Namun, juga mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik.
Dengan pikiran yang tenang, Anda tidak akan grusa-grusu dalam bertindak. Semua akan
dipikirkan matang-matang, agar bisa menyelesaikannya dengan sempurna.
6. Lebih Sehat secara Fisik
Sering mengalami kenaikan emosi, mudah marah, hingga mudah tersinggung akan
membuat kadar stres di tubuh meningkat. Peningkatan ini menyebabkan tubuh mengalami
gangguan secara mental atau fisik. Gangguan mental bisa berupa stres yang berlebihan
hingga anxiety.
Selain mental, fisik juga akan dipengaruhi secara masif. Kadar stres yang tinggi bisa
memengaruhi nafsu makan. Anda bisa makan berlebihan dan memicu obesitas. Selanjutnya
gangguan tidur seperti insomnia juga bisa muncul dan memperburuk keadaan.

42
Jangan menyepelekan masalah emosi. Meski terlihat tidak ada hubungannya, emosi
memengaruhi fisik cukup kuat. Bahkan, kalau Anda mudah sekali marah, risiko terkena
hipertensi akan sangat besar.

43
KELOMPOK 8
KECERDASAN SPIRITUAL

2.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual


Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient disingkat SQ) adalah kecerdasan untuk
memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain (Zohar,
2001).
SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan Intellegent Quotient (IQ)
dan Emotional Quotient (EQ) secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi
kita, karena SQ merupakan landasan dan sumber dari kecerdasan yang lain.
Kecerdasan spiritual adalah potensi dari dimensi non-material atau roh manusia
(Khavari, 2000). Potensi tersebut seperti intan yang yang belum ter-asah yang dimiliki oleh
semua orang. Selanjutnya, tugas setiap oranglah untuk mengenali potensi masing-masing
sekaligus menggosoknya hingga berkilau dengan tekad yang besar dan menggunakannya
untuk memperoleh kebahagiaan abadi.
Spiritualitas, dalam pengertian yang luas, merupakan hal yang berhubungan dengan
spirit. Sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran abadi yang berhubungan dengan tujuan
hidup manusia, sering dibandingkan dengan sesuatu yang yang bersifat duniawi dan
sementara (Hasan, 2006:289).

2.2 Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual


Menurut Abdul Wahid (2006:69-71) beberapa ciri-ciri orang yang memiliki
kecerdasan spiritual adalah :
a. Memiliki prinsip dan pegangan hidup yang jelas dan kuat yang berpijak pada
kebenaran universal baik berupa kasih sayang, keadilan, kejujuran, toleransi,
integritas dan lain-lain. Semua itu menjadi bagian terpenting dalam kehidupan dan
tidak dapat dipisahkan. Dengan prinsip hidup yang kuat, ia menjadi orang yang
betul-betul merdeka dan tidak diperbudak oleh siapapun.
b. Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan
memiliki kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. Berbagai
penderitaan, halangan, rintangan, dan tantangan yang hadir dalam kehidupan
dihadapi dengan senyuman dan keteguhan hati, karena itu semua adalah bagian dari
proses menuju kematangan kepribadian secara umum, baik moral dan spiritual.
c. Mampu memaknai pekerjaan dan aktivitasnya dalam kerangka dan bingkai yang
lebih luas dan bermakna. Sebagai apapun profesinya, sebagai presiden, menteri,
dokter, dosen, bahkan nelayan, petani, buruh, atau tukang reparasi mobil, sepeda

44
motor hingga tukang tambal ban, tukang sapu dan lain-lain, ia akan memaknai
semua aktifitas yang dijalani dengan makna yang luas dan dalam. Dengan motivasi
yang luhur dna suci.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kecerdasan spiritual
adalah orang yang dalam hidupnya bersikap jujur, penuh energi, memiliki motivasi yang
tinggi, spontan, tidak penuh curiga, terbuka menerima hal-hal baru, senang belajar, mudah
memaafkan, tidak mendendam, berani mencoba hal-hal baru serta tidak mudah putus asa
jika mengalami atau menghadapi kegagalan dalam kehidupan berkeluarga dan
berorganisasi.

2.3 Pentingnya Kecerdasan Spiritual


Karyawan dengan SQ yang tinggi biasanya akan lebih cepat mengalami pemulihan
dari suatu penyakit, baik secara fisik maupun mental. Ia lebih mudah bangkit dari suatu
kejatuhan atau penderitaan, lebih tahan menghadapi stres, lebih mudah melihat peluang
karena memiliki sikap mental positif,serta lebih ceria, bahagia dan merasa puas dalam
menjalani kehidupan.
Berbeda dengan karyawan yang memiliki SQ rendah. Pada orang dengan SQ rendah,
keberhasilan dalam hal karier, pekerjaan, penghasilan, status dan masih banyak lagi hal-hal
yang bersifat materi ternyata tidak selalu mampu membuatnya bahagia. Persaingan dan
perbedaan kepentingan yang berlangsung begitu ketat sering kali membuat manusia
kehilangan arah dan identitas.
Perubahan teknologi yang pesat menghasilkan tekanan yang begitu besar, yang
terkadang membutakan manusia dengan kecerdasan spiritual rendah dalam menjalani visi
dan misi hidupnya, membuat ia lupa melakukan refleksi diri dan lupa menjalankan
perannya sebagai bagian dari komunitas.Kesibukan kerja dan keberhasilan yang dicapai
tidak diamalkannya untuk penciptaan arti dan nilai bagi lingkungan.

2.4 Cara Membentuk Kecerdasan Spiritual


Manusia memiliki pikiran dan roh, ingin mencari arti dan tujuan, berhubungan dengan
orang lain dan menjadi bagian dari komunitas. Oleh karenanya,organisasi perlu membentuk
budaya spiritualitas di lingkungan kerja.
Organisasi yang bersifat spiritual membantu karyawannya untuk mengembangkan dan
mencapai potensi penuh dari dirinya (aktualisasi diri). Robbins & Judge dalam bukunya
yang berjudul Organizational Behavior menyebutkan budaya spiritualitas yang perlu
dibentuk adalah:
a. Strong sense of purpose. Meskipun pencapaian keuntungan itu penting, tetapi hal itu
tidak menjadi nilai utama dari suatu organisasi dengan budaya spiritual.Karyawan
membutuhkan adanya tujuan perusahaan yang lebih bernilai, yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk visi dan misi organisasi.

45
b. Trust and respect. Organisasi dengan budaya spiritual senantiasa memastikan
terciptanya kondisi saling percaya, adanya keterbukaan dan kejujuran. Salah
satunya dalam bentuk manajer dan karyawan tidak takut untuk melakukan dan
mengakui kesalahan.
c. Humanistic work practices. Jam kerja yang fleksibel,penghargaan berdasarkan kerja
tim,mempersempit perbedaan status dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap hak-
hak individu pekerja, kemampuan karyawan, dan keamanan kerja merupakan
bentuk-bentuk praktik manajemen sumber daya manusia yang bersifat spiritual.
d. Toleration of employee expression. Organisasi dengan budaya spiritual memiliki
toleransi yang tinggi terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi karyawan. Humor,
spontanitas, keceriaan di tempat kerja tidak dibatasi. Saat ini sudah cukup banyak
perusahaan yang menerapkan budaya spiritualitas di tempat kerja.
Bahkan, ada perusahaan yang mendorong dan mengizinkan setiap karyawan untuk
menyediakan satu persen dari waktu kerjanya untuk melakukan pekerjaan sukarela bagi
pengembangan komunitas, seperti membagikan makanan kepada para tunawisma, kerja
bakti membersihkan taman umum, mendirikan perpustakaan atau rumah baca untuk anak-
anak jalanan, dan memberi bantuan bagi korban bencana alam.

2.5 Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap Karyawan


Dengan terbentuknya budaya spiritualitas di tempat kerja, diharapkan akan terbentuk
karyawan yang happy, tahu dan mampu memenuhi tujuan hidup. Karyawan yang demikian
umumnya memiliki hidup yang seimbang antara kerja dan pribadi, antara tugas dan
pelayanan.
Pada umumnya, mereka juga memiliki kinerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian yang
dilakukan sebuah perusahaan konsultan besar, penerapan lingkungan kerja.
Southwest Airlines adalah contoh sukses sebuah organisasi spiritual. Pembentukan
budaya spiritual di Southwest Airlines telah membuat perusahaan itu menjadi salah satu
perusahaan penerbangan dengan turn over terendah, secara konsisten memiliki biaya tenaga
kerja terendah per jarak penerbangan, secara tetap mencatat waktu tiba yang lebih cepat dan
tingkat komplain yang lebih rendah dibandingkan pesaingnya, dan terbukti merupakan
perusahaan penerbangan yang paling konsisten dalam hal keuntungan di industri
penerbangan Amerika Serikat.yang spiritual meningkatkan produktivitas dan menurunkan
turn over.
Studi lainnya menunjukkan, karyawan yang kecerdasan spiritualnya tinggi dan
didukung lingkungan kerja yang juga spiritual, secara positif menjadi lebih kreatif,
memiliki kepuasan kerja yang tinggi, mampu bekerja dengan baik secara tim, dan memiliki
komitmen yang tinggi terhadap organisasi.

46
KELOMPOK 9
MANAJEMN SUMBER DAYA PARIWISATA

A. Pengertian SDM Pariwisata


SDM Pariwisata adalah Seluruh aspek manusia yang mendukung kegiatan wisata baik
bersifat tangible maupun intangible yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan
mewujudkan terciptanya kepuasan wisatawan serta berdampak positif terhadap
ekonomi, kesejahteraan, dan kelestarian lingkungan dan budaya di suatu kawasan
wisata.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
pengertian SDM dapat terkait dengan Pariwisata adalah “berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.” Sedangkan yang dimaksud dengan
Kepariwisataan adalah “seluruh kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multidimensi serta multi disiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang
dan negara serta interaksi antar wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah daerah, dan pengusaha”. Sedangkan Industri Pariwisata adalah
“kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang
dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan
pariwisata.”
Pariwisata sebagai sebuah industri yang sangat bergantung pada keberadaan manusia.
Terwujudnya pariwisata merupakan interaksi dari manusia yang melakukan wisata yang
berperan sebagai konsumen yaitu pihak-pihak yang melakukan perjalanan
wisata/wisatawan dan manusia sebagai produsen yaitu pihak-pihak yang menawarkan
produk dan jasa wisata. Sehingga aspek manusia salah satunya berperan sebagai motor
penggerak bagi kelangsungan industri pariwisata di suatu negara.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai peran dan kondisi SDM dalam
industri pariwisata, maka pada pembahasan ini akan mengidentifikasi dan merumuskan
pengertian SDM pariwisata, jenis dan klasifikasinya, peranannya terhadap
perkembangan industri pariwisata, posisi daya saing dan kebutuhan di masa yang akan
datang.
Keberadaan SDM berperanan penting dalam pengembangan pariwisata. SDM
pariwisata mencakup wisatawan/pelaku wisata (tourist) atau sebagai pekerja
(employment). Peran SDM sebagai pekerja dapat berupa SDM di lembaga pemerintah,
SDM yang bertindak sebagai pengusaha (wirausaha) yang berperan dalam menentukan
kepuasan dan kualitas para pekerja, para pakar dan profesional yang turut berperan
dalam mengamati, mengendalikan dan meningkatkan kualitas kepariwisataan serta yang
tidak kalah pentingnya masyarakat di sekitar kawasan wisata yang bukan termasuk ke

47
dalam kategori di atas, namun turut menentukan kenyamanan, kepuasan para wisatawan
yang berkunjung ke kawasan tersebut.

B. Keterkaitan antara SDM dengan Pariwisata


SDM merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam memajukan sektor
pariwisata. Pentingnya SDM di sektor pariwisata adalah manusia (people) merupakan
sumber daya yang sangat penting di sebagian besar organisasi. Khususnya di organisasi
berbasis jasa (service-based organization), SDM berperan sebagai faktor kunci dalam
mewujudkan keberhasilan kinerja (Evans, Campbell, & Stonehouse, 2003). Pada
beberapa industri, faktor manusia berperan penting dan menjadi faktor kunci sukses
terhadap pencapaian kinerja. Seperti pada industri pariwisata, dimana perusahaan
memiliki hubungan langsung yang bersifat intangible (tak berwujud) dengan konsumen
yang sangat bergantung pada kemampuan individu karyawan dalam membangkitkan
minat dan menciptakan kesenangan serta kenyaman kepada para konsumennya.
Demikian  juga atraksi wisata di suatu daerah tujuan wisata, intinya merupakan faktor
manusia yang akan menentukan apakah para pengunjung (wisatawan) akan
memperoleh pengalaman total dan akan berkunjung kembali. Pengembangan SDM di
industri pariwisata saat ini menghadapi tantangan global yang memerlukan solusi
dengan menembus batasan-batasan Negara, wilayah dan benua. Salah satu solusi yang
perlu ditempuh adalah dengan meningkatkan kompetensi SDM yang dimiliki suatu
Negara termasuk Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan yang
tepat.

48

Anda mungkin juga menyukai