Anda di halaman 1dari 2

SIMPULAN / JAWABAN DARI SKENARIO KASUS

Kasus diatas dapat dikategorikan sebagai kasus malpraktik keperawatan dengan pertimbangan sebagai
berikut :

1. Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional yang bertentangan dengan standard
operating procedure (SOP), kode etik, dan undang-undang yang berlaku, baik disengaja maupun akibat
kelalaian yang mengakibatkan kerugian atau kematian pada orang lain. Berkenaan dengan poin ini
adalah kondisi dimana pasien tidak mengalami pembersihan dan pergantian pembalut luka standar
pasca operasi.

Untuk dapat menilai dan membuktikan suatu perbuatan (tindakan medis) termasuk kategori malpraktik
atau tidak, ada 4 unsur yang dapat dipertimbangkan :
a. Adanya kewajiban ( duty), dalam unsur ini tidak ada kelalaian jika tidak terdapat kewajiban,
oleh karena itu unsur yang pertama ini menyatakan harus ada hubungan hukum antara pasien
dengan dokter/rumah sakit.
b. Adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas (dereliction), yaitu dokter dalam melakukan
kewajiban terhadap pasien melakukan tindakan penyimpangan dari standar profesi tersebut.
c. Penyimpangan akan mengakibatkan kerusakan (direct caution), dalam unsur ini terdapat
hubungan kausal yang jelas antara tindakan medik yang dilakukan dokter dengan kerugian
yang dialami pasien.
d. Sang dokter akan menyebabkan kerusakan (damage), yaitu bahwa tindakan medik yang
dilakukan dokter merupakan penyebab langsung timbulnya kerugian terhadap pasien.

2. Kelalaian atau ketidak hati-hatian dalam berbuat atau bertindak, yang diakomodir pada Pasal 1366
dan Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata. Dalam kasus ini adalah keadaan lalai mengganti pembalut luka
pasien yang seharusnya teridentifikasi saat melakukan kontrol ke ruangan pasca operasi yang
ditempati pasien.
3. Pasal 1239 KUH Perdata mengenai wanprestasi (ingkar janji) , dimana terungkap melalui kondisi
memburuknya pasien karna luka pasca operasinya tidak mengering serta menimbulkan rasa sakit.
4. Bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktik diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu berupa pengaturan pertanggungjawaban untuk
memberikan ganti rugi kepada korban malpraktik selaku konsumen, sebagai akibat adanya kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatannya atau malpraktik yang dilakukan oleh pelaku usaha serta
pengaturan pemberlakuan ketentuan hukum pidana yang disertai dengan pidana tambahan.
a. Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang selengkapnya dinyatakan bahwa “Pelaku
usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan”.
b. Ganti kerugian yang dapat dimintakan oleh korban malpraktik menurut Pasal19 ayat (2) UU
Perlindungan Konsumen dapat berupa pengembalian uang penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Karena korban harus menjalani perawatan lanjutan akibat rasa nyeri dan luka basah yang
diterimanya, sehingga berdasarkan pasal-pasal diatas maka pihak rumah sakit perlu melakukan
penanggungan biaya atas perawatan lanjutanyang harus dijalani korban akibat kelalaian yang
terjadi
5. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia No.4 Tahun 2018 dapat menjadi salah
satu rujukan tentang kondisi Malpraktik yang disebutkan diatas, karena didalam Permenkes ini
terdapat pemaparan tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Hendaknya Masyarakat
mempelajari dan memahami Peraturan Menteri Kesehatan(Permenkes) Republik Indonesia No.4
Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakitdan Kewajiban Pasien. Dimana didalamnya terdapat
aturan-aturan preventif yang dapat menjaga kemungkinan terjadinya malpraktik.

Anda mungkin juga menyukai