Anda di halaman 1dari 12

METABOLISME KABOHIDRAT TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI

Tugas Mata Kuliah


Fisiologi dan Nutrisi Ternak

Disusun oleh :
Ahlu Ridho (D2A019001)
Widi Utami P (D2A019006)

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS PETERNAKAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN
PURWOKERTO
2019
PENDAHULUAN

Sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi perah


Friesian Holstein (FH). Sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang memiliki
tingkat produksi susu tertinggi dengan kadar lemak yang relatif rendah
dibandingkan sapi perah lainnya (Blakely dan Blade 1998). Meningkatkan
kapasitas produksi susu dalam negeri diperlukan peningkatan jumlah populasi
sapi perah dan produktivitas sapi perah dalam negeri. Produktivitas sapi perah
sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas genetik ternak, tata
laksana pemberian pakan, umur beranak pertama, periode laktasi, frekuensi
pemerahan, masa kering kandang, dan kesehatan (Schmidt et al. 1988).
Tampilan produksi dan kualitas susu sapi perah di Indonesia berkategori
rendah. Salah satu factor yang mempengaruhi tampilan produksi dan kualitas susu
tersebut adalah pakan. Tujuan utama pemberian pakan sapi perah adalah
menemukan pakan ekonomis yang dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok,
kebuntingan, dan produksi susu bagi induk. Peningkatan kemampuan produksi
susu sapi perah dapat dilakukan dengan cara perbaikan kualitas pakan.
Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama untuk keberhasilan
suatu usaha peternakan. Pakan bagi ternak berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok, produksi dan reproduksi. Jenis pakan yang diberikan pada sapi
perah dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu, serta dapat berpengaruh
terhadap kesehatan sapi perah. Pakan untuk sapi perah yang laktasi terdiri atas
sejumlah hijauan dan konsentrat (Siregar, 2001). Peranan hijauan pakan menjadi
lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan.
Pemberian hijauan yang lebih banyak menyebabkan kadar lemak susu tinggi
karena kadar lemak dalam susu tergantung dari kandungan serat.
Kualitas pakan yang kurang tercukupi untuk induk sapi potong dan sapi
perah akan menekan laju pertambahan bobot produktivitas menurun serta fungsi
organ reproduksi terganggu. Pakan yang diberikan pada ternak berupa konsentrat
dan hijauan yang mana ketersediaan hijauan mengalami penurunan terutama pada
waktu musim kemarau. Berdasarkan kebutuhan bahan pakan ternak dapat
tercukupi dari jerami padi, akan tetapi kebutuhan energi rendah hal ini disebabkan
oleh kandungan serat kasar jerami padi yang sangat tinggi. Oleh sebab itu
diperlukan suplementasi berupa pakan yang mengandung nutrisi cukup untuk
mendukung produksi maupun perbaikan reproduksi induk sapi potong dan sapi
perah. Salah satu metode pemberian pakan pada induk sapi potong dan sapi perah
adalah metode flushing. Flushing merupakan metode untuk memperbaiki kondisi
tubuh ternak melalui perbaikan pakan sehingga ternak siap untuk melakukan
proses reproduksi, antara lain bunting, beranak dan menyusui pedet. Perbaikan
kondisi tubuh pada induk sapi potong sebelum dikawinkan dapat mengoptimalkan
proses reproduksi ternak sehingga dapat mengurangi angka kawin berulang.
PEMBAHASAN

Rohmah et al (2017) melakukan penelitian dengan materi yang digunakan


dalam penelitian 22 ekor induk sapi potong (12 ekor induk sapi SimPO, 10 ekor
induk sapi LimPO) yang di-flushing dan 27 ekor induk sapi potong (14 ekor induk
sapi SimPO, 13 ekor induk sapi LimPO) yang diberi perlakuan non flushing milik
kelompok tani ternak. Pemilihan induk sapi potong berdasarkan kondisi fisiologis
yaitu tidak sedang bunting, telah mencapai pubertas serta dewasa tubuh (≥ 18
bulan) dengan bobot badan 300-500 kg, sehat, reproduktivitas secara fisiologis
normal minimal melahirkan 1 kali. Induk sapi potong diberi pakan sesuai dengan
kebiasaan peternak (T0) dan pakan tambahan berupa konsentrat rumput gajah dan
jerami padi ± 30 kg + konsentrat 2 kg/ekor/hari (T1).
Parameter yang diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan
secara flushing dan non flushing pada induk sapi potong adalah intensitas birahi
dan angka kebuntingan. Pengamatan parameter intensitas birahi induk sapi potong
berdasarkan pemberian skor dengan interval 1-3 (skor 1 kurang jelas, skor 2 jelas
dan skor 3 sangat jelas) terhadap induk sapi potong yang menampakkan birahi.
Angka kebuntingan ditentukan berdasarkan hasil diagnosis kebuntingan melalui
palpasi rektal (PKB) oleh inseminator dalam waktu 3 bulan setelah inseminasi
buatan.
Kandungan nutrisi pakan flushing dan non flushing induk sapi potong
dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 bahwa pemberian pakan non flushing
yang terdiri dari rumput gajah dan jerami kandungan TDN dan protein kasarnya
rendah sedangkan serat kasarnya tinggi. Hal ini dimungkinkan pengaruh lama
pemotongan hijauan tersebut. Rumput gajah dipanen pada saat umur 90 hari
setelah tanam sedangkan jerami padi diberikan pasca pengambilan hasil utama
padi. Djajanegara (1998) menyatakan bahwa semakin tua umur tanaman pada saat
pemotongan, maka semakin berkurang kadar protein dan serat kasarnya semakin
tinggi.
Tabel 1. Perbandingan kandungan nutrisi induk sapi potong yang di-flushing dan
non flushing

Pemberian pakan secara flushing dapat meningkatkan kandungan nutrien


PK dan TDN dibandingkan pakan secara non flushing. Peningkatan PK dan TDN
digunakan ternak sebagai energi untuk produksi maupun memperbaiki aktifitas
reproduksi induk sapi potong. Aktifitas reproduksi pada induk sapi potong
membutuhkan kandungan protein kasar sebesar 7% (National Research Council,
2000). Sutiyono et al. (1999) menyatakan bahwa kualitas pakan khususnya
protein merupakan perangsang yang baik untuk terjadinya ovulasi. Rendahnya
kualitas pakan dalam tiga bulan awal setelah beranak terutama kandungan protein
kasar (PK) merupakan penyebab tidak optimalnya periode birahi. Nutrisi ternak
dalam jumlah dan kualitas yang cukup akan menjamin kelangsungan fungsi-
fungsi dalam tubuh ternak termasuk fungsi reproduksi. Menurut Toelihere (1981)
bahwa kebutuhan reproduksi tidak akan terganggu apabila kebutuhan nutrisi
untuk kebutuhan hidup pokok sudah terpenuhi. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa pada saat birahi berlangsung induk sapi potong
yang di flushing dan non flushing tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan rata-rata skoring intensitas tampilan birahi sama.
Tabel 2. Nilai Median Intensitas Berahi Sapi

Keterangan : Skor 1 : tidak menunjukkan tanda-tanda birahi;


Skor 2 : menunjukkan tanda-tanda birahi namun kurang jelas
Skor 3 : menunjukkan tanda-tanda birahi dengan jelas

Menunjukkan bahwa pemberian perlakuan flushing induk sapi potong


terhadap intensitas birahi belum memperlihatkan penampilan jelas pada fase
birahi. Hal ini dimungkinkan pemberian pakan kedua perlakuan tersebut belum
dapat merangsang produksinya FSH. Kebutuhan pakan yang mencukupi pada
induk sapi potong dapat memperlihatkan penampilan birahi yang jelas karena
dapat merangsang hipothalamus, sehingga pituitary anterior dapat mengeluarkan
FSH dan LH yangakan merangsang pertumbuhan folikel untuk menjadi folikel de
Graaf (Toelihere, 1981). Kekurangan protein dalam ransum kemungkinan
disebabkan oleh defisiensi asam amino yang berfungsi sebagai biosintesis
gonadotropin dan hormon gonadal. Ketersediaan lemak dalam tubuh dibutuhkan
untuk prekursor pembentukan steroid, sehingga mempercepat timbulnya birahi.
Pemberian pakan mempengaruhi sintesa maupun pelepasan hormon dan
kelenjar-kelenjar endokrin. Kebutuhan nutrisi pakan yang semakin tercukupi
untuk kebutuhan pokok dan produksi, maka kebutuhan nutrisi untuk
perkembangan dan perbaikan reproduksi juga tercukupi. Hal ini disebabkan
karena pakan yang di makan ternak sebagian besar digunakan untuk sintesa
hormon reproduksi. Pemberian pakan secara flushing dapat mempengaruhi sel
granulosa dalam memproduksi estrogen dengan cara mengubah androgen menjadi
estadiol melalui proses aromatisasi. Estrogen merupakan hormon yang berperan
dalam menunjukkan tanda-tanda birahi. Pada fase proestrus serviks mengalami
relaksasi gradual dan semakin banyak mensekresikan mucus yang tebal dan
berlendir dari sel-sel goblet pada serviks dan vagina anterior dan dari kelenjar-
kelenjar uterus. Ketersediaan lemak dalam tubuh dibutuhkan untuk prekursor
pembentukan steroid, sehingga mempercepat birahi (Khodijah et al., 2014).
Bagan 1. Karbohidrat Pakan Menjadi Karbohidrat Susu

Karbohidrat Ransum

CH4 CO2
4 2
ALT

C2 C3 C4
2 3 4

Pemecahan protein
(glukoneogenesis)

GLUKOSA DARAH

GLISEROL SUSU TRIGLISERIDA SUSU

MENSINTESIS GULA UTAMA SUSU (LAKTOSA)


Pemberian pakan dengan kualitas yang baik akan mempengaruhi tampilan
reproduksi selain itu dapat mempengaruhi produksi susu sapi. Berikut merupakan
metabolisme karbohidrat dengan mempengaruhi produksi susu (Bagan 1).
Makanan ternak berupa rumput dan konsentrat akan mengalami proses fermentasi
oleh mikroba rumen. Ransum ternak ruminansia sebagian besar terdiri dari
hijauan yang mengandung karbohidrat struktural berupa serat kasar (selulosa dan
hemiselulosa) dan karbohidrat sederhana yang mudah terfermentasi (gula, pati),
yang kemudian keduanya akan terfermentasi menjadi Asam Lemak Terbang
(ALT), CH4, dan CO2. Van Soest (1994) menyatakan bahwa sebagian besar
konsentrat berupa karbohidrat non struktural. Proses pencenaan karbohidrat non
struktural di dalam rumen lebih mudah dan lebih cepat jika dibandingkan dengan
karbohidrat struktural, sehingga karbohidrat non struktural memberikan kontribusi
produksi ALT yang lebih tinggi dari pada karbohidrat struktural. Produksi ALT
penting untuk mengetahui proses fermentasi karbohidrat dan berhubungan dengan
produktivitas ternak karena sebagian besar ALT dalam rumen berasal dari
fermentasi karbohidrat pakan (Hungate, 1996)
Hasil utama pencernaan karbohidrat dalam rumen adalah asam lemak
terbang (ALT) terutama asetat (C2), propionat ( C3), butirat (C4), laktat dan format
(Parakkasi, 1999). Produksi yang terpenting dan potensial sebagai sumber energi
untuk pertumbuhan bagi mikroba adalah asam asetat, propionat, dan butirat
(Hvelplund, 1991). ALT berperan dalam penyediaan energi dalam ternak
ruminansia. Karbohidrat pakan di dalam rumen mengalami dua tahap pencernaan
oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Tahap pertama,
karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa,
fruktosa, dan pentose. Selanjutnya gula sederhana tersebut dipecah menjadi asam
asetat, asam propionat, asam butirat, CO2, dan CH4. Banyaknya ALT yang
dihasilkan di dalam rumen sangat bervariasi tergantung pada jenis ransum yang
dikonsumsi. (McDonald, dkk., 2002),.
Perbandingan ALT dalam rumen sapi yaitu 65% asam asetat, 24% asam
propionat, 21% butirat. (Arora, 1989). Asam lemak mudah menguap diserap
dinding rumen melalui tonjolan-tonjolan seperti jari yang disebut vili. Sekitar 75%
dari total ALT yang diproduksi akan diserap langsung di retikulo-rumen masuk ke
darah, sekitar 20,5% diserap di abomasum dan omasum, sisanya sekitar 5%
diserap diusus halus. Sebagian besar ALT diserap langsung melalui dinding
rumen, sedikit asetat, propionat, dan sebagian besar butirat termetabolisasi dalam
dinding rumen (Parakkasi, 1999).
Karbohidrat utama dalam darah sapi yaitu glukosa. Sebagian besar
karbohidrat ransum difermentasi menjadi asam lemak terbang di dalam rumen
sapi perah. Salah satu asam lemak ini adalah propionat. Propionat diubah menjadi
glukosa di dalam hati. Sumber penting lainnya dari glukosa darah ruminan berasal
dari pemecahan protein (glukoneogenesis) di perifer jaringan ambing. Level
glukosa darah ruminan hanya setengah dari yang ditemui dalam hewan
nonruminan. Pengambilan ambing terhadap glukosa merupakan faktor pembatas
utama untuk sekresi susu maksimal sapi perah.
Penggunaan Glukosa
Glukosa darah sapi digunakan oleh sel ambing dalam berbagai cara dan tiap
alur penting untuk membentuk susu. Contoh memperlihatkan keadaan seperti
berikut. (1) Glukosa digunakan untuk mensintesis gula utama susu berupa laktosa.
(2) Glukosa adalah sumber utama energi yang berbentuk ATP. (3) Glukosa dapat
digunakan untuk menyusun gliserol dari trigliserida susu. Dan (4), glukosa
digunakan dalam sintesis RNA. Tanpa glukosa, sintesis susu hanya berlanjut
dalam beberapa menit.
Biosintesis Laktosa
Gula utama susu adalah disakarida yang berbentuk laktosa. Laktosa disusun
oleh satu molekul glukosa dan satu molekul galaktosa. Laktosa bertanggung
jawab langsung terhadap rasa manis susu. Laktosa juga merangsang pertumbuhan
bakteri tertentu yang membentuk asam laktat di dalam usus halus pedet. Dan,
asam laktat dipercaya membantu penyerapan Ca dan P untuk pembentukan tulang
pedet muda.
Glukosa merupakan prekursor laktosa. Dua molekul glukosa memasuki sel
ambing untuk tiap molekul laktosa yang dibentuk. Kondensasi molekul glukosa
kedua terjadi di dalam aparatus Golgi dan dikatalis oleh enzim yang disebut
laktosa sintetase. Enzim ini disusun oleh dua subunit. Salah satu sub unit ini
adalah -laktalbumin yang menjadi komponen protein utama dalam susu. Karena
itu, -laktalbumin berfungsi sebagai enzim dan protein untuk pakan pedet.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Arora SP. 1995. Percernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta (ID): Gajah
Mada University Press

Blakely J, Blade DH. 1998. Ilmu Peternakan. Srigandono B, penerjemah;


Sudarsono, editor. Ed ke- 4. Yogyakarta (ID). Gajah Mada University
Press

Khodijah, L., R. Zulihar, M. A. Wiryawan dan D. A. Astuti. 2014. Suplementasi


minyak bunga matahari (Helianthus annuus) pada ransum pra kawin
terhadap konsumsi nutrien, penampilan dan karakteristik estrus domba
garut. JITV. 19 (1) : 9-16

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal


Nutrition. 6th Ed. London (GB). Pretice all.

Partodiharjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Wijaya, Jakarta.

Prihatno, A. Kusumawati., N. W. K. Karja dan B. Sumiarto. 2013. Profil Biokimia


Darah Pada Sapi Perah Yang Mengalami Kawin Berulang. J. Kedokteran
Hewan. 7 (1) : 29-31.
Rohmah, N., Y. S. Ondho., dan D. Samsudewa.2017. Pengaruh Pemberian Pakan
Flushing dan Non Flushing terhadap Intensitas Birahi dan Angka
Kebuntingan Induk Sapi Potong. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol.
12(3)
Schmidt GH, Van Vleck LD, Hutjens MP. 1988. Principles of Dairy Science. 2th
Ed. New Jersey (US): Prentice Hall.

Siregar SB. 2001. Peningkatan kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi
melalui perbaikan pakan dan frekuensi pemberiannya. JITV. 6(2):76-82.

Sutiyono, Risko, E. T. Setiatin, B. Purboyo, C. M. S. Lestari dan R. Adiwinarti.


1999. Pengaruh flushing terhadap kecepatan dan lama birahi pada Domba
yang diserentakkan birahinya menggunakan progestagen. Seminar Pusat
Pengembangan Teknologi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Toelihere, M. R. 1977. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai