Anda di halaman 1dari 34

TUGAS KMB II

(GAGAL GINJAL KRONIK DAN BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA

Oleh

Nama :Iren sany uhnana

Npm : 12114201180153

Prodi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kesehatan

Universitas Kristen Indonesia Maluku

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat-Nya saya masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini. Penulis menyadari bahwa dalam mengerjakan makaalah ini masih banyak
kekurangan dan juga jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharap
kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan terselesainya makalah ini
dapat memberikan ilmu, informasi, pengetahuan, dan wawasan baru yang
bermanfaat, guna untuk mengembankan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan  bagi kita semua.

Ambon ,28 maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
3. Maanfaat
B. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Teori tentang Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik.
2. Tinjauan Teori tentang Farmakologi Gagal Ginjal Kronik.
3. Tinjauan Teori tentang Terapi Diet pada Gagal Ginjal Kronik.
4. Asuhan Keperawatan pada Gagal Ginjal Kronik.
5. Tinjauan Teori tentang Patofisiologi BPH.
6. Tinjauan Teori tentang Farmakologi BPH.
7. Tinjauan Teori tentang Terapi Diet pada BPH.
8. Asuhan Keperawatan pada BPH.
C. BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Gagal ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk
membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang
kemudian dikeluarkan oleh tubuh. Tetapi pada kondisi tertentu karena adanya
gangguan pada ginjal, funsi tersebut akan berubah. Gagal ginjal kronik biasanya
terjadi secara perlahan-lahan sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam
kondi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Gagal ginjal kronik
dapat terjadi pada semua umur dan semu tingkat social ekonomi. Pada penderita
gagal ginjal kronik, keemungkinan terjadinya kematian sebesar 85%.
Benign prostatic hyoerplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh Karena hyperplasia beberapa atau semua dokumen prostat
meliputi jaringan kelenjar/ kelenjar fibromuskuler yang meneyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika.
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya Benigne prostat Hyperplastia sampa
sekarang belum diketahui secara pasti tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benigne prostat Hyperplastia yaitu testis dan usia lanjut. Prostat
merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan terdapat pula
dianggap undangan ( counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah
karena tidak adanya keseimbangan endokrin.
Melihat kondisi seperti di atas, maka perawat harus dapat mendeteksi secara
dini tanda dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik dan Benigne Postat
Hyperplastia. Sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara
komperhensip pada klien dengan gagal ginjal kronik dan Benigne Postat
Hyperplastia.
1. Tujuan penulisan
a. Dapat Mengetahui Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik.
b. Dapat Mengetahui Farmakologi Gagal Ginjal Kronik.
c. Dapat Mengetahui Terapi Diet pada Gagal Ginjal Kronik.
d. Mampu membuat Asuhan Keperawatan pada Gagal Ginjal Kronik.
e. Dapat Mengetahui tentang Patofisiologi BPH.
f. Dapat Mengetahui Farmakologi BPH.
g. Dapat Mengetahui Terapi Diet pada BPH.
h. Mampu membuat Asuhan Keperawatan pada BPH

1. Manfaat penulisan
Membantu mahasiswa untuk mengetahui secara keseluruhan apa itu Gagal
Ginjal Kronik dan Benigne Prostat Hyperplastia serta mampu dalam membuat
Asuhan keperawatan dari Gagal Ginjal Kronik dan Benigne Prostat Hyperplastia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Patofisiologi gagal ginjal kronik


Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang
akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit
glomerulus baik primer maupunsekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis
interstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjalkronik
melibatkan 2 mekanisme kerusakan :
a. mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakanselanjutnya
seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis,
atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium;
b. mekanisme kerusakan progresif yang ditandai dengan
adanyahiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa.

PATOFISIOLOGI

Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresikanke dalam urin tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyaktimbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli
yang normalmenyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR)
mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar
kreatininserum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus
yang menyebabkan anoreksia, nauseamaupan vomitus yang menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureumkreatinin
sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf,
terutama padaneurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya
juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahapakhir urin tidak dapat dikonsentrasikan
atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangancairan
elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung
kongestif. Penderita dapatmenjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natriumdan cairan bisa terjadi
edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam
tubuh,sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi
renal terjadi asidosis metabolikakibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetinyang mengakibatkan
terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya
kelemahan dankulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap
aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.
Penurunankadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjaldan perkembangan gagal ginjal kronis
berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin,dan
adanya hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).

2. Farmakologi gagal ginjal kronik

Pengobatan dari gangguan ginjal kronis memiliki tujuan untuk memperlambat


dan mencegah perkembangan dari gangguan ginjal kronis.Hal tersebut
memerlukan identifikasi awalfaktor resikopasien terkena gangguan ginjal,
sehingga pengobatan ditujukan untuk mencegah perkembangan dari gangguan
ginjal kronis.Pengobatan dilakukan dengan 2 macam terapi, yaitu terapi non-
farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non-farmakologi meliputi pengelolaan
nutrisi tubuh seperti pengurangan asupan protein. National Kidney Foundation
telah merekomendasikan untuk pasien yang memiliki GFR kurang dari 25
ml/menit/1,73m2yang tidak menjalani dialisis harus membatasi asupan protein 0,6
g/kg/hari.Sedangkan untuk pasien yang menerima dialisis menjaga asupan protein
dari 1,2 g/kg/hari sampai 1,3 g/kg/hari(Schonder,2008).
Sedangkan untuk terapi farmakologi meliputi :
a. Mengontrol gula darah secara intensif dengan terapi insulin untuk
penderita DM tipe 1
b. Mengontrol tekanan darahUntuk pasien CKD stage 1 hingga 4, goal of
therapy tekanan darah harus kurang dari 130/80 mmHg. Sedangkan untuk
pasien CKD stage5 goal of therapy tekanan darah harus kurang dari
140/90 mmHg sebelum hemodialisis dan kurang dari130/80 mmHg setelah
hemodialisa.
c. Mengurangi proteinuriaACEI (Angiotensin Converting Enzym
Inhibitor)dan ARB (Angitensin Reseptor Bloker) dapat menurunkan
tekanan kapiler dan volume pada glomerulus karena efek dari angiotensin
II.Hal tersebut yang dapat mengurangi jumlah protein yang disaring
melalui glomerulus, sehingga akan mengurangi perkembangan gangguan
ginjal kronis.(Schonder,2008)

Pada jurnal KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcomes),


penatalaksanaan perkembangan dan komplikasi pada CKD meliputi pencegahan
perkembangan penyakit CKD dan komplikasi yang berhubungan dengan
penurunan fungsi ginjal.
1) Pencegahan Perkembangan CKDPencegahan perkembangan
CKDbertujuan untuk mengatasi faktor risiko yang terkait dengan
perkembangan penyakit CKD.Strategi yang dapat dilakukan
adalahmengontrol tekanan darah dan gangguan sistem RAA (Renin
Angiotensin Aldosteron) dengan menggunakan ACEI atau ARB, serta
pengendalian parameter metabolik seperti mengontrolgula darah, asupan
protein, asam urat dan asupan garam.Pasien CKD dengan diabetes
disarankan untuk mengontrol tekanan darah danmencegahrisiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler dengan menggunakan ACEI atau ARB, statin, dan
terapi dengan antiplateletsesuai dengan kondisi klinis pasien.
2) Komplikasi CKDKomplikasi yang berhubungan dengan penurunan fungsi
ginjal meliputi anemia, CKD Metabolic Bone Disease, dan
asidosis.Diagnosa anemia pada CKD dapat dilihat dari konsentrasi Hb <13
g/dl jika laki-laki dan < 12 g/dl jika perempuan. Terapi anemia
menggunakaniron supplementatau ESA (Erythropoiesis-stimulating
agent). Terapi Metabolic Bone Disease menggunakan suplemen vitamin
D, sedangkan terapi asidosis menggunakan suplemen bikarbonat.

3. Terapi diet gagal ginjal kronik


Gagal Ginajl kronis (menahun)merupakan kerusakan ginjal yang
progresif dan ireversibel karena suatu penyakit . End stage renal disease
merupakan gagal ginjal terminal yang akan membawah kematian jika tidak
dilakukan terapi dialysis atau transplantasi ginjal. Terapi diet hanya
bersifat membantu memperlambat progrevisitas gagal ginjal kronis.
Pemberian suplemen seperti zat besi,asam folat,kalsium dan vitamin D
mungkin diperlukan. Suplemen vitamin A tidak dibutuhkan sementara
asupan miniral fosfor, magnesium dan elektroli tertentu seperti kalium dan
natrium mungkin harus dikurangi. Pemberian suplemen vitamin-mineral
pada gagal ginjal kronis harus mengacupada hasil-hasil pemeriksaan
laboraturium seperti kadar Hemoglobin, kadar Kalium,Natrium dan
Klorida. Pada pasien-pasien gagal ginjal kronis, focus terapi gizi adalah
untuk menghindri asupan elektrolit yang berlebihan dari makanan karena
kadar elektrolit bias meninggi akibat klirens renal yang menurun.
Prinsip diet :
a. Asupan kalori harus ditentukan pada tingkat yang bias mencegah
pemecahan lean tissue (protein) untuk memenuhi kebutuhan energi.
Kija energy dari makanan yang dikonsumsi tidak cukup, tubuh
cenderung akan menggunakan simpanan protein dalam otot untuk
menghasilkan energi.
b. Asupan kalori dianjurkan sebesar 30-35 kal/kb BB/ hari.
c. Pembatasan protein dilakukan berdasarkan berat badan,derajat
insunfiensi renal dan tipe dialysis yang akan dijalani. Ketimbang
protein nabatai yang nilai biologisnya lebih rendah, maka penggunaan
sumber protein hewani dengan nilai biologis yang tinggi, seperti telur,
daging,ikan, dan ayam .
d. Kenaikan kadar serum magnesium,kalium dan fosfor umumnya terjadi.
Jika hal ini terjadi, bahan makanan yang kaya akan elektrolit tersebut
perlu dihindari, seperti pisang kacang hijau, air kelapa muda karena
semua makanan ini banayak mengandung kalium.
e. Pasien ginjal yang mendapat terapi antasid tidak boleh menggunakan
antasid yang mengandung magnesium.
f. Pembatasan garam sampai 3 gr garam per hari
g. Asupan fosfor dari makanan akan menurun dengan diet rendah protein
sehingga cukup efektif untuk mengendalikan keadaan hiperfosfatemia .
pemberian suplemen kalsium karbonat dapat di lakukan dokter bila
dirasakan perlu untuk membantu mengurangi asupan fosfor namun
menambah asupan kalsium.
h. Suplemen vitamn D, asam folat dan B, (untuk pembentukan sel darah
merah) dapat diresepkan oleh dokter. Pemberian vitamin A tidak
dianjurkan pada penyakit ginjal stadium terminal karena toksisitas
yang dilaporkan. Sementara itu, suplemen vitamin C tidak boleh lebih
dari 100 mg
i. Membatasi asupan cairan jika diperlukan, misalnya pada keadaan
edema atau asites, dan dengan memperhatikan volume urine yang
diekresikan.

4. Asuhan keperawatn gagal ginjal kronik


1. Pengkajian

Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 42 tahun
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Passo
Suku / bangsa : Jawa / WNI
Tanggal MRS : 28 April 2020
Tanggal Pengkajian : 28 April 2020
No. RM : 50001
Diagnosa Masuk : Gagal Ginjal Kronik

2. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : Klien mengatakan badanterasa lemas,
capek, sesak dan tangan terasa besar
bengkak.
Riwayat Penyakit Sekarang: Klien mengatakan masuk rumah sakit
melalui IGD pada 28 maret 2020, dengan
keluhan sesak, lemas, capek, terdapat edema
pada ekstremitas atas.
Riwayat Penyakit Dahulu : Klien mengatakan sebelumnya pernah
masuk rumah sakit dengan keluhan sakit
gagal ginjal kronik.

3. Pola Nutrisi
Sebelum sakit :
Klien mengatakan selama di rumah selera makan baik, makan 3x /hari
dengan men nasi, lauk pauk, sayuran, minuman air putih kurang lebih
1500 ml/hari
Saat sakit :
Klien mengatakan selama di rumah klien mengatakan selera makan
menurun ,karena kondisi tubuh yang tidak nyaman, makan 3x/ hari
dengan menu nasi dan lauk pauk kdang tidak habis, minum air putih
kurang lebih 700ml/ hari minum dibatasi

4. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
Klien mengatakan selama di rumah BAK kurang lebih sekitar
4x/hari(±800 ml) warna kuning jernih, bau khas urine. BAB 1x / hari
dengan konsistensi padat lunak.
Saat sakit :
Klien mengatakan selama di rumah sakit BAK melalui kateter 500 ml /
24 jam, warna kuning sedikit merah, bau khas urine. Selama di rumah
sakit klien belum bisa BAB

5. Pola Istirahat Tidur


Sebelum sakit :
Klien mengatakan selama di rumah istirahat tidur kurang lebih selama
7 – 8 jam / hari.
Saat sakit :
Klien mengatakan selama di rumah sakit klien hanya bisa tidur 4 – 5
jam / hari,kadang kadang terbangun
6. Pola Aktivitas
Sebelum sakit :
Klien mengatakan selama di rumah sakit klien hanya bisa tidur 4 – 5
jam / hari,kadang kadang terbangun
Saat sakit :
Klien mengatakan selama di rumah sakit kegiatan klien sepenuhnya di
bantu

7. Pemeriksaan Fisik
S :36,4oC
N: 88 x / menit
RR : 23 x / menit
TD : 120 / 70 mmHg 110 / 70 mmHg
Kesadaran : Composmentis
GCS : 4 – 5 – 6
Keadaan Umum: Lemah (+), sesak (+), mual muntah (-), edema (+)
ekstremitas atas.

Pemeriksaan Fisik 6B
B1 (Breathing)
Inspeksi: bentuk dada simestris, pola napas cepat dalam, pergerakan
dinding dada normal, ada tarikan otot bantu, RR: 23 x / menit.
Terpasang O2: 6 lpm
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan benjolan.
Perkusi: sonor (paru kanan dan kiri normal).
Auskultasi: suara normal (vesikuler).
B2 (Blood)
Inspeksi: konjungtiva merah muda, sklera putih.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, CRT > 2 detik.
Perkusi : suara perkusi jantung pekak.
Auskultasi: suara irama jantung reguler, TD: 120 / 70 mmHg, N: 88 x /
menit.
B3 (Brain)
Inspeksi : Kesadaran Composmentis, GCS : 4 5 6, tidak ada gangguan
penglihatan, tidak ada gangguan pendengaran. Pusing (-).
B4 (Bladder)
Inspeksi: tidak ada lesi, terpasang catheter, produksi urine 500 ml / 24
jam
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan pada kandung kemih, tidak ada
pembesaran kandung kemih, tidak ada nyeritekan pada ginjal.
B5 (Bowel dan reproduksi)
Inspeksi: mukosa bibir kering, tidak terpasang NGT, tidak muntah,
tidak ada nyeri telan, bentuk abdomen simetris, Berat badan 62 kg.
Palpasi: tidak ada benjolan atau nyeri tekan, tidak ada pembesaran
hepar.
Perkusi: Suara timpani.
Auskultasi: bising usus 12x/menit.
B6 (Bone, muskuloskeletal)
Inspeksi : Edema pada ekstermitas atas sebelah kanan dan kiri, pitting
edema > 4 detik, pergerakan sendi bebas, kekuatan otot
Palpasi: kulit lembab, akral dingin, turgor kulit kurang

8. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS : Gagal Ginjak Kronik
Klien mengatakan Kelebihan
badan terasa lemas, Volume
capek, sesak dan tangan Gangguan Cairan
terasa besar bengkak. Rearbsorbsi

DO :
- Keadaan Umum : Retensi Cairan,
lemah Natrium
- Kesadaran:
composmentis
- GCS : 4 5 6 Hipernatremia
- S : 36,4 oC
- N : 88 x / menit
- RR : 23 x / menit Kelebihan Volume
- TD : 120 / 70 mmHg Cairan
- Klien tampak lemah,
sesak, turgor kulit
kurang, terdapat edema
pada ektremitas atas.
- Pitting edema > 4
detik
- CRT > 2 detik
- Terpasang O 2 nasal 6
lpm
- Terpasang kateter,
produksi urine 500 cc
- Balance Cairan:
+691,25cc

9. Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan.
10. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
Kelebihan NOC NIC
volume cairan 1. Keseimbangan Manajemen
berhubungan cairan Cairan
dengan retensi Kriteria hasil : 1. Jaga
cairan 1. Terbebas dari intake /
edema, efusi, asupan dan
dan anasarka catat output
2. Bunyi nafas klien
bersih, tidak 2. Monitor
ada dispnea / hasil
ortopnea laboratoriu
3. Terbebas dari m yang
distensi vena relevan
jugularis dengan
4. Memelihara retensi
tanda – tanda cairan
vital dalam 3. Monitor
batas nornal tanda –
5. Terbebas dari tanda vital
kelelahan, 4. Monitor
kecemasan indikasi
kelebihan
cairan
(edema,
asites)
5. Berikan
terapi
intravena
seperti yang
telah
ditentukan
6. Berikan
diuretik
yang di
resepkan
7. Berikan
cairan
dengan
tepat
8. Pasang
urine
kateter

11. Implementasi Keperawatan

Diagnosa Hari/Tanggal Implementasi


Keperawatan Keperawatan
Kelebihan volume Jumat, 20 – 03 – 1. Jaga intake /
cairan berhubungan 2020 asupan dan catat
dengan retensi cairan Pukul : 08.00 Wit output klien
Hasil :
Asupan nutrisi
pasien terjaga
2. Monitor hasil
laboratorium
yang relevan
dengan retensi
cairan.
Hasil :
Retensi cairan
terjaga sesuai
dengan hasil
laboratorium.
3. Monitor tanda –
tanda vital.
Hasil :
- S : 36,4 oC
- N : 88 x / menit
- RR : 23 x / menit
- TD : 120 / 70
mmHg.
4. Monitor indikasi
kelebihan cairan
(edema, asites)
Hasil :
Kelebihan cairan
pada pasien
terjaga.
5. Berikan terapi
intravena seperti
yang telah
ditentukan.
Hasil :
Terapi intavena
pada pasien
berjalan dengan
baik.
6. Berikan diuretik
yang di resepkan
Hasil :
Diuretik yang di
berikan pada
pasien berjalan
dengan baik.
7. Berikan cairan
dengan tepat.
Hasil :
Pasien tidak
kelebihan volume
cairan.
8. Pasang urine
kateter
Hasil :
Kateter terpasang
dengan baik pada
pasien.

12. Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Hari/Tanggal Evaluasi


Keperawatan Keperawatan
Kelebihan volume Sabtu 28 maret 2020 S: Klien mengatakan
cairan berhubungan Pukul: 08.00 Wit sudah tidak lemas,
dengan retensi cairan sesak berkurang,
tetapi tangan masih
bengkak.
O:
- Keadaan Umum :
cukup
- Kesadaran:
composmentis
- GCS : 4 5 6
- S : 36,2 oC
- N : 89 x / menit
- RR : 18 x / menit
- TD : 130 / 80
mmHg
- Klien tampak sudah
tidak lemah, sesak
berkurang, turgor
kulit kurang, terdapat
edema pada
ektremitas atas.
- Pitting edema > 4
detik
- CRT > 2 detik
- Terpasang O 2
nasal 6
lpm
- Terpasang kateter,
produksi urine 550
cc
- Balance
Cairan:+491,25cc
A:
Masalah teratasi
sebagian.
P:
Klien rencana untuk
dilakukan tindakan
Hemodialisa.

5. Patofisiologi Benign prostatic hyperplasia

Benign prostatic hyperplasia disebabkan karena beberapa faktor, yaitu faktor


usia dan hormonal. Seiring bertambahnya usia, kelenjar prostat akan mengalami
pembesaran. Pembesaran prostat ini dipengaruhi oleh hormon androgen, terutama
dihidrotestosteron dan testosteron. Kadar testosteron dalam kelenjar prostat
mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan
karena adanya isoenzim alfa-5-reduktase mengubah testosteron menjadi
dihidrotestosteron (DHT). Penurunan kadar testosteron ini kemudian akan
mengakibatkan ketidakseimbangan hormon androgen, sehingga terjadi
peningkatan rasio esterogen/androgen dalam serum serta jaringan prostat,
terutama pada stroma. DHT juga akan berikatan dengan reseptor androgen pada
nukleus sel, sehingga dapat menyebabkan hiperplasia.

 Pembesaran Zona Transisional

Prostat dibagi ke dalam 3 zona, yaitu:


1. zona sentral,
2. zona perifer, dan
3. zona transisional.

Zona perifer terletak pada sisi posterior sampai lateral dari uretra dan
merupakan zona terbesar, yaitu sekitar 75% dari seluruh kelenjar prostat. Zona
sentral berukuran lebih kecil dan terletak disekitar duktus ejakulatorius. Bagian
terkecil dari prostat merupakan zona transisional, yaitu sekitar 5% yang terletak
pada kedua sisi uretra pars prostatika. Pada benign prostatic hyperplasia, zona
transisional membesar hingga 95% dan menekan zona lain. Pembesaran zona
transisional ini dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih dan juga pada
beberapa pasien gejalanya minimal. Hal ini terjadi karena turunnya elastisitas
uretra pars prostatika karena penurunan kolagen dan peningkatan proteoglikan,
sehingga uretra pars prostatika lebih resisten terhadap tekanan dan pembesaran
terjadi lebih banyak ke arah luar. Jika pembesaran terjadi ke arah dalam, akan
terjadi penekanan pada lumen urethra pars prostatika, sehingga menyebabkan
obstruksi saluran kemih/bladder outlet obstruction (BOO).

 Obstruksi Saluran Kemih


Obstruksi pada saluran kemih akan membuat tekanan intravesika meningkat,
sehingga buli-buli harus berkontraksi lebih untuk melawan kenaikan tekanan
tersebut setiap kali miksi. Kontraksi berlebih ini lama-lama dapat menyebabkan
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya divertikula, sakula, ataupun
selula pada buli-buli. Fase di mana hipertrofi otot detrusor ini terjadi disebut
dengan fase kompensasi dinding otot. Bila keadaan ini berlangsung secara kronis,
otot detrusor akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi, sehingga menyebabkan retensi urin dalam vesika urinaria yang
dapat menjadi infeksi ataupun batu. Tekanan tinggi yang terus menerus ini juga
menyebabkan terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke ureter, sehingga
menyebabkan hidroureter ataupun hidronefrosis. Perubahan-perubahan struktur
ini akan menyebabkan terbentuknya gejala LUTS, baik obstruktif ataupun iritatif.

6. Farmakologi Benigne Prostat Hyperplasia


Dokter umumnya menggunakan obat untuk mengobati gejala BPH sedang.
Ada dua jenis utama operasi bedah: 5-alpha-reductase inhibitor dan penghambat
alpha-reseptor. Biasanya, obat-obatan ini harus dikonsumsi dalam jangka waktu
yang lama. Pada kebanyakan kasus, obat dapat memperbaiki gejala sulit buang air
kecil yang disebabkan oleh BPH.

a. 5-alfa-reduktase inhibisi
Obat-obat ini mengecilkan prostat dengan menghalangi produksi hormon
yang disebut dihydrotestosterone (DHT) yang menyebabkan prostat
membesar. Mereka melakukan ini dengan cara memblokir enzim yang
disebut 5-alpha-reductase. Obat-obatan ini membantu mengurangi
keparahan BPH dan kebutuhan pembedahan. Mungkin diperlukan 3
sampai 6 bulan agar efektif. The finasteride anti-androgen adalah inhibitor
5-alfa-reduktase yang biasa digunakan untuk mengobati BPH.
b. Penghambat alfa-reseptor / penghambat alfa
Obat ini bisa menurunkan tekanan darah dan memperlebar pembuluh
darah. Mereka membantu rileks leher kandung kemih dan otot uretra dan
membuatnya lebih mudah buang air kecil. Namun, mereka tidak bisa
mengurangi ukuran prostat. Makanya, prostat akan terus membesar. Obat
ini harus digunakan dalam jangka panjang. Gejala sulit buang air kecil
akan kembali dan mungkin menjadi lebih parah jika obat dihentikan. Obat-
obatan ini bekerja cepat untuk mengurangi gejala.70-80% pasien
mengalami perbaikan dalam beberapa hari. Namun, pasien yang
mengalami efek samping yang serius sebaiknya tidak menggunakannya.
Blocker reseptor alfa yang paling umum adalah terazosin, doxazosin dan
tamsulosin.

c. Operasi Bedah
Dokter dapat merekomendasikan operasi jika pasien memiliki gejala
parah atau tidak mau minum obat jangka panjang, atau jika pengobatan
tidak efektif atau komplikasi telah terjadi. Tujuannya adalah untuk
membuang sebagian kelebihan jaringan prostat. Berikut adalah beberapa
jenis operasi pembedahan untuk BPH:
a) Insisi transurethral prostat (TUIP)Ini adalah prosedur endoskopi.
Hal ini dilakukan dengan memasukkan endoskopi melalui uretra ke
prostat. Kemudian sayatan kecil dibuat di jaringan prostat untuk
memperbesar lubang uretra dan kandung kemih. TUIP adalah
prosedur yang cukup aman dan tidak ada luka eksterior setelah
operasi. Prosedur memakan waktu sekitar 40-50 menit.
b) Reseksi transurethral prostat (TURP)Ini juga prosedur endoskopi.
Hal ini dilakukan dengan memasukkan endoskopi melalui penis
dan mengeluarkan bagian prostat yang menghalangi secara
berurutan dengan arus listrik. Panas arus listrik bisa menghentikan
pendarahan dengan cepat juga. Prosedur ini memakan waktu
sekitar 60-90 menit dan dapat dilakukan dengan anestesi umum
atau regional.
c) Buka prostatektomiIni adalah operasi yang lebih tradisional. Insisi
dibuat di perut bagian bawah untuk menghilangkan jaringan
prostat. Hal ini umumnya dilakukan saat prostat sangat besar.
Operasi

7. Terapi diet Benigne Prostat Hyperplasia


1. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3
bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik  (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor
pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini
akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan
aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
b. Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi
absolut untuk terapi bedah yaitu :
 Retensi urin berulang
 .Hematuri
 Tanda penurunan fungsi ginjal
 Infeksi saluran kemih berulang
 Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
 Ada batu saluran kemih.
4. Tindakan Pembedahan
Prostatektomi Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup.
Instrumen bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke
dalam prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar
diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi
transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil tetapi dapat
menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan prostat
pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir
ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.

5. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).Yaitu suatu prosedur menangani


BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua
buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini
diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang )
dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan
di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di
banding cara lainnya.
6. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )TURP adalah suatu operasi
pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop,
dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter
yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang
masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.TURP merupakan
operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.
Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis
selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan
granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,2005).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan
darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan
setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter
dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari
setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan
lancar.TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-
gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan
pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka
pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena
bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura
uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena
pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini
akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian. Terapi invasif minimal, seperti
dilatasi balon tranuretral,

7. Asuhan keperawatan Benigne Prostat Hyperplasia

A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian :28 MARET 2020
Jam pengkajian : 12.00 WIT
Ruang : Bedah

1. Identitas Klien
Nama : Tn.D
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Swasta
Suku : Maluku
Alamat : Mangga Dua Ambon
No. RM : B314977
Tanggal masuk : 28 maret 2020
Tanggal pengkajian : 28 maret 2020
Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasi

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Sdr.T
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat : Mangga Dua Ambon

3. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada perut bagian
bawah dan nyeri saat BAK. Nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6,
nyeri terasa terus-menerus.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan ± 1 minggu yang lalu mengeluh nyeri pada saat
BAK, baru pada tanggal 28 maret 2020 klien dibawa oleh keluarga ke
RSU Dr. M.Haulussy Ambon oleh dokter diagnosa BPH dan harus
dilakukan operasi, dan pada tanggal 28 maret 2020 dilakukan operasi oleh
dokter.

4. Pola funsional
a. Pola Aktivitas dan Latihan
 Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas
secara mandiri seperti: makan, minum, mandi, berpakaian, toileting
 Selama sakit : klien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga
dari makan, minum, mandi, toileting, berpakaian , mobilitas, ROM

5. Pemeriksaan Fisik
a. TTV: TD: 140/90 mmHg,
RR: 18 x/ menit,
N: 86 x/ menit,
S: 3640c
b. Abdomen
I : terdapat luka pembedahan daerah suprapubis,panjang luka ± 5 cm
dan terdapat ± 5 jahitan, luka bersih, tidak ada pus, tidak bengkak,
tampak warna kemerahan, tidak ada edema, terpasang drainase.
A : Peristaltik 10x/ menit
P :Suara tympani
P :tidak terdapat nyeri tekan

c. Genetalia Terpasang kateter sejak tanggal 28 maret 2020, keadaan


kateter bersih, genetalia bersih.
6. Data focus
a. Data subjektif
1. Klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah bekas luka
operasi, nyeri saat BAK, nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6,
terus-menerus
2. Klien mengatakan hanya dapat tiduran ditempat tidur setelah
operasi
3. Klien mengatakan terdapat luka bekas operasi pada perut bagian
bawah
b. Data objektif
1. Wajah klien tampak tegang menahan sakit
2. TTV: TD: 140/90 mmHg, N: 86x/ menit, RR: 18x/ menit, S: 3640
C
3. Terpasang kateter sejak tanggal 28 April 2020 tampak kemerahan
serta keruh dan ada sedikit stosel, terpasang infuse RL 20 tpm,
terpasang drainase
4. Tampak ada luka post open prostatectomy didaerah suprapubic
dengan panjang luka ± 5cm, dan terdapat ± 5 jahitan, luka bersih,
tampak kemerahan, tidak ada pus, tidak bengkak
5.
B. ANALISA DATA
Nama : Tn. D
No CM :B314977
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1 DS. Klien mengatakan nyeri
pada luka bekas Trauma jaringan dan Nyeri akut
operasi bagian bawah reflex spasme oto
perut, nyeri saat sekunder akibat
BAK,nyeri seperti operasi
ditusuk-tusuk, skala
nyeri 6, terus-menerus.
P : Klien mengatakan nyeri
post operasi dan saat
BAK
Q : Klien mengatakan nyeri
terasa seperti ditusuk-
tusuk
R : Klien mengatakan nyeri
pada perut bagian
bawah
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terus – menerus

DO : wajah klien tampak


tegang menahan sakit,
TTV:
TD : 140/90 mmHg,
N : 86x/ menit,
RR: 18x/ menit,
S: 3640C
2 DS: Klien mengatakan Kelemahan atau nyeri Defisit
setelah operasi hanya post operasi perawatan diri
tiduran di tempat tidur
DO: aktivitas dibantu
keluarga, klien tampak
bedrest ditempat tidur

3 DS: klien mengatakan pada


luka bekas operasi Pasca pembedahan Resiko infeksi
terasa panas
DO : terlihat panjang luka ±
5 cm dan terdapat ± 5
jahitan, luka bersih,
tampak kemerahan ,
tidak ada pus, tidak
bengkak

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn. D
No RM :B314977
1. Nyeri akut b.d agens cedera fisik (pembedahan)
2. Hambatan aktivitas ditempat tidur berhubungan dengan keterbatasan
lingkungan, peralatan terapi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma,
pembedahan

1. INTERVENSI KEPERAWATAN

N Tang Diagnosa Tujuan


O gal / keperawatan dan kiteria Intervensi Rasional
jam hasil
1 12 Nyeri akut b.d Setelah 1.memonitoring 1.dapat
maret agens cedera dilakukan TTV mengundi
2020 fisik tindakan 2.kaji ulang kasikan
15. 00 (pembedahan) asuhan mana jemen rasa sakit
WIT keperawata nyeri dan akut dan
n selama 1 lakukan ketidakmn
x 24 jam pengkajian yamanan
diharapkan ulang nyeri
nyeri PQRST
berkurang/
hilang
2.Klien 2.
mengatakn penedekat
nyeri an PQRST
berkurang dapat
atau hilang, secara
Skala nyeri komprehe
0- 3 Klien nsip
menjadi menggali
tenang/ kondisi
rileks nyeri
pasien
apabila
pasien
mengalam
i skala
nyeri

3.TTV 3. ajarkan 3.
TD: 120/80 teknik relaksasi meningkat
mmHg, dengan latihan kan intake
N:76x/men nafas dalam oksigen
it, RR : sehigga
18x/menit, akan
S : 36o C menurunk
an nyeri
sekunder
dari
penurunan
oksigen
lokal
2 28 Hambatan Setelah 1.monitor 1.memonit
maret aktivitas dilakukan kemampuan or
2020 ditempat tidur tindakan aktifitas klien kemampu
b.d asuhan 2. bantu klien an
15. 00 keterbatasan keperawata dalam aktifitas
WIT lingkungan, n selama 2 melakukan klien agar
peralatan terapi x 24 jam aktivitas secara tidak
diharapkan mandiri terjadi hal
mobilitas yang tidak
ditempat 3. motivasi diinginkan
tidur dapat klien untuk 2.memban
dilakukan melakukan tu dalam
secara aktivitas secara melakuka
mandiri mandiri n aktifitas
1.ADL secara
dapat mandiri
dilakukan dapat
secara memperce
mandiri, pat
2.Dapat beratifitas
mengatur secara
posisi dari mandiri
terlentang- tanpa
duduk, peraatan
3.Dapat terapi
melakukan 3.untuk
aktivitas meningkat
miring kan
kanan-kiri, keinginan
3.Mampu pasien
mengubah utuk
posisi melakuka
ditempat n aktifitas
tidur

3 28 Resiko infeksi Setelah 1.monitoring Dapat


maret b.d prosedur dilakukan tanda-tanda menetahui
2020 invasive tindakan infeksi perkemba
trauma, asuhan 2.proteksi ngan
pembedahan keperawata infeksi dengan penyakit
n selama 3 cara lingkungan 2.kondisi
x 24 jam sekitar harus bersih dan
diharapkan bersih,luka kering
tidak tidak boleh akan
terjadi kenal air sampai menghind
infeksi jahitan di ari
pada luka angkat kontamina
bekas si
operasi
1.Tidak ada
tanda-tanda
infeksi
(kemerahan
, pus, nyeri,
bengkak) ,
2.Tampak
panjang
luka ±5cm
dan
terdapat ±5
jahitan,
3.Terpasan
g infus RL
20 tpm ,
4.Terpasan
g kateter,
Terpasang
drainase

2. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Nama : Tn. D
No CM : B314977

N Implementasi Evaluasi
O
1 06. 00 WIT S. Klien mengatakan nyeri sudah
berkurang saat BAK, nyeri seperti
1.Memonitoring TTV ngilu, skala nyeri 1-3, nyeri
kadang-kadang
07. 00 WIT P. Klien mengatakan nyeri
terasa ngilu
2.mengkaji tingkat nyeri Q. Pasien mengatakan nyeri
karena post
07.10 WIT R. Klien mengatakan nyeri
pada perut bagian bawah
3.teknik nafas dalam, S. Skala nyeri 3
T. Klien mengatakan nyeri
07.20 WIT kadang-kadang
O : klien tanpak lebih nyaman
4. memberikan terapi analgesic dan terlihat tidak
dengan hasil nyeri dapat memegangi bagian perut
diatasi skala nyeri 1-3,. yang sakit
Diagnose A : masalah nyeri akut teratasi
sebagian dan.
P : intervensi dilanjutkan
2. 06. 30 WIT S: Klien mengatakan sudah
1.mengobsrvasi tingkat mampu mengatur posisi secara
ketergantungan, mandiri walau baru sedikit.
O: klien sudah mampu mengatur
06.45 WIT posisi secara mandiri.
A: masalah teratsi sebagian dan.
2.mengajarka ROM, P: intervensi dilanjutkan

07. 20
3.menganjurkan tirah baring

07.45

4.melatih gerak aktif dengan


hasil klien mampu mengubah
posisi secara mandiri, dapat
beraktivitas mandiri

3 08. 00 WIT S : Klien mengatakan panas pada


luka bekas operasi sudah
1.mengobsevasi tanda-tanda berkurang.
infeksi O :di sekitar area luka terlihat
kemerahan tetapi tidak
08. 15 WIT timbul push
2.melakukan perawatan luka A : masalah teratasi
dengan prinsip steril, P : pertahankan intervensi 1,2,
dan 3
08. 20 WIT
3.pemberian antibiotic dengan
hasil menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya
infeksi

BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif
yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.
Benign prostatic hyperplasia disebabkan karena beberapa faktor, yaitu
faktor usia dan hormonal. Seiring bertambahnya usia, kelenjar prostat akan
mengalami pembesaran. Pembesaran prostat ini dipengaruhi oleh hormon
androgen, terutama dihidrotestosteron dan testosteron.

2. Saran
Setelah mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal
kronik dan Benige prostat hyperplasia diharapkan masyarakat lebih
berhati-hati dan perbanyak mencari informasi mengenai masalah
tersebut untuk dapat menjadi edukasi bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2000. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik


(Terjemahan). Edisi 6. Jakarta: EGC. Djuantoro, D. 2011 Case Files: Ilmu Badah
Kronik, G.,Klirens,T.K.,P,.Tkk,P.,S.,Tkk,S.,& Tkk,P.(n.d). Gagal ginjal kronik
Benign prostatic hyperplasia/ Bahasa Indonesia Copyright © 2018Hospital
Authority. All rights reserved11

Anda mungkin juga menyukai