Anda di halaman 1dari 4

1.

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Ibu dan anak mendapat tempat prioritas sebagai sasaran pelayanan kesehatan, du Karena man
faktor ibu sebagai salah satu determinan penilaian keberhasilan pembangun kesehatan
melalui Angka Kematian Ibu (AKI) Dan juga Ibu mempunyai peran besar dalam
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

 ANC Ibu Hamil

Pelayanan antenatal ibu hamil merupakan pintu masuk untuk mendapatkan kehamilan dan
kelahiran berkualitas dari seorang ibu hamil.Melalui pelayanan antenatal ibu hamil di fasilitas
kesehatan ataupun di rumah, ibu hamil diharapkan terhindar dari permasalahan kehamilan
Dan persalinan sampai masa nifas.Pelayanan anatenal ibu hamil dapat dilakukan oleh semua
tenaga kesehatan terlatih dan dukun terlatih. Indikator penilaian keberhasilan pelayanan
antenatal ibu hamil dilihat dari cakupan pelayanan kepada ibu hamil (K1 dan K4). Sesuai
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan tahun 2015 , Kota Ambon secara keseluruhan
untuk K4 telah mencapai 7.556 atau 78,7%.Dibandingkan 2014, Kota Ambon secara
keseluruhan untuk K4 7.021 mencapai 75,7%. ini berarti tahun 2015terjadipenurunan mutu
pelayanan kepada ibu hamil

 Kunjungan Neonatus

Neonatus adalah bayi baru lahir sampai umur 7 hari. Neonatus merupakan sasaran pelayanan
utama pada bayi, dikarenakan neonatus sangat rentan terhadap kejadian penyakit. Sesuai
dengan fakta di lapangan didapati 2/3 kematian pada bayi terjadi pada masa neonatus
ini.Untuk melihat pelayanan terhadap neonatus, indikator yang dipakai adalah KN3. Nilai
KN3 kota Ambon selama tahun 2015 sebesar6.756atau93 %dibandingkan tahu 2014 sebesar
6.310 atau 74,9%,berarti terjadi peningkatan pelayanan dan melewati standar Pelayanan
Minimal (SPM) yaitu sebesar 85% (tabel 38 ).

2. makna spiritual pada pasien hiv

Data HIV/AIDS di Provinsi Maluku sampai dengan Juni 2012 terdapat 782 HIV dan 245
AIDS dengan jumlah kematian sebanyak 108 orang (Ditjen PPM & PL Kemkes RI, 2012),
sedangkan di RSUD dr. M. Haulussy Ambon sampai tanggal 25 September 2013 ditemukan
180 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 49 orang (Pokja HIV/AIDS RSUD Haulussy,
2013). RSUD dr. M. Haulussy merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Provinsi Maluku
yang memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat dengan berbagai kasus
termasuk HIV/AIDS. Penanggulangan HIV/AIDS di indonesia telah dilakukan sejak tahun
1985 dengan pembentukan kelompok kerja penanggulangan AIDS di Departemen kesehatan,
penetapan wajib lapor kasus AIDS, penetapan laboratorium untuk pemeriksaan HIV,
penyiapan dan penyebaran bahan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Puncaknya
adalah pada tahun 1994 pemerintah membentuk Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di
tingkat Nasional dan di susul oleh terbentuknya KPA di beberapa Propinsi. Kemudian KIA
mulai mengkoordinasikan upaya penanggulangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan
LSM. Strategi penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia terus di tingkatkan mengikuti
perubahan, tantangan dan masalah HIV/AIDS yang semakin besar dan rumit. (Komisi
penanggulangan AIDS, 2010). Berbagai upaya penanggulang HIV/AIDS telah dilakukan
dengan pendekatan dari semua segi kehidupan termasuk melalui pendekatan spiritual.

Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup berada dalam domain kapasitas diri atau
being yang terdiri dari nilai-nilai personal, standar personal dan kepercayaan (Univesity of
Toronto, 2010). Spiritualitas memegang peranan penting dalam pengobatan HIV/AIDS.
Penelitian tentang pentingnya spiritualitas pada penyakit kronis termasuk HIV/AIDS telah
banyak dilakukan. Nokes. dalam Tuck & Thinganjana (2011) mengatakan bahwa 100% dari
sampel sebanyak 145 orang dengan penyakit HIV menyatakan nyaman dengan terapi
komplementer yang dilakukan yang didalamnya terdapat komponen rohani.

3. Gizi buruk

Balita yang tergolong status gizi under-weight sebanyak 31,40 %. Balita yang mengalami
diare kronik sebanyak 14,90 % dan pneumonia 8,80 %. Praktik pemberian makan anak balita
tergolong kurang baik sebanyak 43,80%, praktik pengobatan anak balita tergolong kurang
baik sebanyak 25,30 % dan praktik kesehatan anak balita tergolong kurang baik sebanyak
41,80 %. Tingkat konsumsi energi kurang baik kurang baik pada anak balita sebanyak
60,30% dan tingkat konsumsi protein kurang baik pada anak balita 54,60 %. Adapun faktor-
faktor yang berhubungan dengan status gizi buruk pada balita umur 7-59 bulan yaitu pola
asuh pemberian makan anak, tingkat konsumsi energi dan protein.

Penelitian ini memiliki keterbatasan penelitian. Variabel yang diteliti hanya hanya beberapa
faktor saja yaitu penyakit infeksi pneumonia, diare kronik, pola asuh praktik pemberian
makan anak (PMA), pola asuh praktik pengobatan anak (PMA), pola asuh praktik kebersihan
anak (PKA), serta tingkat konsumsi energi dan protein. Pengukuran yang tidak dilakukan
dalam penelitian ini adalah penilaian klinis (pengukuran langsung), serta pemeriksaan fisik
tidak diteliti lebih dalam pada anak balita underweight. Adapun bias yang mungkin dalam
penelitian ini adalah dalam pengukuran berat badan bayi kemungkinan terjadi measurement
bias, karena pada saat balita ditimbang kondisinya sering dalam keadaan gelisah, menangis,
dan bergerak-gerak sehingga menimbulkan kesalahan interpretasi dalam menentukan hasil
pengukuran berat badan yang sebenarnya.Pengukuran tingkat konsumsi menggunakan model
recall yang sangat tergantung dengan daya ingat, oleh karena itu sering terjadi under/over
reporting yaitu mengurangi atau menambah informasi sehingga menyebabkan recallbbias.
Referensi

 Jurnal politeknik kesehatan (jurnal terpadu)


 Jurnal Dep-kes provinsi maluku (indikator sehat masyarakat)
 Buku Gizi buruk anak (Bagan tatalaksana)

Anda mungkin juga menyukai