Anda di halaman 1dari 4

Nama : Hidayatun Nikmah

NPM : 12.2017.1.00302

Tectonics Theories of the Indonesia Lempeng

• Westerveld (1952) : Orogens and mineral provinces


Jalur metalogeni adalah jalur-jalur wilayah tempat terbentuknya mineral logam.
Adapun yang pertama kali memperkenalkan jalur metalogeni Indonesia adalah Jan
Westerveld. Orang Belanda ini menulis “Phases of mountain building and mineral
provinces in the East Indies” (1952) yang dimuat dalam International Geological Congress
“Report of the Eighteenth Session Great Britain 1948”, part 13.
Dalam tulisannya, Westerveld menunjukkan bahwa jalur metalogeni berkaitan
dengan setiap orogen (pembentukan pegunungan) yang terjadi. Di Indonesia sendiri
dikenal empat orogen, yaitu Malaya, Sumatra, Sunda, dan Maluku. Westerveld-lah yang
menerbitkan peta jalur magmatisme Indonesia dalam kaitannya dengan keterdapatan
mineral logam.
Setelah Westerveld, beberapa pakar mengembangkan jalur dengan versi lain seperti
Katili (1973, 1979), Hutchinson (1978), Hamilton (1979), Djumhani (1986), Yaya Sunarya
(1990), Sukirno (1995), Carlile & Mitchell (1994), van Leeuwen dkk (1994), Sukamto dkk
(2003), Harahap dkk (2011), dan Harahap dkk (2013).
Dalam tulisannya, Westerveld menunjukkan bahwa jalur metalogeni berkaitan
dengan setiap orogen (pembentukan pegunungan) yang terjadi. Di Indonesia sendiri
dikenal empat orogen, yaitu Malaya, Sumatra, Sunda, dan Maluku. Westerveld-lah yang
menerbitkan peta jalur magmatisme Indonesia dalam kaitannya dengan keterdapatan
mineral logam. Provinsi mineral di indonesia sebagaimana yang di maksudkna Westerveld
(1952), telah digunakan sebagai landasan prospeksi mineral oleh Badan Survey Geologi
Indonesia. Konsep Westerveld (1962) dicirikan oleh kesederhanaan dan dapat di
praktikkan dengan mudah. Secara teori, teori tersebut menyiratkan hubungan genetik yang
intim antara fase pembentukan gunung api dengan evolusi magmatiknya, dan formasi
mineral cebakan. alasan ini tampaknya menjadi prinsip yang terbaik dan dapat dipraktikkan
dalam mendirikan provinsi mineral di Indonesia, karena aspek geologi yang paling
istimewa dari pulau-pulau tersebut adalah adanya berbagai orogena, dapat dibedakan
antara satu dengan yang lainnya.

GEOLOGI INDONESIA 1
Untuk menyediakan data mineral logam atau metal, mutlak diperlukan adanya Peta
Metalogeni. Peta ini menggambarkan sebaran dan genesis mineral logam terkait dengan
kondisi geologi (litologi, struktur, tektonik, umur, serta jalur magmatik) berskala regional.
Di dalam peta tersebut, ada istilah provinsi metalogeni, yaitu daerah yang dicirikan oleh
himpunan cebakan mineral tertentu atau oleh lebih dari satu jenis cebakan. Provinsi
metalogeni mungkin mengandung lebih dari satu episode cebakan metalogeni.

• Hamilton (1970, 1979) and Katilli (1971, 1980) : Plate Tectonic Theory
Katilli (1971, 1980) Nusantara kini dapat dikenali sebagai daerah pergesekan tiga
lempeng utama dunia yakni Lempeng Samudra Hindia - Australia, lempeng Eurasia, dan
lempeng Pasisik Lempeng-lempeng utama ini bisa terfragmentasi menjadi lempeng-
lempeng yang lebih kecil. Dalam garis besarnya Lempeng Hindia-Australia bergerak
menggeser ke utara membentur lempeng Eurasia dengan kecepatan sekitar 6 cm/tahun.
Daerah perbenturan ini memanjang dalam bentuk busur yang terbentang mulai dari sebelah
barat Sumatra, melengkung ke sebelah selatan Jawa dan Nusa Tenggara, dan membelok ke
utara ke arah Laut Banda. Perbenturan kedua lempeng ini juga menerangkan terjadinya
palung laut-dalam yang dikenal sebagai Palung Jawa (Java Trench) dimulai dari sebelah
barat Sumatra hingga ke selatan Jawa. Demikian pula untaian gunung api yang memanjang
dari Sumatra - Jawa - Nusa Tenggara Maluku yang posisinya kurang lebih sejajar dengan
busur palung laut-dalam di Samudra Hindia. Sementara itu di bagian timur Nusantara
lempeng Pasifik bergeser pula ke arah barat dan membentur Pulau Halmahera dan
Sulawesi. Kesemua ini menyebabkan kompleksnya topografi dasar laut di bagian timur
Nusantara, dengan variasi mulai dari laut dangkal, palung dan gunung api bawah laut,
hingga palung terdalam di Nusantara yang dikenal sebagai Palung Weber (Weber Deep) di
Laut Banda yang dalamnya lebih 7.000 m.

Teori tektonik lempeng mampu menerangkan asal usul keberadaan magmatisma,


tektonik aktif baik di darat maupun di laut secara sistimatis dan teratur. Hamilton (1989)
mengungkapan, berdasarkan integrasi data geofisika dan geologi permukaan maupun
bawah laut seperti: peta batimetri (Mammerickx et al., 1976), sifat thermal (Anderson et
al., 1978), gempa, dan peta tektonik skematik (Hayes & Taylor, 1978), struktur kerak
(Hayes et al., 1978), isopach sedimen (Mrozowski & Hayes, 1978), free-air gravity (Watts

GEOLOGI INDONESIA 2
et al., 1978), anomali-anomali magnetik (Weissel & Hayes, 1978), dan pergerakan
lempeng-lempeng regional (Hamilton, 1978; Tapponnier et al., 1982) dari berbagai sistem
di wilayah Indonesia yang merekam interaksi antara tiga lempeng besar dan lempeng-
lempeng yang lebih kecil, maka tektonik di Indonesia menyediakan data dan berbagai
contoh dari produk dan proses pertemuan lempeng jenis konvergen. Gugusan kepulauan
Indonesia merupakan pertemuan lempeng Pasifik dan lempeng Australia (di bagian timur),
serta Lempeng Eurasia dan Lempeng Hindia (di bagian barat). Hadirnya lempeng besar
beserta lempeng yang lebih kecil (Lempeng Caroline dan Lempeng Laut Filipina)
menyebabkan tatanan tektonik kepulauan Indonesia menjadi rumit,

Menurut Katili (1980), konsep Tektonik Lempeng yang telah diterapkan di busur
kepulauan Indonesia oleh beberapa peneliti seperti Hatherton & Dickinson, 1969 ; Fitch,
1970 ; Fitch & Molnar, 1970 ; Hamilton. 1970, 1971, 1972, dan Katili, 1971, terbukti
telah menjelaskan berbagai fenomena geologi dan geofisika serta mempermudah dalam
memahami Indonesia, dan juga digunakan untuk memprediksi penyebaran dan umur
batuan Konsep baru tektonik global telah memperkenalkan bahwa kerak bumi sebagai
suatu lempeng yang bersift rigid yang masing-masing bergerak satu dengan yang lainnya
(Isack dkk,1968; Le Pichon, 1968 ; Morgan,1968 ; dll, dalam Katili, 1980). Deformasi dari
kerak batuan bisa berupa lipatahan, patahan, atau kekar-kekar yang banyak dijumpai di
antara batas lempeng. Secara garis besar batas lempeng dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
(1). Batas divergen (2) Batas Konvergen (3) Shear / Transform Fault.

Katili (1980), berdasarkan peneliti terdahulu (Hamilton, 1970; dan Dickinson, 1971),
memaparkan bahwa model tektonik lempeng pada busur kepulauan Indonesia telah
direkonstruksi, menghasilkan sistem 2 busur kepulauan.

Model tektonik lempeng di timur Indonesia memperlihatkan kesamaan dengan yang


ada di barat, kecuali tidak adanya foreland basin di belakang busur kepulauan. Model di
timur Indonesia menunjukkan struktur yang lebih kompleks, dapat dilihat dari bentuk inter-
arc basin, busur ketiga, dan cekungan laut dalam. Model seperti ini telah dipaparkan oleh
Karig (1971, dalam Katili, 1980) yang menunjukkan bahwa batas cekungan, disebut inter-
arc basin, dihasilkan dari mekanisme pull-apart.

GEOLOGI INDONESIA 3
• Since 1980s : SE Asia Research Group, University of London (Plate Tectonic Theory)
Model lempeng tegtonik baru untuk Tersier diusulkan, berdasarkan pada integrasi
data palaeomagnetik baru dari indonesia timur. Berdasarkan gerakan lempeng laut Filipina,
revisi mengenai sejarah laut Cina Selatan, dan data geologi dan palaeomagnetik yang
sebelumnya tersedia dari Asia Tenggara. Awal Neogen gounter-glogkwise rotasi
Kalimantan ditafsirkan telah memiliki proto-laut Cina Selatan yang menyarankan batas
strike-slip di NW Kalimantan sebelum Neogen.

Rotasi ini menunjukkan bahwa Laut Filipina Barat, Laut Sulawesi, dan Selat
Makassar membentuk cekungan tunggal yang dibuka di Paleogen Akhir, dan melebar ke
arah timur. Pada 25 Ma sebuah gollision besar, yaitu Australia dengan lempeng laut
Filipina arg, menjebak litosfer ogean India. Padang kemudian memulai lempeng laut
molugga. Gollision gaused glogkwise rotasi lempeng laut Filipina, memprakarsai sistem
sorong, dan kemudian menghilangkan laut molugga dengan subduksi di sisi timur dan
baratnya. Efek gollision menyebar ke arah barat melalui wilayah yang menghasilkan
inisiasi batas lempeng baru yang ditandai oleh unconformities regional. Kedatangan
ophiolite Sulawesi, whigh gollided dengan Sulawesi Barat pada akhir Oligosen, adalah
acara paling awal dalam gollision antara Sulawesi dan kepala burung microcontinent.
Continental crust di bawah sulawesi pada Miogene Awal. Microcontinent Laut Molugga
dan kepala burung menunjukkan bahwa sebagian besar Laut Banda terbentuk pada Neogen
Akhir. Tabrakan antara Lempeng Filipina dan Lempeng Eurasia di Taiwan pada ~ 5 Ma
adalah kunci untuk menghadirkan tegtonik regional.

GEOLOGI INDONESIA 4

Anda mungkin juga menyukai