1. Pengertian
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada
saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500
gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya
kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<
37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction)(Pudjiadi,
dkk., 2010)
2. Klasifikasi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
2) Ibu
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
b. Faktor janin
c. Faktor plasenta
d. Faktor lingkungan
4. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi
lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih
kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal
ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.
Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit,
dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi
bila ibu menderita anemia.
Sistem pernapasan pada dasarnya cenderung kurang berkembang pada bayi
prematur. Kapasitas vital dan kapasitas residual fungsional paru-paru pada
dasarnyakecil berkaitan dengan ukuran bayi. Sebagai akibatnya sindrom gawat napas
sering merupakan penyebab umum kematian. Masalah besar lainnya pada bayi
premature adalah pencernaan dan absorpsi makanan yang inadekuat. Bila prematuritas
bayilebih dari dua bulan, system pencernaan dan absorpsi hampir selalu inadekuat.
Absorpsi lemak juga sangat buruk sehingga bayi premature harus menjalani diet
rendah lemak. Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki kesulitan dalam absorpsi
kalsium yang tidak lazim dan oleh karena itu dapat mengalami rikets yang berat
sebelum kesulitan tersebut dikenali. Imaturitas organ lain yang sering menyebabkan
kesulitan yang berat pada bayi premature meliputi system imun yang menyebabkan
daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma
globulin, serta bayi premature relatif belum sanggup membentuk antibody dan daya
fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik sehingga bayi
premature beresiko mengalami infeksi, system integumen dimana jaringan kulit masih
tipis dan rawan terjadinya lecet, system termoregulasi dimana bayi premature belum
mampu mempertahankan suhu tubuh yang normal akibat penguapan yang bertambah
karena kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan pusat pengaturan suhu yang
belum berfungsi sebagaimana mestinya sehingga beresiko mengalami hipotermi atau
kehilangan panas dalam tubuh. (Ngastiyah, 2005)
5. Penatalaksanaan
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah dapat
dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena
pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya
rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus
dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila
belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan
disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau menggunakan metode
kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung
ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB
(Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya dapat
meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga
pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang
lebih sering.
ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASIlah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju
lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas / BBLR.
Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus
dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur
dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5
hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan
infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna
bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau
lebih cepat bertambah coklat
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit ini
tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat
terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan
untuk mengobserfasi usaha pernapasan
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan lahir
rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula darah
secara teratur
6. Komplikasi
1. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi,
penyakit membran hialin
2. Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
3. Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
4. Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
5. Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
6. Bronchopulmonary dysplasia, malformasi kongineta.
Asuhan Keperawatan
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
A. Pengkajian Fokus
1. Sirkulasi :
Nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur dalam batas normal (120-160
dpm). Mur-mur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktusarteriosus
paten (PDA).
2. Makanan/cairan
Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz).
3. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar dalam
hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakan, fontanel mungkin
besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata mungkin
merapat(tergantung usia gestasi). Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting
terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk menghisap,
menelan, dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen
pertama dari refleks Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan membuka
tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen keduaa(fleksi anterior dan
menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke 32.Pemeriksaan
Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.
4. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur; pernafasan
diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt). Mengorok, pernafasan cuping
hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin
ada. Adanya bunyi “ampelas” pada auskultasi, menandakan adaya sindrom distress
pernafasan (RDS).
5. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah mungkin
memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus pandang,
warna mungkin merah. muda/kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo
terdistribusi secara luas diseluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis
telapak kaki mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak. Kuku mungkin
pendek.
6. Seksualita
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan
klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak
ada pada skrotum.
(IDAI, 2004)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga
paru
2. Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan lemak subkotis tipis
3. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan immaturitas fungsi imunologik.
4. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan.
(Ngastiyah, 2005)
C. Intervensi Keperawatan
NO TUJUAN INTERVENSI
1. Setelah mendapat tindakan 1.1. Monitor pernafasan (kedalaman,
keparawatan 3x24 jam tidak terjadi irama, frekuensi )
gangguan jalan nafas(nafas efektif) 1.2. Atur posisi kepala lebih tinggi
Kriteria Hasil : 1.3. Monitor keefektifan jalan nafas,
Akral hangat kalau kerlu lakukan suction.
Tidak ada 1.4. Lakukan auskultasi bunyi nafas
sianosis tiap 4 jam
Tangisan aktif 1.5. Perthankan pemberian O2
dan kuat 1.6. Pertahankan bayi pada inkubator
RR : 30-40x/mt dengan penghangat
Tidak ada 1.7. Kolaborasii untuk X foto thorax
retraksi otot pernafasan
2. 2.1. Pertahankan bayi pada inkubator
dengan kehangatan 37oC
2.2. Beri popok dan selimut sesuai
Setelah mendapatkan tindakan kondisi
keperawatan 3x24 jam tidak terjadi 2.3. Ganti segera popok yang basah
gangguan hipotermi oleh urine atau faeces
Kriteria Hasil : 2.4. Hindarkan untuk sering membuka
Badan hangat penutup karena akan menyebabkan
Suhu : 36,5-37oC fluktuasi suhu dan peningkatan laju
metabolisme
2.5. Atur suhu ruangan dengan panas
yang stabil
3. 3.1. Monitor tanda-tanda
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor,fung
siolaesa)
Setelah mendapat tindakan 3.2. Lakukan cuci tangan sebelum dan
keperawatan 3x24 jam tidak terjadi sesudah kontak dengan bayi
infeksi 3.3. Anjurkan kepada ibu bayi untuk
Kriteria Hasil : memakai jas saat masuk ruang bayi
Tidak ada tanda- dan sebelum dan/sesudah kontak
tanda cuci tangan
infeksi(tumor,dolor,rubor,calor,fu 3.4. Barikan gizi (ASI/PASI) secara
ngsiolaesa) adekuat
Suhu tubuh normal 3.5. Pastikan alat yang kontak dengan
(36,5-37oC) bayi bersih/steril
3.6. Berikan antibiotika sesuai program
3.7. Lakukan perawatan tali pusat setiap
hari
2. Keluhan Utama
Bayi menangis lemah, reflek hisap belum ada, berat bayi lahir sangat rendah yaitu
1060 gram.
Keterangan
= Laki-laki = Pasien
= Perempuan = Tinggal serumah
6. Riwayat Sosial
a. Yang Merawat
Saat ini klien diwarat diruang perinatologi dan dirawat oleh perawat dan sesekali
ibu klien menjenguk saat jam kunjung rumah sakit.
7. Pola Sehari-hari
a. Nutrisi dan Metabolisme
Saat ini pasien mendapat diit susu formula khusus BBLR 3 jam sekali sekitar 30
cc melalui selang OGT
b. Eliminasi Urine dan Feses
Klien BAB ± 3-5x sehari dengan konsistensi warna hitam, lembek cair, bau khas
feses bayi. BAK menggunakan pempers dan diganti setian 6 jam sekali dan terisi
± 100 cc
c. Istirahat dan Tidur
Klien terlihat sering tidur dan bangun jika lapar dan merasa kotor setelah BAB
dan BAK, rata-rata tidur per hari yaitu 20-22 jam
d. Peran dan Hubungan
Keluarga mengatakan anak akan diasuh oleh orang tuanya sendiri, dan selama ini
ibu bayi menengok keruang perinatologi
e. Toleransi Stress dan Koping
Klien menangis saat merasa lapar, tidak nyaman, dan saat kotor
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemas, kurang aktif, menangis lemah, perawatan
dalam inkubator
b. Tanda-tanda Vital
- Nadi : 132 x per menit
- Pernafasan : 40 x per menit
- Suhu : 36,2°C
c. Antropometri
- Panjang Badan : 34 cm
- Berat Lahir : 1060 gram
- Lingkar Dada : 26 cm
- Lingkar Kepala : 23 cm
9. Therapi
- PO Ferlin drop 1x0.3cc
- O2 nasal kanul 0.5 liter/menit
- Susu formula BBLR 8x30cc/hari melalaui selang OGT
- Termoregulasi incubator suhu 34°C
- Infuse umbilical 5%
B. ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
1 DS : - Resiko hipotermi Jaringan lemak
DO : subkotis tipis
- Akral sedikit dingin
- Lahir premature 30 minggu
- BBLRS 1060 gram
- Suhu tubuh 36,2°C
- Perawatan dalam inkubator
2 DS : - Resiko Infeksi Prematuritas dan
DO : system imun yang
- Keadaan umum lemah tidak adekuat
- Lahir premature 30 minggu
- BB 1060 gram
- Suhu tubuh 36,2°C
- Lekosit 24.7/uL
3 DS : - Ketidakseimbangan Prematuritas,
DO : nutrisi : kurang dari ketidakmampuan
- Terpasang selang OGT kebutuhan tubuh mengabsorbsi
- Reflek hisap lemah nutrisi
- BB 1060 gram
- Terpasang infus umbilical
D5%
4 DS : - Ketidakefektifan Penumpukan cairan
DO : jalan nafas di rongga paru
- Terpasang ventilator
2lt/menit
- RR 40x/menit
- Perkusi paru dullness
- Auskultsi paru ronkhi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
1 17/10/2014 Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan cairan dirongga paru
2 17/10/2014 Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan
subkotis tipis
3 17/10/2014 Ketidakefektifan nutrisi : kurang darin kebutuhan
tubuh berhubungan dengan prematuritas,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
4 17/10/2014 Resiko infeksi berhubungan dengan Prematuritas
dan system imun yang tidak adekuat
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TT
KEPERAWATAN TUJUAN TINDAKAN RASIONAL
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Observasi - Sebagai
pola nafas tindakan TTV, acuan
berhubungan keperawatan cuping penatalaksa
dengan selama 3x24 jam hidung, naan
penumpukan cairan jalan nafas retraksi dada tindakan
dirongga paru, adekuat, dengan - Berikan - Mensuplai
penurunan ekspansi kriteria hasil : terapi O2 O2 dalam
paru - Pernafasan 2lt/menit tubuh
adekuat 16-30 - Posisikan - Memberikan
x/menit klien semi rasa nyaman
- Perkusi paru fowler klien
sonor - Jaga - Jalan nafas
- Auskultasi kepatenan tidak ada
vesikuler jalan nafas : sumbatan
- Tidak ada suction
penumpukan
cairan di paru
2 Resiko hipotermi Setelah dilakukan -Pantau suhu - Sebagai
berhubungan tindakan setiap 3 jam
dengan jaringan keperawatan acuan
sekali
subkotis tipis selama 3x24 jam penatalaksa
hipotermi tubuh
stabil , dengan naan
kriteria hasil : -Atur suhu tindakan
- Suhu tubuh incubator
normal 36- sesuai indikasi - Mengikuti
37,5°C -Hindarkan
program
- Akral hangat bayi kontak
- Bayi tidak langsung yang
menggigil dengan dianjurkan
sumber
dingin/panas
-Ganti popok
bila basah
- Menjaga
kenyamanan
klien
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO TANGGAL
TINDAKAN RESPON KLIEN TT
DX JAM
1,2, 17 Okt 2014
3,4 08.00 - Mengobservasi ttv,cuping S:-
hidung retraksi dada O : Nadi : 132x/mnt ,
RR : 40x/mnt , S : 36,2
F. EVALUASI
NO TANGGAL
EVALUASI TT
DX JAM
1 17-10-2014 S:-
14.00 O : Klien tampak terpasang ventilator O2 2ltr/mnt dengan
SPO2 98% , auskultasi paru : ronchi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/m
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi dada
- Posisikan klien semi fowler
2 14.00
S:-
O : Suhu : 36,2
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Atur suhu incubator sesuai indikasi
- Pantau suhu setiap 3 jam sekali
- Ganti popok bila basah
- Hindarkan bayi kontak langsung dengan
3 14.00 sumber dingin/panas
S:-
O : BB : 1060gram
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Pasang selang OGT
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
4 14.00 pemberian nutrisi
S:-
O : Hasil leukosit klien 24.7
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- batasi jumlah pengunjung
- gunakan tekhnik aseptic selama
1 18-10-2014
berinteraksi dengan klien
14.00
S:-
O : Cairan dalam tabung suction tampak jernih
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/m
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi dada
2 14.00 - Posisikan klien semi fowler
S:-
O : Suhu : 36oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Atur suhu incubator sesuai indikasi
- Pantau suhu setiap 3 jam sekali
- Ganti popok bila basah
3 14.00 - Hindarkan bayi kontak langsung dengan
sumber dingin/panas
S:-
O : Klien tampak masih terpasang OGT dengan diit 30cc
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
4 14.00 - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi
S:-
O : Leukosit 24.7
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- gunakan teknik aseptic selama berinteraksi
dengan klien
1 19-10-2014 - bersihkan incubator secara berkala
14.00
S:-
O : Klien tampak terpasang ventilator O2 2ltr/mnt dengan
SPO2 90% , auskultasi : ronchi
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/
2 14.00 - Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi dada
- Posisikan klien semi fowler
S :-
O : Suhu 36,4oC
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Atur suhu incubator sesuai indikasi
- Pantau suhu setiap 3 jam sekali
- Hindarkan bayi kontak langsung dengan
sumber dingin/panas
- Ganti popok bila basah
S :-
O : Klien tampak masih terpasang infus umbilikel 5%
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 14.00 - Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Pasang selang OGT
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi
S:
O : Hasil leukosit 24,7
A : Masalah belum teratasi
4 14.00 P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- batasi jumlah pengunjung
- gunakan teknik aseptic selama berinteraksi
dengan klien
- bersihkan incubator secara berkala
Daftar Pustaka
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Jakarta : YBP-SP.
Indrasanto Eriyati. Dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency
Komprehensif (PONEK) : Asuhan Neonatal Esensial. Jakarta : JNPK, KR, IDAI, POGI.
Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
Jakarta : EGC.
Suriyadi, Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed.2.
Jakarta : CV. Agung Seto.
Potter, P. A, Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Ed.4 Vol.2. Jakarta : EGC.