Anda di halaman 1dari 6

Penjelasan Skor Maks

1.   Sebutkan dan   jelaskan 30


Pengertian Hukum Dagang dan 
Kepailitan 
Skor Nomor 1 30
1.   Jelaskan dan   sebutkan 30
bagaimana asal usul Hukum
Dagang dan   Kepailitan
Skor Nomor 2 30
1.   Mohon jelaskan mengenai 40
Bentuk-bentuk perbuatan
melanggar Hukum dalam
kegiatan    perdagangan!
Skor Nomor 3 40

Jawaban

1.  Hukum dagang adalah hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan, yang
diatur dalam KUHD. 

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan
untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga,
dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan
kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.

2. Hukum perdata berasaldari zaman Romawi dan Perancis kemudian ke Belanda yang di Belanda
diatur dalam Buergerlijk wetboek yang diterjemahkan sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHperdata). Dalam perkembangannya para pelaku usaha membutuhkan peraturan-peraturan
khusus yang mengatur perniagaan atau hukum dagang.

       Oleh karena itu maka dipandang perlu mengadaka n perarturan hukum dagang yang diatur
dalam kodifikasi Perancis sejak Lodewijk XIV disebut Ordonnance du Commerce 1673 dan
Ordonnance de la Marine 1681. Berkembang ke Belanda yang disebut Wetboek van Koophandel
(WvK) yang di Indonesia diterjemahkan sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang
mulai berlaku 1 Mei 1848.
Dengan demikian para pedagang / pelaku usaha berlomba-lomba memperluas usaha dengan
mencari pinjaman. Namun pada kenyataannya pinjam meminjam ini menimbulkan permasalahan
terutama jika pihak yang berutang tidak dapat membayar utang-utangnya. Salah satu penyelesaian
utang piutang itu diselesaikan dengan pengaturan yang disebut UU Kepailitan yang awalnya berlaku
di Hindia Belanda diatur dalam  Staatsblad no 217 juncto staatsblad 1906 No 348 tentang
Faillissements verordening  yang antara lain mengatur tentang pernyataan bagi seorang pailit. 

Namun karena perkembangan jaman materi kepailitan yang diatur dalam Faillissements


verordening tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat Indonesia maka diubahlah Peraturan
Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU tentang kepailitan yang
kemudian ditetapkan menjadi UU no 4 tahun 1998 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. 

Pada saat ini, peraturan kepailitan yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang No.37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang.

3. Perbuatan melanggar hukum dalam kegiatan perdagangan cenderung pada tindakan persaingan
usaha tidak sehat antar para pelaku usaha. UU no 5 tahun 1999 membagi tindakan persaingan usaha
tidak sehat ke dalam tiga kategori, yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi
dominan.

Perjanjian yang Dilarang

Adapun yang termasuk dalam perjanjian yang dilarang adalah sebagai berikut:

a. Oligopoli

Adalah perjanjian antara lebih dari satu pelaku usaha yang secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang/jasa yang harus dibayar oleh konsumen.

b. Perjanjian Penetapan Harga

Adalah perjanjian yang disepakati pelaku usaha dan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan
harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen.

c. Diskriminasi Harga dan Diskon

Perjanjian yang disepakati oleh lebih dari satu pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu
harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain
dengan barang dan atau jasa yang sama.

d.  Pembagian Wilayah

Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian pembagian wilayah baik yang bersifat vertikal
maupun bersifat horizontal sehingga mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
e. Pemboikotan

Perjanjian yang disepakati oleh seorang pelaku usaha dan pelaku usaha lainnya, yang didalamnya
mencakup ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha tersebut untuk berhungan dagang
dengan pelaku usaha lainnya.

f. Kartel

Perjanjian yang disepakati para  pelaku usaha untuk mengontrol produksi, menentukan harga
dan/atau wilayah pemasran atas suatu barang dan atau jasa, sehingga diantara mereka tidak ada lagi
persaingan.

g. Trust

Perjanjian yang disepakati para  pelaku usaha untuk melakukan kerja sama bentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya.

h. Oligopsoni

Perjanjian yang disepakati oleh lebih dari satu pelaku usaha yang bertujuan untuk bersama-sama
menguasai pembelian dan/atau penerimaan pasokan suatu barang dan/atau jasa tertentu, yang
dapat mengakibatkan terjadinya lebih adri 75% atas barang / jasa tertentu dalam pasar yang
bersangkutan.

i. Integrasi Vertikal

Integrasi Vertikal adalah perjanjian yang disepakati oleh lebih dari satu pelaku usaha yang bertujuan
untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalm rangkaian produksi barang dan/
jasa tertentu.

j. Perjanjian tertutup

Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dilarang yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa hanya akan
memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau pada tempat
tertentu.

k. Perjanjian dengan pihak luar negeri


Perjanjian yang dibuat pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat.  

Kegiatan yang Dilarang

a. Monopoli

suatu penguasaan pasar yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan atau badan untuk
menguasai penawaran pasar (penjualan produk barang dan atau jasa di pasaran) yang ditujukan
kepada para pelanggannya.

b. Monopsoni

keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal
atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

c. Penguasaan Pasar

Dalam penguasaan pasar, para pelaku usaha dilarang untuk:

-  menolak, menghalangi, atau menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;

-  menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan
hubungaa usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;

-  membatasi peredaran, penjualan, atau peredaran dan penjualan barang, jasa, atau barang dan
jasa pada pasar bersangkutan;

-  Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

d. Dumping

Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan/atau jasa dengan cara menjual rugi atau
menetapkan harga yang sangat rendah dari harga produksi barang dan/atau jasa sejenis.

e. Manipulasi Biaya Produksi

Pelaku usaha dilarang Manipulasi Biaya Produksi dan biaya lain yang nantinya akan diperhitungkan
sebagai salah satu komponen harga barang dan atau jasa yang akan dipasarkan.

f. Persengkongkolan

Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan
maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol
(pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
                        

Posisi Dominan

Posisi Dominan adalah suatu keadaan dimana pelaku usaha dalam memasarkan produknya tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar
yang di kuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan dan
penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang dan jasa
tertentu.

Bentuk Posisi Dominan tersebut adalah :

1.  Posisi Dominan yang bersifat umum / Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2)

a. Pasal 25 ayat (1) : “pelaku usaha dilarang menggunakan Posisi Dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk :

·       Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan /atau menghalangi
konsumen memperoleh barang dan /atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas

·       Membatasi pasar dan pengembangan teknologi

·       Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar
bersangkutan.

b. Pasal 25 ayat (2) : “pelaku usaha yang memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) apabila :

·                 Satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau
lebih pangsa pasar 1 jenis barang atau jasa tertentu.

·                 Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima
persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. Posisi Dominan karena jabatan rangkap

Praktik Monopoli dan/ atau Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat terjadi disebabkan oleh adanya
Posisi Dominan.

Dalam Undang-Undang Antimonopoli, dilarang adanya jabatan rangkap dari seorang direksi atau
komisaris suatu perusahaan. Larangan mengenai jabatan rangkap ini diatur dalam Pasal 26 Undang-
Undang Antimonopoli yang berisi : 
“Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada
waktu bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila
perusahaan perusahaan tersebut :

·         berada dalam pasar bersangkutan yang sama,

·         memiliki keterkaitan erat dalam bidang dan/ atau jenis usaha, atau perusahaan-perusahaan
tersebut saling mendukung atau berhubungan langsung dalam proses produksi, pemasaran, atau
produksi dan pemasaran.

·         secara bersama dapat, menguasai pangsa pasar barang dan/ atau jasa tertentu, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.

3. Posisi Dominan karena pemilikan saham mayoritas

Kepemilikan saham seseorang di suatu perusahaan juga membuka peluang terjadinya Posisi
Dominan yang dapat menimbulkan praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.

Larangan posisi dominan karena pemilikan saham diatur dalam Pasal 27 Undang – Undang No.5
Tahun 1999 yang menyatakan :

“Pelaku Usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang
melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau
mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :

·         Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

·         Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh
lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

4. Posisi Dominan karena pengambilalihan

Penggabungan atau peleburan suatu badan usaha itu dilarang dalam Undang – Undang
Antimonopoli apabila dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak
sehat.

Ketentuan dalam Undang-Undang Antimonopoli yang melarang perbuatan tersebut adalah Pasal 28
dan Pasal 29 Undang – Undang No.5 Tahun 1999.

Anda mungkin juga menyukai