Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KEILMUAN DAN PENELITIAN TASAWUF

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Akhlaq dan Tasawuf

Dosen Pengampu:
Dr. Malik Ibrahim, M. Ag

Disusun Oleh:
1. Isna Firdausi (17106000043)
2. Haya Okta Fikriya (17106000044)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2020

i
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini
diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak dan Tasawuf. Kami
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah
sulit bagi kami untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu,
membimbing, maupun mendukung serta memberikan dorongan dalam
penyusunan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap kepada Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini membawa
manfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 2 Maret 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Problematika........................................................................................................3
C. Urgensitas.............................................................................................................3
D. Tujuan Penulisan.................................................................................................6
BAB II..............................................................................................................................7
PEMBAHASAN..............................................................................................................7
A. Pengertian.............................................................................................................7
B. Ruang Lingkup....................................................................................................9
C. Historitas.............................................................................................................10
D. Karakteristik Tasawuf......................................................................................16
BAB III...........................................................................................................................18
PENUTUP......................................................................................................................18
A. Kalimat Penutup................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18
Daftar Pustaka................................................................................................................19
Lampiran……………………………………………………………………………………………….…………. 20

ii
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf berasal dari kata sufi. Orang pertama yang memakai kata sufi
adalah seorang zahid atau ascetic bernama Abu Hasyim al-Kufi di Irak.1
Tasawuf adalah ajaran atau kepercayaan bahwa pengetahuan kepada
kebenaran dan Allah dapat dicapai dengan jalan penglihatan batin dan
renungan.2 Menurut ajaran tasawuf manusia hidup di dunia ini hanya untuk
melaksanakan peribadahan pada Allah dan berusaha mendekatkan diri kepada-
Nya. Kecenderungan untuk dekat dengan Tuhan pada hakikatnya sesuai
dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang membutuhkan ketenangan dan
kebahagiaan, baik jasmani maupun rohani. Melalui cara-cara atau ramalan-
ramalan dalam dunia kesufian, manusia diharapkan dapat tampil sebagai
seorang yang berkepribadian jujur dan benar dalam segala hal. Hal ini juga
berbeda dengan aspek Fikih khususnya pada bab thaharah yang memusatkan
perhatian pada pembersihan aspek jasmani dan lahiriyah yang selanjutnya
disebut dengan dimensi ekstrorika.3
Tasawuf mulai mendapatkan perhatian dan dituntut peranannya untuk
terlibat secara aktif dalam mengatasi masalah-masalah keduniawian. Hal ini
terlihat bahwa tuntutan zaman yang semakin membara membuat sebagian
masyarakat cenderung mengarah kepada keterpurukan akhlak. Manusia
cenderung melakukan sesuatu atas dasar kebebasan sehingga ia semena-mena
dan acuh tak acuh terhadap akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya.
Tasawuf memiliki potensi dan otoritas yang tinggi dalam menangani masalah
ini. Tasawuf secara intensif memberikan pendekatan-pendekatan agar manusia
selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam kesehariannya. Kehadiran tasawuf

1
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
hlm. 57.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
2

Pustaka,1991), hlm. 906.


3
Neneng Nurhasanah,dkk., Metodelogi Studi Islam, (Jakarta: AMZAH, 2018), hlm. 183.

1
berupaya untuk mengatasi krisis akhlak yang terjadi di masyarakat islam di
masa lalu (klasik) tahun 650-1250 M. Masa dimana kehidupan manusia
bersifat foya-foya dan suka menghamburkan harta dan sungguh masa kini pun
sudah terlihat dan memperlihatkan pengaruhnya terhadap perkembangan
zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tasawuf adalah cabang dari ilmu agama yang dalam konteksnya
apabila ingin memahami model penelitian tasawuf, harus memahami aspek
agama terlebih dahulu sehingga akhirnya muncul beberapa konsep ilmu itu
sendiri. Penelitian atau studi dalam bidang ilmu objeknya bisa berwujud
ajaran-ajaran ulama sufi masa lampau. Di samping itu, masalah yang belum
banyak dibahas oleh para peneliti orientalis adalah fenomena kehidupan para
kelompok-kelompok sufi yang nyata-nyata ada berserakan di seratah alam
Islami. Kehidupan sufi yang benar-benar ada pada umumnya tergambar dalam
kelompok-kelompok ordo tarekat yang dengan sendirinya banyak diwarnai
oleh kualitas-kualitas guru tarekat tingkat pedesaan. Kehidupan kelompok-
kelompok tarekat semacam ini tentu amat jauh jurang perbedaannya dengan
konsep-konsep ajaran tasawuf, semakin berkembang tasawuf, membuat ajaran
yang ada sendiri mengalami pencampuran dengan ilmu-ilmu yang lain.4 Suatu
contoh yang jelas misalnya ajaran tarekat Qadiriyah tentu aslinya jauh berbeda
dengan tarekat Naqsabandiyah. Namun khusus di Indonesia kemudian muncul
bentuk perpaduan antara keduanya jadi tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah
seperti berkembang di daerah Pati dan pesantren Suryalaya di Tasikmalaya. 5
Di dalam penelitian tasawuf terdapat model, metode dan pendekatan yang
akan dibahas dalam makalah ini.

B. Problematika
Dalam penelitian bidang ilmu tasawuf, seorang peneliti dituntut peka
dalam menilai data-data yang bermakna yang kemudian menganalisanya
4
Neneng Nurhasanah,dkk., Metodelogi Studi Islam, (Jakarta: AMZAH, 2018), hlm. 183-
184.
M. Masyhur Amin, Pengantar Kearah Metode Penelitian dan Pengembangan Ilmu
5

Pengetahuan Agama Islam, (Yogyakarta: Balai Penelitian P3M IAIN Sunan Kalijaga. 1992), hlm.
81.

2
untuk dapat dideskripsikan. Sehingga diperlukan ketajaman dan kemampuan
analisa secara kritis dan sistematik yang mana kemampuan ini masih
tergolong langka dalam bidang keagamaan. Para doktor dan cendekiawan ilmu
umum cukup banyak, namun dalam bidang ilmu agama masih sangat langka.
Hal ini tidak terlepas dari tradisi pesantren dan budaya kitab kuning yang
belum mendukung tumbuhnya pemikiran kritis, rasional dan realistis.
Pemikiran yang realistis, rasional dan juga kritis dapat menumbuhkan
ketajaman analisa ilmiah, dan tanpa ketajaman analisa ilmiah, penelitian tidak
akan terjadi. Hal tersebut tentunya dapat melumpuhkan ilmu keislaman dan
menyebabkan stagnasi yang cukup panjang. Selain itu, Faktor simpati
merupakan alat perekat untuk mendapatkan pemahaman seperti yang
dirasakan oleh sang obyek, namun peneliti memang bukan sufi yang belum
tentu dapat merasakan dan meyakini bahwa penghayatan kejiwaan para sufi di
dalam fana itu merupakan kebenaran yang mutlak. Hal inilah yang menjadikan
faktor simpati sulit diterapkan dalam ilmu tasawuf. Dengan kata lain peneliti
dituntut untuk mengerti kepercayaan orang lain meskipun ia sendiri tidak
mempercayainya.

C. Urgensitas
Tasawuf merupakan suatu bentuk usaha membersihkan hati manusia
khususnya dalam kaitannya dengan hubungannya dengan Tuhannya. Ibadah
seseorang tidak akan diterima Allah SWT manakala tidak disertai dengan
kesucian dan kebersihan. Salat yang sering digambarkan dapat mencegah hal-
hal yang mungkar (perbuatan yang tidak baik) seringkali tidak efektif. Banyak
umat Islam yang melaksanakan salat namun kebanyakan yang melakukan
kejahatan khususnya di Indonesia adalah orang Islam. Banyak orang terjebak
hanya sebatas melakukan salat sesuai dengan ketentuan fikih atau syariat saja.
Bukankah salat merupakan mikraj umat Islam ketika bertemu dengan
Tuhannya? Tasawuf merupakan jawaban untuk dapat meningkatkan kualitas
ibadah manusia.6

6
M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Ilmu Tasawuf, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hlm.78-79.

3
Selain itu, tasawuf juga dapat berfungsi sebagai pembersih jiwa dari
pengaruh materi keduniawian. Kebutuhan hidup manusia akan dapat dipenuhi
manakala dapat terpenuhi segala kebutuhan kehidupannya terpenuhi. Namun
demikian, manusia tidak hanya dari unsur materi saja yang harus terpuaskan
namun juga dalam jiwanya juga perlu dipuaskan. Perkembangan dalam
pemuasan kehidupan materi manusia sesuai dengan denyut irama kehidupan
manusia yang di era sekarang tidak hanya sekedar memuaskan semata
melainkan ada unsur estetikanya. Tasawuf juga dapat menerangi jiwa dari
kegelapan. Manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan keluh kesah
sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Balad (90): 4. Benturan pemenuhan
kebutuhan materi semakin hari semakin terasa dahsyat. Muncullah rasa
ketakutan, depresi, kecemasan dan sejenisnya yang tidak dapat dihindari oleh
manusia modern. Obatnya tidak ada lain kecuali mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Dokter hanya melihat penyakit yang bersumber pada fisik semata
sedangkan secara psikis atau non fisik perlu oleh kejiwaan melalui ajaran
Tasawuf.7
Memperteguh dan menyuburkan keyakinan beragama merupakan salah
satu imbas dari ajaran tasawuf. Keyakinan seseorang akan meningkat tidak
hanya sebatas dasar atau permukaan saja melainkan ke arah struktur. Secara
tidak langsung keyakinan dan keteguhan tersebut akan mencerminkan akhlak
yang mulia dalam hubungannya dengan sesama manusia, lingkungan dan
terlebih dengan Tuhannya. Oleh karena itu, tidak terlalu mengherankan jika
imam Ghazali dalam “Al-Nusrah Al-Nabawiyyah-nya” mengatakan bahwa
mendalami dunia tasawuf itu penting sekali. Hal itu disebabkan karena selain
nabi, tidak ada satupun manusia yang bisa lepas dari penyakit hati seperti riya,
dengki, hasad dan sebagainya. Tasawuf dalam hal ini yang dapat mengobati
penyakit hati itu. Tasawuf memiliki konsentrasi pada tiga hal di mana ketiga-
tiganya sangat dianjurkan oleh al-Quran al-Karim. Pertama, selalu melakukan
kontrol diri muraqabah dan muhasabah. Kedua, selalu berdzikir dan

7
Ibid., hlm.79.

4
mengingat Allah SWT. Ketiga, menanamkan sifat zuhud, cinta damai, jujur,
sabar, syukur, dermawan, tawakal dan ikhlas.8
Selain itu, urgensi tasawuf dalam agama dengan tidak mengikuti
pejuang fiqih dalam melihat dunia dan para teolog dalam melihat agama serta
tidak mengamini pada para filsuf dalam mengintip hakikat Tuhan. Tasawuf
telah menjadi alternatif terpenting dalam kehidupan manusia. Dari bahan dasar
inilah, kita dapat mengangguk-angguk mengapa para sufi sering mencabik-
cabik dan menyentuh kesadaran manusia lewat tema-tema zuhud, cinta, kasyf,
makrifat, hakekat, karamah, wilayah, hingga wihdah al-wujud, wihdah al-
adyan (unity of religion). Lewat perantara tema-tema itulah para sufi hadir
dengan mengacungkan bendera revolusi di tengah-tengah kehidupan, dan
habitat keberagamaan kita. Dapat kita buktikan, bagaimana para tokoh-tokoh
sufi, pada periode awal misalnya, dengan begitu keras dan lantang
meneriakkan zuhud. Dengan melihat Al-Quran dan sesekali menatap realita,
para sufi memutuskan untuk "menyerapah" dunia dan mengosongkan hati
dirinya. Dalam Q.S. Al-Hadid (57): 20 yang berarti sebagai berikut:9

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan


dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-bangga and tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanaman-tanaman yang mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur.dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu."

Bertolak dari ayat ini dan ayat-ayat yang memiliki ruh yang sama,
lahirlah benih-benih revolusi spiritual dengan makna dan manifestasi di atas
titik yaitu pentingnya melihat ulang dunia dengan menjadikannya sebagai
jembatan menuju kehidupan yang lebih kekal. Hingga zuhud berkembang
menjadi khauf (takut) dan al-hubb (cinta), misi revolusi itu terus berjalan
dengan tantangan dan medan yang berbeda.10
8
Ibid., hlm. 79-80.
9
Ibid., hlm. 80.
10
Ibid., hlm. 81.

5
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan sebuah kajian
tasawuf dari segi keilmuan dan penelitian tasawuf. Tulisan ini tidak
bermaksud terlalu jauh dalam bidang kajian tasawuf, tulisan ini lebih
diarahkan sebagai pengenalan dan pengantar terhadap keilmuan tasawuf
secara ringan. Dalam makalah ini akan disinggung mengenai pengertian
tasawuf, ruang lingkup tasawuf, bentuk dan metode penelitian tasawuf, tokoh-
tokoh beserta modelnya dalam penelitian tasawuf, syarat peneliti dalam
bidang tasawuf, dan karakteristik dari ilmu tasawuf itu sendiri meskipun
tulisan ini sebatas berusaha mengutip dari berbagai sumber dan
merangkumnya secara ringkas. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat
mengantarkan dan mengenalkan penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya terhadap kajian ilmu tasawuf yang ditinjau dari segi keilmuan dan
penelitian tasawuf sehingga selain dari sisi akademik, diharapkan juga dapat
memunculkan nuansa tasawuf dalam konteks pengalaman spiritual pribadi.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tasawuf secara etimologis adalah ajaran untuk mengenal dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf adalah ajaran atau kepercayaan
bahwa pengetahuan kepada kebenaran Allah dapat dicapai dengan jalan
penglihatan batin dan renungan.11 Kata tasawuf berasal dari bahasa Arab Suf
yang artinya bulu domba, bahwa dalam sejarah orang yang pertama kali
menggunakan kata sufi adalah Abu Hasyim al-Kufi Irak. Ahlu suffah yang
berarti sekelompok orang pada masa Rasulullah SAW yang hidupnya di isi
dengan banyak berdiam di serambi-serambi masjid, mereka mengabdikan
hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.12 Shaffa yang artinya suci. Kata
Shaffa ini berbentuk fi'il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan
yang nisbah yang berarti sebagai nama bagi orang-orang yang bersih atau suci.
jadi maksudnya mereka itu mensucikan dirinya di hadapan Tuhan melalui
latihan yang berat dan lama. Sophia berasal dari kata Yunani yang artinya
hikmah atau kebenaran. Orang-orang sufi memiliki kesamaan dengan cara
yang ditempuh orang filosof, sama-sama mencari kebenaran yang berawal dari
keraguan dan ketidakpuasan.13 Sebagian orang berpendapat bahwa asal kata
tasawuf dari kata shaff yaitu barisan ketika salat. Alasannya ialah karena
orang-orang sufi mempunyai iman yang kuat dan jiwa yang bersih dan selalu
memilih shaff nomor satu dalam salat. Tasawuf berasal dari kata shaufanah
yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu bulu banyak yang tumbuh di
padang pasir di tanah Arab dan pakaian kaum sufi berbulu-bulu seperti buah
itu pula dalam kesederhanaannya.14
11
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,1991), hlm. 1216.
12
Maksudin, Pendidikan Akhlaq Tasawuf dan Karakter Integratif, (Yogyakarta: Samudra
Biru, 2017), hlm. 3-4.
13
Alwan Khoiri, dkk., Akhlaq Tasawuf, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN unan
Kalijaga,2015), hlm. 29.
14
Maksudin, Pendidikan Akhlaq Tasawuf dan Karakter Integratif, (Yogyakarta: Samudra
Biru, 2017), hlm. 4.

7
Pengertian tasawuf secara terminologi terdapat banyak beberapa
pendapat berbeda yang telah dinyatakan oleh beberapa ahli, namun penulis
akan mengambil beberapa pendapat dari pendapat-pendapat para ahli tasawuf
yang ada, yaitu sebagai berikut:
1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani berpendapat tasawuf adalah mensucikan
hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan khalawt, riya-dloh,
taubah dan ikhlas.
2. Al-Junaidi berpendapat bahwa tasawuf adalah kegiatan membersihkan
hati dari yang mengganggu perasaan manusia, memadamkan kelemahan,
menjauhi keinginan hawa nafsu, mendekati hal-hal yang diridhai Allah,
bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memberikan nasihat kepada semua
orang, memegang dengan erat janji dengan Allah dalam hal hakikat serta
mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari'at.
3. Syaikh Ibnu Ajibah menjelaskan tasawuf sebagai ilmu yang membawa
seseorang agar bisa dekat bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa
melalui penyucian rohani dan mempermanisnya dengan amal-amal
shaleh dan jalan tasawuf yang pertama dengan ilmu, yang kedua amal
dan yang terakhirnya adalah karunia Ilahi.
4. H. M. Amin Syukur berpendapat bahwa tasawuf adalah latihan dengan
kesungguhan (riya-dloh, mujahadah) untuk membersihkan hati,
mempertinggi iman dan memeperdalam aspek kerohanian dalam rangka
mendekatkan diri manusia kepada Allah sehingga segala perhatiannya
hanya tertuju kepada Allah.15

B. Ruang Lingkup
Ilmu tasawuf yang pada dasarnya bila dipelajari secara esensial
mengandung empat unsur, yaitu :16
1. Metafisika, yaitu hal-hal yang di luar alam dunia atau bisa juga
dikatakan sebagai ilmu ghoib. Di dalam Ilmu Tasawuf banyak

15
Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (_____: Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 11.
16
H. Badrudin, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Serang: Puri Kartika Bajarsari, 2015), hlm.3-4.

8
dibicarakan tentang masalah-masalah keimanan tentang unsur-unsur
akhirat, dan cinta seorang sufi terhadap Tuhannya.
2. Etika, yaitu ilmu yang menyelidiki tentang baik dan buruk dengan
melihat pada amaliah manusia. Dalam Ilmu Tasawuf banyak sekali
unsur-unsur etika dan ajaran-ajaran akhlak (hablumminallah dan
hablumminannas).
3. Psikologi, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi
dalam pandangan tasawuf sangat berbeda dengan psikologi modern.
Psikologi modern ditujukan untuk menyelidiki manusia bagi orang
lain, yakni jiwa orang lain yang diselidikinya. Sedangkan psikologi
dalam tasawuf memfokuskan penyelidikan terhadap diri sendiri, yakni
diarahkan terhadap penyadaran diri sendiri dan menyadari kelemahan
dan kekurangan dirinya untuk kemudian memperbaiki menuju
kesempurnaan nilai pribadi yang mulia.
4. Estetika, yaitu ilmu keindahan yang menimbulkan seni. Untuk
meresapkan seni dalam diri, haruslah ada keindahan dalam diri sendiri.
Sedangkan puncak keindahan itu adalah cinta. Jalan yang ditempuh
untuk mencapai keindahan menurut ajaran tasawuf adalah tafakur,
merenungi hikmah-hikmah ciptaan Allah. Dengan begitu akan
tersentuh kebesaran Allah dengan banyak memuji dan berdzikir
kehadirat-Nya. Oleh karena itu, dengan senantiasa bertafakur dan
merenungkan segala ciptaan Allah, maka akan membuahkan
pengenalan terhadap Allah (makrifat billah) yang merupakan
kenikmatan bagi ahli sufi. Hal ini bersumber pada mahabbah, rindu,
ridlo melalui tafakkur, dan amal-amal shalih.

C. Historitas
Penelitian dan pengkajian dalam bidang taswuf merupakan bagian
yang tak dapat dipisahkan dari penelitian dan pengembangan ilmu

9
pengetahuan agama islam.17 Penelitian ilmu agama memang berbeda dengan
penelitian ilmu sosial, namun penelitian agama tidak dapat dipisahkan dan
berhubungan erat dengan metode-metode penelitian sosial pada umumnya.
Perbedaan itu terletak pada medan, tujuan, dan pendekatan (sudut penilaian).
Menurut Mattulada, penelitian-penelitian sosial keagamaan terbatas pada
pengkajian fenomena keagamaan, artinya hanya mempelajari perilaku
manusia dalam kehidupannya beragama.18
Penelitian agama mencakup tiga bahasan, yaitu: memahami dan
mengkaji kitab-kitab suci yang merupakan sumber baku dari agama; mengkaji
hasil ijtihad dari para ulama’ yang merupakan sumber dinamika; dan
fenomena keagamaan, yaitu perilaku atau pola-pola umat beragama yang
secara nyata hidup dan dan berada di tengah masyarakat umat manusia. Ketiga
aspek inilah yang bisa digapai oleh ahli-ahli sosial. Selain itu, tujuan ilmu
sosial hanya terbatas pada keilmuan dan untuk pengembangan ilmu sosial itu
sendiri sedangkan ilmu agama memiliki tujuan untuk mengembangkan
pemahaman dan membudayakan pengamalan agama sesuai dengan
perkembangan peradaban umat manusia. Mengenai pendekatan, tentu sangat
erat kaitannya dengan dengan tujuan penelitian. Ilmu-ilmu sosial mendekati
fenomena agama dari sudut kepentingan pengembangan ilmu sosial, maka
penelitian agama mendekatinya dari sudut pengembangan agama dan
kehidupan umat beragama. Dengan adanya sudut pandang yang berbeda, tentu
akan menimbulkan penilaian yang berbeda terhadap fenomena yang sama.
1. Penelitian dan Pengkajian dalam Bidang Tasawuf

Obyek dalam penelitian dan pengkajian dalam bidang ilmu


tasawuf dapat berwujud ajaran-ajaran ulama sufi masa lampau yang
telah terbukukan dalam kitab-kitab kuning ataupun yang masih berupa
tulisan tangan. Di samping itu, bahasan yang masih luas dan belum

17
Balai Penelitan P3M, Pengantar Kearah Metode Penelitian dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan Agama Islam, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1992), hlm.79.
18
Taufik Abdullah dan M. Rusli karim, Metodologi Penelitian Agama: Sebuah
Pengantar, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana, 1989), hlm.1.

10
banyak dijamah oleh para peneliti orientalis adalah fenomena kehidupan
para kelompok sufi yang nyata ada di alam Islami. Kehidupan kelompok
sufi yang benar-benar ada, umumnya tergambar dalam kelompok-
kelompok tarekat yang dengan sendirinya diwarnai oleh kualitas guru-
guru pedesaan. Demikian banyak masalah penelitian yang bisa
dimunculkan untuk dijadikan program penelitian, baik di lapangan
maupun di perpustakaan. Misalnya ajaran Syeh Abdul Qadir al-Djaelani
sangat mungkin jauh berbeda dengan apa yang diamalkan oleh para
pengikut Qadiriyah di daerah-daerah. Dengan penelitian semacam ini
akan bisa dipahami bahwa kehidupan agama tidak bisa dipahami hanya
dengan membaca kitab-kitab kuning saja.
Adapun bentuk penelitian pada umumnya adalah studi kasus,
yaitu meneliti dan mengkaji sesuatu kasus ditinjau dari segala aspeknya,
seperti jawaban atas pertanyaa” Apa itu?”, kemudian menyusun prediksi
atas pertanyaan “Bagaimana akibatnya jika tidak dilakukan
perubahan?”.19 Studi kasus memang sesuai untuk penelitian ilmu tasawuf
karena sesuai dengan ciri ajaran tasawuf seperti filsafat individual.
Setiap tokoh sufi hanya bisa dimengerti pikiran dan ajarannya sesuai
dengan sejarah kehidupan, penghayatan dan lingkungan budaya yang
mengelilingi kehidupannya. Di Indonesia misalnya, Hamzah Fansuri dan
dan muridnya Syamsuddin Pase berbeda ajarannya. Jadi, studi kasus
merupakan pilihan yang wajar dalam menelaah sejarah perkembangan
dan pemikiran tasawuf di Indonesia. Ciri dari studi kasus ini hanya bisa
dirasakan oleh seorang peneliti yang memiliki bekal yang memadai
tentang ilmu tasawuf beserta kedudukannya dalam perkembangan
pemikiran dan budaya keislaman. Penelitian ilmu keislaman yang ilmiah
sangat berkaitan dengan apa yang ada (fenomena yang faktual), bukan
apa yang seharusnya dan bergantung di angkasa, penelitian berurusan
dengan apa yang senyatanya ada, bukan lamunan, angan-angan indah,

19
Balai Penelitan P3M, Pengantar Kearah Metode Penelitian dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan Agama Islam, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1992), hlm. 82.

11
tetapi berurusan dengan fakta yang kadang-kadang keras dan kasar serta
menyedihkan, seperti kemunduran peradaban Islam yang telah dibangun
semenjak masa Harun Al-Rasyid. Penelitian hanya bisa digerakkan oleh
para peneliti yang punya bakal pemikiran ilmiah, tanpanya penelitian
akan lumpuh.
2. Metode dan Pendekatan
Metode penelitian bidang ilmu tasawuf menggunakan metode
penelitian ilmu-ilmu sosial, terutama analisa kesejarahan dan pendekatan
verstehen (fenomenologi) yang cukup sesuai untuk penelitian tasawuf
pada umumnya. Verstehen artinya “agar sang obyek itu sendiri yang
berbicara mengenai dirinya sendiri”. Tugas peneliti adalah merekam apa
yang dirasa, dipikirkan, dipahami dan diungkapkan oleh sang obyek.
Hasil rekaman itu kemudian dicoba untuk dimengerti dan dianalisa oleh
peneliti. Jadi pendekatan verstehen menuntut peneliti untuk mencoba
ikut terlibat dahulu. Teori justru harus dibina atas dasar fakta yang ada.
Verstehen memang hanya bisa dilakukan oleh seorang peneliti ahli yang
telah menguasai banyak teori. 20
Fenomena keagamaan hanya bisa dimengerti apabila diselami
dari sudut agamis, bukan ilmu sosial. Pendekatan dari sudut agama di
samping menjawab masalah ilmiah, yaitu apa atau bagaimana dan
mengapa terjadi demikian, harus dilanjutkan pada persoalan ketiga yaitu
masalah seberapa jauh hal tersebut dapat mendukung atau bahkan
menghambat perkembangan budaya agama dan alam pikiran umat Islam.
Penelitian agama merupakan alat untuk mendukung pengembangan
ajaran agama dan umat islam. Jadi, dalam penelitian agama juga
mempersoalkan bagaimana memanfaatkan hasil penelitian ilmiah bagi
pengembangan ilmu agama, tidak cukup hanya dari ilmu untuk ilmu
akan tetapi ilmu untuk kepentingan pengembangan agama dan umat
beragama sehingga unsur positif dan negatif harus diikutsertakan, baik
berupa kritik atapun kecaman yang tajam. Seperti kecaman Ibnu

20
Ibid., hlm.84.

12
Taimiyah terhadap paham-paham yang beliau anggap menyimpang dan
menyesatkan.
3. Tokoh-Tokoh dalam Penelitian Tasawuf
Penelitian atau studi dalam bidang ilmu objeknya bisa berwujud
ajaran-ajaran ulama sufi masa lampau. Di samping itu, masalah yang
belum banyak dibahas oleh para peneliti orientalis adalah fenomena
kehidupan para kelompok-kelompok sufi yang nyata-nyata ada
berserakan di seratah alam islami. Kehidupan sufi yang benar-benar ada
pada umumnya tergambar dalam kelompok-kelompok ordo tarekat yang
denga sendirinya banyak diwarnai oleh kualitas-kualitas guru tarekat
tingkat pedesaan. Kehidupan kelompok-kelompok tarekat semacam ini
tentu amat jauh jurang perbedaannya dengan konsep-konsep ajaran
tasawuf, semakin berkembang tasawuf, membuat ajaran yang ada sendiri
mengalami pencampuran dengan ilmu-ilmu yang lain. 21
Mengenai model dalam penelitian tasawuf, telah dikembangkan
oleh para ahli. Diantara model-model penelitian tasawuf, yaitu sebagai
berikut.22
a. Model Sayyed Hossein Nasr
Sayyed Hossein Nasr merupakan ilmuwan yang amat
terkenal dan produksi dalam melahirkan berbagai karya ilmiah. Ia
adalah ilmuwan muslim keenam abad modern termasuk ke dalam
bidang tasawuf. Hasil penelitiannya disajikan dalam bukunya yang
berjudul “Tasawuf Dulu dan Sekarang” yang diterjemahkan Abdul
Hadi W. M. dan diterbitkan oleh Pustakan Firdaus di Jakarta tahun
1985. Ia menggunakan metode penelitian dengan pendekatan
tematik, yaitu pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran
tasawuf sesuai dengan tema-tema tertentu. Dengan penelitian
kualitatif yang mendasarinya pada studi kritis terhadap ajaran
tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah. Ia menambahkan
21
Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
hlm.184.
22
Ibid., hlm.184-186.

13
bahwa tasawuf merupakan sarana untuk menjalin hubungan yang
intens dengan Tuhan dalam upaya mencapai keutuhan manusia. Ia
bahkan mengemukakan tingkatan-tingkatan kerohanian manusia
dalam dunia tasawuf.
b. Model Mustafa Zahri
Mustafa Zahri memusatkan perhatiannya terhadap tasawuf
dengan menulis buku berjudul “Kunci Memahami Ilmu Tasawuf”.
Penelitiannya bersifat eksploratif, yaitu menggali ajaran tasawuf
dari berbagai literatur ilmu tasawuf. Iya menekankan pada ajaran
yang terdapat dalam tasawuf berdasarkan literatur yang ditulis oleh
para ulama terdahulu serta dengan mencari sandaran pada Al-
Quran dan hadis. Ia menyajikan tentang kerohanian yang di
dalamnya dimuat tentang contoh kehidupan Nabi, kunci mengenal
Allah, sendi kekuatan batin, fungsi kerohanian dalam
menentramkan batin, serta tarekat dan fungsinya. Ia juga
menjelaskan tentang bagaimana hakikat, ajaran makrifat, doa,
dzikir, dan makna la ilaha illa Allah.
c. Model Kautsar Azhari Noor
Kautsar Azhari nur memusatkan perhatiannya pada
penelitian tasawuf dalam rangka disertasinya. Judul bukunya
adalah “Wahdat Al-Wujud”. Dalam perdebatan dengan studi
dengan tokoh dan pahamnya yang khas, Ibnu arabi dengan
pahamnya wahdat al-wujud. paham ini timbul dari paham bahwa
Allah sebagaimana yang diterangkan dalam uraian tentang hulul,
ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Oleh karena itu dijadikan-
Nya alam ini, alam ini merupakan cermin bagi Allah. Di kala Dia
ingin melihat dirinya, Dia melihat kepada alam.
Paham ini telah menimbulkan kontroversi di kalangan para
ulama, paham tersebut dinilai membawa reinkarnasi, atau paham
serba Tuhan, yaitu Tuhan menjelma dalam berbagai ciptaan-Nya.
Dengan demikian, orang-orang mengira bahwa Ibnu Arabi

14
membawa paham banyak Tuhan. Mereka berpendirian bahwa
Tuhan dalam arti Zat-Nya tetap satu, namun sifat-Nya banyak
itupun dalam arti kualitas atau mutunya, berbeda dengan sifat
manusia.23
d. Model Harun Nasution
Harun Nasution merupakan guru besar dalam bidang
teologi dan filsafat Islam dan juga menaruh perhatian terhadap
penelitian di bidang tasawuf. Dalam bukunya yang berjudul
“Filsafat dan Mitisisme dalam Islam”, Ia menggunakan metode
tematik, yaitu penyajian ajaran tasawuf disajikan dalam tema jalan
untuk dekat dengan Tuhan, zuhud dan stasion-stasion lain, al-
mahabbah, al-makrifat, al-fana, al-baqa, al ittihad, al-hulul, dan
wahdat al-wujud. Pendekatan tematik dinilai lebih menarik karena
langsung menuju persoalan tasawuf dibandingkan dengan
pendekatan yang bersifat tokoh. Penelitiannya itu sepenuhnya
bersifat deskriptif, eksploratif, yaitu menggambarkan ajaran
sebagaimana adanya dengan mengemukakannya sedemikian rupa,
walau hanya dalam garis besarnya saja.
4. Persyaratan Peneliti Tasawuf
Pada penelitian tasawuf umumnya menggunakan metode studi
kasus dan pendekatan fenomenologis atau verstehen yang akan menjadi
grounded riset. Maka syarat mutlak yang harus dimiliki oleh peneliti
adalah harus menguasai persoalan-persoalan tasawuf yang cukup. Syarat
utama adalah menguasai bahasa sufisme, kemudian peneliti juga harus
memiliki pandangan yang jelas tentang apa hakekat tasawuf itu.24
Banyak istilah di kalangan sufisme yang perlu diketahui, diantaranya:
maqam, zuhud, ma’rifat, fana’, baqa’, tarikat, hakikat, hub, wara’,
muqarabah, dan lain sebagainya. Istila-isltilah tersebut memiliki makna
khusus yang tidak bisa dimengerti oleh syariat. Ma’rifat sufi lain sekali

23
Ibid., hlm.185.
24
Ibid., hlm.86.

15
dengan yang dimengerti oleh filsafat maupun syariat. Sehingga untuk
memahami istilah-istilah dalam ilmu tasawuf minimal harus mengkaji
banyak sumber buku dan kitab. Peneliti harus memiliki pandangan yang
jelas mengenai apa itu tasawuf dan dan bagaimana kaitannya dengan
ajaran agama Islam. Hal ini penting sebab peneliti bergerak di bidang
agama, bukan hanya penelitian sosial dan hasil penelitiannya juga untuk
beribadah demi keagungan agama.

D. Karakteristik Tasawuf
At-Taftazani setelah mengamati gejala-gejala yang berkembang dalam
tasawuf dan meramu karakteristik-karakteristik yang telah dikemukakan oleh
para ahli sebelumnya. Ia berpendapat bahwa tasawuf juga memenuhi sisi
psikis, moral, dan epistemologis sekaligus. Ia mengajukan beberapa
karakteristik yang menurutnya hanya dapat ditemukan pada tasawuf dalam
bentuknya yang paling utuh saja. Karakteristik yang diajukannya adalah:25

1. Peningkatan moral yang terkait dengan proses penyucian jiwa. Hal ini
berdasarkan keyakinan para sufi bahwa Allah yang Maha Suci tidak
akan dapat didekati kecuali oleh jiwa yang suci pula. Untuk itu
diperlukan langkah-langkah khusus melalui latihan-latihan fisik dan
psikis sehingga melalui proses tersebut akan terjadi peningkatan moral
para sufi agar memiliki jiwa yang suci.
2. Pemenuhan Fana (sirna) dalam realitas mutlak. Inilah esensi tasawuf.
Akan tetapi para sufi berbeda pendapat mengenai hal ini. Ada yang
berpendapat bahwa fana ini akan berlanjut pada penyatuan sedangkan
sebagian yang lain berpendapat dengan fana ini justru mengokohkan
akan adanya dualitas atau pluralitas wujud setelah kembali dari kondisi
fana.
3. Pengetahuan intuitif langsung. Inilah yang membedakan tasawuf
dengan ilmu lainnya dari sisi epistemologis. Jika ilmu lainnya

25
At-Tafzani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. A. Rafi ‘Utsmani, (Bandung: Pustaka,
2003), hlm.6.

16
memahami realitas melalui metode intelektual rasional dengan
mengandalkan rasio, maka tasawuf menggunakan epistemologi (irfani),
dengan intuisi (wijdani) sebagai instrumen pengetahuan.
4. Selain orientasi memperoleh pengetahuan, terdapat orientasi meraih
ketentraman dan kebahagiaan yang dihasilkan dari pemenuhan fana
dalam realitas mutlak pemenuhan ini sekaligus membebaskan penemu
hanya dari semua rasa takut khawatir dan ragu-ragu serta menempatkan
ya pada ada intensitas ketentraman dan kebahagiaan jiwa yang sulit
diungkapkan dengan kata-kata.
5. Penggunaan simbol dalam mengungkapkan pengamalan sufistik.
Simbol-simbol ini sulit dimengerti oleh orang yang tidak mengalaminya
secara langsung, dan oleh karena itu bersifat subjektif dan berbeda pada
setiap penemunya. Ia bisa berupa pengertian yang ditimbang dari
pemahaman secara harfiah terhadap kata-kata yang bersesuaian dengan
Al-Quran dan juga bisa berupa pengertian yang ditimba dari analisa dan
pemahaman yang tidak tunduk terhadap norma-norma yang terdapat
dalam Alquran.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan dan penjelasan singkat mengenai keilmuan dan
penelitian di bidang ilmu tasawuf di atas, dapat disimpulkan beberapa hal
berikut: Pertama, terdapat banyak pendapat dan teori tentang asal kata atau
pengertian secara etimologi maupun terminologi; Kedua, ruang lingkup
tasawuf mencakup empat unsur, yaitu: metafisika, etika, psikologi, dan
estetika; Ketiga, dalam bentuk penelitian tasawuf umumnya adalah studi kasus
dengan menggunakan metode verstehen (fenomenologi); Keempat, banyak
tokoh dalam penelitian tasawuf yang memiliki modelnya masing-masing;
Kelima, peneliti dalam ilmu tasawuf harus menguasai persoalan-persoalan
tasawuf yang cukup yaitu dengan menguasai bahasa sufisme, kemudian
peneliti juga harus memiliki pandangan yang jelas tentang apa hakekat
tasawuf itu; Keenam, tasawuf tidak bisa disamakan dengan mistisme pada
umumnya meskipun keduanya sama-sama menekankan bentuk pengalaman
spiritual yang bersifat rohaniah-transendental sehingga tasawuf pun memiliki
karakteristik-karakteristik khusus.

B. Saran
Pembaca diharapkan untuk membaca referensi lain yang lebih lengkap
selain makalah ini karena makalah ini hanya menjelaskan sedikit mengenai
keilmuan dan penelitian tasawuf.

C. Kalimat Penutup
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebaik
mungkin bagi pembaca yang ingin mempelajaran keilmuan dan penelitian
tasawuf. Penulis mohon maaf karena masih banyak kekurangan dalam hal
penulisan. Terimakasih

18
Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik dan M. Rusli karim. 1989. Metodologi Penelitian Agama:


Sebuah Pengantar. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.

Alba, Cecep. Tasawuf dan Tarekat. 2012. Dimensi Esoteris Ajaran Islam. (_____:
Remaja Rosdakarya.

Amin, M. Masyhur. 1992. Pengantar Kearah Metode Penelitian dan


Pengembangan Ilmu Pengetahuan Agama Islam. Yogyakarta: Balai
Penelitian P3M IAIN Sunan Kalijaga.

At-Tafzani. 2003. Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. A. Rafi ‘Utsmani. Bandung: Pustaka.

Balai Penelitan P3M. 1992. Pengantar Kearah Metode Penelitian dan


Pengembangan Ilmu Pengetahuan Agama Islam. Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga.

H. Badrudin. 2015. Pengantar Ilmu Tasawuf. Serang: Puri Kartika Bajarsari.

Khoiri, Alwan. dkk. Akhlaq Tasawuf. 2015. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN
unan Kalijaga.

Maksudin, Pendidikan Akhlaq Tasawuf dan Karakter Integratif. 2017.


Yogyakarta: Samudra Biru.

Nasution Harun,. 1995. Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.

Nata, Abuddin. 1999. Metodelogi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nurhasanah, Neneng,dkk. 2018. Metodelogi Studi Islam. Jakarta: AMZAH.

W.J.S. Poerwadarminta. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.

19
Lampiran 1
POWER POINT

20
KEILMUAN DAN
PENELITIAN
TASAWUF
Oleh:
Isna Firdausi (17106000043)
Haya Okta Fikriya (17106000044)

21
PROBLEMATIKA
• Perlunya pemikiran kritis, rasional dan realistis dari
seorang peneliti.
• Doktor dan cendekiawan dalam bidang ilmu agama masih
sangat langka.
• Peneliti bukan sufi yang belum tentu dapat merasakan
dan meyakini bahwa penghayatan kejiwaan para sufi di
dalam fana itu merupakan kebenaran yang mutlak.
• Peneliti dituntut untuk mengerti kepercayaan orang lain
meskipun ia sendiri tidak mempercayainya.

PENGERTIAN KEILMUAN TASAWUF PENGERTIAN KEILMUAN TASAWUF


Etimologis Terminologis
• Syekh Abdul Qadir al-Jailani
• Suf yang artinya bulu domba. Tasawuf adalah mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari
pangkalnya dengan khalawt, riya-dloh, taubah dan ikhlas.
• Ahlu suffah yang berarti sekelompok orang pada masa • Al-Junaidi
Rasulullah SAW yang hidupnya di isi dengan banyak Tasawuf adalah kegiatan membersihkan hati dari yang
berdiam di serambi-serambi masjid Nabawi. mengganggu perasaan manusia, memadamkan kelemahan,
menjauhi keinginan hawa nafsu, mendekati hal-hal yang diridhai
• Shaffa yang artinya suci. Allah.
• Syaikh Ibnu Ajibah
• Sophia berasal dari kata Yunani yang artinya hikmah.
Ilmu yang membawa seseorang agar bisa dekat bersama dengan
• shaff yaitu barisan ketika salat. Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian rohani dan
mempermanisnya dengan amal-amal shaleh.
• shaufanah yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu • H. M. Amin Syukur
bulu banyak yang tumbuh di padang pasir di tanah Arab . Tasawuf adalah latihan dengan kesungguhan (riya-dloh,
mujahadah) untuk membersihkan hati, mempertinggi iman dan
memeperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri
manusia kepada Allah

22
RUANG LINGKUP HISTORITAS
• Objek
• Metafisika
• Bentuk
Hal-hal yang di luar alam dunia atau bisa juga dikatakan
sebagai ilmu ghoib. • Metode dan Pendekatan
• Etika • Model
Ilmu yang menyelidiki tentang baik dan buruk dengan • Syarat Peneliti
melihat pada amaliah manusia.
• Psikologi
Masalah yang berhubungan dengan jiwa.
• Estetika
Ilmu keindahan yang menimbulkan seni.

Objek Penelitian Bentuk Penelitian


• Ajaran-ajaran ulama sufi masa lampau yang telah
terbukukan dalam kitab-kitab kuning ataupun yang masih Studi Kasus
berupa tulisan tangan. yaitu meneliti dan mengkaji sesuatu kasus ditinjau dari
• Fenomena kehidupan para kelompok sufi yang nyata segala aspeknya, seperti jawaban atas pertanyaa” Apa
ada di alam Islami itu?”, kemudian menyusun prediksi atas pertanyaan
“Bagaimana akibatnya jika tidak dilakukan perubahan?”.

23
Metode dan Pendekatan Model
Penelitian ilmu-ilmu sosial, terutama analisa kesejarahan • Model Syyed Hossein Nasr
dan pendekatan verstehen (fenomenologi) yang cukup • Model Mustafa Zahri
sesuai untuk penelitian tasawuf pada umumnya.
• Model Kautsar Azhari Noor
• Model Harun Nasution

24
Persyaratan Peneliti Tasawuf

• Menguasai bahasa sufisme.


• Menguasai persoalan-persoalan tasawuf yang cukup.
• Memiliki pandangan yang jelas tentang apa hakekat
tasawuf itu.

25
KARAKTERISTIK TASAWUF
• Peningkatan moral yang terkait dengan proses penyucian
jiwa.
• Pemenuhan Fana (sirna) dalam realitas mutlak.
• Pengetahuan intuitif langsung.
• Selain orientasi memperoleh pengetahuan, terdapat
orientasi meraih ketentraman dan kebahagiaan .
• Penggunaan simbol dalam mengungkapkan pengamalan
sufistik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah, Taufik dan M. Rusli karim. 1989. Metodologi Penelitian Agama: Sebuah
Pengantar. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.
2. Alba, Cecep. Tasawuf dan Tarekat. 2012. Dimensi Esoteris Ajaran Islam. (_____:
Remaja Rosdakarya.
3. Amin , M. Masyhur. 1992. Pengantar Kearah Metode Penelitian dan Pengembangan
Ilmu Pengetahuan Agama Islam. Yogyakarta: Balai Penelitian P3M IAIN Sunan
Kalijaga.
4. At-Tafzani. 2003. Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. A. Rafi ‘Utsmani. Bandung:
Pustaka.
5. H. Badrudin. 2015. Pengantar Ilmu Tasawuf. Serang: Puri Kartika Bajarsari.
6. Balai Penelitan P3M. 1992. Pengantar Kearah Metode Penelitian dan
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Agama Islam. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
7. Khoiri, Alwan. dkk. Akhlaq Tasawuf. 2015. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN unan
Kalijaga.
8. Maksudin, Pendidikan Akhlaq Tasawuf dan Karakter Integratif. 2017. Yogyakarta:
Samudra Biru.
9. Nasution Harun,. 1995. Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
10. Nata, Abuddin. 1999. Metodelogi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
11. Nurhasanah, Neneng,dkk. 2018. Metodelogi Studi Islam. Jakarta: AMZAH.

26
Lampiran 2

Curiculum Vite

Nama : Haya Okta Fikriya


TTL : Jepara, 27 Oktober 1999
Alamat : Sidang 40/08 Sinanggul Mlonggo Jepara
Program Studi : Pendidikan Matematika
No. HP : 089532560609

Nama : Isna Firdausi


TTL : Magelang, 18 Juni 1997
Alamat : Tretep, 08/02, Tretep, Temanggung, Jawa Tengah
Program Studi : Pendidikan Matematika
No. HP : 085293964547

27
28

Anda mungkin juga menyukai