Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

PENYALAHGUNAAN NAPZA

Disususn Oleh :

Indra Risandy

P1337420716024

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MAGELANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2020
BAB I
TINJAUAN TEORI

I. KONSEP NAPZA
A. Definisi
1. Definisi Remaja
Menurut WHO remaja deidefinisikan sebagai masa peralihan dari
masa anak-anak ke masa dewasa. Sedangkan batasan usia remaja menurut
WHO adalah 12 sampai 24 tahun, namun jika pada usia remaja telah
menikah maka tidak tergolong dalam remaja. Sedangkan dalam ilmu
psikologi, rentang usia remaja dibagi menjadi tida yaitu : Remaja Awal
(10-13 tahun), remaja pertengahan (14-16 tahun), dan remaja akhir (17-19
tahun).
Dalam jounal yang ditulis oleh Jimmy Simangsong 2015
memaparkan bahwa remaja adalah manusia pada usia tertentu yang
sedang dinamik, sehingga dalam usia tersebut remaja banyak dihadapkan
oleh masalah yang timbul baik berasal dari dirinya maupun dari
lingkungannya. Menghadapi masalah yang terjadia pada dirinya sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain tingkat pendidikan
remaja itu sendiri. Bagi remaja yang berpendidikakn dan berpola pikir
luas maka dia akan menghadapi masalah dengan mengambil langkah-
langkah yang kiranya perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya tapi bagi remaja yang tidak berpikir luas dan sering
mengalami jalan buntu untuk jalan keluarnya dalam menghadapi masalah
akan cenderung mencari jalan tempat pelarian yang dianggap dsapat
mengurangi masalah tersebut walau untuk sememntara, seperti memakai
narkoba.
2. Definisi NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi
menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan
ketergantungan (BNN, 2004)
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi
beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun
risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa
sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA
lain yang di konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti
beku, lumpuh, dan dungu. Menurut Farmakologi medis yaitu “Narkotika
adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal
dari Visceral dan dapat menibulkan efek stupor (bengong masih sadar
namum masih harus digertak) serta adiksi (Derman Flavianus, 2006 : I)
3. Definisi Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang
bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya
sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial.
Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan,
misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena
efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara
salah, yaitu bukan utnuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa
nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna
merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan
kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan
efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan
secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan
tanpa korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban
berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si
pelaku sebagai korban. Kejahatan yang secara kriminologi diartikan
sebagai crime without victim ini sangat sulit diketahui keberadaannya,
karena mereka dapat melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan
hanya diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu sangat sulit
memberantas kejahatan ini (Jimmy, 2015).

B. Golongan Napza
1. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatan
ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein)
2. Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: ekstasi,
shabu, LSD)
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. (Contoh: Amfetamin,
Metilfenidat atau Ritalin)
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sidnrom ketergantungan (Contoh: Pentobarbital,
Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan
(Contoh: Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil KB, Pil Koplo, Rohip,
Dum, MG)
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Contohnya : rokok,
kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan, thinner dan zat-zat lain (lem kayu, penghapus cair, aseton, cat,
bensin, yang bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan)
4. Zat Psikoaktif
Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak sehingga
dapat menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi, kognitif, persepsi.

C. Rentang Respon
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai dengan yang
berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan peilaku yang ditampakkan
oleh remaja dengan gangguan penggunaan zat adiktif. (AH Yusuf dkk, 2015)
Respon adaptif

Maladaptif Respon

Eks- Rekreasi- Penyalah- Ketergan-


Situasional
perimental onal gunaan tungan
Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental use)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau
coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-
minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw
atau minum pil ekstasi.
2. Tahap pemakaian sosial (social/recreational use)
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada
acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA
diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif
mencari NAPZA.
3. Tahap pemakaian situasional (sitiational use)
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres.
Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini
pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4. Tahap habituasi/kebiasaan (abuse)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering),
disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadai perubahan pada faal tubuh
dan gaya hidup. Teman lama berganti dnegan teman pecandu. Ia menjadi
sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi,
sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-
citanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi sekolahnya
merosot. Ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
5. Tahap ketergantungan (dependence use)
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.
Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah tidak
dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat
kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.
D. Zat Adiktif Yang Disalahgunakan
Table 2.1 zat adiktif yang disalahgunaakan
Golongan Jenis
Opioida Morfin, heroin (puthao), candu, kodein, petidin
Kanabis Ganja (Mariyuana), minyak hasish
Kokain Serbuk kokain, daun koka
Alkohol Semua minuman yang mengandung ethyl alkohol,
Sedative-hipnotik Sedatin (BK), rohipnol, mogadon, dulomid, nipam, mandrax
MDA (Methyl Dioxy Ekstasi
Amphetamine)
Halusinogen LSD, meskalin, jamur, kecubung
Solven & Inhalasi Glue (aica aibon), aceton, thinner, N2O
Nikotin Terdapat dalam tembakau
Kafein Terdapat dalam kopi

E. Efek Dan Cara Penggunaan


Table 2.2 efek dan cara penggunaan
No. Jenis Cara penggunaan Efek pada Tubuh
1 Opium, heroin, Dihirup melalui hidung, Merasa bebas dari rasa sakit,
morfin disuntikan melalui otot atau tegang, euphoria
pembuluh darah vena
2 Kokain Ditelan bersama minuman, diisap Merasa gembira, bertenaga,
seperti rook atau disuntikan lebih percaya diri
3 Kanabis,mariyuana, Dicampur dengan tembakau Rasa gembira, lebih percaya
ganja diri, relaks
4 Alkohol Diminum Bergantung kandungan
alkoholnya
5 Amfetamin Diisap,ditelan Merasa lebih percaya diri,
mengurangi rasa lelah,
meningkatkan konsentrasi
6 Sedative Ditelan Merasa lebih santai,
menyebabkan kantuk
7 Shabu-shabu Diisap Badan serasa lebih segara,
gembira, nafsu makan menurun,
lebih percaya diri
8 XTC Ditelan Meningkatkan kegembiraan,
stamina meningkat
9 LSD Diisap atau ditelan Perasaan melayang (fly),
muncul halusinasi yang
bentuknya berbeda pada tiap
individu

F. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja
dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai
peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik.
Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko
alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan
kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami
problem-problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan
keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua
yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat
perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada
sebetulnya adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota
keluarga tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari rumah atau
pergi pagi dan pulang hingga larut malam. Ke mana anak harus
berpaling? Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA mempunyai
hubungan yang biasa-biasa saja dengan orang tuanya. Mereka jarang
menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani,
dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman
kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA
justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini
dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak
hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan juga
menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan yang
menyebabkan kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan
terlepas ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh
dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini
memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan
sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan
NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman kelompoknya.
4. Karakteristik Individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA
adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara
kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan
sedang mencari identitas diri serta senang memasuki kehidupan
kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan
Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasional
menyatakan sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah
anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir,
kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan
dalam keluarga.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data
bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan
prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan
karyawan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).

G. Dampak Penyalahgunaan NAPZA


1. Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis
berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya
bila pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
Contohnya :
1) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah
terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah koroner.
2) Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat
hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat badan.
3) Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya : gangguan
lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung
dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan gangguan
seksual.
b. Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin timbul :
infeksi, emboli.
c. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril
Akan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
d. Akibat pertolongan yang keliru
Misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum.
e. Akibat tidak langsung
Misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau malnutrisi
karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.
f. Akibat cara hidup pasien
Terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi dan penyakit
kelamin.
2. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan
pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan
perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan
sindrom amotivasional. Putus obat golongan amfetamin dapat
menimbulkan depresi sampai bunuh diri.
3. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah.
Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang
berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat
pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan
toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan
memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai
perceraian. Semua pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya
terjadi karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan
intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan impulsif (Alatas, dkk,
2006).
4. Terhadap Tingkah Laku
Menurut Prabowo, Eko 2014 menyatakan dampak narkoba sebagai
berikut :
a. Tingkah Laku Klien Pengguna Zat Sedatif Hipnotik
1) Menurunnya sifat menahan diri
2) Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3) Bicara cadel, bertele-tele
4) Sering datang ke dokter untuk minta resep
5) Kurang perhatian
6) Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap
bermusuhan
7) Gangguan dalam daya pertimbangan
8) Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan
dapat menimbulkan kematian.
9) Meningkatkan rasa percaya diri
b. Tingkah Laku Klien Pengguna Ganja
1) Kontrol didi menurun bahkan hilang
2) Menurunnya motivasi perubahan diri
3) Ephoria ringan
c. Tingkah Laku Klien Pengguna Alcohol
1) Sikap bermusuhan
2) Kadang bersikap murung, berdiam
3) Kontrol diri menurun
4) Suara keras, bicara cadel,dan kacau
5) Agresi
6) Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7) Partisipasi di lingkungan social kurang
8) Daya pertimbangan menurun
9) Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat
kecelakaan
10) Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai
koma.
d. Tingkah Laku Klien Pengguna Opioda
1) Terkantuk-kantuk
2) Bicara cadel
3) Koordinasi motorik terganggu
4) Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5) Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6) Kontrol diri kurang
e. Tingkah Laku Klien Pengguna Kokain
1) Hiperaktif
2) Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3) Iritabilitas
4) Halusinasi dan waham
5) Kewaspadaan yang berlebihan
6) Sangat tegang
7) Gelisah, insomnia
8) Tampak membesar –besarkan sesuatu
9) Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f. Tingkah Laku Klien Pengguna Halusinogen
1) tingkah laku tidak dapat diramalkan
2) Tingkah laku merusak diri sendiri
3) Halusinasi, ilusi
4) Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5) Sikap merasa diri benar
6) Kewaspadaan meningkat
7) Depersonalisasi
8) Pengalaman yang gaib/ ajaib

H. Penanggulangan NAPZA
1. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan
intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya
pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang
dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan
baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka
tidak menggunakan NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi
dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat
tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut (Purba, 2008).

3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan
mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunaan
NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program
rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah,
tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga
kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi
yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama
rekannya maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama
bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini penting
dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian
anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara
menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya
pencegahan agar tidak kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan
misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat
diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur
agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA
mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama
yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya
diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan
kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan
risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca
rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh
mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani tahapan
rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam
forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah
tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius,
sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan NAPZA
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum
silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program selanjutnya.
Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya
pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah
menjadi pengangguran; perlu menjalani program khusus yang
dinamakan program terminal (re-entry program), yaitu program
persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja

I. Peran dan Fungsi Perawat


Masalah penyaLahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan
memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam
penanganannya, termasuk tenaga kesehatan. Perawat sebagai bagian dari
tenaga kesehatan mutlak wajib melaksanakan fungsi dan perannya untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penanganan
penyalahgunaan NAPZA.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah ”those activities that are
considered to be within nursing’s scope of diagnosis and treatment”.
Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan klien pengguna
NAPZA tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat
mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam kaitan
dengan penanggulangan penggunaan NAPZA tindakan perawat
diantaranya :
1) Pengkajian klien pengguna NAPZA.
2) Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kegiatan sehari-hari.
3) Mendorong klien berperilaku secara wajar.
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah ”carried out in conjunction
with other health team members”. Tindakan perawat berdasar pada
kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lain. Fungsi ini
dilaksanakan dengan pembentukan tim yang dipimpin oleh seorang
dokter. Dan anggota tim kesehatan lain bekerja sesuai kompetensinya
masing-masing. Contoh tindakannya adalah melakukan kolaborasi
rehabilitasi klien pengguna NAPZA, dimana perawat bekerja dengan
psikiater, social worker, ahli gizi juga rohaniwan,
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah “the activities perfomed based
on the physician’s order”. Dalam fungsi ini perawat bertindak
membantu dokter dalam meberikan pelayanan medik. Perawat
membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan atau pemberian
psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi kewenangan dokter
dan seharusnya dilakukan oleh dokter. Contoh pada tindakan
detoksifikasi NAPZA.
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider,
edukator, advokator, dan role model.
a. Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai penyedia
layanan keperawatan (praktisi). Perawat baik secara langsung maupun
tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan
ketergantungan obat-obatan terlarang baik secara individu, keluarga,
atau pun masyarakat. Peran ini biasanya dilaksanakan oleh perawat di
tatanan pelayanan seperti rumah sakit khusus ketergantungan obat, unit
pelayanan psikiatri, puskesmas atau di masyarakat. Untuk mencapai
peran ini seorang perawat harus mempunyai kemampuan bekerja secara
mandiri dan kolaborasi, memiliki pengetahuan tentang ilmu dan kiat
keperawatan, mempunyai pengetahuan tentang NAPZA, keterampilan,
sikap empati dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam
menjalankan peran sebagai care giver, perawat menggunakan metode
pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawatan untuk
membantu klien mengatasi masalah kesehatannya.
b. Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat
melakukan pendidikan kesehatan tentang NAPZA dan dampaknya bagi
kesehatan kepada klien baik individu, keluarga atau kelompok yang
berada di bawah tanggungjawabnya. Untuk melaksanakan peran ini,
perawat harus mempunyai keterampilan dalam hubungan interpersonal
yang efektif, mengetahui prinsip yang dianut oleh klien, mempunyai
kemampuan proses belajar dan mengajar dan mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang NAPZA.

c. Advokat.
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA
sebenarnya ”korban”. Langkah saat ini dimana menempatkan pengguna
napza sebagai kriminal sebenarnya sangat tidak tepat, karena
sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengguna NAPZA adalah akses
terhadap layanan-layanan yang dapat membantu mereka pulih dari
kecanduannya. Di Indonesia saat ini sudah ada peraturan yang
menyebutkan bahwa pengguna napza dapat dikirim ke panti rehabilitasi
untuk menjalani perawatan sebagai ganti hukuman kurungan. Namun
sayangnya, semenjak peraturan tersebut berlaku tahun 1997 (UU no.22
tahun 1997 tentang narkotika & UU no.5 tahun 1997 tentang
psikotropika). Belum banyak yang dikirim ke panti rehabilitasi atas
perintah hakim di pengadilan. Hal ini terjadi terutama karena masih
kurangnya batasan antara pengguna dan pengedar di dalam UU
Narkotika yang sekarang berlaku. Disinilah perawat harus mengambil
peranan sebagai protector dan advocat. Peran ini dilaksanakan dengan
berupaya melindungi klien, mengupayakan terlaksananya hak dan
kewajiban klien, selalu “berbicara untuk pasien” dan menjadi penengah
antara pasien dengan orang lain, membantu dan mendukung klien
dalam membuat keputusan serta berpartisipasi dalam menyusun
kebijakan kesehatan terutama program rehabilitasi pengguna NAPZA.
d. Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat
memandang perawat sebagai seorang tokoh yang dihargai, diangga
orang yang paling banyak tahu tentang kesehatan. Hal ini menjadikan
seorang perawat terikat oleh kode etik profesi dalam
menjalankanperannya baik di tatanan pelayanan maupun di kehidupan
sosial masyarakat. Adalah suatu keharusan sebagai seorang perawat
memberikan contoh hidup yang sehat. Namun tanpa disadari perawat
merupakan salah satu profesi yang berpotensi tinggi mendorong
seorang perawat menjadi pengguna NAPZA. Hal ini karena
pengetahuan yang dimilikinya tentang obat-obatan dan kesempatan
terbuka terhadap akses layanan obat-obatan di tatanan pelayanan. Untuk
itu diperlukan jiwa yang kuat agar perawat terhindar dari mapraktik
yang menjurus kepada penyalahgunaan NAPZA. Hal ini mengingat
masayarakat akan memandang perawat adalah orang yang seharusnya
bersih dari segala kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.

J. Pohon Masalah
Risiko Bunuh Diri

Risiko perilaku kekerasan

Halusinasi Efek

Intoksikasi Core

Penyalahgunaan Zat Cause

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep
Diri

Koping individu tidak


efektif

K. Masalah Yang Sering Timbul


1. Ancaman kehidupan (kondisi overdosis)
a. Tidak efektifnya jalan napas (depresi system pernapasan)
berhubungan dengan intoksikasi opioida, sedative hipnotik, alkohol.
b. Gangguan kesadaran berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol
c. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan
delirium tremens (putus zat alkohol)
d. Amuk berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik
e. Potensial melukai diri/lingkungan berhubugan dengan intoksikasi
alkohol, sedative hipnotik
f. Potensial merusak diri/bunuh diri berhubungan dengan putus zat
MDMA (ekstasi).
2. Kondisi intoksikasi
a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b. Perilaku agresif berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik,
alkohol
c. Gangguan komunikasi verbal berhubugan dengan intoksikasi
sedative hipnotik, alkohol, opionida
d. Gangguan kognitif berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol, kanabis, opioida
e. Gangguan rasa nyaman, seperti mual/muntah berhubungan dengan
intoksikasi MDMA (ekstasi)
3. Sindroma putus zat (withdrawal)
a. Kejang berhubungan dengan putus zat alkohol, sedative hipnotik
b. Gangguan persepsi (halusinansi) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
c. Gangguan proses berpikir (waham) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
d. Gangguan tidur (insomnia, hypersomnia) berhubungan dengan putus
zat alkohol, sedative hipnotik opioida, MDMA (ekstasi)
e. Gangguan rasa nyaman (mual, muntah) berhubugan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik, opioida
f. Gangguan rasa nyaman (nyeri sendi, otot, tulang) berhubungan
dengan putus zat opioida.
g. Gangguan afektif (depresi) berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstesi)
h. Perilaku manipulative berhubungan dengan putus zat opioida
i. Terputusnya program perawatan (melarikan diri, pulang paksa)
berhubungan dengan kurangnya system dukungan keluarga
j. Cemas (keluarga) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
dalam merawat pasien ketergantungan zat adiktif
k. Potensial gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan putus zat opioida.
4. Pascadetoksikasi (Rehabilitasi)
a. Gangguan pemusata perhatian berhubungan dengan dampak
penggunaan zat adiktif
b. Gangguan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily life-ADL)
berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif
c. Pemecahan masalah yang tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan, pola asuh yang salah, dan tidak mampu asertif
d. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
pemecahan masalah yang tidak adekuat sehingga melakukan
pengguanaan zat adiktif
e. Potensial melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan
psikologis ganja dan alkohol
f. Potensial kambuh (relaps) berhubungan dengan kurang/tidak adanya
system dukungan keluarga.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tanggal pengkajian, tanggal dan tempat
klien dirawat.
1. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu di tulis adalah nama klien, jenis kelamin, umur
(biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat
keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah atau bercerai), alamat, kemudian  nama 
perawat
2. Data Demografi
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan   klien dan keluarga.
Jelaskan: Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan tertekan
dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat
dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA, kondisi keluarga yang
tidak baik itu adalah: 1) Keluarga yang tidak utuh: orang tua meninggal,
orang tua cerai, dll, 2) kesibukan orang tua, 3) hubungan interpersonal
dalam keluarga tidak baik
3. Keluhan Utama
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA. Alasan
masuk tanyakan pada keluarga klien.
4. Riwayat Penggunaan Zat Sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah pernah menggunakan narkotika, psikotropika
atau zat adiktif lainnya sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Tanyakan pada klien dan keluarga apakah klien sudah mendapatkan terapi
dan rehabilitasi. Biasanya klien yang telah mendapatkan terapi sebagian
besar akan mengulangi kebiasaannya menggunakan NAPZA.
6. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga seperti:
Factor biologis, factor psikologis dan faktor sosial kultural
7. Faktor Presipitasi
Kaji faktor yang membuat klien menggunakan napza:
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan (resiko relatif untuk terlibat NAPZA 81,3%)
b. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
c. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
d. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
e. Kompleksitas dari kehidupan modern
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang menyebabkan
perubahan memori, perilaku, kognitif, alam perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : hipotensi/normal
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : nyeri sendi, otot dan tulang
9. Psikososial
Klien dengan pengguna napza akan mengalami perubahan dalam
kehidupan individualnya baik yang bersifat psikologik maupun kehidupan
social seperti:
a. Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok
b. Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam suka
begadang
c. Selera makan berkurang
d. Banyak mengurangi diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama
e. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong
f. Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan
10. Konsep Diri
a. citra tubuh : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : klien meruapakan anak keberapa dari berapa saudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain
menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
11. Hubungan Sosial
Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama.
Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan mulai
suka berbohong
12. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk
kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA
13. Status Mental
a. Penampilan
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya
b. Pembicaraan
Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat atau
membisu
Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohong atau
memanipulasi keadaa, bengong/linglung
c. Aktivitas Motorik
1) Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan kesadaran)
2) Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah, tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif (kegiatan
yang dilakukan berulang)
d. Afek Dan Emosi
1) Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
2) Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya memiliki
emosi yang berubah-ubah (cepat marah, depresi, cema, eforia)
e. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang dan cepat tersinggung. Biasanya klien akan
menunjukkan rasa curiga
14. Persepsi
Biasanya klien mengalami halusinasi
15. Proses Piker
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa sehingga
menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan penurunan
kesadaran, sehingga klien mungkin kehilangan asosiasi dalam
berkomunikasi dan berpikir.
16. Isi Piker
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia. Pecandu
amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat paranoidnya
17. Tingkat Kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disorientasi dan sedasi akibat pengaruh
NAPZA.
18. Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin
akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
19. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu
ganja mengalami penurunan berhitung.
20. Kemampuan Penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien alkoholik.
Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun bermakna.
21. Daya Tilik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal
diluar dirinya

B. Diagnosa
1. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi sensori persepsi
3. Halusinasi persepsi sensori berhubungan dengan intoksikasi akibat
penyalahgunaan zat
4. Isolasi sosial
5. Harga diri rendah
6. Koping individu inefektif
C. Intervensi
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
1 Risiko Bunuh Diri TUM:
Klien tidak melakukan
percobaan bunuh diri
TUK:
1. Klien dapat membina 1.1. Ekspresi wajah bersahabat, 1.1.1. Perkenalkan diri dengan klien
hubungan saling percaya menunjukkan rasa senang, ada 1.1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar
kontak mata, mau berjabat dan tidak menyangkal.
tangan, mau menyebutkan nama, 1.1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
mau menjawab salam, klien mau 1.1.4. Bersifat hangat dan bersahabat.
duduk berdampingan dengan 1.1.5. Temani klien saat keinginan mencederai
perawat, mau mengutarakan diri meningkat.
masalah yang dihadapinya
2. Klien dapat terlindung 2.1. 2.1.1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat
dari perilaku bunuh diri membahayakan (pisau, silet, gunting, tali,
kaca, dan lain lain).
2.1.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang
dan selalu terlihat oleh perawat.
2.1.3. Awasi klien secara ketat setiap saat
3. Klien dapat 3.1. Klien dapat mengekspresikan 3.1.1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
mengidentifikasi perasaannya 3.1.2. Bersikap empati untuk meningkatkan
penyebab keinginan ungkapan keraguan, ketakutan dan
bunuh diri keputusasaan.
3.1.3. Beri dorongan untuk mengungkapkan
mengapa dan bagaimana harapannya.
3.1.4. Beri waktu dan kesempatan untuk
menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
3.1.5. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan
klien yang menunjukkan keinginan untuk
hidup.
4. Klien dapat 4.1. Klien dapat mengatasi 4.1.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat
meningkatkan harga diri keputusasaannya mengatasi keputusasaannya.
4.1.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal
individu.
4.1.3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber
harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat 5.1. Klien dapat melakukan kegiatan 1.1.1. Ajarkan untuk mengidentifikasi
menggunakan koping yang menyenangkan pengalaman-pengalaman yang
yang adaptif menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-
jalan, membaca buku favorit, menulis surat
dll.)
5.2. Klien dapat menahan untuk 5.2.1. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia
bunuh diri dengan memikirkan cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
orang-orang yang ia sayangi terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan
dalam kesehatan.
5.3. Klien dapat berbagi pengalaman 5.3.1. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan
mengenai masalah atau penyakit pada orang lain yang mempunyai suatu
yang sama pada orang lain masalah dan atau penyakit yang sama dan
dengan koping yang efektif telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping
yang efektif
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
2 Risiko Perilaku TUM:
Mencederai diri Klien tidak mencederai diri
berhubungan dengan sendiri,orang lain dan
perilaku kekerasan lingkungan
TUK: 1.1. Klien mau membalas salam 1.1.1. Beri salam/panggil nama
1. Klien dapat membina 1.2. Klien mau menjabat tangan 1.2.1. Sebut nama perawat sambil jabat tangan
hubungan saling percaya 1.3. Klien mau menyebutkan nama 1.3.1. Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.4. Klien mau tersenyum 1.4.1. Jelaskan tentang kontak yang akan dibuat
1.5. Klien mau kontak mata 1.5.1. Beri rasa aman dan sikap empati
1.6. Klien mau mengetahui nama 1.6.1. Lakukan kontak singkat tetapi sering
perawat
2. Klien dapat 2.1. Klien mengungkapkan 2.1.1. beri kesempatan untuk mengungkapkan
mengidentifikasi perasaannya perasaannya
penyebab perilaku 2.2. Klien dapat mengungkapkan 2.2.1. bantu klien untuk mengungkapkan penyebab
kekerasan penyebab perasaan jengkel/kesal perasaan jengkel/kesal
(dari diri sendiri, lingkungan atau
orang lain)
3. Klien dapat 3.1. Klien dapat mengungkapkan 1.1.1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang
mengidentifikasi tanda perasaan saat marah/jengkel dialami dan dirasakannya saat
dan gejala perilaku jengkel/marah
kekerasan 3.2. Klien dapat menyimulkan tanda 1.1.2. Observasi tanda dan gejala perilaku
dan gejala jengkel/kesal yang kekerasan pada klien
dialaminya 3.2.1. Simpulkan bersama klien tanda dan gejala
jengkel /kesal yang dialami klien
4. Klien dapat 4.1. Klien dapat mengungkapkan 4.1.1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan
mengidentifikasi perilaku perilaku kekerasan yang biasa perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
kekerasan yang bias dilakukan klien (verbal, pada orang lain, lingkungan
dilakukan dan pada diri sendiri)
4.2. Klien dapat bermain peran sesuai 4.2.1. Bantu klien bermain peran sesuai dengan
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
perilaku kekerasan yang biasa perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
dilakukan
4.3. Klien dapat mengetahui cara yang 4.3.1. Bicarakan dengan klien, apakah dengan
biasa dilakukan untuk cara yang klien lakukan masalahnya selesai
menyelesaikan masalah
5. Klien dapat 5.1. Klien dapat menjelaskan akibat 5.1.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat dari cara yang digunakan klien: dilakukan klien
perilaku kekerasan - Akibat pada klien sendiri 5.1.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari
- Akibat pada orang lain cara yang dilakukan oleh klien
- Akibat pada lingkungan 5.1.3. Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat?”
6. Klien dapat 6.1. Klien dapat menyebutkan contoh 1.1.1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa
mendemonstrasikan cara pencegahan perilaku kekerasan dilakukan klien
fisik untuk mencegah secara fiik 1.1.2. Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa
perilaku kekerasan - Tarik napas dalam dilakukan klien
- Pukul kasur dan bantal 1.1.3. Diskusikan dua cara fisik yang paling
- Dll: kegiatan fisik mudah dilakukan untuk mencegah perilaku
kekerasan, yaitu: tarik nafas dalam dan
pukul kasur serta bantal
6.2. Klien dapat mendemonstrasikan 1.2.1. Diskusikan cara melakukan tarik nafas
cara fisik untuk mencegah dalam dengan klien
perilaku kekerasan 1.2.2. Beri contoh kepada klien tentang cara
menarik nafas dalam
1.2.3. Minta klien mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5 kali
1.2.4. Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik napas
dalam
1.2.5. Tanyakan perasaan klien setelah selesai
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
1.2.6. Anjurkan klien untuk menggunakan cara
yang telah dipelajari saat marah/jengkel
1.2.7. Lakukan hal yang sama dengan 6.2.1
sampai 6.2.6 untuk cara fisik lain di
pertemuan yang lain
6.3. Klien mempunyai jadwal untuk 6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai
melatih cara penegahan fisik yang frekuensi latihan yang akan dilakukan
telah dipelajari sebelumnya sendiri oleh klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara
yang telah dipeajari
6.4. Klien mengevaluasi 6.4.1. klien mengevaluasi pelaksanaan latihan,
kemampuannya dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan yang
cara fisik sesuai jadwal yang telah dilakukan denngan mengisi jadwal
telah disusun kegiatan harian (self-evaluation)
6.4.2. validasi kemampuan klien dalam
melaksanakan latihan
6.4.3. berikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4. tanyakan kepada klien: “apakah kegiatan
cara pencegahan perilaku kekerasan dapat
mengurangi perasaan marah”
7. klien dapat 7.1. klien dapat menyebutkan cara 7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasikan cara bicara (verbal) yang baik dalam 7.1.2. berikan contoh cara bicara yang baik:
social untuk mencegah mencegah perilaku kekerasan - meminta dengan baik
perilaku kekerasaan - meminta dengan baik - menolak dengan baik
- menolak dengan baik - mengungkapkan perasaan dengan baik
- mengungkapkan perasaan
dengan baik

7.2.1. minta klien mengikuti contoh cara bicara


Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
7.2. klien dapat mendemonstrasikan yang baik:
cara verbal yang baik - meminta dengan baik: “saya minta
uang untuk beli makan”
- menolak dengan baik: “maaf, saya
tidak dapat melakukannya karena
ada kegiatan lain”
- mengungkapkan perasaan dengan
baik: “saya kesal karena
permintaan saya tidak dikabulkan”
7.2.2. minta klien mengulang sendiri
7.2.3. beri pujian atas keberhasilan klien

7.3.1. diskusikan dengan klien tentanng waktu dan


7.3. klien mempunyai jadwal untuk kondisi cara bicara yang dapat diatih di
melatih cara bicara yang baik ruangan, misalnya: meminta obat, baju,
dll.; menolak ajakan merokok, tidur tidak
pada waktunya; menceritakan kekesalan
kepada perawat.

7.4.1. klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara


7.4. klien melakukan evaluasi bicara yang baik dengan mengisi jadwal
terhadap kemampuan cara bicara kegiatan (self-evaluation)
yang sesuai dengan jadwal yang 7.4.2. validasi kemampuan klien dalam
telah disusun melaksanakan latihan
7.4.3. berikan pujian atas keberhasilan klien.
7.4.4. tanyakan kepada klien: “bagaimana perasaan
klien setelah latihan bicara yang baik?
Apakah keinginan marah berkurang?”
8. klien dapat 8.1. klien dapat menyebutkan 8.1.1. diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
mendemonstrasikan cara kegiatan ibadah yang biasa pernah dilakukan
spiritual untuk mencegah dilakukan
perilaku kekerasan
8.2. klien dapat mendemonstrasikan 8.2.1. bantu klien menilai kegiatan ibadah yang
cara ibadah yang dipilih dapat dilakukan di ruang rawat
8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang
akan dilakukan
8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan
ibadah yang dipilih
8.2.4. beri pujian atas keberhasilan klien

8.3. klien mempunyai jadwal untuk 8.3.1. diskusikan dengan klien tentang waktu
melatih kegiatan ibadah pelaksanaan kegiatan ibadah
8.3.2. susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan
ibadah

8.4. klien melakukan evaluasi 8.4.1. klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan


terhadap kemampuan melakukan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan
kegiatan ibadah harian (self-evaluation)
8.4.2. validasi kemampuan klien dalam
melaksanakan latihan
8.4.3. berikan pujian atas keberhasilan klien.
8.4.4. tanyakan kepada klien: “bagaimana perasaan
klien setelah latihan bicara yang baik?
Apakah keinginan marah berkurang?”
9. klien dapat 9.1. klien dapat menyebutkan jeins, 9.1.1. diskusikan dengan klien tentang jenis obat
mendemonstrasikan dosis, dan waktu minum obat yang diminumnya (nama, warna,
kepatuhan minum obat serta manfaat dari obat itu besarnya); waktu minum obat )jika 3 kali:
untuk mencegah perilaku (prinsip 5 benar: benar orang, pkl. 07.00, 13.00, 19.00) cara minum obat
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
kekerasan benar obat, dosis, waktu dan cara 9.1.2. diskusikan dengan klien tentang manfaat
pemberian) minum obat secara teratur:
- beda perasaan sebelum minum obat dan
sesudah minum obat
- jelaskan bahwa dsis hanya boleh diubah
oleh dokter
- jelaskan mengenai akibat minum obat
yang tidak teratur, misalnya
penyakitnya kambuh

9.2. klien mendemonstrasikan 9.2.1. diskusikan tentang proses minum obat:


kepatuhan minum obat sesuai - klien meminta obat kepada perawat
jadwal yang ditetapkan (jika dirumah sakit), kepada keluarga
(jika di rumah)
- klien memeriksa obat sesuai dosisnya
- klien meminum obat pada waktu yang
tepat.
9.2.2. susun jadwal minum obat bersama klien

9.3. klien mengevaluasi 9.3.1. klien mengevaluasi pelaksanaan inum obat


kemampuannya dalam memenuhi dengan mengisi jadwal kegiatan harian
minum obat 9.3.2. validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3. beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4. tanyakan kepada klien: :bagaimana
perasaan klien dengan minum obat secara
teratur? Apakah keinginan untuk marah
berkurang?”

10. klien dapat mengikuti 10.1. klien mengikuti TAK: stimulasi 10.1.1. anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
TAK: stimulasi persepsi persepsi pencegahan perilaku persepsi pencegahan perilaku kekerasan
pencegahan perilaku kekerasan 10.1.2. klien mengikuti TAK: stimulasi persepsi
kekerasan pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan
tersendiri)
10.1.3. diskusikan dengan klien tentang kegiatan
selama TAK
10.1.4. fasilitas klien untuk mempraktikkan hasil
kegiatan TAK dan beri pujian atas
keberhasilan

10.2. klien mempunyai jadwal TAK: 10.2.1. diskusikan dengan klien tentang jadwal
stimulasi persepsi pencegahan TAK
perilaku 10.2.2. masukkan jadwal TAK ke dalam jadwal
kegiatan harian klien

10.3. klien melakukan evaluasi 10.3.1. klien mengevaluasi pelaksanaan TAK


terhadap pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan harian
10.3.2. validasi kemampuan klien dalam mengikuti
TAK
10.3.3. beri pujian atas kemampuan mengikuti
TAK
10.3.4. tanyakan kepada klien: “bagaimana
perasaan klien setelah ikut TAK?”
11. klien mendapatkan 11.1. keluarga dapat 11.1.1. identifikasi kemampuan keluarga dalam
dukungan keliarga mendemonstrasikan cara merawat merawat klien sesuai dengan yang telah
dalam melakukan cara klien dilakukan keluarga terhadap klien selama
pencegahan perilaku ini
kekerasan 11.1.2. jelaskan keuntungan peran serta keluarga
dalam merawat klien
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
11.1.3. jelaskan cara-cara merawat klien:
- terkait dengan cara mengontrol perilaku
marah secara konstruktif
- sikap dan cara bicara
- membantu klien mengenal penyebab marah
dan pelaksanaan cara pencegahan perilaku
keekrasan
11.1.4. bantu keluarga mendemonstrasikan cara
merawat klien
11.1.5. bantu keluarga mengungkapkan
perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
11.1.6. anjurkan keluarga mempraktikannya pada
klien selama dirumah sakit dan
melanjutkannya setelah pulang ke rumah
3 Gangguan persepsi TUM:
sensori Klien tidak mengalami
halusinasi
TUK:
1. Klien dapat membina 1.1. Ekspresi wajah bersahabat, 1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
hubungan saling percaya menunjukkan rasa senang, ada mengungkapkan prinsip komunikasi
kontak mata, mau berjabat terapeutik:
tangan, mau menyebutkan - Sapa klien dengan ramah baik verbal
nama, mau menjawab salam, maupun non verbal
klien mau duduk berdampingan - Perkenalkan diri dengan sopan
dengan perawat, mau - Tanyakan nama lengkap dan nama
mengutarakan masalah yang panggilan yang disukai klien.
dihadapinya. - Jelaskan tujuan pertemuan
- Tunjukkan sifat empati dan menerima
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
klien apa adanya.
- Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Kien dapat mengenal 2.1. Klien dapat menyebutkan 2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara
halusinasinya waktu, isi, dan frekuensi bertahap.
timbulnya halusinasi. 2.1.2 Observasi tingkah laku klien yang terkait
dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus dan memandang kekiri/
kekanan/kedepan seolah-olah ada teman
bicara
2.1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
- Jika menemukan klien sedang
berhalusinasi : tanyakan apakah ada
suara yang didengarnya.
- Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa
yang dikatakan suara itu
- Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan
nada bersahabat tanpa menuduh atau
mmenghakimi )
- Katakana bahwa klien lain juga ada yang
menseperti klien.
- Katakan perawat akan membantu klien.
2.1.4 Diskusikan dengan klien :
- Situasi yang menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi ( jika sendiri,
jengkel,atau sedih)
- Waktu dan frekuensi terjadinya
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
halusinasi (pagi, siang, sore, dan
malam ; terus menrus atau sewaktu –
waktu)
2.2. Klien dapat mengungkapkan
bagaimana perasaannya 2.2.1. Diskusikan dengan klien tentang apa yang
terhadap halusinasi tersebut. dirasakannya jika terjadi halusinasi
(Marah/takut. Sedih, dan senang) , beri
kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
3. Klien dapat mengontrol 3.1. Klien dapat menyebutkan 3.1.1 Identifikasi bersama klien tindakan yang
halusinasinya tindakan yang biasanya dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
dilakukan untuk mengendalikan marah, menyibukkan diri, dan lain-lain.)
halusinasi 3.1.2 Diskusikan manfaaat dan cara yang
digunakan klien, jika bermanfaat, beri
pujian pada klien

3.2. Klien dapat meneyebutkan cara 3.2.1 Diskusikan dengan klien tentang cara baru
baru mengontrol halusinasi mengontrol halusinasi :
- Menghardik/ mengsuir/ tidak
memperdulikan halusinasinya
- Bercakap-cakap dengan orang lain jika
halusinasi itu muncul
- Melakukan kegiatan sehari-hari

3.3. Klien dapat mendemonstrasi- 3.3.1 Beri contoh cara menghardik halusinasi
kan cara menghardik halusinasi “pergi, saya tidak mau mendengar kamu”
3.3.2 Minta klien mengikuti contoh yang
diberikan dan minta klien untuk
mengulanginya
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
3.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
3.3.4 Susun jadwal latihan klien dan minta klien
untuk mengisi jadwal kegiatan
3.3.5 Tanyakan kepada klien : “bagaimana
perasaannya setelah menghardik? Apakah
halusinasinya berkurang?” Berikan pujian.

3.4. Klien dapat mendemonstrasikan 3.4.1 Beri contoh percakapan dengan orang lain :
bercakap-cakap dengan orang “Suster saya dengar suara-suara, temani
lain saya bercakap-cakap “
3.4.2 Minta klien mengikuti contoh percakapan
dan mengulanginya
3.4.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
3.4.4 Susun jadwal klien untuk melatih diri,
mengisi kegiatan dengan bercakap-cakap,
dan mengisi jadwal kegiatan ( self-
evaluation )
3.4.5 Tanyakan kepada klien : “ bagaiamana
perasaan Tini setelah latihan bercakap-
cakap ? Apakah halusinasinya berkurang ?
“ Berikan pujian “
3.5. Klien dapat mendemostrasikan 3.5.1 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan
pelaksanaan kegiatan sehari- harian yang dapat dilakukan dirumah dan
hari dirumah sakit ( untuk klien halusinasi
dengan perilaku kekerasan, sesuai kan
dengan control perilaku kekerasan )
3.5.2 Latih klien untuk melakukan kegiatan yang
disepakati dan masukkan kedalam jadwal
kegiatan. Minta klien mengisi jadwal
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
kegiatan (self-evalution)
3.5.3 Tanyakan kepada klien : “ Bagaiman
perasaan Tini setelah melakukan kegiatan
harian ? Apakah halusinasinya berkurang ?
Berikan pujian.

3.6. Klien dapat mendemonstrasikan 3.6.1 Klien dapat menyebutkan jenis, dosis dan
kepatuhan minum obat untuk waktu minum obat serta manfaat obat
mencegah halusinasi. tersebut
3.6.2 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat
yang diminum
3.6.3 Diskusikan dengan klien tentang manfaat
minum obat secara teratur :
- beda perasaan sebelum dan sesudah
minum obat
- Jelaskan bahwa dosis hanya boleh di
ubah oleh dokter
- jelaskan tentang akibat minum obat
tidak teratur : penyakit kambuh
3.6.4 Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan
minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan
3.6.5 Diskusikan proses minum obat :
- Klien meminta obat kepada perawat
- Klien memeriksa obat sesuai dengan
dosisnya
- Klien meminum obat pada waktu yang
tepat
3.6.6 Susun jadwal minum obat bersama klien
3.6.7 mengevaluasi kemampuan dalam mematuhi
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
minum obat
3.6.8 mengevaluasi pelaksanaan minum obat
dengan mengisi jadwal kegiatan harian
3.6.9 validasi pelaksanaan minum obat klien
3.6.10 beri pujian atas keberhasilan klien
3.6.11 tanyakan pada klien : “bagaimana perasaan
tini setelah melakukan kegiatan harian?
Apakah halusinasinya berkurang?” berikan
pujian.
4 Harga Diri Rendah TUM
Klien memiliki konsep diri
yang positif

TUK:
1. Klien dapat membina Setelah 1x interaksi, klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan
hubungan saling percaya menunjukkan ekspresi wajah menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
bersahabat, menunjukkan rasa  Beri salam setiap berinteraksi.
senang, ada kontak mata, mau  Perkenalkan nama, nama panggilan perawat
berjabat tangan, mau menyebutkan dan tujuan perawat berkenalan
nama, mau menjawab salam, klien  Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
mau duduk berdampingan dengan  Jelaskan tujuan pertemuan
perawat, mau mengutarakan masalah  Jujur dan menepati janji
yang dihadapi  Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya
Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. klien dapat
I.1. Klien menyebutkan : 1.1.1 Diskusikan dengan klien tentang :
mengidentifikasi aspek
a. Aspek positif dan kemampuan a. Aspek positif yang dimiliki klien,
positif dan kemampuan
yang dimiliki
yang dimiliki
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
b. Aspek positif keluarga
keluarga, lingkungan
c. Aspek positif lingkungan
b. Kemampuan yang dimiliki klien
1.1.2 Bersama klien buat daftar tentang
a. aspek positif klien, keluarga, lingkungan
b. kemampuan yang dimiliki klien
1.1.3 Beri pujian yang realistis, dan hidarkan
memberi penilain negatif

3. Klien dapat menilai 3.1. klien menyebutkan kemampuan


kemampuan yang
3.1.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang
yang dapat dilaksanakan
dapat dilaksanakan dan digunakan selama
dimiliki untuk
sakit
dilaksanakan
3.1.2. Diskusikan kemampuan yang masih dapat
dilajutkan pelaksanaanya setelah klien
pulang dengan kondisinya saat ini.

4. Klien dapat 4.1. klien membuat rencana kegiatan


4.1.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang
merencakan kegiatan harian
dapat dilakukan setiap hari sesuai
sesuai dengan
kemampuan klien
kemampuan yang
a. kegiatan mandiri
dimiliki
b. kegiatan dengan bantuan
4.1.2. Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien
4.1.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan
yang dapat klien lakukan

5. Klien dapat melakukan 5.1. Klien melakukan kegiatan


5.1.1. Anjurkan klien untuk melaksanakan
kegiatan sesuai rencana sesuai jadwal yang dibuat
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
yang dibuat
kegiatan yang telah direncanakan
5.1.2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien
5.1.3. Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien
5.1.4. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
kegiatan setelah pulang.

6. Klien dapat 6.1. klien memanfaatkan sistem


6.1.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
tentang cara merawat klien dengan harga
pendukung yang ada
diri rendah
6.1.2. Bantu keluarga memberikan dukungan
selama klien di rawat
6.1.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
rumah
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang


Pedoman Penyalahgunaan Sarana Pelayanan Rehabilitasi
Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif Lainnya (Napza). Jakarta
Hawari, D. 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza (Narkotika, alkohol
dan zat adiktif). FKUI: Jakarta
Keliat, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. EGC: Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Buletin Jendela Data dan informasi Kesehatan. Jakarta
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika: Yogyakarta
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta
Simangsong Jimmy. 2015. Penyalahgunaan Nrkoba di Kalangan Remaja.
Daiakses pada tanggal 1 November 2016
Darman, Flavianus. Mengenal Jenis dan Efek Buruk Narkoba. Visimedia, Jakarta.
2006
Budiarto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya. Ganeca Exact. Bandung.
Kartini Kartono. 1992. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Rajawali Press,
Jakarta.
Libertus Jehani & Antoro dkk. 2006. Mencegah Terjerumus Narkoba. Visimedia.
Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 2009.
Asa Mandiri. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai