Anda di halaman 1dari 2

Perbedaan penting antara pemahaman Katolik dengan Calvinis mengenai

keselamatan adalah bahwa, tidak seperti Calvinisme, Katolisisme meyakini bahwa,


setelah peristiwa Kejatuhan, umat manusia tidak rusak sepenuhnya (berdasarkan
pandangan "kerusakan total", yang menghalangi manusia dari melakukan segala
bentuk kebaikan untuk memperoleh keselamatan), tetapi hanya "terlukai oleh dosa",
dan "membutuhkan keselamatan dari Allah". Namun demikian, "kodrat manusia
sedemikian jatuh, terlucuti dari rahmat yang menyelubunginya, terlukai dalam daya
alaminya sendiri dan tunduk pada kuasa kematian, yang ditransmisikan kepada
semua orang..."[19]
Pertolongan ilahi datang di dalam Kristus melalui hukum yang membimbing dan
rahmat yang menopang, yang melaluinya jiwa-jiwa mengerjakan "keselamatan
[mereka sendiri] dengan takut dan gentar".[20] Pertolongan ilahi, rahmat tersebut,
adalah suatu kemurahan hati, suatu anugerah yang cuma-cuma dan tidak
sepatutnya dari Allah yang membantu manusia dalam menanggapi undangan-Nya
untuk memasuki suatu relasi yang dikehendaki Allah.[21]
Umat Katolik mengakukan keyakinan bahwa Kristus adalah satu-satunya
Juruselamat umat manusia. Kristus adalah Allah yang menjelma,
membawa penebusan dari dosa, karena "...seluruh keselamatan datang dari
Kristus".[22]

Dalam Gereja Katolik, pembenaran diberikan oleh Allah pertama-tama melalui


tindakan (ex opere operato) dari pembaptisan,[24] dengan mana orang tersebut
secara formal dibenarkan dan dikuduskan oleh kekudusan dan keadilan pribadinya
sendiri (causa formalis),[25] alih-alih diadaptasi oleh iman yang hidup semata
sebagaimana menurut sola fide, dan secara normal melalui Sakramen
Rekonsiliasi apabila suatu dosa berat diperbuat. Kristus dapat berkarya di luar
sakramen baptisan, sebagaimana hasrat untuk dibaptis merupakan rahmat yang
cukup untuk memperoleh keselamatan, karena karya Allah tidak terbatas pada
sakramen-sakramen saja.[26] Namun demikian, Kristus melembagakan Sakramen
Tobat bagi semua anggota Gereja yang berdosa: terutama bagi mereka yang, setelah
Baptisan, telah jatuh ke dalam dosa berat, dan karenanya kehilangan rahmat
pembaptisan mereka dan melukai persekutuan gerejani. Kepada mereka Sakramen
Tobat menawarkan kemungkinan baru untuk melakukan perubahan dan memulihkan
rahmat pembenaran. Para Bapa Gereja menyajikan sakramen ini sebagai "papan
kedua [dari keselamatan] setelah kapal karam yang merupakan hilangnya rahmat".
Sakramen ini bukan satu-satunya cara agar dosa dapat memperoleh pengampunan,
karena, dalam kasus-kasus tertentu dan adanya penyesalan, dosa dapat diampuni
dengan mengakukannya secara langsung kepada Allah. Hal ini adalah salah satu
sebab mengapa Gereja Katolik mengajarkan bahwa umat Kristen di luar Gereja
dimungkinkan untuk memperoleh keselamatan, karena dalam banyak kasus
denominasi Kristen lainnya tidak memiliki imamat yang dilembagakan dari Yesus
Kristus dan karena itu tidak memiliki akses kepada kuasa "mengikat dan
melepaskan" yang dipraktikkan para imam dari Perjanjian Baru melalui sakramen
ini.[27] Dosa berat menjadikan pembenaran hilang sekalipun iman (persetujuan
intelektual) masih ada.
Dalam kanon 9 dari Konsili Trente sesi VI, Gereja Katolik menyatakan bahwa,
"Apabila ada orang berkata bahwa orang berdosa dibenarkan oleh iman saja, yang
berarti bahwa tidak diperlukan hal lain untuk bekerja sama dalam rangka
memperoleh rahmat pembenaran, dan bahwa sama sekali ia tidak perlu
mempersiapkan diri dan bertanggung jawab atas tindakan dari kehendaknya sendiri,
biarlah ia menjadi anatema."[28] Juga dikatakan dalam sesi VII melalui kanon IV,
"Apabila ada orang berkata, bahwa sakramen-sakramen dari Hukum Baru tidak
diperlukan untuk keselamatan, dan bahwa tanpa sakramen-sakramen tersebut,
ataupun tanpa menginginkannya, manusia memperoleh rahmat pembenaran dari
Allah melalui iman saja; kendati memang tidak semua (sakramen) diperlukan setiap
individu; biarlah ia menjadi anatema (terekskomunikasi)

Anda mungkin juga menyukai