Cedera Kepala
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.(Syahrir H.2012).3
Mekanisme cedera kepala saat berkendara diawali dengan terjadinya kecelakaan lalu
lintas, baik itu kecelakaan karena diri sendiri (tunggal) maupun kecelakaan karena
faktor kendaraan lain atau menimbulkan kecelakaan bagi kendaraan lain (ganda). Maka
kecelakaan merupakan pintu masuk pertama sebelum terjadinya cedera kepala. Proses
kecelakaan hingga mengalami cedera kepala dapat diilustrasikan dalam gambar 1
berikut ini (Umar Kasan, 2012):4
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria khususnya di bagian
temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata
sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior.
Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan
fosa posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan serebelum.
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan
ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada
selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang
terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini
dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah
arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus pandang
disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan
korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub araknoid.
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer
kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus
sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang
mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara.
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Batang
otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.
Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai
medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang
otak, dan juga kedua hemisfer serebri.
5. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju
ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari
sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak
dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial (terdiri atas fossa
kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
NERVOUS SYSTEM
• CENTRAL NERVOUS SYSTEM
• Brain /Cerebrum
• Telencephalon
• Cerebral Cortex
• Commissure
• Basal ganglia
• Diencephalon
• Thalamus
• Hypothalamus
• Epithalamus
• Subthalamus
• Cerebellum
• Brain stem
• Midbrain (mesencephalon)
• Pons
• Medulla oblongata
• Spinal cord
• White matter
• Gray matter
Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala
sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak
(Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006)
- Kerusakan primer : Kerusakan otak yang timbul saat cidera
- Kerusakan sekunder Kerusakan otak yang terjadi karena kerusakan primer
Kerusakan Primer
Lesi di bawah tempat benturan disebut kontusio ‘coup’ sedangkan yang jauh dari
tempat benturan disebut kontusio ‘kontra-coup’
Laserasi
Jika kerusakan tersebut disertai dengan kerusakan piamater Berkaitan dengan
Subarachnoid Traumatika
Terdapat 2 jenis, yaitu laserasi langsung dan laserasi tidak langsung.
Perdarahan Ekstradural
a. Perdarahan Epidural
Adanya penumpukan darah pada duramater dan tabula interna. Paling
sering terjadi pada Frontal dan Temporal Sumber perdarahan dari arteri
Meningea Media yang disebabkan oleh fraktur tulang, dapat juga oleh vena
atau diploe.
Manifestasi klinis :
• Tetap sadar
• Tetap tidak sadar
• Mula-mula sadar lalu menjadi tidak sadar
• Mula-mula tidak sadar lalu menjadi sadar
• Mula-mula tidak sadar, lalu menjadi sadar (lucid interval), dan akhirnya menjadi
tidak sadar
Perdarahan Intradural
a. Perdarahan Subdural (SDH)
Penumpukan darah diantara duramater dan Subarachnoid. Lebih sering
ditemukan daripada EDH. Mortalitas 60-70%. Terjadi karena laserasi arteri-
vena kortikal, atau pada ‘Bridging vein’
Dibagi atas : Akut (gejala timbul3 hari pertama setelah cidera), Subakut
(hari ke 4-20), Kronik(timbul gejala > 3 minggu)
d. Perdarahan Intracerebelar
Perdarahan yang terjadi pada cerebellum. Lesi ini jarang terjadi pada
trauma, umumnya terjadi pada perdarahan spontan.
e. Perdarahan Intraventrikel
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel
otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan
intraserebral.
Kerusakan MenyeluruhDiartikan sebagai suatu keadaan patologis penderita yang tidak sadar
mulai dari masuk RS tanpa ditemui adanya gambaran SOL pada CT Scan atau MRI
Berdasarkan gambaran patologis dibedakan menjadi dua :
DAI adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan kesadaran setelah terjadinya
trauma selama lebih dari enam jam, tanpa ditemukan adanya penyebab yang jelas
terjadinya penurunan kesadaran. Pemeriksaan histopatologis dengan sampel dari biopsi
otak kemudian akan menunjukkan adanya kerusakan 2 akson difus pada hemisfer serebri,
serebelum, dan batang otak (Park et al., 2009, Johnson et al., 2013).
Kerusakan Sekunder
Diffuse Ischemic Demage (berlangsung mulai dari terjadinya trauma) terdiri dari 3 fase:
o Fase hipoperfusi, terjadi pada hari 0, aliran darah dapat turun hingga <18
ml/100g/min
o Hyperemia terjadi pada hari 1-3
o Vasospasme terjadi pada hari 4-15
Diffuse Brain Swelling
o Vasogenic oedem
o Cytotoxic oedem
o Hydrostatic oedem
o Osmotic brain oedem
o Interstitial brain oedem
Tipe-tipe Herniasi
Herniasi sentral
Pada herniasi sentral (juga dikenali sebagai hernia transtentorial), diensefalon dan lobus
temporal pada kedua-dua hemisfer cerebrii ditekan oleh notch pada tentorium cerebral. Hernia
transtentorium bisa terjadi apabila otak bergeser ke atas maupun ke bawah melewati batas
tentorium yang dikenali sebagai hernia transtentorium asendens dan desendens. Namun hernia
ini bisa menyebabkan robeknya arteri basilar atau nama lainnya arteri paramedian sehingga
berlaku perdarahan yang disebut ‘Duret Hemorrhage’. Herniasi ini selalunya berakhir dengan
kematian. Secara gambaran radiografi, hernia yang mengarah ke bawah berkarakteristik sebagai
obliterasi sisterna suprasellar dari hernia lobus temporal ke dalam hiatus tentorium dengan
kompresi pada pedunkulus cerebral. Hernia yang mengarah ke atas secara radiografi
berkarakteristik sebagai obliterasi sisterna quadrigeminal. Didapatkan bahwa sindroma
hipotensi intracranial adalah sangat mirip dengan hernia transtentorium yang mengarah ke
bawah.
Herniasi Uncal
Pada herniasi uncal, yaitu hernia transtentorium yang sering, bagian paling dalam pada
lobus temporal yaitu uncus bisa sangat terhimpit sehingga melewati tentorium dan
menyebabkan tekanan yang tinggi pada batang otak terutama midbrain. Tentorium merupakan
struktur dalam tengkorak kepala yang terbentuk dari lapisan meningea yaitu dura mater.
Jaringan bisa terkelupas dari korteks cerebral dimana proses ini dinamakan sebagai dekortikasi.
Uncus ini akan menekan nervus kranialis ke-3 yang berfungsi mengontrol input parasimpatis
pada organ mata. Keadaan ini akan mengganggu transmisi neural parasimpatis sehingga
menyebabkan pupil pada mata terkait akan berdilatasi dan gagal untuk berkonstriksi apabila
adanya respon cahaya seperti mana seharusnya. Maka dengan adanya gejala dilatasi pupil yang
tidak berespon dengan cahaya, itu merupakan tanda penting adanya peningkatan tekanan
intracranial. Dilatasi pupil sering diikuti dengan beberapa gejala lain kompresi nervus kranialis
ke-3 yaitu deviasi bola mata kearah atas dan bawah akibat dari hilangnya innervasi ke semua
otot motilitas kecuali otot rektus lateralis yang diinervasikan oleh nervus kranialis ke-6 dan otot
obliqus superior yang diinervasikan oleh nervus kranialis ke-4. Gejala ini muncul karena fiber
esentrik parasimpatik mengelilingi fiber motorik dari nervus kranialis ke-3 dan makanya ia
pertama yang terkompresi. Arteri kranialis juga akan tertekan semasa herniasi. Kompresi
terhadap arteri serebral posterior akan menyebabkan gangguan pada fungsi penglihatan
kontralateral yang dikenali sebagai homonimus kontralateral hemianopia. Kemudian diikuti
dengan symptom yang juga penting yaitu ‘false localizing sign’ yang berakibat dari kompresi
pada krus serebral kontralateral yang mengandung fiber kortikospinal dan kortikobulbar
desendens. Ini diikuti dengan hemiparesis ipsilateral. Berhubung traktus kortikospinalis secara
predominan menginnervasi otot flexor, maka kaki akan terlihat dalam keadaan ekstensi. Dengan
peningkatan tekanan intracranial, postur dekortikasi akan terlihat. Herniasi tipe ini juga akan
menyebabkan kerosakan pada batang otak, yang berefek letargi, bradikardi, kelainan respiratori
dan dilatasi pupil. Herniasi uncal akan berlanjut dengan herniasi sentral sekiranya tidak
ditangani.
Herniasi serebral
Peningkatan tekanan dalam fossa posterior akan menyebabkan serebelum bergeser ke atas
mendorong tentorium kearah atas atau dikenali sebagai herniasi serebral. Midbrain akan
terdorong ke tentorium. Keadaan ini juga akan menyebabkan midbrain terdorong ke bawah.
Herniasi tonsillar Pada herniasi tonsillar, yang juga dikenali sebagai herniasi serebral kea rah
bawah, tonsil serebral akan bergeser ke bawah masuk ke foramen magnum dan menyebabkan
kompresi pada distal batang otak dan proksimal dari korda spinalis servikal. Peningkatan
tekanan pada batang otak akan menyebabkan disfungsi dari system saraf pusat yang berperan
dalam mengontrol fungsi respiratori dan fungsi jantung. Herniasi tonsillar juga dikenali sebagai
malformasi Chiari, atau Malformasi Arnold Chiari (ACM). Sekurang-kurangnya terdapat tiga tipe
malformasi Chiari yang ditemukan yang mana masing-masing menimbulkan proses penyakit
yang berbeda dengan symptom dan prognosis yang berbeda. Kondisi ini bisa ditemukan dengan
adanya pasien yang bersifat asimptomatik dan ada pula yang bersifat berat sehingga
mengancam nyawa. Makanya hernia ini lebih sering didiagnosa berdasarkan gambaran radiologi
dari pemeriksaan MRI kepala. Ektopik Serebral merupakan suatu istilah yang digunakan oleh ahli
radiologi untuk mendiskripsikan tonsil serebral namun tidak secara khusus mendiskripsikan
suatu malformasi Chiari. Menurut definisi malformasi Chiari terdahulu menyatakan bahwa
adanya gambaran radiologi tonsillar serebral dengan penonjolan pada terdorongnya jaringan
masuk ke dalam foramen magnum sekurang-kurangnya 5mm di bawah foramen magnum.
Namun beberapa kasus melaporkan bahwa ada pasien yang dating hanya dengan symptom
malformasi Chiari tanpa gambaran radiografi herniasi tonsillar. Pasien pasien ini didiagnosa
dengan ‘Chiari type 0’.
Terdapat beberapa penyebab yang dihubungkan dengan kejadian herniasi tipe ini. Antaranya
berupa korda spinalis yang menonjol, filum terminalis yang menyempit secara mendadak (menarik
turun batang otak dan struktur di sekitarnya), penurunan atau malformasi dari fossa posterior
(bagian caudal dan dorsal dari tengkorak) sehingga tidak memberikan ruang yang cukup untuk
serebelum, hidrosefalus atau volume cairan serebrospinal yang tidak normal sehingga mendorong
tonsil keluar. Kelainan jaringan ikat seperti Sindroma Ehlers Danlos, juga merupakan antara factor
penyebab.
Untuk evaluasi herniasi tonsillar yang lebih lanjut, pemeriksaan CINE flow digunakan. Pemeriksaan
MRI tipe ini memeriksa pengaliran cairan serebrospinal pada sendi kranio-servikal. Bagi pasien yang
dating dengan symptom hernia dimana dirasakan berkurang pada posisi supine dan memburuk pada
posisi berdiri, maka pemeriksaan MRI ini haruslah dilakukan dalam posisi berdiri.
Herniasi Singulata
Pada herniasi singulata atau subfalcine, yaitu hernia yang paling sering, bagian paling dalam pada
lobus frontalis akan terdorong ke falx serebri. Hernia singulata bisa terjadi apabila salah satu dari
hemisfer membengkak dan menolak girus singulata kearah falx serebri. Walaupun keadaan ini tidak
terlalu menekan batang otak seperti tipe-tipe hernia yang lain, namun bisa memberikan efek pada
pembuluh darah yang berdekatan dengan lobus frontalis tempat trauma yaitu arteri serebral
anterior atau bisa berprogresif ke hernia sentral. Kesan terhadap pembuluh darah akan
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial yang berbahaya sehingga bisa memburuk
membentuk herniasi yang lebih berat. Gejala khas pada hernia singulata tidak jelas. Namun seperti
yang terjadi pada hernia uncal, hernia singulata juga akan menyebabkan kelainan pada postur tubuh
dan koma. Hernia singulata dipercayai sering menjadi precursor terhadap tipe hernia yang lain.
Hernia Transcalvarial Pada hernia transcalvarial, otak akan tertekan pada daerah fraktur atau bekas
operasi. Hernia ini juga dikenali sebagai hernia eksternal di mana ia terjadi sewaktu kranektomi atau
pada apa saja operasi yang melibatkan pengangkatan bagian tertentu tengkorak.