Anda di halaman 1dari 21

BAB VIII

ANALISIS TES

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi singkat

Mata kuliah ini membahas tentang pengertian analisi tes,kegiatan analisis

tes meliputi empat hal yakni analisis validasi tes reliabitas,analisis butir

soal( item analysis) dan analisis teknik kegunaan tes.

B. Manfaat

Mata kuliah ini merupakan penjelasan tentang kegiatan analisis tes untuk

mengetahui mutu suatu tes yang di buat oleh tenaga pendidik. Mata kuliah

ini sangat membantu tenaga pendidik untuk memahami wujud tes yang

baik dan bagaimana butir soal yang baik, karena isi materi mata kuliah ini

memberi panduan pada tenaga pendidik dalam membuat tes agar dapat

terjamin objektifitas dan keakuratannya. Dengan memahami secara tepat

mata kuliah ini, akan sangat membantu tenaga pendidik dalam menyususn

tes dengan baik dan efisien.

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa dapat mengetahui apa

analisis tes.
D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa akan dapat menerapkan

analisis tes dengan melakukan empat cara yakni analisis validasi tes

reliabitas,analisis butir soal( item analysis) dan analisis teknik kegunaan

tes.
II. PENYAJIAN

A. Pengertian Analisis Tes

Analisis tes adalah salah satu kegiatan dalam rangka mengkonstruksi

tes untuk mendapatkan gambaran tentang mutu tes, baik mutu

keseluruhan tes maupun mutu tiap butir soal/tugas.Analisis dilakukan

setelah tes disusun dan dicobakan kepada sejumlah subyek dan hasilnya

menjadi umpan balik untuk perbaikan/peningkatan mutu tes

bersangkutan. Oleh karena itu kegiatan analisis tes merupakan keharusan

dalam keseluruhan proses mengkonstruksi tes. Dalam analisis tes juga ada

beberapa yang harus kita perhatikan, diantaranya:

1. Menilai tes yang dibuat sendiri

Secara teoritis, siswa dalam satu kelas merupakan populasi atau

kelompok yang keadaannya heterogen. Dengan demikian, maka

apabila dikenai sebuah tes akan tercermin hasilnya dalam suatu

kurva normal. Sebagai besar siswa berada di daerah sedang, sebagian

kecil berada di ekor kiri, dan sebagaian kecil yang lain berada di

ekor kanan kurva.

Apabila keadaan setelah hasil dianalisis tidak seperti yang

diharapkan dalam kurva normal, maka tentu ada “apa-apa” dengan

soal tesnya.Apabila hampir seluruh siswa memperoleh skor jelek,

berarti bahwa tes yang disusun mungkin terlalu sukar.Sebaliknya jka

seluruh siswa memperoleh skor baik, dapat diartikan bahwa tesnya

terlalu mudah. Tentu saja interpretasi terhadap soal tes akan lain
seandainya tes itu sudah disusun sebaik-baiknya sehingga memenuhi

persyaratan sebagai tes.

Dengan demikian maka apabila kita memperoleh keterangan

tentang hasil tes, akan membantu kita dalam mengadakan penilaian

secara objektif terhadap tes yang kita susun. Ada 4 (empat)cara

untuk menilai tes, yaitu:

a. Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun,

kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan

perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal

tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, antara lain:

1) Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang?

2) Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan?

3) Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan

yang membingungkan (dapat di salah tafsirkan)?

4) Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti?

5) Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagaian bbesar

siswa?

b. Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (item analysis).

Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan

memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap

butir tes yang kita susun.

c. Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas. Validitas

yang paling penting dari tes buatan guru adalah validitas


kurikuler (content validity). Untuk mengadakan checking

validitas kurikuler, kita harus merumuskan tujuan setiap bagian

pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal dapat kita

jodohkan dengan setiap tujuan khusus tersebut.

2. Cakupan kegiatan analisis tes

Kegiatan analisis tes meliputi empat hal yakni :

a. Analisis validitas tes

b. Analisis reliabilitas tes

c. Analisis butir soal yang meliputi :

1) Analisis daya pembeda tiap butir soal,

2) Analisis tingkat kesukaran tiap butir soal,

3) Analisis pengecoh (distraktor) pada setiap butir soal,

4) Analisis homogenitas tiap butir soal.

d. Analisis teknis kegunaan tes.

Dengan melakukan analisis tes, guru dapat “menabung-

soal” atau membuat “bank-soal” yakni kumpulan soal-soal yang

sudah teruji kebaikannya.Manfaat terbesar dari kegiatan analisis

tes ialah guru makin memahami bagaimana wujud tes yang baik,

bagaimana butir soal yang baik.Sehingga pada akhirnya guru

makin terampil menyusun tes dengan baik dan efisien.

Kritik terhadap tes bentuk pilihan ganda yang dianggap

lebih buruk dari tes bentuk uraian karena “makin membodohkan

siswa”, sebenarnya bersumber pada tes pilihan ganda yang


buruk. Tes pilihan ganda (tes obyektif) yang baik, yang

dianalisis dari berbagai segi dan digunakan sesuai tujuan

pendidikan, akan lebih baik dibanding tes bentuk uraian yang

tidak dianalisis. Oleh sebab itu tes bentuk apapun perlu

dianalisis agar dapat terjamin obyektifitas dan keakuratannya.

Pembahasan analisis tes di sini akan terbatas pada tes

buatan guru/dosen, dan bukan psikotes yang dibuat para ahli

atau THB yang dibakukan.

B. Cara Mengetahui Validitas Tes

Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes. Tes

yang valid (absah = sah) adalah tes benar-benar mengukur apa yang

hendak diukur. Tes matematika kelas dua SMP, hendaknya benar-benar

mengukur hasil belajar matematika siswa SMP kelas dua ; bukan siswa

SMP kelas tiga atau siswa SD kelas enam. Dan bukan mengukur hasil

belajar dalam bidang studi lainnya.

Tes yang disusun untuk mengukur hasil belajar mata pelajaran

kimia pada kelas tertentu, hendaknya tidak menyimpang sehingga

mengukur hasil belajar matematika atau bahasa, atau kimia untuk kelas

lainnya.

Dengan kata lain, validitas tes menunjukkan tingkat ketepatan tes

dalam mengukur sasaran yang hendak diukur.Ada empat macam validitas

tes hasil belajar, yakni:


1. Validitas permukaan (face validity)

Tingkat validitas permukaan diketahui dengan melakukan analisis

atau telaah rasional ( semata-mata berdasarkan pertimbangan logis,

bukan pada hitungan angka-angka empirik ). Analisis permukaan

meliputi berbagai aspek berikut ini:

a. Apakah bahasa dan susunan kalimat (redaksi) tiap butir soal

cukup jelas dan sesuai dengan kemampuan siswa?

b. Apakah isi jawaban yang diminta tidak membingungkan?

c. Apakah cara menjawab sudah dipahami siswa?

d. Jangan sampai siswa tahu isi jawabannya tetapi tidak tahu

bagaimana cara menjawab soal bersangkutan.

e. Apakah tes itu telah disusun berdasar kaidah/prinsip penulisan

butir soal?

Tes yang tidak mengikuti kaidah penulisan butir soal akan tampak

semerawut sehingga membingungkan.

Setiap tes paling sedikit harus diperiksa melalui analisis permukaan.

Walaupun analisis ini tergolong paling lemah, namun lebih baik

daripada tidak ada analisis sama sekali. Tentu saja akan lebih baik bila

suatu tes dianalisis lebih lanjut.

2. Validitas isi (content validity)

Tingkat validitas isi juga diketahui dengan analisis rasional.

Pada prinsipnya dilakukan pemeriksaan terhadap tiap butir soal,

apakah soal sudah sesuai dengan Tujuan Pembelajaran Khusus atau


dengan kompetensi yang hendak diukur atau dengan indikator

keberhasilan siswa.

Cara yang lazim ialah mencocokkan tiap butir soal dengan kisi-

kisi yang disusun berdasarkan GBPP (Garis Besar Program

Pengajaran).Pengujian validitas isi dilakukan dengan menjawab

pertanyaan berikut.

a. Apakah keseluruhan tes telah sesuai dengan kisi-kisi?

Kisi-kisi adalah suatu bagian atau matrik yang menggambarkan

penyebaran soal-soal sesuai dengan aspek atau pokok bahasan yang

hendak diukur, tingkat kesukaran dan jenis soal. Kisi-kisi itu harus

disusun sedemikian rupa sehingga mencakup seluruh bahan

pelajaran yang akan diteskan. Tingkat kesesuaian seluruh butir soal

dengan kisi-kisi (dengan bahan yang akan diteskan) menunjukkan

tingkat validitas isi.

b. Apakah terdapat butir soal yang menyimpang, atau menuntut

jawaban di luar bahan pelajaran bersangkutan?

Misalnya soal dalam mata pelajaran fisika menjurus/menyimpang

ke hitungan matematika atau kemampuan di luar pokok bahasan

yang diajarkan. Penyimpangan yang tidak kentara itu perlu

dihilangkan.Semakin banyak soal yang menyimpang, semakin

rendah tingkat validitas isi.Untuk melakukan analisis validitas isi

diperlukan adanya kisi-kisi tes yang disusun sebelum soal-soal

ditulis.
3. Validitas kriteria (criterion validity)

Validitas ini diketahui dengan cara empirik, yakni menghitung

koefisien korelasi antara tes bersangkutan dengan tes lain sebagai

kriterianya. Yang dapat digunakan sebagai kriteria adalah tes yang

sudah dianggap valid, atau nilai mata pelajaran yang sama yang

dipandang cukup obyektif. Sebagai contoh, skor tes Bahasa Inggris

buatan guru dikorelasikan dengan skor tes Bahasa Inggris yang telah

dibakukan.Skor tes Matematika kelas I SMA dikorelasikan dengan

nilai rata-rata Matematika.Dengan rumus korelasi Pearson’s Product

Moment dan menggunakan kalkulator, perhitungan validitas criteria

tersebut tidak terlalu sulit, apalagi bila menggunakan komputer.

Kesulitan utama dalam menentukan validitas kriteria ialah

mencari skor tes yang akan dijadikan kriteria. Bila kriterianya buruk

atau tidak valid, maka validitas tes yang diperoleh akan percuma saja.

4. Validitas ramalan (predictive validity)

Validitas ini menunjukkan sejauh mana skor tes bersangkutan

dapat digunakan meramal keberhasilan siswa dimasa mendatang

dalam bidang tertentu. Cara menghitungnya sama seperti validitas

kriteria, dalam hal ini skor tes dikorelasikan dengan keberhasilan

siswa di masa datang. Misalnya antara nilai UAN ( Ujian Akhir

Nasional ) di SMA, dengan prestasi belajar di perguruan tinggi dalam

mata pelajaran yang sama.


Suatu tes yang baik biasanya memiliki angka validitas 0,50 atau

lebih; tentu saja angka itu makin tinggi makin baik. Suatu tes dengan

angka validitas kurang dari 0,50 belum tentu buruk. Mungkin

kriterianya yang buruk atau keliru menentukan kriteria.

C. Cara Mengetahui Reliabitas Tes

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes,

yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor

yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah).Tes yang reliabel atau dapat

dipercaya adalah tes yang menghasilkan skor secara ajeg, relatif tidak

berubah walaupun diteskan pada situasi dan waktu yang berbeda-beda.

Sebaiknya, tes yang tidak reliabel seperti karet untuk mengukur panjang,

hasil pengukuran dengan karet dapat berubah-ubah ( tidak konsisten ).

Ada tiga cara mengetahui reliabilitas tes. Pada prinsipnya diperoleh

dengan menghitung koefisien korelasi antara dua kelompok skor tes. Tiga

cara itu sebagai berikut.

1. Tes-retest method (metoda tes ulang)

Suatu tes (yakni tes yang akan dihitung reliabilitasnya),

diteskan terhadap kelompok siswa tertentu dua kali dengan jangka

waktu tertentu (misalnya satu semester atau satu catur wulan).

Skor hasil pengetesan pertama dikorelasikan dengan skor hasil

pengetesan kedua.Koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan

koefisien reliabilitas tes tersebut.


Contoh:

Tes Pertama Tes Kedua


Siswa
Skor Ranking Skor Ranking
A 15 3 20 3
B 20 1 25 1
C 9 5 15 5
D 18 2 23 2
E 12 4 18 4
Walaupun tampak skornya naik, akan tetapi kenaikannya dialami oleh

semua siswa.Metode ini disebut self-correlation method (korelasi diri

sendiri) karena mengkorelasikan hasil dari tes yang sama.

2. Paralel test method (metoda tes parallel)

Cara ini mengharuskan adanya dua tes yang parallel, yakni dua

tes yang disusun dengan tujuan yang sama (hanya sedikit perbedaan

redaksi, isi atau susunan kalimatnya). Dua tes tersebut

diadministrasikan pada satu kelompok siswa dengan perbedaan waktu

beberapa hari saja. Skor dari kedua macam tes tersebut dikorelasikan

dengan teknik yang sama seperti pada metode tes-retest. Koefisien

korelasi yang diperoleh menunjukkan tingkat reliabilitas tes.

3. Split-half method (metode belah dua)

Kelemahan penggunaan metode dua-tes kali percobaan dan

satu-tes dua kali percobaan diatasi dengan metode ketiga ini yaitu

metode belah dua. Dalam menggunakan metode ini pengetes hanya

menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali. Oleh karena itu,

disebut juga single-test-single-trial-method.


Berbeda dengan metode pertama dan kedua yang setelah

diketemukan koefisien dan korelasi langsung ditafsirkan itulah

koefisien reliabitas maka dengan metode ketiga ini tidak dapat

demikian.Pada waktu membelah dua dan mengkorelasikan dua

belahan, baru diketahui reliabitas setengah tes.Untuk mengetahui

reliabitas seluruh tes harus digunakan rumus. Spearman-Brown

sebagai berikut:

Contoh:

2× r ½½
r 11=
( 1+r ½½ )

Di mana:

r½½ = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

r11 = koefisien realibitas yang sudah disesuaikan

Contoh:

Korelasi antara belahan tes = 0,60

2 ×0,60
Maka Reliabilitas tes =0,75
( 1+ 0,60 )

Banyak pemakai metode ini salah membelah hasil tes pada

waktu, menganalisis. Yang mereka lakukan adalah mengelompokkan

hasil setengah subjek peserta tes dan setengah yang lain kemudian

hasil kedua kelompok ini dikorelasikan. Yang benar adalah membelah

item atau butir soal. Tidak akan keliru kiranya bagi pemakai metode

ini harus ingat bahwa banyaknya butir soal harus genap agar dapat

dibelah. Ada dua cara membelah butir soal:


a. Membelah atas item-item genap dan item-item ganjil yang

selanjutnya disebut belahan ganjil-genap, dan

b. Membelah atas item-item awal dan item-item akhir yaitu setengah

jumlah pada nomor-nomor awal dan setengah pada nomor-nomor

akhir yang selanjutnya disebut belahan awal-akhir.

D. Cara Mengetahui Analisis Butir Soal (Item Analysis)

Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-

pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki

kualitas yang memadai. Ada dua jenis analisis butir soal, yakni analisis

tingkat kesukaran soal dan analisis daya pembeda disamping validitas dan

reliabitas. Menganalisis tingkat kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal

mana yang termasuk mudah, sedang dan sukar.

Sedangkan menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal

tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam membedakan siswa yang

termasuk ke dalam kategori lemah atau rendah dan kategori kuat atau

tinggi prestasinya.Sedangkan validitas dan reliabitas mengkaji kesulitan

dan keajegan pertanyaan tes.

Salah satu cara untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang

paling efektif ialah dengan jalan mengevaluasi test hasil belajar yang

diperoleh hasil belajar dari proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan

kata lain, hasil test itu kita oleh sedemikian rupa sehingga dari hasil
pengolahan itu dapat diketahui kompenan-kompenan manakakah dari

proses belajar-mengajar itu yang masih lemah.

Pengolahan test hasil belajar dalam rangka memperbaiki proses

belajar-mengajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Dengan membuat analisis soal (item analysis)

2. Dengan mennghitung validitas dan kaeandalan tes.

3. Dalam pasal ini khusus akan di bicarakan cara yang pertama,yaitu

teknik analisis soal atau yang biasa disebut item analisis. Cara yang

kedua, yaitu menghitung validititas dan keandalan tes.

Menurut thorndike dan hagen(1977), analisis terhadap soal-soal

(items) tes yang telah di jawab oleh murid-murid mempunyai dua tujuan

penting. Pertama, jawaban-jawaban soal itu merupakan informasi

diagnostik untuk meneliti pelajaran dari kelas itu dan kegagalan-

kegagalan belajarnya, serta selanjutnya untuk membimbing ke arah

belajar yang lebih baik.

Kedua, jawaban-jawaban terhadap soal-soal yang terpisah dan

perbaikan (review) soal-soal yang didasarkan atas jawaban-jawaban itu

merupakan basis bagi penyiapan tes-tes yang lebih baik untuk tahun

berikutnya.

Jadi, tujuan khususnya dari items analysis ialah mencari soal tes

mana yang baik dan mana yang tidak baik,dan mengapa items atau soal

itu di katakan baik atau tidak baik. Dengan mengetahui soal-soal yang

tidak baik itu selanjutnya kita dapat mencari kemungkinan sebab-sebab


mengapa item itu tidak baik. Dengan membuat analisis soal, sedikitnya

kita dapat mengetahui tiga hal penting yang dapat di peroleh dari tiap

soal,yaitu:

1. Sampai dimana tingkat atau taraf kesukaran soal itu (difficulty levelof

an item).

2. Apakah soal itu mempunyai daya pembeda (discriminating power)

sehingga dapat membedakan kelompok siswa yang pandai dengan

kelompok siswa yang bodoh.

3. Apakah semua alternatif jawaban (options) menarik jawaban-jawaban

ataukah ada yang demikian tidak menarik tidak menarik sehingga

tidak tidak perlu dimasukkan ke dalam soal.

a. Taraf Kesukaran

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang

baik, disamping memenuhi validitas dan reliabitas, adalah adanya

keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut.Keseimbangan yang

dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang,

sukar secara proporsional.Tingkat kesukaran soal dipandang dari

kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan

dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal.

Persoalan yanng penting dalam melakukan analisis tingkat

kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang

termasuk mudah, sedang, dan sukar.


Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak

terlalu sukar.Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk

mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu

sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak

mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar

jangkauannya.

Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu soal

tersebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks

kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini

menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0

menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0

menunjukan bahwa soalnya terlalu mudah.

0,0 1,0

Sukar Mudah

Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P

(p besar), singkatan dari kata “proporsi”. Dengan demikian maka soal

dengan P = 0,70 lebih mudah jika dibandingkan dengan P = 0,20.

Sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar dengan P = 0,80.

Melihat besarnya bilangan indeks maka lebih cocok jika bukan

disebut sebagai indeks kesukaran tetapi indeks kemudahan atau indeks

fasilitas, karena semakin mudah soal itu, semakin besar pula bilangan

indeksnya.Akan tetapi telah disepakati bahwa walaupunseemakin


tinggi indeksnya menunjukan soal yang semakin mudah, tetapi tetap

disebut indeks kesukaran.

Rumus mencari P adalah:

B
Rumus : P=
JS

Di mana:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

b. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk

membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi)

dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).

Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks

diskriminasi, disingkat D (d besar). Seperti hanya indeks kesukaran,

indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai

1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif

(-), tetapi pada indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal

“terbalik” menunjukan kualitas testee.Yaitu anak pandai disebut

bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Dengan demikian ada tiga titik

pada daya pembeda, yaitu:

-1,000,00 1,00

daya pembeda daya pembeda daya pembeda

negatif rendah tinggi (positif)


Jawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal

itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda.Demikian pula

jika semua siswa baik pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab

dengan benar.Soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai

daya pembeda.Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar

oleh siswa-siswa pandai saja.

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan

untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang

tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong

kurang atau lemah prestasinya.Artinya, bila soal tersebut diberikan

kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukan prestasi yang tinggi;

dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah.

Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut,

jika diujikan kepada anak berprestasi, hasilnya rendah, tetapi bila

diberikan kepada anak yang lemah hasilnya lebih tinggi. Atau bila

diiberikan kepada kedua kategori siswa tersebut, hasilnya sama aja.

Dengan demikian, tes yang tiidak memiliki daya pembeda, tidak akan

menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa

yang sebenarnya.

Sungguh aneh bila anak pandai tidak lulus, tetapi anak bodoh

lulus dengan baik tanpa dilakukan manipulasi oleh si penilai atau di

luar faktor kebetulan.


Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah

dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti

berikut.

Di mana:

SR - ST

SR = Siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah

ST = Siswa yang menjawab salah dari kelompok tinggi

Contoh:

Tes pilihan ganda atau option 4 diberikan kepada 30 orang

siswa.Jumlah soal 15. Setelah diperiksa, datanya adalah sebagai

berikut:

Jumlah siswa Jumlah siswa


yang menjawab yang menjawab
No. Soal salah kelompok salah kelompok SR - ST Ket.
rendah (SR) tinggi (ST)
1 6 1 5
2 6 1 5
3 5 2 3
4 6 1 5
5 2 1 1
6 5 1 4
7 2 1 1
8 7 1 6
9 7 1 6
10 4 2 2
11 3 1 2
12 6 1 2
13 2 1 5
14 6 1 1
15 5 2 3
c. Pola jawaban soal

Yang dimaksud pola jawaban disini adalah distribusi testee

dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan

ganda.Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya

testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak

memilih pilihan manapun (blangko). Dalam istilah evaluasi disebut

omit, disingkat O.

Dan pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh

(distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baiik atau tidak.

Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa

pengecoh itu jelek, terlalu menyolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah

distraktor (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila

distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-

pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai

bahan.

Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui:

1) Taraf kesukaran soal;

2) Daya pembeda soal;

3) Baik dan tidaknya distraktor.

Sesuatu distraktor dapat diperlukan dengan 3 (tiga) cara:

1) Diterima, karena sudah baik,

2) Ditolak, karena tidak baik,

3) Ditulis kembali, karena kurang baik.


Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan

kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan

seperlunya.Menulis soal adalah suatu pekerjaan yang sulit, sehingga

apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki saja, tidak

dibuang.Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling

sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi 2). Jakarta:


Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).


Jakarta: Bumi Aksara

Purwanto, Ngalim. 2012. Teknik Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosda

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Putriindawati,(2013,Mei 30). Analilisis Test. Diakses Pada 21 Oktober 2019


Melalui http://putrindawati.blogspot.com/2013/05/analisis-tes.html

Anda mungkin juga menyukai