Bab IX Aik 4
Bab IX Aik 4
1
H. Tata Sukayat, M.Ag., Quantum Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 1
2
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; Studi atas Berbagai Prinsip dn Kaidah yang Harus
dijadikan Acuan dalam Dakwah Islamiyah, Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2010, h. 24-25
3
Prof. Toha Yahya Omar, M.A., Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1979, h. 1
4
Prof. A. Hajsmy, Dustur Dakwah Menurut Alqur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1884, h. 18
1
diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan
bermasyarakat dan perikehidupan bernegara.5
d) Menurut Dr. M. Quraish Shihab
Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah
situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadp pribadi
maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan
pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, akan tetapi juga
menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih
berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh
dalam berbagai aspek.6
e) Menurut Ibnu Taimiyah
Dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar orang beriman
kepada Allah, percaya dan mentaati apa yang telah diberitakan oleh Rasul serta
mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya.7
5
M. Natsir, “Fungsi Dakwah Perjuangan” dalam Drs. Syamsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah,
Jakarta: Amzah, 2009, h. 3
6
Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Alqur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
cetakan 22, Bandung: Mizan, 2001, h. 194
7
Ibnu Taimiyah, “Majmu Al-Fatawa” dalam Drs. Syamsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah, Jakarta:
Amzah, 2009, h. 5
2
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhamu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan dialah yang lebihmengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada
8
M. Natsir, “Dakwah dan Tujuan” dalam Dr. Thohir Luth, M. Natsir; Dakwah dan pemikirannya,
cetakan I, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, h. 70
3
kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan
hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.
Dalam dua ayat di atas jelas ditegaskan bahwa tujuan dari dakwah itu ialah
menyadarkan manusia akan arti yang sebenarnya dari hidup ini dan mengeluarkan
manusia dari gelap gulita menuju terang benderang.9
Sedangkan Asmuni Syukir membagi tujuan dakwah ke dalam dua bagian yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.10
a. Tujuan Umum (mayor objective)
Tujuan umum dakwah adalah mengajak ummat manusia meliputi orang
mukmin maupun orang kafir atau musyrik kepada jalan yang benar dan diridhai
Allah Swt. agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam
dataran kenyataan kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan dengan
masalah pribadi, maupun sosial kemasyarakatan agar mendapat kehidupan di
dunia dan di akherat.
b. Tujuan Khusus (minor objective)
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian dari
tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan aktifitas
dakwah dapat diketahui arahnya secara jelas, maupun jenis kegiatan apa yang
hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah dan media apa yang dipergunakan
agar tidak terjadi miss comunication antara pelaksana dakwah dengan audience
(penerima dakwah) yang hanya disebabkan karena masih umumnya tujuan yang
hendak dicapai.
Adapun tujuan khusus itu sebagai berikut :
1) Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu
meningkatkan taqwanya kepada Allah Swt. Artinya mereka diharapkan
agar senantiasa mengerjakan segala perintah Allah Swt, dan selalu
9
Prof. Dr. hamka, Prinsip dan Kebijakan Dakwah Islam, Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1990, h. 50
10
Asmuni Syukir, “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam” dalam Drs. Syamsul Munir Amin, M.A., Ilmu
Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, h. 59-64
4
mencegah atau meninggalkan perkara yang dilarangnya seperti yang
terkandung dalam al-Qur`an surat al- Maidah (5) ayat 2 ;
5
2) Membina mental agama Islam bagi kaum yang masih muallaf.
Muallaf artinya orang yang baru masuk Islam atau masih lemah keislaman
dan keimanannya dikarenakan baru beriman. Penanganan terhadap
masyarakat yang masih muallaf jauh berbeda dengan kaum yang sudah
beriman kepada Allah, sehingga rumusan tujuannya tidak sama, artinya
disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan. Sebagaimana tujuan khusus
yang lain, pada bagian ini dibagi pula beberapa tujuan yang lebih khusus.
Antara lain:
a. Menunjukkan bukti-bukti ke-Esaan Allah dengan beberapa ciptaan-Nya.
b. Menunjukkan keuntungan bagi orang yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah.
c. Menunjukkan ancaman Allah bagi yang ingkar kepada-Nya.
d. Menganjurkan untuk berbuat baik dan mencegah berbuat kejahatan.
e. Mengajarkan syari’at Allah berbuat dengan cara bijaksana
f. Memberikan beberapa tauladan dan contoh yang baik kepada mereka
(muallaf).
6
4) Mengajar dan mendidik anak agar tidak menyimpan dari fitrahnya. Tujuan
ini didasarkan pada al-Qur`an surat ar-Rûm (30) ayat 30
11
Abdul Kadir Munsyi, “Metode Diskusi Dalam Dakwah” dalam dalam Drs. Syamsul Munir Amin, M.A.,
Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, h. 66
7
B. Strategi Dakwah Rasulullah
Rasulullah Saw adalah contoh terbaik dalam menggerakkan dan mengelola
dakwah. Keberhasilannya dalam mengajak manusia kepada agama Allah, terhitung
spektakuler. Bagaimana tidak, hanya dalam waktu 23 tahun beliau berhasil mengajak
seluruh bangsa Arab dalam pelukan Islam, yang imbasnya secara alamiah dari generasi
ke generasi Islam telah menyebar ke seantero jagad. Jumlah populasi muslim dunia
,kini yang mencapai kurang lebih 1.5 milyar tak lepas dari kiprah beliau selama 23
tahun tersebut.
Bahasan seputar keberhasilan dakwah, tidak ada rujukan yang paling pantas
kecuali merujuk pada warisan sunnah yang telah ditinggalkan manusia paling agung,
yakni Muhammad SAW. Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat 108 :
Artinya : “Serulah kepada Allah atas dasar basyiroh, aku dan orang-orang yang
mengikutiku. Maha suci Allah, aku tiada termasuk orang-orang musyrik”.
8
selama kurang lebih 3 tahun di awal masa kenabian, sementara dakwah jahriyyah
diawali setelah Allah memerintahkan beliau dengan turunnya surat Al-Hijr ayat; 92.
Keberhasilan dakwah rasulullah yang paling menonjol pada masa dakwah
sirriyah, dapat diringkas ada 3 strategi penting dan sangat mendasar , antara lain ;
a) Dakwah dengan cara rekruitment (ad-da’wah ‘alâ al-isthifa’).
Dari sekian banyak masyarakat quraisy, yang dibidik pertama rasulullah pada
masa ini meliputi ; dari kalangan wanita istrinya sendiri Khadijah, dari kalangan
remaja Ali bin Abi Thalib, dan dari kalangan pemuka dan tokoh masyarakat adalah
Abu Bakar As-shidiq. Ketiga tokoh ini, memang menjadi titik strategis dalam
menentukan perjalanan dakwah rasulullah berikutnya, terutama peran Khadijah
yang mendukung total dakwah beliau dengan pertaruhan total seluruh harta dan
jiwanya, dan peran Abu Bakar yang mampu melebarkan dakwah ke kalangan para
elit quraisy. Menurut keterangan seorang sejarawan yang bernama Ibnu Ishak,
masuk Islamnya Abu Bakar (Ibnu Qahafah) tak lama kemudian berhasil digandeng
pemuka-pemuka quraisy ke dalam barisan dakwah rasulullah, antara lain ; Utsman
bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas dan
Thalhah bin Ubaidillah. Keenam sahabat inilah yang memiliki peran penting
dalam membentuk generasi assabiqûnal awwalun (generasi pertama Islam ).
b) Dakwah dengan memberdayakan kaum wanita.
Peran wanita di masa awal dakwah terus diberdayakan oleh rasulullah, karena
kaum wanita sesungguhnya memiliki kekuatan dahsyat. Bila ini diberdayakan
untuk gerakan dakwah akan menghasilkan hasil yang sangat pesat. Pada konteks
ini, yang menjadi titik sentral adalah peran Khadijah yang berhasil mendidik putri-
putri Rasulullah, mendukung dakwah beliau. Peran kedua dijalankan oleh Asma
binti Abu Bakar, yang menjadi pahlawan pada perjalanan hijrah beliau ke
Madinah. Dari kedua wanita inilah secara bertahap wanita-wanita terkemuka
quraisy, masuk Islam di antaranya bibi Rasulullah dari jalur bapaknya.
c) Dakwah difokuskan pada pembinaan aqidah.
Pembinaan aqidah pada masa awal risalah difokuskan di rumah salah seorang
sahabat yang bernama Arqom bin Abil Arqom, di pinggiran kota Makkah. Inilah
tempat pendadaran dan penggemblengan sejumlah sahabat utama rasulullah. Di
rumah ini pula lah Umar bin Khattab diislamkan Rasulullah. Di rumah ini pula lah
9
sahabat Mus’ab bin Umair dididik rasulullah, yang nantinya sahabat ini dipercaya
rasullah membuka dakwah di kota Yastrib.
Kemudian pada fase dakwah jahriyyah. Adapun poin-poin penting yang mendorong
keberhasilan dakwah rasulullah antara lain :
a) Dakwah kepada kerabat (da’watul aqrobîn).
Media pertemuan-pertemuan keluarga dijadikan sarana rasulullah untuk
mengajak kaum kerabatnya yang tergolong kelas pemimpin di mata masyarakat
quraisy. Pada masa ini, berhasil direkrut dua paman rasulullah yang menjadi
pembela dakwah beliau, pertama Abu Thalib. Meski belum mau menerima ajaran
Islam, namun inilah palang pintu utama rasulullah dalam menghadapi intimidasi
kaum quraisy. Kedua , Hamzah bin Abdul Mutholib, selain telah menerima ajaran
Islam, beliau inilah yang menjadi palang pintu kedua rasulullah dalam menghadapi
intimidasi dari Abu Jahl dan Abu Lahab. Ketokohan Hamzah bin Abdul Mutholib
dari sisi keprajuritan di mata masyarakat quraisy, jelas memperkuat posisi dakwah
rasul di Makkah saat itu.
b) Dakwah dengan menggunakan media umum (dakwah ‘âmmah).
Media-media umum yang bisa dipergunakan untuk dakwah tak luput dari
perhatian rasulullah dalam menegakkan dakwah risalah. Pada masa ini yang perlu
digarisbawahi adalah dipergunakannya momentum haji oleh rasulullah untuk
dakwah, hingga berhasil bergabung dalam barisan dakwah beliau 12 orang dari
suku Aus dan Khazroj dari Madinah pada musim haji. Pada musim haji berikutnya,
12 orang ini membawa 70 orang dari Madinah yang bersedia masuk Islam dan
setia membela rasul dalam perjuangan dakwahnya. Peristiwa inilah yang dikenal
dalam sejarah dengan sebutan Bai’atul Aqabah pertama dan Bai’atul Aqabah
kedua.
c) Dakwah dengan tulisan (surat)
Rasulullah tidak meninggalkan peran dunia tulis menulis dalam dakwahnya,
meskipun beliau ditakdirkan sebagai seorarng yang buta huruf, lewat para
sahabatnya beliau menggunakan tulisan untuk menjangkau sasaran dakwah yang
sangat jauh. Seperti beliau mengirim surat kepada para raja, untuk diajak beriman
kepada Allah. Diantaranya yang berhasil masuk Islam adalah raja Najasi di
Habasyah (Ethiophia-Afrika), yang dalam perjalanan dakwah Islam raja Najasyi
10
kontribusinya tidak kecil. Kegiatan tulis menulis inilah yang dikemudian hari
dikembangkan oleh para sahabat beliau dan para tabi’in untuk menyebarkan
dakwah Islam ke seluruh pelosok dunia. Bahkan di kalangan sahabat dan tabi’in,
hampir semua ulama meninggalkan karya yang bisa dibaca dan diwriskan pada
generasi berikutnya.12
Artinya : "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS.
Ali Imran: 110).
Lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar tersebut juga bisa ditemukan dalam QS. At
Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih banyak lagi
dalam surat yang lain.
12
http://www.stomatolog-warszawa.19t.pl, Strategi Dakwah Rasulullah, diakses taggal 6 Februari 2012
11
Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi munkar
merupakan perkara yang benar-benar urgen dan harus diimplementasikan dalam
realitas kehidupan masyarakat. Secara global ayat-ayat tersebut menganjurkan
terbentuknya suatu kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada
kebaikan dan mencegah dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah
organisasi, badan hukum, partai ataupun hanya sekedar kumpulan individu-individu
yang sevisi. Anjuran tersebut juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah: "Jika kamu
melihat umatku takut berkata kepada orang dzhalim, 'Hai dzhalim!', maka ucapkan
selamat tinggal untuknya."
Dari ayat-ayat di muka dapat ditangkap bahwa amar ma'ruf dan nahi munkar
merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh Allah dalam menilai kualitas
suatu umat. Ketika mengangkat kualitas derajat suatu kaum ke dalam tingkatan yang
tertinggi Allah berfirman: "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat
manusia." Kemudian Allah menjelaskan alasan kebaikan itu pada kelanjutan ayat:
"Menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar." (QS. Ali Imran:
110). Demikian juga dalam mengklasifikasikan suatu umat ke dalam derajat yang
serendah-rendahnya, Allah menggunakan eksistensi amar ma'ruf nahi munkar sebagai
parameter utama. Allah Swt. berfirman: "Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani
Isra'il melalui lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat."
(QS. Al Maidah 78-79). Dari sinipun sebenarnya sudah bisa dipahami sejauh mana
tingkat urgensitas amar ma'ruf nahi munkar.
Bila kandungan ayat-ayat amar ma'ruf nahi munkar dicermati, -terutama ayat 104
dari QS. Ali Imran- dapat diketahui bahwa lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar lebih
didahulukan dari lafadz iman, padahal iman adalah sumber dari segala rupa taat. Hal
ini dikarenakan amar ma'ruf nahi munkar adalah bentengnya iman, dan hanya
dengannya iman akan terpelihara. Di samping itu, keimanan adalah perbuatan
individual yang akibat langsungnya hanya kembali kepada diri si pelaku, sedangkan
amar ma'ruf nahi munkar adalah perbuatan yang berdimensi sosial yang dampaknya
akan mengenai seluruh masyarakat dan juga merupakan hak bagi seluruh masyarakat.
Hamka berpendapat bahwa pokok dari amar ma'ruf adalah mentauhidkan Allah,
Tuhan semesta alam. Sedangkan pokok dari nahi munkar adalah mencegah syirik
kepada Allah. Implementasi amar ma'ruf nahi munkar ini pada dasarnya sejalan
12
dengan pendapat khalayak yang dalam bahasa umumnya disebut dengan public
opinion, sebab al ma'ruf adalah apa-apa yang disukai dan diingini oleh khalayak,
sedang al munkar adalah segala apa yang tidak diingini oleh khalayak. Namun
kelalaian dalam ber-amar ma'ruf telah memberikan kesempatan bagi timbulnya opini
yang salah, sehingga yang ma'ruf terlihat sebagai kemunkaran dan yang munkar
tampak sebagai hal yang ma'ruf.
Konsisten dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting dan
merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu dalam sebuah
masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan hancurnya
sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri. Harus disadari bahwa masyarakat itu
layaknya sebuah bangunan. Jika ada gangguan yang muncul di salah satu bagian, amar
ma'ruf nahi munkar harus senantiasa diterapkan sebagai tindakan preventif melawan
kerusakan. Mengenai hal ini Rasulullah Saw. memberikan tamsil: "Permisalan orang-
orang yang mematuhi larangan Allah dan yang melanggar, ibarat suatu kaum yang
berundi di dalam kapal. Di antara mereka ada yang di bawah. Orang-orang yang ada
di bawah jika hendak mengambil air harus melawati orang-orang yang ada di atas
meraka. Akhirnya mereka berkata 'Jika kita melubangi kapal bagian kita, niscaya kita
tidak akan mengganggu orang yang di atas kita'. Jika orang yang di atas membiarkan
mereka melubangi kapal, niscaya semua akan binasa. Tetapi jika orang yang di atas
mencegah, maka mereka dan semuannya akan selamat."
Suatu kaum yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip ber-amar ma'ruf nahi
munkar akan mendapatkan balasan dan pahala dari Allah Swt. yang antara lain berupa:
1. Ditinggikan derajatnya ke tingkatan yang setinggi-tingginya (QS. Ali Imran: 110).
2. Terhindar dari kebinasaan sebagaimana dibinasakannya Fir'aun beserta orang-orang
yang berdiam diri ketika melihat kedzalimannya.
3. Mendapatkan pahala berlipat dari Allah sebagaimana sabda Nabi Saw.:
"Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat, tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun".
4. Terhindar dari laknat Allah sebagai mana yang terjadi pada Bani Isra'il karena
keengganan mereka dalam mencegah kemunkaran. (QS. Al-Maidah: 78-79).
13
Secara prinsipil seorang Muslim dituntut untuk tegas dalam menyampaikan
kebenaran dan melarang dari kemunkaran. Rasul Saw. bersabda: "Barang siapa di
antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan tangan
(kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih
belum mampu hendaklah ia menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu
adalah selemah-lemahnya iman". Hadits ini memberikan dorongan kepada orang
Muslim untuk ber-amar ma'ruf dengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan
kemampuan fisik dan kemampuan finansial. Amar ma'ruf dan khususnya nahi munkar
minimal diamalkan dengan lisan melalui nasihat yang baik, ceramah-ceramah, ataupun
khutbah-khutbah, sebab semua. Muslim tentunya tidak ingin bila hanya termasuk di
dalam golongan yang lemah imannya.13
13
H. Tata Sukayat, M.Ag., Quantum Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 7-11
14
1. Hendaknya amar ma'ruf nahi munkar dilakukan dengan cara yang ihsan agar tidak
berubah menjadi penelanjangan aib dan menyinggung perasaan orang lain. Ingatlah
ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar berbicara dengan lembut
kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44).
2. Islam adalah agama yang berdimensi individual dan sosial, maka sebelum
memperbaiki orang lain seorang Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah diri,
sebab cara amar ma'ruf yang baik adalah yang diiringi dengan keteladanan.
3. Menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar disandarkan kepada keihklasan karena
mengharap ridla Allah, bukan mencari popularitas dan dukungan politik.
4. Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan menurut al-Qur`an dan al-Sunnah, serta
diimplementasikan di dalam masyarakat secara berkesinambungan.
Dalam menyampaikan da'wah amar ma'ruf nahi munkar, para da'i dituntut
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik kepada Allah maupun masyarakat dan
negara. Bertanggung jawab kepada Allah dalam arti bahwa da'wah yang ia lakukan
harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang telah digariskan oleh Al-Qur`an
dan as-Sunnah. Bertanggung jawab kepada masyarakat atau umat menganduang arti
bahwa da'wah Islamiyah memberikan kontribusi positif bagi kehidupan sosial umat
yang bersangkutan. Bertanggung jawab kepada negara mengandung arti bahwa
pengemban risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum yang berlaku di negara
dimana ia berda'wah. Jika da'wah dilakukan tanpa mengindahkan hukum positif yang
berlaku dalam sebuah negara, maka kelancaran da'wah itu sendiri akan terhambat dan
bisa kehilangan simpati dari masyarakat.14
14
Ibid, hal. 5-6
15
yang sama yakni untuk menegakkan Islam khususnya di kalangan umat Islam sendiri,
umumnya di kalangan masyarakat lainnya (non Muslim).
Kegiatan terbesar yang dilakukan oleh ormas-ormas ini dititikberatkan di
bidang dakwah. Dalam berdakwah, mereka memiliki metode sendiri-sendiri. Di antara
semua organisasi dakwah ini yang paling disoroti belakangan adalah dakwah yang
dilakukan oleh FPI (Front Pembela Islam). Prinsip dakwah yang dilakukan oleh FPI
adalah dengan metode bil-‘amal atau dengan perbuatan. Bil-‘amal di sini adalah
dengan berbagai aksi-aksi menghilangkan kemaksiatan. Aksi-aksi yang dilakukannya
sering kali mengundang sikap pro dan kontra dari aparat pemerintah maupun
masyarakat. Ada yang mengatakan bahwa prinsip dakwah bil-‘amal FPI ini bersifat
radikal atau penuh dengan aksi kekerasan. Motto gerakan FPI yakni:
" " عش كريما او مت شهيدا
Artinya: “Hidup mulia atau mati syahid.”
Hidup mulia yakni mengisi kehidupan dengan dakwah sehingga akan mati syahid
karena telah menolong agama Allah SWT. Berangkat dari motto tersebut, maka
mereka harus berdakwah dengan cara yang terkadang dianggap keras, karena menurut
beberapa tokoj mereka, dakwah dengan cara yang lembut terkadang masyarakat tidak
merasakan efek jera setelah melakukan kemaksiatan.
Aksi-aksi dakwah FPI bukanlah aksi-aksi taklid buta melainkan ditunjang oleh 2
aspek, yakni aspek internal dan eksternal. Aspek internal yaitu maraknya kemaksiatan
yang dilakukan masyarakat khususnya di kota-kota besar dan pemerintah yang
mempunyai otoritas dalam menanggulanginya ternyata tidak melakukan reaksi
apapun. Sehingga, FPI merasa bertanggung jawab untuk mencegah perbuatan munkar
yang terjadi sekitaranya. Aspek eksternal yaitu adanya intervensi dari barat (Amerika)
dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya yang
cenderung mendominasi dan mengekploitasi negara-negara berkembang. Selain itu
Isra’il dengan dibantu oleh Amerika Serikat melakukan tindakan-tindakan tidak
manusiawi terhadap negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam
(Palestina), hal ini menyebabkan mereka (FPI) merasa juga disakiti dan menggalang
rasa solidaritas sesama umat Islam. Dengan alasan-alasan di atas maka mereka
memunculkan kelompok-kelompok Islam radikal yang cenderung bersikap keras
terhadap kemaksiatan dan hal-hal yang berbau Amerika (barat).
16
Aspek yang melatarbelakangi dakwah dengan tindak kekerasan sangat didukung
dengan peran individu-individu yang ada di FPI dengan lingkungan masyarakat yang
gandrung akan kemaksiatan. FPI memposisikan diri sebagai kelompok Islam yang
harus menyerukan nilai-nilai ke-Islaman dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar
terhadap individu-individu kemaksiatan tersebut. Mereka menggunakan metode
dakwah bil-‘amal (merubah kemungkaran dengan tangan atau kekuasaan), bahwa
metode ini merupakan metode yang paling awal disebutkan di dalam sabda rasulullah
saw. sehingga keutamaan metode ini sangat jelas karena dilakukan dengan aksi-aksi
yang begitu konkrit.
Dakwah FPI jika diterapkan di Indonesia baik di perkotaan apalagi di perkampungan
yang sama sekali belum tersentuh modernisasi, tentunya akan mengundang sikap pro
dan kontra. Sekaligus memberi peluang bagi masyarakat men-judge agama Islam
sebagai agama yang keras tindakannya, agama yang tidak bijaksana. Sedangkan
karakteristik masyarakat Indonesia yang dikenal ramah tamah, tentunya sebagian besar
menolak metode dakwah yang demikian.
Dakwah memang sebuah kewajiban bagi umat Islam, namun harus disesuaikan
metode dakwah dengan kondisi mad’u (orang yang didakwahi), baik itu ditinjau dari
kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan. Dengan penyesuaian metode, maka
akan tercapai tujuan dakwah yakni merubah masyarakat ke arah yang lebih baik
dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan di dalam Islam.
17
DAFTAR PUSTAKA
18