Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan
antara konsep dasar teori dan kasus nyata Tn “N” dengan Resiko Tinggi
Perilaku Kekerasan diruang Elang Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungailiat Tahun
2019. Pembahasan yang kelompok lakukan meliputi pengkajian, diagnosa,
keperawatan,intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian
merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis
untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan
komunitas. Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan
masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososisal dan lingkungan, pengetahuan, dan
aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode
wawancara dengan Tn “N”, observasi secara langsung terhadap kemampuan
dan perilaku Tn “N”, serta dari status Tn “N”. Selain itu keluarga juga
berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan
keperawatan pada Tn “N. Namun, Pada saat pengkajian tidak ada anggota
keluarga Tn “N” yang menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh
informasi dari pihak keluarga.
Pada tahap pengkajian klien, kelompok mengawali dengan melakukan
bina hubungan saling percaya dengan cara melakukan perkenalan diri,
menjelaskan maksud dari tujuan tindakan yang akan dilakukan sehingga klien
terbuka, mengerti serta kooperatif, klien mengatakan awal pertama mengalami
gangguan jiwa dan dirawat di RSJD pada tahun 2013. Klien masuk kembali
pada 04 Juni 2013 dikarenakan klien marah-marah dan memukul keluarganya,
klien juga mengatakan tidak dibawa keluarga untuk kontrol ke RSJD dan sudah
1
mulai tidak teratur minum obat dirumah. Pada tanggal 17 Februari 2017 s/d 01
Mei 2017 klien masuk kembali ke RSJ karena klien membacok adiknya dengan
benda tajam (parang). Kemudian Pada tanggal 15 Januari 2019 klien dibawa
kembali oleh keluarag ke IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Alasan keluarga membawa klien kerumah sakit jiwa
dikarenakan klien sering marah-marah, keluyuran, memukul adik nya, berbicara
dan tertawa sendiri, suka memegang-megang perempuan, serta mengancam
akan membakar rumahnya. Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga
lain yang menderita penyakit serupa seperti Tn. N. Dari itu kelompok
mengambil masalah keperawatan Ketidakmampuan Koping Keluarga.
Menurut teori model adaptasi stress stuart dan hubungannya dengan
klien Tn.N, Faktor Predisposisi meliputi aspek biologis : Klien secara genetik
tidak ada riwayat keturunan keluarga dengan gangguan jiwa,kemudian aspek
psikologis :klien dan keluarga menceritakan pengalaman masa lalu seperti klien
yang pernah melakukan pemukulan terhadap org tua, melakukan pembacokan
pada adik klien, dan klien juga mengatakan dulu waktu istrinya melahirkan
anak, klien merasa rendah diri ketika mertuanya langsung mengambil alih
dalam mengurus istrinya melahirkan. Konsep diri klien mengalami harga diri
rendah. Aspek Sosial Budaya yaitu dari tingkat pendidikan klien, klien sekolah
tamat kelas 5 SD.
Tentang pengkajian Stressor Presipitasi, Menurut Stuart, Stressor
Presipitasi adalah stimulus yang menantang, mengancam atau menuntut
individu. Menurut Penulis, faktor presipitasi klien sehingga masuk ke RSJ
Babel yaitu klien mengalami insight dengan derajat 1 yaitu klien menyangkal
bahwa dirinya sakit, sehingga klien di rumah tidak teratur dalam meminum
obat.

Menurut Stuart GW, Sundeen. (2010) perilaku kekerasan merupakan


2
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik secara diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun. Setiap aktivitas
bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian seorang hal ini juga dialami
Tn “N” yang memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu klien
memiliki riwayat pelaku pelecehan seksual. Klien suka memegang-megang
wanita. Keluarga klien mengatakan klien suka memeluk wanita yang berada di
sekitarnya dan Klien pernah menjadi pelaku kekerasan dalam keluarga pada
usia 27 tahun memukul orang tuanya dan pada usia klien 30 tahun klien
membacok adiknya dengan parang.
Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan menurut Kusuma Wati
(2010) adalah sebagai berikut mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku,
mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar dan ketus, menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif, tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa
terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut, mendominasi, cerewet, kasar, berdebat,
meremehkan dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme,
merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas terhambat, menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan
sindiran dan bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual,
Gejala-gejala tersebut juga dialami oleh Tn “N” seperti Tn “N” sering
tersenyum sendiri, suka mondar mandir, klien tampak tegang, gelisah dan
mudah tersinggung. Selain itu Tn “N” ketika berbicara tidak sampai tujuan dan
bereaksi apabila di beri rangsangan serta konsentrasi Tn “N” juga kurang.

Pada pasien Skizofrenia, terdapat gejala positif dan gejala negatif. Gejala
3
positif yang dialami klien Tn.N adalah waham, halusinasi, gangguan pemikiran,
bicara kacau, perilaku bizar, afek tidak tepat. Tn.N juga mengalami gejala
negatif yaitu afek datar, isolasi sosial. Mengenai gejala positif, klien mengalami
waham dan halusinasi, meskipun klien tidak mau menjelaskan karakterisitik
halusinasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Stuart, yaitu waham
muncul dari fisiologi otak seseorang, rangsangan lingkungan saat ini dan
kerangka acuan seseorang mengenai dunia. Waham dapat terhubung dengan
halusinasi. Keduanya mungkin satu pikiran, atau mungkin meliputi seluruh
proses kognitif seseorang. Keduanya dapat mewakili pemikiran lengkap atau
hanya sebagian dari ide.
Model perilaku agresif klien di unit perawatan menurut Nijman H, 1999,
yaitu pada variabel klien secara psikopatologi meliputi Skizofrenia (disertai
paranoid delusions). Pada Tn.N, klien juga mengalami Skizofrenia Hebrefenik
dengan disertai delusi/waham. Saat pengkajian, Tn. N mengatakan, “saya bosan
didalam kamar karena ramai”. Tampak klien mondar-mandir di dalam kamar.
Hal ini sesuai dengan teori model perilaku agresi, dalam variabel ruang
perawatannya disebut stress lingkungan berupa ruangan yang ramai, tidak ada
privasi sehingga dapat memicu perilaku agresif.
Menurut Fitria tahun 2010, perilaku atau respon kemarahan dapat
berflutuatif dalam rentang adaptif sampai maladaptif, dari pengkajian kelompok
pada Tn”N” didapatkan rentang respon klien dalam kategori agresif.
Menurut stuart dan laria (2009) perilaku kekerasan dapat
dimanifestasikan secara fisik ( menciderai diri sendiri, peningkatan mobilitas
tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung,dan menentang),
spiritual (merasa dirirnya sangat berkuasa, tidak bermoral ). Dalam pengkajian
pola fungsional difokuskan pada pola persepsi pada Tn “N” didapatkan data
karena sering marah-marah, sering keluyuran, memukul adiknya, berbicara dan
tertawa sendiri, suka memegang-megang perempuan, dan mengancam akan
membakar rumahya.
4
Untuk menentukan perilaku kekerasan klien maka penulis menggunakan
alat pengkajian atau screening perilaku menyerang dan perilaku kekerasan
(Fluttert et al, 2011), didapatkan hasilnya scoring klien 12 artinya klien
memerlukan pencegahan risiko tinggi. Penulis melihat bahwa alat screening ini
sangat berguna dalam mengevaluasi risiko perilaku kekerasan setiap waktu
didalam catatan perkembangan klien.
Pengkajian/skrining perilaku menyerang dan perilaku kekerasan oleh
Flutter, sangat dapat diaplikasikan oleh perawat dalam mengkaji tingkat
perilaku kekerasan yang dialami klien. Sehingga perawat dapat memastikan
secara objektif sejauh mana klien mengalami risiko perilaku kekerasan.
Namun, saat penulis menerapkan alat skrening tersebut, dari 8 faktor
kunci, ada 1 faktor kunci yang tidak bisa dinilai, yaitu faktor kunci “Riwayat
Penyalahgunaan Zat (Substance Abuse)”. Karena ketika klien tidak mempunyai
riwayat penyalahgunaan zat, maka klien tidak bisa dinilai deskriptornya, apakah
klien masuk risiko tinggi, risiko sedang atau tidak perlu pencegahan. Namun
pada kunci skor akhir, hal tersebut tidak mempengaruhi akumulasi penilaian
terhadap 7 faktor kunci yang lain.
Dalam kaitannya dengan pohon masalah penulis melihat perbedaan
antara pohon masalah secara teoritis dengan pohon masalah pada kasus. Secara
teori pohon masalah terdapat 8 masalah keperawatan, sedangkan yang terjadi
pada klien ditemukan 13 masalah keperawatan. Pada teori halusinasi merupakan
penyebab pada perilaku kekerasan, sedangkan pada kasus TN”N” saat
pengkajian ditemukan bahwa penyebab Resiko perilaku kekerasaan pada klien
bukan halusinasi, karena halusinasi pada klien (Tn.N) merupakan faktor
predisposisi atau faktor penyebab pertama kali klien masuk ke RSJD. Terbukti
dari data pengkajian klien mengatakan ada mendengarkan suara bisikan, namun
saat ditanyakan tentang bagaimana karakteristik halusinasinya, klien tidak
menjawab. Selain itu, masalah halusinasi pada ”Tn.N” baru memasuki fase 1
(comforting) yang berarti ansietas sebagai halusinasi menyenangkan dengan
5
karakteristik klien tampak bicara sendiri, tertawa sendiri, dan suka mondar –
mandir. Klien mencoba berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan
ansietas individu mengenal bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori
berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani (nonpsikotik).

2. Diagnosa keperawatan
Menurut tinjauan pustaka diagnosa keperawatan adalah interprestasi
ilmiah dari data pengkajian yang digunakan untuk mengarahkan
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Damaiyanti dan
Iskandar, 2014). Dengan menggunakan istilah “diagnosis keperawatan”
jelaslah bahwa perawat adalah penegak diagnosis, menurut Nanda-I (2012)
dalam buku Damaiyanti dan Iskandar (2014).
Dari pohon masalah dalam tinjauan pustaka didapatkan masalah
keperawatan sebagai berikut:

a. Resiko Perilaku Kekerasan.


b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c. perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
d. Isolasi sosial
e. Defisit perawatan diri
f. Berduka fungsional.
g. Regimen terapeutik inefektif.
h. Koping keluarga inefektif.
i. Resiko gangguan identitas pribadi.
j. Harga Diri Rendah
k. Hambatan Komunikasi Verbal

6
Pada tinjauan pustaka terdapat 11 masalah keperawatan tetapi
dalam tinjauan kasus terdapat 13 masalah keperawatan dan
diambil 1 diagnosa keperawatan prioritas.

1. Resiko Perilaku Kekerasan.


Masalah ini muncul karena klien mengatakan pernah menjadi pelaku
kekerasan dalam keluarga pada usia 27 tahun memukul orang tuanya dan
pada usia klien 30 tahun klien membacok adiknya dengan parang.

2. Waham kebesaran
Masalah ini muncul karena klien mengatakan adanya Tsunami di Ruang
Rajawali RSJD, hanya dia yang bisa selamat dari terjangan tsunami tersebut.
Klien mengatakan dirinya yang memberikan gaji pada dokter di RSJD,
punya banyak istri foto model orang bangka, sekolah S2 di belanda dan pada
saat wawancara klien cenderung berbicar berulang – ulang, Isi pembicaraan
klien tidak sesuai dengan kenyataan.

3. Isolasi sosial
Masalah ini muncul karena klien mengatakan sebelum sakit mengikuti
kegiatan di lingkungan setempat. Namun, selama sakit klien hanya dirumah
karena klien merasa minder dan takut diolok-olok sama temannya dan
selama interaksi klien banyak diam, menjawab pertanyaan seperlunya.
Terkadang klien langsung pergi ke kamar.
4. Harga Diri Rendah

Masalah ini muncul karena klien mengatakan malu dengan keluarga,


tetangga dan masyarakat, selain itu klien merasa minder dengan penyakit
yang dialaminya saat ini

7
5. Halusinasi

Masalah ini muncul karena klien mengatakan ada mendengarkan suara


bisikan, namun saat ditanyakan tentang bagaimana karakteristik
halusinasinya, klien tidak menjawab dan klien tampak bicara sendiri, tertawa
sendiri, dan suka mondar –mandir.

6. Ansietas

Masalah ini mucul karena keluarga mengatakan klien merasa putus asa,
alasan klien putus asa karena dulu klien tidak mampu untuk membiayai
persalinan istri nya dan klien tampak murung, klien tampak ketakutan dan
klien merasa tidak yakin dengan apa yang dia lakukan.

7. Hambatan komunikasi verbal


Masalah ini mucul karena klien tidak kooperatif, berbicara cepat dan
pembicaraan berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak
ada kaitannya (inkoheren). Klien berbicara dengan terbata-bata, nada tidak
sesuai, volume suara klien keras. Pembicaraan klien cenderung berulang-
ulang, Isi pembicaraan klien tidak sesuai dengan kenyataan.

8. Defisit Perawatan Diri


Masalah ini muncul terbukti dari klien mengatakan mandi hanya 1x sehari,
mandi tanpa menggunakan sabun dan tidak pernah menggosok gigi. Data
lain sebagai pendukung yaitu rambut klien tampak pendek, raut wajah
tampak lebih tua dari usia klien, gigi klien tampak kuning, kuku klien
tampak bersih dan kulit klien berwarna putih.
9. Hambatan Rasa Nyaman
Masalah ini muncul terbukti dari klien mengatakan punggungnya terasa
gatal-gatal. Data lain sebagai pendukung yaitu tampak adanya tinea
vesicolor (panu) di punggung klien dan klien tampak gelisah.

8
10. Defisien Pengetahuan
Masalah ini muncul terbukti dari klien mengatakan kurang begitu tahu
tentang penyakit jiwa, klien merasa ia tidak sakit saat ini dan tidak tahu
kenapa dibawa kesini. Data pendukung lain yaitu klien tampak bingung pada
saat ditanya tentang penyakit jiwa.

11. Ketidakefektifan Koping


Masalah ini muncul terbukti dari klien mengatakan “ ku ngerase dak mampu
mayar duit bini ku ngelahir anak pertama”. Klien mengatakan hak nya
sebagai seorang suami dan ayah direnggut paksa oleh mertua. Data
pendukung lain yaitu klien berbicara dengan orang lain, tampak gelisah dan
terbelit-belit dan berulang-ulang saat bicara.

12. Ketidakmampuan koping keluarga


Masalah ini dapat muncul terbukti dari klien mengatakan, setelah pulang dari
rumah sakit, klien tidak di bawa lagi kontrol ke RSJD. Selain itu klien
mengatakan sudah tidak teratur minum obat dirumah.
13. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
Masalah ini muncul terbukti dari keluarga klien mengatakan tidak membawa
klien kontrol kembali ke RSJD. Data lainnya yaitu pengobatan klien
sebelumnya kurang berhasil dikarenakan klien tidak teratur minum obat di
rumah.

Namun, dari 13 masalah keperawatan diatas kelompok mengambil 1


masalah keperawatan prioritas yang ditetapkan untuk dilakukan rencana
keperawatan dan tindakan keperawatan yaitu Risiko Perilaku Kekerasan.
Dalam penegakan diagnosa terdapat kesenjangan dalam masalah
keperawatan, jika dalam tinjauan pustaka terdapat 11 masalah keperawatan
yang mengacu pada pohon masalah, untuk tinjauan kasus terdapat 13

9
masalah keperawatan hal ini dikarenakan banyaknya faktor pendukung
munculnya masalah tambahan dalam pengambilan masalah keperawatan.
Misalnya : Koping Individu In Efektif yang menyebabkan klien merasa
kalau mertuanya merenggut paksa anak dan istrinya masalah tersebut
muncul dikarenakan ketidakmampuan klien dalam menghadapi berbagai
masalah sosial maupun masalah kehidupan sehingga menimbulkan masalah
kejiwaan yang mengacu pada kerusakan kepercayaan diri sehingga
seseorang akan merasa bahwa ia tidak berharga lagi sehingga akan
menimbulkan masalah keperawatan Harga Diri Rendah hal ini terjadi pada
klien Tn.N yang dibuktikan dari data subjektif yaitu “klien mengatakan malu
dengan keluarga, tetangga dan masyarakat, selain itu klien merasa minder
dengan penyakit yang dialaminya saat ini”. Biasanya klien yang mengalami
masalah harga diri rendah salah satunya ditandai dengan perasaan malu pada
diri sendiri dan orang lain akibat penyakitnya dan gangguan dalam hubungan
sosial seperti menarik diri, tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka
sendiri, merendahkan martabat( merasa bodoh,tidak berguna, tidak tahu apa-
apa), mengkritik diri sendiri dan biasanya malas dalam segala hal termasuk
dalam perawatn dirinya sendiri. Pada klien Tn. N juga mengalami gangguan
dalam hubungan sosial yaitu Isolasi Sosial.
Namun berdasarkan tinjauan pustaka masalah keperawatan defisit
perawatan diri dan waham kebesaran tidak ada tetapi dari tinjauan kasus Tn.
N terdapat masalah keperawatan defisit perawatan diri dan waham
kebesaran.
Menurut penulis masalah tersebut muncul pada Tn. N dikarenakan
klien merasa dirinya tidak berguna sehingga membuat klien malas dalam hal
apa pun termasuk dalam merawat dirinya sendiri sehingga penulis
mengangkat masalah keperawatan Defisit Perawatan Diri yang dibuktikan
dalam data objektif yaitu ada tinea vesicolor (panu) dan penulis juga

10
mengambil masalah keperawatan Gangguan Rasa Nyaman dikarenakan klien
mengatakan punggungnya terasa gatal-gatal.
Kemudian pada diagnosa keperawatan Gangguan Proses Pikir :
Waham Kebesaran pada tinjauan pustaka tidak terdapat masalah
keperawatan tersebut namun pada tinjauan kasus Tn.N penulis mengambil
diagnosa keperawatan Waham Kebesaran. Menurut penulis masalah
keperawatan tersebut muncul disebabkan oleh masalah keperawatan Isolasi
Sosial. Pada klien yang mengalami skizofrenia hebefrenik mengalami
gangguan proses pikir, gangguan psikomotor seperti manneurisme,
neurologisme dan waham. Pada Tn.N penulis mengambil diagnosa
keperawatan Waham Kebesaran dikarenakan “klien mengatakan dirinya
yang memberikan gaji pada dokter di RSJD, punya banyak istri foto model
orang bangka, sekolah S2 di belanda”.

3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi
perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan
klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang kelompok lakukan sama dengan
landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai
dengan SOP (Standar Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.
Dalam kasus kelompok juga mencantumkan alasan ilmiah atau
rasional disetiap tindakan keperawatan yaitu tujuan umum berfokus pada
penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu di capai atau dimiliki.
Kemampuan ini dapat berfariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien.
Kemampuan pada tujuan khusu terdiri atas tiga aspek yaitu: kemampuan
kognitif, psikomotorik, afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan
11
masalahnya.
4. Implementasi Keperawatan
Tujuan umum gangguan resiko perilaku kekerasan yaitu agar klien dapat
mengontrol perilaku kekerasan yang dialaminya. Ada lima tujuan khusus dalam
mengontrol resiko perilaku kekerasan, antara lain: tujuan khusus pertama, klien
dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari tindakan yang dilakukan
yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi terapeutik antara perawat
dan klien. Tujuan khusus kedua, klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik. Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien
sangat menentukan efektifitas tindakan keperawatan yang dilakukan. Yang
ketiga adalah Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal.
Rasional dari tindakan yang dilakukan yaitu mengontrol perilaku kekerasan
secara sosial/verbal sebagai upaya untuk mengatasi perilaku kekerasan pada
Tn”N”.. tujuan yang ke empat adalah klien dapat megontrol perilaku kekerasan
secara spiritual. Rasionalnya yaitu dengan klien megontrol perilaku kekerasan
secara spiritual dapat meningkatkan kegiatan spritualnya yang bisa
menimbulkan rasa tenang pada diri klien dan tujuan khusus yang ke lima yaitu
klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat dengan
rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk
minum obat secara teratur.
5. Evaluasi
Menurut kurniawati (dalam Nurjanah, 2010), evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien evaluasi
dibagi dua yaitu evaluasi proses/formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan keperawatan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum
yang telah ditentukan pada kasus ini, kelompok menggunakan 2 evaluasi yaitu
evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.

12
Pada kasus ini, kelompok melakukan evaluasi kepada klien dalam bentuk
evaluasi SOAP (Subjek, Objek, Assasment dan Planing ), evaluasi kelompok
dilakukan secara formatif setelah tindakan dan sumatif setelah menjelang
operan dinas. Pada saat evaluasi formatif dan evaluasi sumatif hari pertama
pada tanggal 5 februari 2019 Tn”N” , setelah diberikan SP 1 klien mengatakan
pernah menjadi pelaku kekerasan pada usia 27 tahun memukul orang tuanya
dan usia 30 tahun klien membacok adiknya dengan parang dan lien belum
mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan dan hasil evaluasi pada hari
terakhir pada tanggal 9 februari 2019, klien mengatakan setelah belajar cara
mengontrol rasa marah selama 5 hari dari SP1 sampai SP5 klien mampu
melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tekhnik yang telah
diajarkan perawat kelompok yaitu tekhnik relaksasi nafas dalam dak teknik
memukul kasur atau bantal, sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi
terbukti dari klien pulang pada tanggal 9 februari 2019. Evaluasi ini sudah
dilakukan kelompok sesuai keadaan klien.

13

Anda mungkin juga menyukai