Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH BERAT

BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD DR. ABDOEL MOELOEK BANDAR


LAMPUNG DI RUANG ANAK ALAMANDA

DISUSUN OLEH

RINI PUTRI ANISA

1814401091

TINGKAT II REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500 gram
(sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang
mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat mengakibatkan pada
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan
hidupnya (Prawirohardjo, 2006).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37
minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk.,
2010).

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan Ismawati,
2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan
Herpes simplex virus), danpenyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di
dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut Jumiarni (2006), manifestasi klinis BBLR adalah sebagai berikut:

a. Preterm: sama dengan bayi prematuritas murni


b. Term dan posterm:
1) Kulit berselubung verniks kaseosa tipis atau tidak ada
2) Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput tipis
3) Jaringan lemak dibawah kulit tipis
4) Bayi tampak gesiy, kuat, dan aktif
5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan

Tanda dan gejala bayi prematur menurut Surasmi ( 2005) adalah :


a. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
b. Berat badan sama dengan atau kerang dari 2500 gr
c. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
d. Kuku panjangnya belum melewati ujung jarinya
e. Batas dahi dan ujung rambut kepala tidak jelas
f. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
g. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
h. Rambut lanugo masih banyak
i. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
j. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhanya, sehingga seolah-
olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
k. Tumit mengkilap, telapak kaki halus
l. Alat kelamin : pada bayi laki – laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang,
testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris menonjol,
labia minora tertutup oleh labia mayora.
m. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakanya lemah
n. Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks hisap,
menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisanya lemah.
o. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan jaringan lemak
masih kurang
p. Verniks tidak ada atau kurang

Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
a. Berat kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
f. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
g. Kepala lebih besar
h. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
i. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
j. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada lengan
dan sikunya
k. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
l. Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap,
telapak kaki halus.
m. Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan
tangisnya lemah.
n. Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit

D. KLASIFIKASI
Menurut Deslidel et al. (2011: 108)  klasifikasi BBLR, yaitu :
a.    BBLR prematur atau kurang bulan
1)   Sindrom gangguan pernafasan ideopatik (penyakit membran hialin)
2)   Pnemonia aspirasi karena refkek menelan dan batuk belum sempurna, bayi belum
dapat menyusu
3)   Perdarahan periventrikuler dan perdarahan intraventrikuler (P/IVH) otak lateralakibat
anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan)
4)   Hipotermia karena sumber panas bayi prematur baik lemak subkutan yang masih
sedikit maupun brown fat  belum terbentuk.
Beberapa ciri jika seorang bayi terkena hipotermi antara lain :
a)    Bayi menggigil
b)   Kulit anak terlihat belang, merah putih atau timbul bercak-bercak.
c)    Anak terlihat apatis atau diam saja.
d)   Gerakan bayi kurang dari normal.
e)    Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir dan ujung-ujung
jarinya.(Walyani, 2015 : 161).
5)   Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang
b.    BBLR tidak sesuai usia kehamilan atau dimatur
1)   Sindrom aspirasi mekonium
2)   Hiperbilirubinemia
3)   Hipoglikemia
4)   Hipotermia

E. PATOFSIOLOGI
Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR terdiri
dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan sosial ekonomi dan sebab
lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor lingkungan. BBLR dengan faktor
risiko paritas terjadi karena sistem reproduksi ibu sudah mengalami penipisan akibat
sering melahirkan Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi paritas ibu, kualitas
endometrium akan semakin menurun. Kehamilan yang berulang-ulang akan
mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015 : 669).

Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014:85-86)  mekanisme pajanan


asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta dengan beberapa mekanisme
yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO dan polysiklik hydrokarbon, diketahui
dapat menembus plasenta. Carbonmonoksida mempunyai afinitas berikatan dengan
hemoglobin membentuk karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas darah
mengangkut oksigen ke janin. Sedangkan nikotin menyebabkan vasokontriksi arteri
umbilikal dan menekan aliran darah plasenta. Perubahan ini mempengaruhi aliran darah
di plasenta. Kombinasi hypoxia intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna
mengalirkan darah diyakini menjadi penghambat pertumbuhan janin.

Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit pada ibu hamil.
Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke jaringan,
selain itu juga dapat merubah struktur vaskularisasi plasenta, hal ini akan mengganggu
pertumbuhan janin sehingga akan memperkuat risiko terjadinya persalinan prematur dan
kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah terutama untuk kadar hemoglobin yang
rendah mulai dari trimester awal kehamilan (Cunningham, et al., 2010). Selain anemia,
implantasi plasenta abnormal seperti plasenta previa berakibat terbatasnya ruang plasenta
untuk tumbuh, sehingga akan mempengaruhi luas permukaannya. Pada keadaan ini
lepasnya tepi plasenta disertai perdarahan dan terbentuknya jaringan parut sering terjadi,
sehingga meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan antepartum (Prawirohardjo,
2008). Apabila perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat dipertahankan, maka
terminasi kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun. Hal ini menyebabkan
tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan lahir rendah disertai
mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi kejadian BBLR, karena
pada umumnya ibu dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah akan mempunyai intake
makan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun secra kuantitas, yang berakibat
kepada rendahnya status gizi pada ibu hamil (Amalia, 2011 : 258). Selain itu,  gangguan 
psikologis  selama  kehamilan berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks
resistensi arteri uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan konsentrasi
noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah ke uterus menurun dan uterus sangat
sensitif terhadap noradrenalin sehingga menimbulkan efek vasokonstriksi. Mekanisme 
inilah  yang  mengakibatkan terhambatnya  proses  pertumbuhan  dan perkembangan
janin intra uterin sehingga terjadi BBLR (Hapisah, et al., 2010 : 86-87).

Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat dipengaruhi dari faktor janin
berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan koromosom.
Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari 2 liter. Produksi
air ketuban berlebih dapat merangsang persalinan sebelum kehamilan 28 minggu,
sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian
BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan kedua janin pada kehamilan tidak sama, dapat
berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua
janin tidak sama. Pada kehamilan kembar distensi (peregangan) uterus berlebihan,
sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi persalinan prematur (Amirudin &
Hasmi, 2014 : 110-111). Menurut Saifuddin dalam Amirudin & Hasmi (2013 : 111-112)
kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang lahir dengan
kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai BBLR atau bayi kecil.

Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat badan dibandingkan
dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-pecah dan terkelupas serta tidak
adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 : 176). Karena suplai lemak subkutan terbatas
dan area permukaan kulit yang besar dengan berat badan menyebabkan bayi mudah
menghantarkan panas pada lingkungan (Sondakh, 2013 : 152). Sehingga bayi dengan
BBLR dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia (Maryanti,
2012 : 171). Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum
matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya kerusakan
integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu yang
lama (Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga mudah sekali terkena infeksi,
karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti, 2012 : 172).

Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum sempurnanya


pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang dapat
menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan
kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps
setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan
tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.  Hal
tersebut menyebakan ketidakefektifan pola nafas (Pantiawati, 2010 : 24-25).

Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan
belum matang (Maryanti et al., 2012 : 171). Selain itu jaringan lemak subkutan yang tipis
menyebabkan cadangan energi berkurang yang menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi.
Akibat fungsi organ-organ belum baik terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas
pada sentrum-sentrum vital yang menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan
reflek menghisap lemah. Hal ini menyebabkan diskontinuitas pemberian ASI (Nurarif &
Kusuma, 2015 54-55).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan reflek dan
maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk mengetahui apakah
bayi itu prematuritas atau maturitas
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan merupakan tes pada
ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens terakhirnya.
c. Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.
d. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat bayi lahir
tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang bulan
dimulai pada umur 8 jam atau dapat atau diperkirakan akan terjadi sindrom
gawat nafas.

G. PENATALAKSANAAN
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah menurut
Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi
prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya
mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas
atau menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi
kanguru dalam kantung ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB
(Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya dapat
meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga
pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang
lebih sering.  ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah
yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat
diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang
sonde menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/
hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas atau BBLR.
Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus
dan terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur
dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5
hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan
infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna
bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau
lebih cepat bertambah coklat.
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit ini
tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat
terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan
untuk mengobserfasi usaha pernapasan.
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan lahir
rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula darah
secara teratur.

H. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA PENDUKUNG


Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada BBLR
adalah:
a. Pola nafas tidak efektif
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh
subkutan.
c. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi.
d. Resiko infeksi

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada BBLR
adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan, keterbatasan
perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh
subkutan.
c. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.

J. TUJUAN RENCANA KEPRAWATAN, KRITERIA HASIL, INTERVENSI, DAN


RASIONAL.
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
1) Tujuan: pola napas menjadi efektif
2) Kriteria hasil:
- RR 30-60 x/mnt
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Ronchi (-)
- Whezing (-)
3) Rencana tindakan:
- Observasi pola Nafas.
- Observasi frekuensi dan bunyi nafas
- Observasi adanya sianosis.
- Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
- Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
- Beri O2 sesuai program dokter
- Hisap jaken nafas sesuai kebutuhan
- Posisikan bayi pada posisi abdomen atau terentangdengan gulungan
poo di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hipereksi
- Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
- Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
- Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya
4) Rasional
- Membantu dlam membedakan periode perputaran pernapasan normal
dari serangan apneik sejati, yang terutama sering terjadi sebelum
gestasi minggu ke 30
- Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan nafas
- Posisi ini dapat memudahkan pernapasan dan menurunkan episode
apneik, khususnya pada adanya hipoksia, asidosis, metugolik,
iperkania
- Perbaikan O2 karbondioksida dpat meningkatkan fungsi pernafasan.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
1) Tujuan: suhu tubuh dalam rentang normal
2) Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C.
- Kulit hangat.
- Sianosis (-)
- Ekstremitas hangat
3) Tindakan keperawatan:
- Observasi tanda-tanda vital.
- Tempatkan bayi pada incubator.
- Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan.
- Monitor tanda-tanda Hipertermi.
- Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
- Ganti pakaian setiap basah
- Observasi adanya sianosis.
4) Rasional
- Hipotermi pada bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan
simpanan emak tidak dapat diperbaharui bila ada dan penurunan
sensitivitas untuk meningkatkan kadar karbondiokasida (hiperkapnie)
atau penurunan kadar O2 (hipoksia)
- Mempertahankan lingkungan terminetral, membantu mencegah stress
dingin,
- Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
- Hipotermia dengan akibat laju metabolisme kebutuhan oksige dan
glukosa dan kehilangan air tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu
lingkungan yang dapat di control terlalu tinggi .
c. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
1) Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi
2) Kriteria hasil:
- Reflek hisap dan menelan baik
- Muntah (-)
- Kembung (-)
- BAB lancar
- Berat badan meningkat 15 gr/hr
- Turgor elastis
3) Tindakan keperawatan:
- Observasi intake dan output.
- Observasi reflek hisap dan menelan.
- Beri minum sesuai program
- Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
- Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
- Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
- Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
- Timbang BB setiap hari.
4) Rasional
- Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi
- Pemberian ASI/PASI terlalu cepat dengan reguritasi peningkatan
resiko aspirasi dan disertai dengan abdomen, dapat menurunkan status
pernapasan.
- Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah criteria untuk penentuan
kalori, untuk menyesuaikan formula dan untuk menentukan frekuensi
pemberian makan, pertumbuhan mendorong peningkatan kebutuhan
kalori dan protein
- Menggantikan penyimpanan nutrienn rendah untuk meningkatkan
keadekuatan nutrisi dan menurunkan resiko infeksi. Vit C dapat
menurunkan rentan terhadap anemia hemolitik dan menghilangkn
dysplasiabronkopulmonal dan fubropasias retrolenta. Vit E membantu
mencegah hemolisis SDM.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.
1) Tujuan: tidak terjadi infeksi
2) Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Leukosit 5.000-10.000
3) Tindakan keperawatan:
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Isolasi bayi dengan bayi lain.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
- Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
- Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
- Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih/steril.
- Kolaborasi dengan dokter.
- Berikan antibiotic sesuai program.
- Lakukan perawatan tali pusat sesuai dngan protocol rumah sakit
- Pantau system pengatur suhu, penyebar hangat atau incubator.
4) Rasional
- Mencuci tangan adalah praktik yang paling pentinng untuk mencegah
kontaminasi silang serta mengontrol infeksi dalam ruangan.
- Bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi
- Penggunaan bethadine dan berbagai anti mikroba yang membantu
mencegah klonisasi
- D]hipertermia dengan akibat penigkatan pada laju metabolisme,
kebutuhan oksigen dan glukosa an kehilangan air secara tidak lasat
mata dapat terjadi bila suhu lingkungan tidak dapat di control dengan
baik.

K. ASUHAN KEPRAWATAN

a. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, no MR. umur, alamat, penaggungjawab, tanggal masuk
rumah sakit,
2. Riwayat kesehatan:
 Riwayat kesehatan sekarang : berat badan bayi kurang dan 2500 gram,
rambut tipis clan hams, penampilan rapuh, kulit merah sampai merah muda
dengan vena dapat dilihat, rambut tipis dan halus, lanugo pada punggung
dan wajah, sedikit atau tidak ada bukti lemak subkutan, kepala lebih besar
dan tubuh, kartilago telingan berkembang buruk, sedikit keriput hams pada
telapak tangan dan kaki. Pada wanita klitoris menonjol, pada laki-laki
skrotum belum berkembang, tidak menggantung, dan testis tidak menurun.
 Riwayat kesehatan dahulu : pada ibu didapat kekurangan nutrisi, kebiasaan
merokok, mengkonsumsi alcohol atau narkoba, karena adanya penyakit
kronis atau akut, dan atau gangguan proses persalinan.
 Riwayat kesehatan keluarga : kemungkinan tidak banyak ditemukan
penyakit keturunan dan keluarga yang membahayakan.
3. Pemeriksaan fisik bayi:
 Pengukuran umum:
Lingkar kepala < persentil ke-1 0 atau > persentil ke-90,
Berat badan lahir < persentil ke-lO atau > persentil ke-90,
 Tanda-tanda vital:
Suhu: Flipotermia, Hipertermia
Frekuensi : bradikardia-frekuensi istirahat dibawah 80 sampai 100
denyutlmenit, takikardi-frekuensi kira-kira 160 sampai 180 denyut/ menit,
irama tidak teratur.
Pernafasan : takipnea-frekuensi dibawah 60 kali.menit, apnea >15-20 detik
TD : tekanan sistolik pada manset 6 sampai 9 mmHg kurang dan tekanan
diektremitas atas
 Kulit:
Ikterik berlanjut khususnya pada 24 jam pertama, kulit memucat, sianosis
umum, pucat, keabu-abuan, turgor kulit buruk, ruam, pustule/lepuli, bereak
coklat terang.
 Kepala:
Sutura menyatu, pelebaran sutura dan fontanel,.
 Mata:
Warna merah muda dan iris, rabas purulen, tidak ada reflek merah, pupil
dilatasi atau kontniksi, tidak ada reflek pupil atau komea, ketidakmampuan
mengikuti objek atau cahaya terang kegaris tengali, sciera biru dan kuning,
katarak congenital.
 Telingan:
Penempatan telinga terlalu rndah, tidak adanya reflek kejut (moro) sebagai
respon terhadap bunyi keras, abnormalitas pinna minor dapat menjadi tanda
dan berbagal sindrom.
 Hidung:
Kanal tidak paten, rabas nasal kental dan berdarah, pelebaran cuping
hidung, sekresi nasal berlebihan atan tersumbat, tidak ada septum, batang
hidung datar.
 Mulut dan tenggorokan:
Bibir sumbing, palatutum terbelah, lidah besar;menjulur;atau kesalahan
posisi posterior dan lidah, saliva berlebihan atau meneteskan air hun,
ketidakmamupan untuk menelan selang nasogastnik, dagu kecil dan tertarik
kebelakang.
 Leher:
Lipatan kulit yang berlebihan atau berselaput, tahanan terhadap fleksi, tidak
adanya leher tonik.
 Dada
Depresi sternum, retraksi dada dan ruang interkontal selama pernafasan,
kemerahan dank eras dsekitar putting, putting berjarakjauh.
 Paru-paru:
Dada naik sementara abdomen turun, menetap mengi, penurunan bunyi
nafas, takipnea.
 Jantung:
Mumur, sianosis menetap.
 Abdomen:
Distensi abdomen, penonjolan setempat, distensi vena, bising usus tidak
ada, abdomen cekung, tali umbilicus hijau.
 Genitalia:
Wanita: pembesaran klitoris dengan meatus uretra pada bagian ujung, labia
menyatu, tidak berkemih dalam 24 jam, massa pada labia.
Pria : hipospadia, epispadia, testis tidak dapat diraba dalam skrotum, tidak
ada urinasi dalam 24 jam, massa dalam skrotum.
4. Pengkajian Bayi
 Aktivitas/ istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama tidur sehari rata-rata 20
jam.
 Pernafasan
Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelali kelahiran cesaria atau
persentasi bokong. Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan
sinkron dan dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang mengganggu
pernafasan, mengorok, pernafasan cuping hidung.
 Makanan cairan
Berat badan rata-rata 2500-4000 gram: kurang dan 2500 gr menunjukkan
kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan
dehidrasi harus diberi infus, Beri minum dengan tetes ASI/ sonde karena
refleks menelan BBLR belum sempurna, kebutuhan cairan untuk bayi baru
lahir 120 - 150m1/kg BB/hari.
 Berat badan Kurang dati 2500 gram
 Suhu
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan
 Integumen
Pada BBLR mempunyai adanya tanda-tanda kulit tampak mengkilat dan
kering

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada BBLR
adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan, keterbatasan
perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh
subkutan.
c. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.

M. RENCANA TINDAKAN
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolik.
1) Tujuan: pola napas menjadi efektif
2) Kriteria hasil:
- RR 30-60 x/mnt
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Ronchi (-)
- Whezing (-)
3) Rencana tindakan:
- Observasi pola Nafas.
- Observasi frekuensi dan bunyi nafas
- Observasi adanya sianosis.
- Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
- Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
- Beri O2 sesuai program dokter
- Hisap jaken nafas sesuai kebutuhan
- Posisikan bayi pada posisi abdomen atau terentangdengan gulungan
poo di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hipereksi
- Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
- Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
- Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya
4) Rasional
- Membantu dlam membedakan periode perputaran pernapasan normal
dari serangan apneik sejati, yang terutama sering terjadi sebelum
gestasi minggu ke 30
- Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan nafas
- Posisi ini dapat memudahkan pernapasan dan menurunkan episode
apneik, khususnya pada adanya hipoksia, asidosis, metugolik,
iperkania
- Perbaikan O2 karbondioksida dpat meningkatkan fungsi pernafasan.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
1) Tujuan: suhu tubuh dalam rentang normal
2) Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C.
- Kulit hangat.
- Sianosis (-)
- Ekstremitas hangat
3) Tindakan keperawatan:
- Observasi tanda-tanda vital.
- Tempatkan bayi pada incubator.
- Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan.
- Monitor tanda-tanda Hipertermi.
- Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
- Ganti pakaian setiap basah
- Observasi adanya sianosis.
4) Rasional
- Hipotermi pada bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan
simpanan emak tidak dapat diperbaharui bila ada dan penurunan
sensitivitas untuk meningkatkan kadar karbondiokasida (hiperkapnie)
atau penurunan kadar O2 (hipoksia)
- Mempertahankan lingkungan terminetral, membantu mencegah stress
dingin,
- Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
- Hipotermia dengan akibat laju metabolisme kebutuhan oksige dan
glukosa dan kehilangan air tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu
lingkungan yang dapat di control terlalu tinggi .
c. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
1) Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi
2) Kriteria hasil:
- Reflek hisap dan menelan baik
- Muntah (-)
- Kembung (-)
- BAB lancar
- Berat badan meningkat 15 gr/hr
- Turgor elastis
3) Tindakan keperawatan:
- Observasi intake dan output.
- Observasi reflek hisap dan menelan.
- Beri minum sesuai program
- Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
- Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
- Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
- Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
- Timbang BB setiap hari.
4) Rasional
- Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi
- Pemberian ASI/PASI terlalu cepat dengan reguritasi peningkatan
resiko aspirasi dan disertai dengan abdomen, dapat menurunkan status
pernapasan.
- Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah criteria untuk penentuan
kalori, untuk menyesuaikan formula dan untuk menentukan frekuensi
pemberian makan, pertumbuhan mendorong peningkatan kebutuhan
kalori dan protein
- Menggantikan penyimpanan nutrienn rendah untuk meningkatkan
keadekuatan nutrisi dan menurunkan resiko infeksi. Vit C dapat
menurunkan rentan terhadap anemia hemolitik dan menghilangkn
dysplasiabronkopulmonal dan fubropasias retrolenta. Vit E membantu
mencegah hemolisis SDM.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.
1) Tujuan: tidak terjadi infeksi
2) Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Leukosit 5.000-10.000
3) Tindakan keperawatan:
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Isolasi bayi dengan bayi lain.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
- Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
- Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
- Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih/steril.
- Kolaborasi dengan dokter.
- Berikan antibiotic sesuai program.
- Lakukan perawatan tali pusat sesuai dngan protocol rumah sakit
- Pantau system pengatur suhu, penyebar hangat atau incubator.
4) Rasional
- Mencuci tangan adalah praktik yang paling pentinng untuk mencegah
kontaminasi silang serta mengontrol infeksi dalam ruangan.
- Bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi
- Penggunaan bethadine dan berbagai anti mikroba yang membantu
mencegah klonisasi
- Hipertermia dengan akibat penigkatan pada laju metabolisme,
kebutuhan oksigen dan glukosa an kehilangan air secara tidak lasat
mata dapat terjadi bila suhu lingkungan tidak dapat di control dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Proverawati, A., Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha

Medika

Doenges, E.Marilynn. 2012.  Rencana Asuhan Keperawatan - Edisi 3.  Jakarta : EGC.


Prawirohardjo, Sarwono.2006.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : YBP
–SP
Doengoes, Marylinn. E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bay., Jakarta: EGC.
Muchtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1990. Ilmu Kesehatan Anak. III. Jakarta:
FKUI.
Wong, Dona. L. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Betz, LC dan Sowden, LA. 2002. Keperawatan Pediatrik  - Edisi 3. Jakarta : EGC.
Bobak, Irene M. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC.
https://www.scribd.com

www.academia.edu

Anda mungkin juga menyukai