Anda di halaman 1dari 21

35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Amplifikasi DNA Total Begomovirus


Isolasi DNA Total Begomovirus
Isolasi genom DNA memegang peranan yang sangat penting di dalam
tahapan analisis gen secara molekuler seperti amplifikasi DNA dengan teknik
Polymerase Chain Reaction (PCR) dan teknik pengklonan gen. Jika kualitas DNA
hasil isolasi tidak baik, tahap analisis selanjutnya mungkin tidak dapat dilakukan
(Saunders & Parkers 1999). Kontaminasi DNA oleh polisakarida, protein, fenol,
dan berbagai komponen lainnya akan mengganggu kerja dari beberapa enzim,
seperti enzim restriksi dan Taq DNA Polymerase (Ausubel et al. 1994 cit Angeles
et al. 2005). Selain itu dalam teknik isolasi DNA yang berasal dari tumbuhan
seringkali mengalami masalah karena kandungan polisakarida dan polifenol serta
metabolit lain yang mempengaruhi hasil dan kualitas DNA (Sharma et al. 2002;
Puchooa & Venkatasamy 2005). Oleh karena itu teknik isolasi yang dapat
menghasilkan DNA dengan kualitas yang baik mutlak dilakukan.
DNA Begomovirus dari keempat isolat Begomovirus yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu: Segunung-Jawa Barat, Seyegan-Sleman, Ngluwar-Magelang
dan Sedan-Rembang diisolasi dengan menggunakan metode isolasi DNA total
yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) yang dimodifikasi yaitu dengan
penambahan 2% polyvinil pyrolidone (PVP) ke dalam bufer ekstraksi. Metode
yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) untuk mengisolasi DNA total
Begomovirus telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya (Aidawati
2006; Santoso 2008; Faizah 2010; Ganefianti 2010) dan menunjukkan hasil yang
baik. Prinsip dasar dari teknik isolasi DNA adalah penghancuran jaringan untuk
memisahkan sel dan dilanjutkan dengan melisis sel untuk mendapatkan DNA.
Penghancuran jaringan dilakukan secara fisik yaitu dengan penggerusan jaringan,
karena DNA terletak di dalam sel maka untuk dapat mengekstraknya harus
dilakukan pelisisan sel dengan menggunakan bufer ekstraksi CTAB yang
mengandung NaCl (Natrium Chloride) dan penambahan β-Mercaptoetanol dan
PVP. Penggunaan CTAB bersama-sama dengan NaCl lebih dari 0,5 M dapat
memisahkan polisakarida (Peterson et al. 1993) dan penggunaan antioksidan β-
Mercaptoetanol dan PVP dapat mengatasi permasalahan polifenol (Porebski et al.
36

1997). Pada tahap ini, selain dilakukan lisis sel juga dilakukan pemeliharaan DNA
akibat terbukanya sel. Tahapan berikutnya yaitu mengekstrak DNA yang telah
dibebaskan dari sel yang dilakukan melalui penambahan Chloroform:Iso-amyl
alcohol (24:1) untuk memisahkan DNA tersebut dari protein. Pada tahap ini DNA
akan berada pada fase cair sedangkan protein dan komponen lain akan berada
pada fase padat (Saunders & Parkers 1999). Tahap penambahan Chloroform:Iso-
amyl alcohol sangat diperlukan untuk mengeliminasi senyawa-senyawa
kontaminan yang dapat mengganggu kemurnian hasil isolasi DNA. Pengulangan
tahap ini tergantung jenis sel, jika di dalam sel banyak mengandung kontaminan
sebaiknya tahap ini perlu diulangi sedangkan jika tidak mengandung banyak
kontaminan tidak perlu diulangi. Selanjutnya DNA yang berhasil di ekstrak
dipresipitasi dengan penambahan etanol absolut atau isopropanol. Waktu
presipitasi dapat disesuaikan dengan kandungan DNA dalam sel. Waktu
presipitasi yang panjang diperlukan bila kandungan DNA dalam sel rendah,
sedangkan bila kandungan DNA dalam sel tinggi mungkin cukup dengan waktu
presipitasi yang pendek. Tahap akhir dari isolasi DNA adalah pencucian dan
rehidrasi DNA. Pencucian DNA dengan etanol 70% dapat membersihkan sisa-sisa
garam maupun kontaminan lainnya yang mengendap. Rehidrasi DNA dengan
larutan penyangga TE diperlukan untuk melarutkan DNA yang akan digunakan
lebih lanjut. Metode Doyle & Doyle (1990) yang dimodifikasi berhasil digunakan
untuk mengisolasi keempat isolat Begomovirus dari tanaman tomat (Data tidak
ditampilkan). DNA total Begomovirus tersebut selanjutnya dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif sebelum digunakan untuk tahapan penelitian selanjutnya.
Kualifikasi dan kuantifikasi DNA dilakukan untuk mengetahui baik
tidaknya DNA hasil isolasi. Saunders & Parkers (1999) mengemukakan bahwa
ada tiga kriteria yang penting untuk menentukan baik tidaknya DNA hasil isolasi,
yaitu konsentrasi, kemurnian dan integritas. Konsentrasi DNA yang baik
menunjukkan kecukupan jumlah DNA untuk digunakan dalam analisis lanjutan.
Kemurnian DNA mengindikasikan bahwa DNA bebas dari segala macam
kontaminan baik endogenus maupun eksogenus; sedangkan integritas DNA yang
tinggi ditunjukkan oleh hasil isolasi yang utuh atau mempunyai berat molekul
yang tinggi. Kualitas DNA dapat diamati melalui pembacaan pita DNA di dalam
37

gel elektroforesis. Hasil yang baik diindikasikan dengan pita DNA yang tebal dan
tegas serta bersih. Kualitas DNA yang berhubungan dengan kemurniannya
terhadap kontaminan protein dapat diamati melalui pengukuran nilai absorbansi
pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. DNA diklasifikasikan murni jika
nilai perbandingan absorbansi 260 nm terhadap 280 nm berada pada kisaran 1,8-
2,0 (Suharsono 2006). Hasil kuantifikasi dan kualifikasi terhadap DNA total ke
empat isolat Begomovirus menunjukkan hasil yang baik dengan kisaran tingkat
kemurnian 1,78-1,89 dan digunakan pada tahapan selanjutnya yaitu
pengamplifikasian gen protein selubung (coat protein) Begomovirus dengan
teknik PCR (Tabel 1).

Tabel 1 Kualifikasi DNA total Begomovirus berdasarkan nilai adsorbansi

Nomor Nama Isolat A260/280 nm


1 Segunung - Jawa Barat 1,83
2 Seyegan – Sleman 1,80
3 Ngluwar – Magelang 1,89
4 Sedan – Rembang 1,78

Amplifikasi Gen Protein Selubung Begomovirus


Gen protein selubung (coat protein) Begomovirus diamplifikasi dengan
teknik PCR mengikuti prosedur Rojas et al. (1993) dengan primer spesifik untuk
gen AV1 Begomovirus (AVRDC, Taiwan) yaitu: CPPROTEIN-V1
(5’TAATTCTAGATG TCGAAGCGACCCGCCGA-3’) dan CPPROTEIN-C1
(5’-GGCCGAATTCTTAATTTTGAACAGAATCA-3’) yang secara spesifik
mengamplifikasi bagian gen protein selubung Begomovirus.
Telah dilaporkan sebelumnya oleh Santoso (2008) bahwa teknik PCR
metode Rojas et al. (1993) dengan pasangan primer AV1 berhasil
mengamplifikasi gen protein selubung Begomovirus dari tanaman tomat yang
terinfeksi oleh Begomovirus. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa primer
AV1 dapat mengamplifikasi gen protein selubung Begomovirus dari keempat
isolat Begomovirus yang diindikasikan dengan terbentuknya amplikon berukuran
780 bp (Gambar 4). Pita DNA dengan ukuran yang sama teramplifikasi dari
38

sampel kontrol positif (Gambar 4 kolom 3), tetapi pita DNA tidak tampak pada
gel agarosa untuk sampel kontrol negatif (Gambar 4 kolom 1 dan 2).

M 1 2 3 4 5 6 7

780 bp

Gambar 4 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer AV1 terhadap 4 isolat


Begomovirus. M=Marker 100 bp, 1=Kontrol negatif PCR yaitu reaksi
tanpa DNA template, 2= DNA total tanaman cabai sehat, 3=Kontrol
positif PCR (DNA Begomovirus isolat Kaliurang-Sleman), 4=
Begomovirus isolat Sedan-Rembang, 5= Begomovirus isolat
Segunung-Cianjur, 6= Begomovirus isolat Ngluwar-Magelang, 7=
Begomovirus isolat Seyegan-Sleman

Fragmen gen protein selubung hasil amplifikasi tersebut akan digunakan


pada tahapan berikutnya yaitu pengklonan gen protein selubung Begomovirus.
Sebelumnya dilakukan pengisolasian fragmen gen protein selubung dari gel
agarosa dengan teknik elusi, sehingga dari tahapan ini akan diperoleh fragmen
tunggal gen protein selubung. Dalam tahapan ini gen protein selubung
Begomovirus isolat Ngluwar-Magelang terpilih sebagai DNA target dalam
pengklonan gen protein selubung Begomovirus karena memiliki tingkat
kemurnian DNA yang tertinggi (Tabel 1).

Pengklonan Gen Protein Selubung Begomovirus


Gen protein selubung memiliki peranan yang sangat penting tidak hanya
sebagai pelindung genom virus juga berperan dalam penularan, pergerakan virus
pada vektor dan inti sel inang serta perkembangan gejala pada tanaman inang
(Briddon et al. 1989). Berdasarkan hal tersebut pengklonan gen protein selubung
virus banyak dikembangkan dalam berbagai tujuan penelitian. Santoso (2008)
melaporkan keberhasilannya menggunakan klon rekombinan gen protein selubung
39

Begomovirus dari ORF AV1 dalam pengembangan kultivar tahan Begomovirus


dengan strategi pendekatan pathogen derived resistance (PDR).
Pada penelitian ini, gen protein selubung Begomovirus isolat Ngluwar-
Magelang disisipkan pada plasmid pGEM-T Easy. Pemilihan vektor pGEM-T
Easy didasarkan pada beberapa sifat-sifat nya antara lain: 1) dapat digunakan
untuk mengkloning fragmen hasil PCR yang menggunakan DNA polymerase
tertentu yang akan menghasilkan fragmen dengan ujungnya mempunyai ekor basa
A dimana vektor pGEM-T memiliki ujung basa T, 2) vektor ini memiliki
polycloning sites yang akan mempermudah pemilihan enzim restriksi untuk
kloning, 3) vektor ini juga merupakan plasmid yang memiliki kemampuan
propagasi yang tinggi sehingga sangat membantu di dalam perbanyakannya pada
sel kompeten E. coli (Santoso 2008).
Tahapan utama dalam pengklonan gen yaitu proses ligasi dan transformasi.
Proses ligasi yaitu menggabungkan DNA sisipan (fragmen tunggal gen protein
selubung) ke dalam vektor. Hasil ligasi antara plasmid sebagai vektor dengan
suatu fragmen DNA diintroduksi ke dalam E. coli sebagai inangnya yang
kemudian ditumbuhkan dalam media yang telah diberi ampisilin, IPTG dan X-gal
sebagai agen seleksi (proses transformasi). Bakteri yang digunakan dalam proses
transformasi adalah bakteri E. coli yang telah kompeten. Pada kondisi normal,
bakteri ini mempunyai keterbatasan dalam mengambil DNA, sehingga harus
diberi perlakuan fisik dan kimia tertentu agar menjadi kompeten dalam
mengambil DNA. Keberhasilan proses ligasi hanya dapat diketahui dari
keberhasilan proses transformasi melalui metode seleksi biru-putih

Konfirmasi Klon Rekombinan


Seleksi Plasmid Rekombinan dengan Media Selektif
Keberhasilan proses transformasi dapat dilihat dari kemampuan tumbuh E.
coli pada media ampisilin karena plasmid yang digunakan mengandung gen
resisten terhadap ampisilin. Keberhasilan proses ligasi dapat diketahui dari adanya
koloni yang berwarna putih. Sel yang mengandung plasmid yang membawa
sisipan DNA akan berwarna putih pada media LB yang mengandung antibiotik
ampisilin dan IPTG serta X-gal; sedangkan sel yang mengandung plasmid yang
tidak membawa sisipan DNA akan berwarna biru. Hal ini disebabkan adanya situs
40

penyisipan terletak pada gen lacZ yang menyandi β-galaktosidase yang mengubah
molekul X-gal dari tidak berwarna menjadi berwarna biru, sehingga pada media
yang sudah ditambah X-gal dan IPTG sebagai inducer gen lacZ akan terbentuk
koloni putih, sebagai hasil dari ketidakmampuan gen lacZ mengekspresikan β-
galaktosidase karena tersisipi oleh fragmen DNA. Berdasarkan seleksi
rekombinan tersebut dalam tahapan penelitian ini berhasil diperoleh 14 koloni
yang berwarna putih yang di duga merupakan rekombinan Begomovirus Ngluwar
(Gambar 5).

A B

Gambar 5 Klon rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar hasil seleksi biru-putih


(A) dan replika klon rekombinan (B)

Isolasi Plasmid Rekombinan


Isolasi plasmid bertujuan untuk memperoleh DNA plasmid rekombinan dari
bakteri kompeten sebagai inang. Melalui tahapan ini akan diperoleh plasmid
rekombinan yang akan digunakan pada tahapan berikutnya. Hasil isolasi plasmid
yang belum murni atau masih terkontaminasi oleh protein ataupun senyawa
lainnya akan mengganggu atau bahkan menyebabkan kegagalan tahap reaksi
selanjutnya.
Prinsip isolasi plasmid yaitu melisis membran sel, memisahkan DNA dari
protein dan RNA dan memisahkan DNA plasmid dari DNA kromosom. Tahap
awal dari isolasi plasmid yaitu melakukan suspensi biakan bakteri dengan
penambahan bufer resuspensi yang terdiri dari Tris HCl dan EDTA. Tris HCl
berfungsi mempertahankan lingkungan alkali dimana DNA sangat baik disimpan
pada pH 7.5-8.2 dan EDTA berfungsi untuk menon-aktifkan nuklease dan
mengkelat Mg2+ yang berasosiasi dengan membran luar sehingga terjadi
destabilisasi membran (Rohde 1994). Tahapan berikutnya yaitu melisis sel dengan
41

penambahan bufer lisis yaitu NaOH dan SDS, yang mampu merusak membran sel
dan menyebabkan DNA terdenaturasi. Selanjutnya terjadi penurunan pH,
kemudian SDS akan mempresipitasi komponen membran, DNA kromosom dan
komponen sel lainnya. Dalam tahap ini DNA plasmid tidak terdenaturasi dan
masih ada dalam suspensi karena ukurannya yang kecil dan berbentuk sirkuler.
Tahapan berikutnya yaitu melakukan purifikasi terhadap DNA plasmid yang telah
dinetralisasi sebelumnya dengan bufer pencuci yang bertujuan untuk
membebaskan DNA plasmid dari protein-protein kecil dan senyawa lainnya yang
masih tersisa. Setelah itu DNA plasmid diperoleh melalui sentrifugasi dengan
bufer elusi. DNA plasmid yang diperoleh kemudian diendapkan dengan
penambahan etanol yang akan mengikat air sehingga DNA plasmid akan berada
pada fase padat.
Sebanyak 14 klon rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar yang diperoleh
dalam penelitian ini telah berhasil diisolasi plasmidnya, dengan plasmid AV1 asal
Tomat yang mengandung gen selubung protein AV1, TYLCV (TJ Santoso, BB-
Biogen) sebagai pembanding (Gambar 6).

M K+ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

3000 bp

1000 bp

Gambar 6 Hasil isolasi plasmid terhadap 14 klon rekombinan Begomovirus isolat


Ngluwar. Keterangan: M=Marker 1 Kb, K+=Plasmid rekombinan gen
AV1 TYLCV (TJ Santoso, BB-Biogen), 1-14= klon DNA rekombinan
Begomovirus isolat Ngluwar A tanpa pemotongan enzim restriksi
EcoR1.

Isolasi DNA Sisipan Melalui Pemotongan dengan Enzim Restriksi


Enzim restriksi endonuklease atau yang biasa disingkat enzim restriksi
memiliki kemampuan untuk memotong DNA secara spesifik, terbatas pada daerah
atau situs yang dikenalinya (Glick & Paternak 1998). Penggunaan enzim restriksi
dilakukan dengan berbagai tujuan, diantaranya untuk mengetahui ukuran molekul
42

DNA terutama DNA dengan ukuran besar atau linier, mengisolasi fragmen
tertentu dan membuat celah sisipan (Suharsono & Widyastuti 2006). Enzim
restriksi bekerja dengan dua tahap, yaitu pengenalan terhadap sekuen DNA dan
selanjutnya pemotongan DNA. Beberapa faktor yang menentukan keberhasilan
proses pemotongan DNA dengan enzim restriksi antara lain: kondisi enzim, bufer,
suhu inkubasi serta kemurnian DNA.
Pada penelitian ini tujuan digunakan enzim restriksi yaitu untuk membuat
celah sisipan pada plasmid pGEMT-Easy sebagai langkah konfirmasi untuk
menjawab pertanyaan apakah klon rekombinan yang diperoleh berhasil disisipi
oleh fragmen gen protein selubung Beegomovirus atau tidak. Enzim restriksi yang
digunakan yaitu EcoR1 yang mempunyai situs pengenalan enam nukleotida.
EcoRI akan mengenali situs GAATTC dan akan memotong antara basa G dan A
dan menghasilkan ujung tidak rata 5’ overhang. Pemilihan EcoR1 didasarkan
pada situs pemotongan yang terdapat pada plasmid pGEMT-Easy, dimana terdapat
situs pemotongan EcoR1 yang mengapit celah MCS (multicloning sites) sehingga
memungkinkan untuk membebaskan DNA sisipan hanya menggunakan satu
enzim saja, yaitu EcoR1 (Gambar 3).
Pemotongan klon rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar-Magelang A dan
B dengan enzim restriksi EcoR1 menghasilkan 2 pita DNA masing-masing
berukuran 780 bp dan 3015 bp (Gambar 7), yang merupakan fragmen DNA
Begomovirus sebagai sisipan (780 bp) dan plasmid vektor (3015 bp).
Klon DNA rekombinan yang sudah dikonfirmasi mengandung sisipan DNA
yang diharapkan selanjutnya digunakan untuk analisis dengan perunutan
nukleotida (sequencing) yang dilakukan oleh PT. Macrogen, Korea Selatan.
43

M 1 2 3 4 5 6 7 8

3000 bp
3015 bp

1000 bp
780 bp

Gambar 7 Pemotongan klon rekombinan menggunakan enzim restriksi EcoR1.


M=Marker 1 kb, 1=Vektor pGEMT-Easy tanpa pemotongan enzim
restriksi EcoR1, 2=Vektor pGEMT-Easy dengan pemotongan enzim
restriksi EcoR1, 3=Plasmid rekombinan gen AV1 TYLCV (TJ
Santoso, BB-Biogen) tanpa pemotongan enzim restriksi EcoR1, 4=
Plasmid rekombinan gen AV1 TYLCV (TJ Santoso, BB-Biogen)
dengan pemotongan enzim restriksi EcoR1, 5=klon DNA rekombinan
Begomovirus isolat Ngluwar A tanpa pemotongan enzim restriksi
EcoR1, 6=klon DNA rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar A
dengan pemotongan enzim restriksi EcoR1, 7=klon DNA rekombinan
Begomovirus isolat Ngluwar B tanpa pemotongan enzim restriksi
EcoR1, 8=klon DNA rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar B
dengan pemotongan enzim restriksi EcoR1

Perunutan DNA
Hasil perunutan nukleotida fragmen gen protein selubung Begomovirus hasil
amplifikasi PCR (Lampiran 1), rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar A
(Lampiran 2) dan rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar B (Lampiran 3)
digunakan untuk analisis kesejajaran dengan program BLAST (Basic Local
Aligment Search Tools) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST) untuk mengetahui
identitas Begomovirus. Alignment antar ketiga sekuen Begomovirus tersebut
dilakukan sebagai konfirmasi sekuen antara sekuen protein selubung
Begomovirus sebelum dikloning dengan rekombinannya yaitu gen protein
selubung rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar A maupun Ngluwar B. Hasil
alignment menunjukkan bahwa antar sekuen gen protein selubung Begomovirus
rekombinan terhadap sekuen gen protein selubung Begomovirus non rekombinan
yaitu hasil amplifikasi PCR memiliki kesamaan yang tinggi, diindikasikan dengan
kolom-kolom nukleotida yang terkonservasi dengan baik (Lampiran 4).
44

Karakterisasi Gen Protein Selubung Begomovirus


Karakterisasi gen protein selubung Begomovirus melalui analisis kesejajaran
dan analisis spesifisitas perlu dilakukan sebagai acuan dalam pengembangan
pelacak DNA Begomovirus sebagai metode deteksi.
Analisis Kesejajaran
Identitas gen protein selubung Begomovirus diperoleh setelah melakukan
analisis homologi antara nukleotida target dengan nukleotida gen protein selubung
Begomovirus yang telah terdaftar di GenBank (Tabel 2).
Hasil analisis nukleotida menunjukkan bahwa sekuen gen protein selubung
Begomovirus rekombinan isolat Ngluwar mempunyai kemiripan yang tinggi
(lebih dari 90%, e-value 0,0) dengan: Ageratum yellow vein virus-Ishigaki
(AB306314), Ageratum yellow vein virus-[G129](AM940137), Ageratum yellow
vein virus-[Indonesia] (AB189854) dan Soybean crinkle leaf virus-[Japan]
(AB050781). Tingkat kemiripan yang lebih rendah (< 90%) terjadi antara
rekombinan isolat Ngluwar dengan Tomato leaf curl Malaysia virus (AF327436),
Tomato leaf curl Java virus (AB100304), Papaya leaf curl China virus
(AY650283), Tomatoyellow leaf curl Guandong (AY602166) dan Malvastrum
leaf curl virus (FJ712169) (Tabel 2). Clavarie & Notredame (2003) menyatakan
bahwa dua gen atau fragmen DNA dikatakan homolog jika 70% urutan
nukleotidanya atau 25% urutan asam aminonya identik, dengan panjang urutan
minimal 100. Menurut pedoman dari ICTV, apabila persamaan sekuen dari gen
protein selubung antara satu virus dengan virus lain lebih dari 90%, dikatakan
bahwa virus tersebut merupakan spesies virus yang sama.
Berdasarkan hasil analisis kesejajaran dengan program BLAST tersebut
maka dapat dipastikan bahwa gen protein selubung yang diperoleh dalam
penelitian ini, baik pada gen protein selubung hasil amplifikasi PCR (produk
PCR) maupun rekombinan, adalah gen protein selubung yang berasal dari
Begomovirus, Geminiviridae.
45

Tabel 2 Hasil analisis kesejajaran gen protein selubung Begomovirus

% Identitas
No. Aksesi Isolat Virus Produk Rekombinan Rekombinan
PCR A B
AB306314 Ageratum yellow vein virus- 95 95 95
Ishigaki
AM940137 Ageratum yellow vein virus- 95 95 95
[G129]
AB189854 Ageratum yellow vein virus- 95 96 96
[Indonesia]
AB050781 Soybean crinkle leaf virus- 91 91 91
[Japan]
AF327436 Tomato leaf curl Malaysia virus 84 84 84

AB100304 Tomato leaf curl Java virus 82 81 81

AY650283 Papaya leaf curl China virus 81 81 81

AY602166 Tomatoyellow leaf curl Guandong 80 80 80

FJ712169 Malvastrum leaf curl virus 79 79 79

Analisis Spesifisitas
Spesifisitas gen protein selubung Begomovirus isolat Ngluwar terhadap gen
protein selubung isolat lainnya baik yang berasal dari Indonesia maupun negara
lain merupakan informasi yang sangat penting terkait dengan tujuan penelitian
yaitu mengembangkan pelacak DNA sebagai metode deteksi Begomovirus. Gen
protein selubung isolat Ngluwar yang diperoleh akan dilabel menjadi DNA Probe
(pelacak DNA) sebagai alat deteksi Begomovirus. Spesifisitas gen protein
selubung sangat menentukan ketepatan (akurasi) serta sensitifitas alat deteksi
tersebut. Analisis spesifisitas gen protein selubung Begomovirus rekombinan
isolat Ngluwar terhadap ke-12 isolat Begomovirus yang telah didaftarkan di
GenBank, dipilih berdasarkan tanaman inang dan lokasi asal isolat, dilakukan
dengan program multiple alignment Clustal W (http://www.ebi.ac.uk/Clustal W).
Hasil analisis spesifisitas gen selubung rekombinan Ngluwar A dan B
menunjukkan bahwa kedua gen selubung rekombinan tersebut memiliki
konservasi yang tinggi terhadap ke-12 isolat Begomovirus tersebut, diketahui
berdasarkan nilai penyejajaran (alignment score) yang mengindikasikan kesamaan
urutan nukleotida antar sekuen (Tabel 3).
46

Tabel 3 Nilai penyejajaran (alignment score) gen protein selubung rekombinan


terhadap ke-12 isolat Begomovirus

Alignment score (%)


Tanaman Inang &
No No.Aksesi Isolat Virus Rekombinan Rekombinan
Asal Geografis
A B
1 AB100304 Tomato leaf curl Java Tomat-Indonesia 80 80
virus
2 AB162141 Tomato leaf curl Java Tomat,Gulma- 82 82
virus-[Ageratum] Indonesia
3 AB189845 Pepper yellow leaf curl Cabai Rawit- 63 63
Indonesia virus Indonesia
[Tomato2]
4 AB189848 Tomato leaf curl Java Tomat- 83 83
virus-[Magelang] Magelang,Indonesia
5 AB189913 Ageratum yellow vein Gulma-Indonesia 92 92
virus-[Indonesia]
6 AB246170 Pepper yellow leaf curl Cabai Rawit- 66 66
Indonesia virus Indonesia
7 AF314531 Pepper leaf curl Cabai Rawit- 76 76
Bangladesh Banglades
8 AF336806 Chilli leaf curl virus- Cabai-Pakistan 76 76
[Multan]
9 AF327436 Tomato leaf curl Tomat-Malaysia 83 83
Malaysia virus
10 X74516 Ageratum yellow vein Gulma-Singapura 52 52
virus
11 AF136222 Tomato leaf curl Tomat-Filipina 72 72
Philippines virus
12 AB020977 Soybean crinkle leaf Kedelai-Jepang 59 59
virus

Gen selubung rekombinan Ngluwar A dan B memiliki kesamaan sekuen


tertinggi terhadap isolat Begomovirus tanaman gulma asal Indonesia yaitu
Ageratum yellow vein virus-[Indonesia] yang ditunjukkan oleh nilai alignment
score sebesar 92% dan kesamaan sekuen terendah yaitu terhadap isolat
Begomovirus dengan tanaman gulma sebagai inangnya yang berasal dari
Singapura yaitu Ageratum yellow vein virus dengan nilai alignment score sebesar
52%. Nilai penyejajaran yang diperoleh dalam analisis ini mengindikasikan
kesamaan antar sekuen tetapi belum tentu menunjukkan hubungan kekerabatan
antar sekuen tersebut. Oleh karenanya diperlukan analisis kladogram untuk
melihat hubungan kekerabatannya (Gambar 8).
47

II

III

Gambar 8 Kladogram sekuen klon rekombinan Begomovirus, Ngluwar A dan B


dibandingkan dengan ke-12 isolat Begomovirus. Klon rekombinan
Ngluwar A (A), klon rekombinan Ngluwar B (B), Ageratum yellow
vein virus-[Indonesia] (AB189913), Soybean crinkle leaf virus
(AB020977), Ageratum yellow vein virus (X74516), Tomato leaf curl
Java virus (AB100304), Tomato leaf curl Java virus-[Ageratum]
(AB162141), Tomato leaf curl Java virus-[Magelang] (AB189848),
Pepper yellow leaf curl Indonesia virus [Tomato2] (AB189845),
Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (AB246170), Tomato leaf curl
Philippines virus (AF136222), Pepper leaf curl Bangladesh virus
(AF314531), Chilli leaf curl virus-[Multan] (AF336806), Tomato leaf
curl Malaysia virus (AF327436).

Kladogram menunjukkan hubungan kekerabatan gen protein selubung


rekombinan Ngluwar A dan B terhadap ke-12 isolat Begomovirus tersebut terbagi
menjadi tiga kelompok utama. Hasil analisis menunjukkan bahwa gen protein
selubung Ngluwar A berada dalam kelompok pertama, bersama 6 isolat
Begomovirus lainnya yaitu Ageratum yellow vein virus-[Indonesia] (AB189913),
Soybean crinkle leaf virus (AB020977), Ageratum yellow vein virus (X74516),
Tomato leaf curl Java virus (AB100304), Tomato leaf curl Java virus-[Ageratum]
(AB162141) dan Tomato leaf curl Java virus-[Magelang] (AB189848). Pada
kelompok dua terdiri dari Pepper yellow leaf curl Indonesia virus [Tomato2]
(AB189845), Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (AB246170), Tomato leaf
curl Philippines virus (AF136222), Pepper leaf curl Bangladesh virus
48

(AF314531), Chilli leaf curl virus-[Multan] (AF336806) dan Tomato leaf curl
Malaysia virus (AF327436) pada kelompok tiga. Berdasarkan hasil tersebut
diketahui bahwa Ageratum yellow vein virus-[Indonesia] (AB189913) merupakan
isolat Begomovirus yang memiliki hubungan terdekat dengan gen protein
selubung rekombinan Ngluwar A dan B, hasil ini selaras dengan nilai kesamaan
yang diperoleh melalui analisis kesejajaran, dimana Ageratum yellow vein virus-
[Indonesia] memiliki nilai kesamaan tertinggi terhadap gen protein selubung
rekombinan A dan B (Gambar 8).
Hal yang menarik dari hasil kladogram ini yaitu gen protein selubung
rekombinan Ngluwar A dan B berada dalam satu kelompok dengan isolat
Begomovirus yang bukan berasal dari Indonesia, yaitu: Soybean crinkle leaf virus
(AB020977) yang berasal dari Jepang dan Ageratum yellow vein virus (X74516)
yang berasal dari Singapura. Hal tersebut di duga bahwa kemungkinan
sesungguhnya mereka berasal dari nenek moyang dengan sekuen yang sama yang
kemudian terpisah karena mengalami mutasi sehingga menyebabkan keragaman
antar Begomovirus (Santoso 2008). Penjelasan senada juga dilaporkan oleh
Ambrozevicius et al. (2005) yaitu adanya transfer genetik Begomovirus dari
tanaman inang aslinya yang liar ke tanaman budidaya yang menyebabkan
rekombinasi genetik Begomovirus. Rekombinasi genetik pada Begomovirus
adalah kunci utama yang berperan dalam keragaman diversifikasi dan evolusi
Begomovirus, dengan frekuensi rekombinasi tertinggi pada N-terminal dari ORF
C1/AC1 yang menyandikan gen Replication-associated protein yang berperan
dalam proses replikasi virus sedangkan ORF AV1 yang menyandikan gen protein
selubung merupakan daerah dengan tingkat konservasi yang tinggi terhadap
rekombinasi.
Analisis kesejajaran yang dilakukan terhadap kedua gen protein selubung
rekombinan Begomovirus Ngluwar A dan B menunjukkan hasil bahwa kedua gen
protein selubung rekombinan tersebut memiliki nilai identitas yang tinggi
terhadap berbagai isolat Begomovirus yang ada di GenBank (Tabel 2). Demikian
pula hasil analisis lainnya yaitu analisis kesamaan terhadap ke-12 isolat
Begomovirus lainnya yang terdapat di GenBank menunjukkan bahwa kedua gen
protein selubung rekombinan Begomovirus Ngluwar A dan B memiliki nilai
49

kesejajaran, kesamaan dan hubungan kekerabatan yang tidak berbeda. Hal ini
mengindikasikan bahwa gen protein selubung Begomovirus rekombinan yang
diperoleh dalam penelitian ini merupakan jenis Begomovirus yang sama yang
berasal dari gen dan isolat yang sama. Maka penggunaan salah satu gen protein
selubung rekombinan Begomovirus akan mewakili gen protein selubung
rekombinan lainnya. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini gen
protein selubung rekombinan Ngluwar A dipilih untuk dikembangkan sebagai
pelacak DNA dalam mendeteksi Begomovirus dan Geminiviridae umumnya.
Salah satu karakteristik pelacak DNA yang akan dikembangkan adalah
bersifat spesifik terhadap Begomovirus dan Geminivirus lainnya. Oleh karena itu
perlu untuk melihat hubungan kekerabatan gen protein selubung rekombinan
Begomovirus isolat Ngluwar A dengan berbagai isolat Begomovirus yang
terdapat di GenBank, yang disajikan dalam bentuk pohon filogenetik dengan
menggunakan program BLAST (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/TreeView)
(Gambar 9). Pohon filogenetik tersebut menunjukkan bahwa gen protein selubung
rekombinan Begomovirus isolat Ngluwar A memiliki hubungan kekerabatan
terdekat dengan kelompok Ageratum yellow vein virus yang selaras dengan hasil
analisis homologinya, kesejajaran dan kladogram yang telah dilakukan di atas.
50

Gambar 9 Hubungan kekerabatan gen protein selubung rekombinan Begomovirus


isolat Ngluwar A dengan beberapa Begomovirus yang terdapat di
GeneBank pada tingkat kemiripan 75%.
51

Hasil karakterisasi gen protein selubung Begomovirus rekombinan isolat


Ngluwar A dalam penelitian ini menunjukkan bahwa gen protein selubung
Begomovirus memenuhi syarat untuk dikembangkan menjadi pelacak DNA
sebagai alat deteksi penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus baik yang
berasal dari Indonesia maupun negara lain.

Hibridisasi DNA
Spesifisitas dan sensitifitas merupakan faktor utama dalam pengembangan
pelacak DNA sebagai alat deteksi Begomovirus. Oleh karena itu dalam penelitian
ini digunakan rancangan membran yang tidak hanya mampu menguji spesifisitas
pelacak DNA dalam mendeteksi Geminivirus khususnya Begomovirus pada
tanaman maupun terhadap rekombinannya tetapi juga untuk mengetahui
sensitifitas pelacak DNA dalam mendeteksi Begomovirus.
52

Plasmid Produk PCR DNA Total Sap Tanaman


A(Gambar
B C D E F 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1718 19 20 21 22 233).
24
0

Gambar 10 Hasil hibridisasi dot-blot pelacak DNA Begomovirus. Plasmid


rekombinan gen protein selubung Begomovirus isolat Ngluwar (A),
Sisipan plasmid rekombinan gen selubung protein
Begomovirus,isolat Ngluwar (B), Vektor pGEM-T Easy (C),
Plasmid rekombinan gen AV1 TYLCV (TJ Santoso Santoso, BB-
Biogen) (D), Plasmid rekombinan Full Length PYLCV WS Tsai,
AVRDC) (E), Plasmid rekombinan partial PYLCV (WS Tsai,
AVRDC) (F), Produk PCR isolat Ngluwar (1), Produk PCR
tanaman tomat positif terinfeksi Begomovirus (2), Produk PCR
tanaman tomat yang di duga terinfeksi oleh Begomovirus (3),
Produk PCR gulma Babadotan yang terinfeksi oleh Begomovirus
(4), Produk PCR tanaman tomat yang terinfeksi oleh PYLCV (5),
Produk PCR tanaman tomat yang terinfeksi ToCV (6), Bufer TE
pH 7,5 sebagai kontrol bufer (7), DNA total tanaman sehat (8),
DNA total tanaman tomat positif terinfeksi oleh Begomovirus (9),
DNA total tanaman tomat yang di duga terinfeksi oleh
Begomovirus (10), DNA total gulma Babadotan yang terinfeksi
Begomovirus (11), DNA total tanaman tomat yang terinfeksi
PYLCV(12), DNA total tanaman tomat yang terinfeksi ToCV yang
diduga terinfeksi Begomovirus (13), DNA total tanaman tembakau
yang terinfeksi TMV (14), DNA total tanaman cabai yang
terinfeksi ChiVMV (15), Sap tanaman tomat sehat (16), Sap
tanaman tomat yang positif terinfeksi Begomovirus (17), Sap
tanaman tomat yang di duga terinfeksi oleh Begomovirus (18), Sap
gulma Babadotan yang terinfeksi Begomovirus (19), Sap tanaman
tomat yang terinfeksi PYLCV (20), Sap tanaman tomat yang
terinfeksi ToCV (21), Sap tanaman tembakau yang terinfeksi TMV
(23), Sap tanaman cabai yang terinfeksi ChiVMV (24). Lajur: 0-6
adalah faktor pengenceran 10-10-6.
53

Hibridisasi dot blot menggunakan pelacak DNA Begomovirus yang dilabel


dengan digoxigenin telah berhasil mendeteksi keberadaan Begomovirus yang
diindikasikan dengan signal deteksi pada kisaran faktor pengenceran 10-10-4 yaitu
pada konsentrasi 1-0,0001 µg/µl. Gradien signal deteksi menunjukkan konsentrasi
Begomovirus yang terdeteksi. Semakin kuat (pekat) signal deteksinya
mengindikasikan konsentrasi Begomovirus yang terdeteksi semakin tinggi pula
(Gambar 10).
Teknik deteksi Begomovirus dengan prinsip dot blot hibridisasi telah banyak
dikembangkan oleh para peneliti di dunia antara lain: Potter et al. (2003) yang
mendeteksi Begomovirus pada tanaman buncis di Amerika dan Karibia dengan
pelabelan pelacak secara radioaktif, Gilbertson et al (1991) yang mendeteksi
Begomovirus pada tanaman buncis di Brazil dengan pelabelan pelacak secara
radioaktif, Rubio et al. (2003) yang mendeteksi TYLCV (Tomato Yellow Leaf
Curl Virus) dengan teknik hibridisasi menggunakan pelacak DNA TYLCV yang
dilabel dengan digoxigenin dan Czosnek (1988) yang mendeteksi Tomato Yellow
Leaf Curl Virus pada tanaman dan serangga. Di Indonesia deteksi Begomovirus
dengan prinsip dot-blot hibridisasi telah dilakukan oleh Aidawati (2006) yang
melaporkan bahwa pelacak DNA Begomovirus yaitu fragmen DNA Tobacco Leaf
Curl Virus (TobLCV) yang di klon ke dalam vektor pGEMT yang dilabel dengan
digoxigenin. Deteksi yang dilakukan oleh Aidawati (2006) menitikberatkan
pelacak DNA TobLCV sebagai teknik seleksi ketahanan tanaman tomat yang
dilaporkan mampu mendeteksi Begomovirus hingga faktor pengenceran 10-2. Hal
ini mendorong untuk mengembangkan pelacak DNA yang spesifik terhadap
Begomovirus sebagai teknik deteksi yang efektif dan efisien.
Pelacak DNA Begomovirus isolat Ngluwar-Magelang memiliki spesifisitas
yang tinggi terhadap fragmen gen protein selubung Begomovirus (Gambar 10
kolom A-F). Hal tersebut diindikasikan dengan hasil hibridisasi dot-blot terhadap
rekombinannya yaitu sisipan gen protein selubung Begomovirus Ngluwar maupun
terhadap plasmid rekombinan yang utuh (mengandung vektor maupun sisipan)
yang dapat mendeteksi hingga konsentrasi 0,001 µg/µl (Gambar 10 kolom A dan
B), terhadap plasmid rekombinan gen AV1 TYLCV (TJ Santoso Santoso, BB-
Biogen), plasmid rekombinan Full Length dan partial PYLCV (WS Tsai 2009,
54

AVRDC) hingga konsentrasi 0,1 µg/µl (Gambar 10 kolom D-F). Spesifisitas


pelacak DNA terhadap gen protein selubung Begomovirus dibuktikan dengan
tidak adanya signal deteksi terhadap vektor pGEM-T Easy, karena tidak
ditemukan urutan nukleotida yang komplemen terhadap fragmen gen selubung
protein pada vektor pGEM-T Easy (Gambar 10 kolom C).
Hasil hibridisasi dot blot pada semua produk PCR berhasil mendeteksi
hingga konsentrasi 0,0001µg/µl pada sampel Begomovirus isolat Ngluwar
(Gambar 10 baris 1), tanaman tomat yang terinfeksi Begomovirus (Gambar 10
baris 2), babadotan yang terinfeksi Begomovirus (Gambar 10 baris 4), tanaman
tomat yang terinfeksi oleh Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV) (Gambar 10
baris 5) dan tanaman tomat yang terinfeksi ToCV (Gambar 10 baris 6). Pada
produk PCR asal tanaman tomat yang diduga terinfeksi oleh Begomovirus dapat
terdeteksi hingga konsentrasi 0,001µg/µl (Gambar 10 baris 3). Hasil uji deteksi ini
telah berhasil menjawab dugaan adanya infeksi Begomovirus pada sampel
tanaman tomat target. Infeksi Begomovirus juga terdeteksi pada sampel tanaman
tomat yang terinfeksi ToCV. Hal tersebut menunjukkan adanya infeksi ganda
antara ToCV dan Begomovirus. Teknik deteksi dot blot hibridisasi dapat
dikembangkan untuk membuktikan adanya infeksi ganda pada suatu tanaman
seperti yang dilakukan oleh Yan et al. (2007) yang menggunakan 3 jenis pelacak
cDNA untuk mendeteksi secara spesifik Barley Yellow Dwarf Viruses (BYDVs)
di China.
Deteksi terhadap DNA total tanaman dengan menggunakan pelacak DNA
Begomovirus menunjukkan signal hasil deteksi yang lemah pada konsentrasi
0,1µg/µl. Signal positif hanya ditemukan pada DNA total tanaman tomat yang
terinfeksi oleh Begomovirus (Gambar 10 kolom 9), tanaman tomat yang di duga
terinfeksi oleh Begomovirus (Gambar 10 kolom 10) dan gulma babadotan yang
terinfeksi Begomovirus (Gambar 10 kolom 12). Pada sampel DNA total tanaman
tomat yang terinfeksi oleh PYLCV tidak menunjukkan signal positif. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi Begomovirus yang terlalu rendah
(Gambar 10 kolom 13). Signal negatif diperoleh pada sampel DNA total tanaman
sehat, tanaman tomat terinfeksi ToCV, tanaman tembakau terinfeksi TMV dan
tanaman cabai terinfeksi ChiVMV. Hasil ini membuktikan bahwa pelacak DNA
55

Begomovirus bersifat spesifik karena tidak mendeteksi virus dari kelompok yang
lain. Hasil hibridisasi dot blot pelacak DNA Begomovirus terhadap cairan perasan
(sap) tanaman menunjukkan signal yang sangat lemah, dengan warna ungu yang
nyaris tidak kelihatan. Signal deteksi yang rendah pada DNA total dan cairan
perasan tanaman kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi Begomovirus yang
terlalu rendah yaitu kurang dari atau sama dengan 1µg/µl. Artinya Begomovirus di
dalam tanaman uji ≤ 1µg/µl. Selain konsentrasi DNA Begomovirus yang rendah
kemungkinan juga adanya molekul-molekul lain yang berada dalam sap tanaman
seperti polisakarida, polifenol dan metabolit lainnya yang menghambat reaksi
hibridisasi.

Anda mungkin juga menyukai