Anda di halaman 1dari 14

JAMINAN FIDUSIA

Disusun untuk Memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata
Oleh dosen pengampu Dewi Mayaningsih,S.H,.M.H

Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Nur Muhammad Rizqia 1173050091
Nurlaenisa Novianty 1173050092
Putri Ananda 1173050094
Qamara Ashara 1173050098
Sista Chaerani 1173050119
Sultonil Muttaqin 1173050123
Taufik Fian Ramadhan 1173050124
Tiara Utami 1173050125
Wildan Fauzan 1173050131
Windy Widiahastuti 1173050132

Kelas : ILMU HUKUM/III/C


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
Tahun 2018 M/1440H
A. PENGERTIAN JAMINAN FIDUSIA
B. DASAR HUKUM JAMINAN FIDUSIA
C. OBYEK JAMINAN FIDUSIA

Objek jaminan fidusia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun


1999, yang dapat menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 1 ayat
(4) UUJF, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimilki
dan dialihkan, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
atau hipotik.

Sementara itu, dalam Pasal 3, untuk benda tidak bergerak harus memenuhi
persyaratan, antara lain :
a. benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
b. benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik untuk benda
bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai.

Dalam pasal 9 UUJF dinyatakan :

(1) jaminan fidusia dapat di berikan terhadap satu atau lebih


satuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada
saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian sebagaimana di
maksud di dalam ayat 1 tidak perlu dilalukan dengan perjanjian
jaminan

Dalam pasal 10 UUJF disebutkan, bahwa jaminan fidusia meliputi hasil dari
benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan klaim asuransi, dalam hal
benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan, kecuali di
perjanjikan lain.

Benda yang di bebani jaminan fidusia wajib di daftarkan di tempat kedudukan


pemberi fidusia, meskipun benda tersebut berada di luar wilayah negara
Rebuplik Indonesia. Hal ini di maksudkan untuk memenuhi asas publisitas,
sekaligus sebagai jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai
benda yang telah di bebani jaminan fidusia (pasal 11)1

Namun dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yang dapat


menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal
10 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, bendabenda yang menjadi
objek jaminan fidusia adalah:
1. Benda yang dapat dimiliki dan dialihkan secara hokum;
2. Dapat berupa benda berwujud;

1
Riduan Syahrani, 2006, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, P.T Alumni: Bandung,Hlm 150
3. Benda berwujud termasuk piutang;
4. Benda bergerak
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan
ataupun hipotek;
6. Baik benda yang ada ataupun akan diperoleh kemudian
7. Dapat atas satu satuan jens benda
8. Dapat juga atas lebih dari satu satuan jenis benda;
9. Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
10. Benda persediaan.2

D. SUBJEK JAMINAN FIDUSIA


E. SIFAT JAMINAN FIDUSIA
F. PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA
G. PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA
H. HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA
Pasal 25 UUJF menyatakan, bahwa jaminan fidusia hapus karena
hal-hal sebagai berikut:
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau
c. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia
Hapusnya fidusia karena musnahnya hutang yang dijamin oleh
fidusia adalah sebagai konsekuensi logis dari karakter perjanjian
jaminan fidusia yang merupakan perjanjian ikutan (assesoir). Yakni
assesoir terhadap perjanjian pokoknya berupa perjanjian hutang
piutang, atau piutangnya lenyap karena alasan apapun, maka jaminan
fidusia sebagai ikutannya juga ikut menjadi lenyap. Sementara itu,
hapusnya fidusia karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh
penerima fidusia juga wajar, mengingat pihak penerima fidusia sebagai
yang memiliki hak atas fidusia tersebut bebas untuk mempertahankan
atau melepaskan haknya itu. 
Kreditur sebagai penerima fidusia dapat saja melepaskan
jaminanfidusia artinya kreditur tidak menginginkan lagi benda yang
menjadiobjek jaminan fidusia menjadi jaminan lagi, misalnya karena
terjadipenggantian jaminan sehingga jaminan lama dihapuskan.Hapusnya
jaminan fidusia karena dilepaskan oleh kreditur sebagaipenerima
2
https://www.suduthukum.com/2017/10/subjek-dan-objek-jaminan-fidusia.html
fidusia dapat dilakukan dengan keterangan atau pernyataantertulis
dari kreditur yang diberikan kepada debitur atau pemberi fidusia.
Hapusnya fidusia akibat musnahnya barang jaminan fidusia
tentunya juga wajar, mengingat tidak mungkin ada manfaat lagi fidusia
itu di pertahankan jika barang objek jaminan fidusia tersebut sudah
tidak ada. Kecuali, jika adanya pembayaran asuransi atau musnahnya
barang tersebut. Misalnya, asuransi kebakaran, maka pejumbayaran
asuransi tersebut menjadi haknya pihak penerima fidusia. Musnahnya
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak menghapuskan
klaim asuransi sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf b, yaitu jaminan
fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia diasuransikan. Apabila jaminan fidusia hapus
penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia
mengenai hapusnya jaminan fidusia, sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) UUF dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang,
pelepasan hak atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
tersebut3.
Ada prosedur tertentu yang harus ditempuh manakala suatu
jaminan fidusia hapus, yakni harus dicoret pencatatan jaminan fidusia
di Kantor Pendaftaran Fidusia. Selanjutnya, Kantor Pendaftaran
Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat
jaminan fidusia yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam hal ini, jaminan fidusia tersebut dicoret dari buku daftar
fidusia yang ada pada kantor pendaftaran fidusia.
Penerima fidusia memberitahukan kepada kantor pendaftaran
fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia dengan melampirkan
pernyataan mengenai hapusnya utag, pelepasan hak atau musnahnya benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut. Selanjutnya pejabat pada
Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan jaminan fidusia dalam
Buku Jaminan Fidusia, dan kemudian menerbitkan surat keterangan yang
menyatakan sertifikat jaminan fidusia bersangkutan tidak berlaku

3
J.Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebebasan Fidusia, Citra Aditya Bakti: Bandung, Hlm.
318
lagi. Sehingga musnahnya benda menjadi obyek jaminan fidusia tersebut
akibat diasuransikan4.

I. EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para pemberi fidusia untuk


menguasai benda yang dijaminkan,untuk melakukan kegiatan usaha yang
dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia. Pada awalnya,
benda yang menjadi obyek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak
yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan
selanjutnya,benda yang menjadi obyek fidusia termasuk juga kekayaan
benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak. Dalam
pelaksanaan pembiayaan antara kreditur dan debitur, kadangkala terjadi
wanprestasi atau ingkar janji.Maka, ketika debitur ingkar janji pihak
kreditur bisa melakukan eksekusi benda yang sudah dijaminkan melalui

jaminan fidusia.

Menurut Subekti, yang dimaksud dengan eksekusi adalah upaya dari pihak
yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya
dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk
melaksanakan putusan (Subekti, 1989 : 128)..

Dengan debitur yang ingkar janji, maka kreditur bisa langsung


mengeksekusi benda jaminan yang dijaminkan fidusia. Karena di dalam
sertifikat jaminan fidusia memuat ketentuan kata-kata " DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Dengan kata-kata ini, maka
mempunyai kekuatan hukum seperti keputusan pengadilan.

Pasal 29 UUJF selebgkapnya menyatakan :

(1) Apabila debitur atau pembeli fidusia cedera janji, eksekusi terhadap
benda yang menjadi jaminan fidusia dapat di lakukan dengan cara:

4
Riduan Syahrani, 2006, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, P.T Alumni: Bandung, Hlm. 157
a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat (2) oleh penerimana fidusia.
b. Penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan
penerima fidusia sendiri melalui pelapangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya daru hasil penjualan
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
penberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana Dimaksud dalam ayat (1) huruf c


dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara
tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan.

Kemudian Pasal 31 UUJF menyatakan, bahwa apabila benda yang


menjadi obyek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang
dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat
tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang


menjadi obyek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dan pasal 11, batal demi hukum (pasal
32).

Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek


jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.

Apabila pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi


obuek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan penerima fidusia
berhak mengambil benda yang menjadi obyek jaminan fidusia teraebut, jika
perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwajib (pasal 30).

Namun, setiap janji yang memberi kewenangab kepada Penerima


fidusia untuk memiliki benda yang menjadi obyek jaminan fidusia apabila
Debitur cedera janji, batal demi hukum (Pasal 33)
Apabila hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima
fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada penerima fidusia.
Akan tetapi, apabila hasil eksekusi tidak mencukup untuk pelunasan utang,
debitur bertanggung jawab atas sisa uabg yabg belum terbayar (Pasal 34).5

pelaksanaan eksekusi yang dilakukan kreditur melalui jasa debt collector


kadangkala menimbulkan masalah baru antara kreditur dengan debitur. Hal ini
dikarenakan cara debt collector dalam mengeksekusi barang jaminan fidusia
dengan cara kekerasan, intimidasi bahkan dengan cara merampas barang
jaminan fidusia dijalan, hal inilah yang menimbulkan perlawanan dari pihak
debitur. Untuk itu, kepolisian mebuat keputusan melalui Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Indonesia Nomor 8 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi
Jaminan Fidusia.Eksekusi jaminan fidusia mempunyai kekuatan hukum mengikat
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,
sehingga memerlukan pengamanan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan Pengamanan Eksekusi adalah tindakan kepolisian dalam
rangka memberi pengamanan dan perlindungan terhadap pelaksana eksekusi,
pemohon eksekusi, termohon eksekusi (tereksekusi) pada saat eksekusi
dilaksanakan

J. SANKSI PIDANA PADA JAMINAN FIDUSIA


Perjanjian fidusia melibatkan beberapa pihak yang terkait dalam
pemenuhan hak dan kewajibannya. Tak jarang pihak kreditor mendapatkan
kerugian akibat pelanggaran perjanjian fidusia dan tidak
memberikan perlindungan hukum bagi pihak kreditor. Pentingnya
penerima fidusia wajib menerima sertifikat jaminan fidusia dan
tembusan diserahkan kepada debitor. Dengan adanya sertifikat jaminan
fidusia kreditor mempunyai hak untuk melakukan eksekusi terhadap
benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Penerima fidusia
mempunyai hak untuk menjual dan melelang benda yang dijadikan objek
jaminan fidusia. Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai jaminan,
kreditor wajib mengembalikan. Selain itu, dalam perjanjian biasanya
dituangkan bahwa pihak debitor dilarang untuk melakukan fidusia ulang
5
Riduan Syahrani, 2006, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, P.T Alumni: Bandung, hlm. 156
terhadap benda yang sudah menjadi objek jaminan yang sudah
didaftarkan. Debitor juga dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan,
menyewakan kepada pihak lain terhadap benda yang menjadi objek
jaminan fidusia yang sudah terdaftar kecuali ada satu perjanjian
tertulis dari penerima fidusia. Sedangkan di pihak debitor wajib
untuk menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dan
menerima kelebihan hasil eksekusi yang melebihi nilai
jaminan, apabila setelah pelaksanaan eksekusi tidak
mencukupi untuk pelunasan utang, pihak debitor tetap
bertanggungjawab atas hutang yang belum terbayar.

Pemerintah dalam upaya menanggulangi pelanggaran


dalam Jaminan Fidusia yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap
kreditor ini telah mengeluarkan suatu kebijakan hukum pidana dalam
bentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia memberikan perlindungan terhadap kreditor melalui Pasal 23
ayat (2) UUJF yang menyatakan:
“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau
menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan
fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia.”
Apabila ada yang melakukan pelanggaran terhadap pasal
tersebut maka perbuatan itu dikatakan sebagai suatu tindak pidana
yang akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam pasal 36
UUJF, yaitu:
“pemberi fidusiaa yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah)”.
Selain itu, UUJF juga memberikan perlindungan terhadap
kedua pihak melalui Pasal 35 UUJF yaitu apabila
salah satu pihak dengan sengaja memalsukan,
menghilangkan, mengubah dengan cara apapun memberikan
keterangan yang menyesatkan dan perbuatan tersebut diketahui
salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusia
maka akan dikenakan sanksi pidana, yaitu :
“setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah,
menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara
menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu
pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusia, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling sedikit Rp.10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta
rupiah)”
1. Perbuatan-Perbuatan yang Termasuk Tindak Pidana Dalam
Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No.42 Tahun 1999.
Perbuatan-perbuatan pidana menurut wujud atau sifatnya
adalah yang bertentangan dengan tata atau ketertiban yang
dikehendaki oleh hukum, perbuatan itu merugikan masyarakat
dalam arti bertentangan dan menghambat akan terlaksanannya tata
dalam pergaulan masyarakat yang baik dan adil. Perbuatan-
perbuatan pidana yang merugikan masyarakat itu menjadi anti-
sosial. Dengan demikian, konsepsi perbuatan pidana dapat
disamakan dan disesuaiakn dengan konsepsi perbuatan yang
pantang atau pamali yang telah dikenal sejak lama dalam
masyarakat Indonesia asli. Adapun perbuatan-perbuatan yang
termasuk dalam tindak pidana terhadap perjanjian Jaminan
Fidusia yaitu :
a. Pemberi fidusia (debitur) menggadaikan, mengalihkan atau
menyewakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin penerima fidusia
(kreditur).
Apabila Pemberi Fidusia terbukti melakukan perbuatan
yaitu menggadaikan, mengalihkan atau menyewakan obyek jaminan
fidusia tanpa persetujuan penerima fidusia, terhadap perbuatan
tersebut, Pasal 36 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah
mengatur ancaman pidana bagi debitur yang mengadaikan atau
mengalihakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin kreditur yaitu:
“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau
menyewakan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak Rp.50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah)”.
Ketentuan mengenai sanksi pidana dalam UU No.42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia yang terdapat dalam Pasal 36, menentukan
sebagai berikut:
 Pemberian fidusia yang mengalihkan, mengadaikan, atau
menyewakan benda yang menjadi objek fidusia sebagaimana dimaksud
dalam pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
 Pasal 23 ayat (2) isinya adalah larangan bagi pemberi
fidusia untuk mengalihkan, mengadaikan atau menyewakan kepada
pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak
merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari penerima fidusia.
Dari penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-
unsur yang berkaitan dan dapat menimbulkan dengan sanksi
pidana dalam pasal tersebut adalah :
1) Pemberi Fidusia Pasal 1 angka 5 UUJF mengatakan bahwa:
“pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi
pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia”. Menurut J
Satrio, yang dimaksud dengan korporasi dalam Pasal tersebut
adalah suatu badan hukum atau suatu badan yang sudah umum
diterima bisa mempunyai hak milik.
2) Mengalihkan, Menggadaikan atau Menyewakan
Bahwa ketentuan ini bersifat alternatif, dimana
dengan terpenuhinya salah satu perbuatan dalam unsur ini, maka
unsur ini dapat dikatakan telah terpenuhi. Unsur-unsur
perbuatan pidana yang diancam dalam ketentuan ini dapat
berupa :
a) Mengalihkan
Pengaturan mengenai pengalihan jaminan fidusia didapati pada
ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUJF sebagai berikut :
(1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia
mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban
Penerima Fidusia kepada kreditor baru.
(2) Beralihnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
Jadi, berdasarkan ketentuan tersebut setiap peralihan yang
tidak mendapatkan persetujuan dari penerima fidusia baik yang
dilakukan dengan akta otentik atau akta dibawah tangan,
dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Dalam penjelasan
Pasal 21 UUJF antara lain dinyatakan yang dimaksud dengan
“mengalihkan” antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam
rangka kegiatan usaha. Yang dimaksud dengan “setara” tidak hanya
nilainya tetapi juga jenisnya. Adapun beberapa pelanggaran pada
jaminan fidusia:
1. Pengambilan secara paksa oleh pihak kreditor
Pihak kreditor tidak berhak mengambil barang yang telah
dialihkan kepemilikannya baik secara sebagian maupun keseluruhan
kepada debitu selama debitur masih memenuhi tanggung jawabnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi, walaupun hutang belum
lunas, maka pihak kreditor atau pemberi dana tidak bisa begitu
saja mencabut begitu saja hak kepemilikan debitor selama debitor
misalnya, masih mencicil dengan teratur beserta bunga dan
dendanya. Melakukan tindakan ini dapat mengakibatkan sanksi hukum
sesuai dengan ketentuan UU No. 42 Thn 1999
2. Perjanjian hutang piutang mengatasnamakan pihak lain
Peminjaman yang dilakukan atas nama orang lain sebagai debitur
dengan cara memalsukan identitas tanpa sepengetahuan pihak
kreditor. Ini adalah kasus yang paling sering terjadi di
masyarakat luas yang juga termasuk tindak penipuan sehingga akan
terkena tindak pelanggaran pidana juga. Jadi pihak debitur
mengajukan permohonan pembiayaan kepada perusahaan leasing dan
dengan menggunakan nama orang lain. Jika terjadi kemacetan saat
pembayaran, maka pihak kreditur berhak mengajukan gugatan pidana
maupun perdata kepada pihak debitur dan juga pihak yang
meminjamkan namanya. Kasus ini diatur dalam pasal 35 UU nomer 42
tahun 1999 dan juga Pasal 378 KUHP.
3. Menggunakan barang yang bukan menjadi milik sah sebagai jaminan
Fidusia Menggadaikan atau menjual barang yang menjadi jaminan
Fidusia sebelum perjanjian berakhir. Pihak debitur hanya berhak
untuk menggunakan dan meminjamkan barang yang dijadikan jaminan
Fidusia. Misalnya, ada kasus mengenai penipuan dengan menggunakan
mobil yang dipinjam pada perusahaan rental mobil sebagai jaminan
gadai. Dalam kasus ini, mobil rental adalah jaminan Fidusia yang
tidak dapat digunakan sebagai jaminan perjanjian hutang piutang
lainnya. Baik pihak kreditor maupun pemilik rental berhak menutut
debitur secara hukum atas kasus penipuan dan juga pelanggaran UU
Fidusia. Untuk menjamin keabsahan hukum atas jaminan Fidusia,
barang tersebut harus terlebih dahulu didaftarkan ke Kantor
Pendaftaran Fidusia seperti yang diatur pada pasa 11 UU Fidusia.
Pihak penerima jaminan Fidusia akan mendaftarkan Sertifika Jaminan
Fidusia yang berkekuatan hukum karena sudah disahkan oleh badan
hukum yang berwenang (Notari, PPAT, dll). Dengan adanya sertifikat
ini sebagai bukti sah, pengurusah pelanggaran Fidusia akan jauh
lebih mudah dan legal. Tanpa adanya perjanjian yang sah, bisa jadi
pihak debitur maupun kreditor menyangkal perjanjian hutang piutang
sebelumnya pernah terjadi yang berakibat dengan batalnya
perjanjian Fidusia. Dalam kasus ini, maka status kepemilikan
barang bisa diakui oleh pihak yang membeli dan melunasi barang
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai