Anda di halaman 1dari 12

NAMA : TIARA UTAMI

NIM : 1173050125
KELAS : ILMU HUKUM/B/VI
MATA KULIAH : HUKUM PENANAMAN MODAL
DOSEN : Chalid Rasyid S.H
TUGAS RESUME

SEJARAH ARBITRASE INTERNASIONAL PUBLIK

A. PENDAHULUAN
Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa
yang telah dikenal belum lama ini dalam Hukum Internasional. Sarjana
Jerman Schlochhauer mendefinisikan arbitrase secara sempit
yaitu”Arbitration is the process of resolving dispute between state by means
of on arbitral tribunal appointed by the parties”. Menurut Komisi Hukum
Internasional adalah “A procedure the law settlement of dispute between state
by binding award on the basic of law and as as result of an undertaking
voluntarily accepted.”
Menurut Huala Adolf badan arbitrase internasional public adalah suatu
alternative penyelesaian sengketa melalui para pihak ketiga(badan arbitrase)
yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela untuk
memutus sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannay bersifat final
dan mengikat.
Penyelesaian melalui arbitrase ditempuh melalui beberapa cara, yaitu
penyelesaian oleh seorang arbiter secara terlembaga atau kepada satu badan
arbitrase ad hoc (sementara). Arbitrator tterlembaga adalah badan arbitrase
yang sudah berdiri sebelumua dan memiliki hukum acaranya seperti The
Permanent Court of Arbiteration (PCA) di Den Hag.
Badan arbitrase akan berfungsi apabila para pihak sepakat untuk
menyerahkan sengketa kepadanya. Kesepakatan merupakan syarat terpenting
antar para pihak/negara-negara yang bersengketa. Baik ketika sengketa itu
sendiri belum atau telah lahir. Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase
memiliki beberapa unsur positif, yaitu;
1. Para pihak memiliki kebebasam dalam memilih hakimnya baik
secara langsung maupun tidak langsung swngan bantuan pihak ke-
3 misalnya pengadilan internasional kemudian menunjuk arbitrator
salah sau atau kedua belah pihak
2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan kredibilitas.
Misalnya meetapkan hukum acara dan hukum yang diterapkan
pada pokok sengketa hll
3. Sifat dari putisan arbitrase final dan mengikay.
4. Persidangan arbitrase dimungkinkan untuk dilaksanakan secara
rahasia apanila para pihak menginginkannya. Contoh dalam kasus
Rainbow Warriors Arbitration dan kasus Anglo-French
Continental Shelf dimana persidangan arbitrase dibuat secara
rahasia dengan argument atau pendapat secara lisan dan tertutup
5. Para pihak sendiri yang menentukan tujuan atau tugas badan
arbitrase
Di samping unsur-unsur positif, badan arbitrase internasional
public memiliki kelemahan kekurangan sebagai berikut;
1. Negara masih enggan memberikan komitmennya untuk
menyerahkan sengketanya kepada badan-padan pengadilan
internasional termasun badan arbitrase internasional.
2. Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak menjamin
bahwa putusannya mengikat. Hukum internasipnal tidak
menjamin pihak yang kalah atau tidak puas dengan putusan
yang dikeluarkan akan melaksanakan putusan tersebut.
Sumber hukum internasional mengenai penggunaan arbitrase
antara lain dapat ditemukan dalam beberapa instrument hukum
sebgai berikut:
a. The Hague Convention for The Pasific Settlement of
International Dispute tahun 1899 dan 1907
b. Pasal 13 Covenant of The League of Nations
c. The Genaral Act for The Settlement of International
Dispute pada tanggal 26 September 1928
d. Pasal 33 Piagan PBB
e. The United Model Nations on Arbitration yang disahkan
oleh Resolusi Majelis Umum PBB 1962
B. PERKEMBANGAN ARBITRASE
Penggunaan arbitrase telah ada di zaman kerajaan Yunani untuk
menyelesiakan sengketa diantara negara-negara kota. Charles rousseau
berpendapat, praktik arbitrase telah dikenal luas pada saat abad pertengahan.
Negara-negara dahulu sudah mencantumkan klausul acta compromise
(perjanjian menyerahkan sengketa kepada badan arbitrase). Perkembangan
arbitrase dalam arti modern terbagi dalam 2(dua) tahap perkembangan
penting:
1. Ditandatanganinya Berbagai Perjanjian Bilateral
Tahap ini diawali oleh kebijakan negara-negara yang
mendatangani berbagai perjanjian bilateral yang berisi tentang
kesepakatan para pihak untyk menyerahkan sengketa mereka
kepada badan arbitrase. Dalam perjanjian tersebut mengecualikan
sengketa yang mempengaruhi kepentingan Vital Para Pihak.
Perjanjian Bilateral pertama kalinya tertuang daloam
Perjanjian Jay (Jay Treaty) tahun 1974 antara Amerika Serikat
dan Inggris. Dalam perjanjian tersebut membentuk komisi
bersama yang terdiri dari 3 orang anggota. Dua anggota dipilih
oleh para pihak yang bersengketa. Anggota ketiga sebaai ketua
diangkat oleh dua anggota arbitrator yang sebelumnya dipilih
para pihak.
Tugas komisi pada saat itu:
a. Menetapkan batas-batas sungai saint choice,dan;
b. Menyelesaikan tuntutan-tuntutan warga negara dari
keduanegara
Melalui Perjanjian Jay prosedur beracara melalui
arbitrase banyak diikuti oleh masyarakat internasional, badan
arbitrase tersebut mengeluarkan lebih 500 putrusan.
Perkembangnya 3 komisi puncaknya terjadi pada tahun 1872
dengan munculnya sengketa The Alabama Claims Arbitration.
Pada sengketa ini berdasarkan ketentuan The Treaty of
Washington tahun 1871.
The Alabama Claims Arbitration adalah sengketa
mengenai tuduhan pelanggaran pemerintah Inggris sebagai
pihak yang netral selama berlangsungnya perang sipil di AS.
Pokok tuduhannya yaitu Inggris telah mengizinkan
dibangunnya kapal Alabama dan kapal pendukung Georgia di
wilayahnya. Kapal-kapal itu digunakan membantu pasukan
selatan melawan pasukan utara pada perang sipil AS.
Dengketa ini sangat penting dalam studi hukum
internasional public karena prosedur tata cara yang ditempuh
para pihak dalam mendirikan badan arbitrase guna
menyelesaikan sengketa. Arbitrator terdiri dari 2 orang yang
dipilih para pihak. 2 orang yang terpilih menunjuk 1 anggota
sebagai ketua.prosedur tersebut yang sekarang dikenal dalam
beracara melalui arbitrase dengan mengambil hukum acara
menurut hukum comman law. Dalam kasus tersebut
diperbolehkan para arbitrator berpendapat, putusan arbitrase
baik putusan yang disetujui ataupun yang ditentang. Posedur
tesebut merupakan pola yang dipraktikan oleh Mahkamah
Permanen Internasional dan kemudian oleh Mahkamah
Internasional.
2. Lahirnya Permanent Court of Arbitration
Perkembangan penggunaan arbitrase ditandai dengan
diselenggarakannya Konferensi Perdamaian Den Haag I tahun
1899 dengan 68 negara meratifikasi dihadiri 26 negara dan
Konferensi Den Haag II tahun 1907 dengan 64 negara meratifikasi
dihadiri 44 negara. Indonesia hingga kini belum atau tidak
meratifikasi kedua konvensi tersebut.
Diselenggarakannya konferensi berupaya untuk
mengkodifikasi ketentuan hukum internasional yang ada mengenai
arbitrase. Kedua konferensi menghasilkan dan mengesahkan The
Convention for The Pasific Settlement of International Disputes
tanggal 29 Juli 1899 dan tanggal 18 oktober 1907. Salah satu hasil
terpenting daro konferensi Den Haag adalah didirikannya The
Permanent Court of Arbitration (PCA). PCA berkeduduikan di
Gedung Peace Palace, Den Haag Belanda merupakan badan
peradilan arbitrase pertama yang menyelesaikan sengketa antar
negara.
Kedua, lahirnya The Permanent Court of International Justice
(PCIJ) atau Mahkamah Permanen Internasional oleh PBB.
Namun dalm perkembangannya PCA ini kurang popular hanya
menangani 20 kasus karena badan arbitrase bukan badan
peradilan . sehingga pCA melakukan pembaharuan, termasuk
pembaharuan terhadap aturan-aturan hukum teng subjek hukum
dan sengketa apa saja yang dapat diserahkan kepada badan ini.
PCA juga memberikan berbagai jasa penyelesaian sengketa
internasional dinluar arbitrase. Ia berwemamg memberi jasa
penyelesaian secara konsiliasi, fact finding, commission atau
inquiry (komisi penyelidik), jasa baik, atau mediasi.
Untuk proses arbitrase, PCA menerapkan The 1976
UNCITRAL Arbitration Rules. Sedangkan untuk proses konsiliasi
PCA menerapakan The 1980 UNITCTRAL Conciliation Rules.
Dari tahun 1899 hinggan 2004 terdapat 97 negara yang
meratifikasi. Fakta tersebut, menunjukan bahwa PCA telah
mendapat sambutan cukup besar dri masyarakat internasional.
PCA memiliki 1 panel arbitrator yang disebut Member of The
Court. Badan ini terdiri 260 arbitrator. Mereka adalah para ahli
hukum terkemuka yang berasal dari negara-negara anggota
konvensi Denn Haag. Nama-nama mereka diterbitkan setiap tahun
dalam laporan tahunan Dewan Administratif Arbitrase (The
Annual Report of The Administratuve Council)
Badan ini uga memiliki suatu Biro yang dipimpin oleh
sekretaris jenderal. Yang berfungsi sebagai saluran informasi di
antara negara-negara anggota konvensi dan mengurus kearsifan
badan arbitrase.
Masalah-masalah mengenai kebijakan badan arbitrase diputus
oleh badan kelengkapan yang disebut The Administrative Council.
Badan ini ini terdiri dari perwakilan diplomatic negara-negara
peserta konvensi yang ditempatkan di Belanda.
C. PERJANJAN/KLAUSUL ARBITRASE
Apabila para pihak menyerahkan sengketanya kepada badan arbitrase
para pihak harus sepakat maka perjanjian(klausul) penyerahan sengketa harus
dibuat. Perjanjian tersebut merupakan dasar hukum bagi yuridiksi badan
arbitrase guna menerima dan menyelesaikan sengketa. Dalam studi hukum
internasional perjanjian tersebut tunduk pada prinsip-prinsip dan aturan-aturan
hukum perjanjian internasional (Kovensi Wina tahun 1969 mengenai Hukum
Perjanjian).
Perjanjian Arbitrase dibagi dalam dua golongan. Pertama, klausul
arbitrase yang menunjuk kepada badan arbitrase yang sudah terlembaga.
Kedua, klausul arbitrase yang sifatnya khusus dan umum. Klausul khusus
adakah klausul yang menyatakan bahwa suatu sengketa tertentu yang timbul
dari suatu perjanjian akan diserahkan kepada badan arbitrase.
Sedangkan`klausul umum adalah klausul yang biasanya berkaitan dengan
semua sengketa yang timbul di antara para pihak atau mengenai penafsiran
dan pelaksanaan (perjanjian) yang berlaku di antara mereka.
Perjanjian arbitrase(kompromis) seyogyanya memuat aturan-aturan
berarbitrase dalam pasal 2 The United Nations Model, yaitu memuat:
a. Badan arbitrase yang akan menyelesaikan sengketa;
b. Syarat-starat dan jumlah arbitrator;
c. Masalah-masalah atau pokok sengketa yang akan diselesaikan
d. Hukum yang akan diterapkan oleh badan arbitrase;
e. Tempat dilangsungkannya persidangan arbitrase
f. Bahasan yang diguakan;
g. Ongkos atau biaya arbitrase;
h. Jangka waktu putusan yang akan dikeluarkan, dll
Salah satu contoh penyerahan sengketa menggunakan perjanjian
khusus (acta comparis) adalah perjanjian antara Amerika Serikat
dengan Ratu Belanda mengenai sengketa kedaulatan atas Pulau
Palmas (Miangas). Kesepakatan kedua negara menyerahkan kepada
peradilan arbitrase permanen di Den Haag. Kasus ini merupakan kasus
terpenting. Hakim tunggalnya Max Huber sarjana hukum Internasional
terkemuka kebangsaan Swiss yang putusan dan argument hukumnya
banyak dikutip dalam literature hukum internasuonal terutama dalam
pembahasan mengenai konsep dan prinsip kedaulatan negara
(territorial sovereignty).
Kasus tersebut memberikan sumbangan penting bagi
perkembangan dan studi arbitrase internasional. Proses dan metode
pembentukan badan arbitrase menjadi acuan pokok dalam proses
arbitrase modern dewasa ini.kasus ini juga disebut sebagai The Award
of the Century.
Model klausul arbitrase yang diperkenalkan oleh The Huge
Convention memberikan klaususl arbitrase yang didalamnya
tersangkut organisasi internasional dan negara. Klausul ini sifatnya
tidak tetap bisa diubah dan ditambah sesuai dengan kesepakatan para
pihak. Klausul tersebut adalah;
a. Untuk sengketa yang akan datang (acta comporis);
b. Untuk sengketa yang telah timbul (pactum de comprpmittendo)
D. KOMPETENSI/YURIDIKSI ARBITRASE
Penunjukan dan kompetensi arbitrase dituangkan dalam akta
kompromi dan kesepakatan atas perjanjian para pihak yang ditentukan
kemudian. Kesepakatan para pihak lah yang akan menentukan komoetensi
atau yuridikasi badan peradilan arbitrase.
The United Nations Model on Arbitral Prosedur mengusulkan negara-
negara untuk menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah Internasional atau
ke The Permanent Court of Arbitartion (Pasal 3 ayat (1)) yang menyatakan
apabila para pihak telah menunjukan suatu badan peradilan, apakah
Mahkamah Internasional atau arbitrase maka badan peradilan yang disebut
itulah yang memiliki kompetensi untuk menangani dan memutuskan sengketa.
E. PUTUSAN ARBITRASE
Putusan arbitrase sifatnya final dan mengikat para pihak. Namun, dalam
hal-hal kusus, upaya banding terhadap putusan arbitrase kepada Mahkamah
Internasional masih dimungkinkan. Misalnya dalam sengketa Guinea-Bissau
vs Senegal (1991). Dasar-dasar atau alasan-alasan memungkinkan adanya
upaya banding, yaitu:
1. Excess de puvior, manakal badan arbitrase telah melampaui
wewenangnya.
2. Tidak tercapainya putusan secara mayoritas, yang berakibat tidak adanya
kekuatan hukum pada putusan yang dikeluarkannya
3. Tidak cukupnya alasan-alasan bagi putusan yang dikeluarkan.
Dalam hal ditemukan satu atau lebih alasan-alasan di atas, suatu putusan
arbitrase menjadi batal. Karenanya putusan menjadi tidak mempunyai
kekuatan hukum sama sekali terhadap para pihak.
F. PARA PIHAK
Para pihak dalam peradilan arbitrase internasional public yaitu negara,
organisasi internasional dan orang perorangan (termasuk perusahaan). Salah
satu contoh kasus terkenal The Iran-United States Claims Tribunal
berkedudukan di Den Haag.
Mahkamah terdiri dari 9 arbitrator, tiga dipilih Iranm tiga oleh
Amerika Serikat dan tiga lainnya oleh enam anggota terpilih.acuan
mengacukepada arbitrase UNITRAL (United Nations Commisision on
Internasional Trade Law) tahun 1976. Apabila para pihak gagal dalam
memilih arbitratornya maka sekretaris Jendral Mahkamah Arbitrase Permanen
Den Haag akan mengangkat seorang pejabat petunjuk yang mampu
menggunakan kebijaksanaannya menunjuk para arbitrator.
G. JUMLAH DAN KUALIFIKASI ARBITRATOR
Para pihak memiliki kebebasan penuh dalam menentukan komposisi
dan ketentuan peradilan arbitrase, penyerahm penentuanm dan pengaturan
mengenai badan arbitrase melalui kesepakatan para pihak termasuk
persyaratan-persyaratan mengenai arbitrator. Hal tersebut dinyatakan dengan
tedas dalam Konvensi Den Hass 1907 Pasal 37.
Umumnya jumlahnya lebih dari 1 orang. Mereka dipilih berdasarkan
kesepakatan para pihak. Biasanya berjumlah ganjil`, tiga atau lima orang. The
Jay Treaty mensyaratkan tiga orang anggota. The General Act 1928
mensyaratkan lima orang. The Hague Convention 1899 dan The Hague
Convention 1907 mensyaratkan lima orang. Biasanya badan arbitrase
memiliki daftar nama-nama orang yang telah memenuhi kualifikasi sebagai
arbitrator. Dari daftar tersebut para pihak dapat memilih mereka seseuai
dengan pilihannya.
Apabila para pihak gagal menentukan arbitrator dalam waktu 3 bulan
maka The United Nations Model akan mempercayakan penentuan arbitrator
kepada Presiden Mahkamah Internasional.
H. HUKUM YANG BERLAKU
Menurut ketentuan yang berlaku, para pihaklah yang menentukan
hukum yang akan diterapkan oleh arbitrator. Para arbitrator juga
diperbolehkan menerapkan perinsip ex aequo et bono (kepatutan dan
kelayakan) sepanjang para pihak sepakat dalam perjanjian.
Dalam hasil penagamatan Gray dan Kingsbruy menunjukan bahwa
setelah Perang Dunia II, badan arbitrase cenderung akan menerapkan hukum
internasional apabila para pihak tidak menentukan hukum yang akan
diterapkan hukum yang berlaku. Sehingga apabila para pihak tidak
mencantumkan dalam perjanjian maka badan arbitase menerapkan hukum
internasional karena badan arbitase Internasional maka cenderung
menerapkan aturan-aturan hukum internasional.
I. HUKUM ACARA
Hukum acra yang akan berlaku dalam persidangan sepenuhnya
bergantung pada kesepakatan para pihak yang digunakan dalam perjanjian.
Berdasrkan pengamatan Camara, pada umumnya unsur-unsur hukum
acara dilakukan sebagai berikut;
1. Acara persidangan dilakukan melalui dua tahap; tertulis dan lisan
2. Dokumen-dokumen diserahkan sebelum persidangan secara
tertulis dan tertutup
3. Peradilan arbitrase diberi wewenang untuk memanggil saksi-saksi
yang meminta bantuan para ahli
4. Peradilan arbitrase memutus setiap tuntutan yang berkaitan dengan
pokok perkara
5. Peradilan arbitrase dapat memberikan tindakan perlindungan
sementara
6. Apabila salah satu pihak tidak hadir dalam persidangan, peradilan
arbitrase dapat memutus perkara untuk kepentingan pihak lainnya
apabila tuntutan memiliki landasan hukum yang kuat
7. Persidangan sifatnya rahasia
J. PERANAN ARBITRASE TIDAK BERKURANG
Arbitrase mengali puncak kejayannya di akhir abad ke-19 dan
memasuki abad ke -20, perhatian negara-negara terhadap badan ini ternyata
tidak berkurang. Namun dalam perkembangan awalnya, perkembangan badan
ini sempat agak pasif. Hal ini sebagian besar disebabkan pecahnya Perang
Dunia I dan khusunya perang di Eropa antara tahun 1914-1918. Perang itu
serta merta membuyarkan aspirasi negara-negara, baik terhadap konvensi
Hague maupun pemanfaatan arbitrse.

Anda mungkin juga menyukai