Anda di halaman 1dari 21

PEMANFAATAN TANAH NEGARA UNTUK PEMBANGUNAN

RUMAH SUSUN DALAM RANGKA MEMEPERBAIKI


KUALITAS TEMPAT TINGGAL MASYARAKAT

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Agrariai

yang diampu oleh:

Fikri Habibi, S,H., M,H

Oleh:

Ilmu Hukum-C/SMT-IV

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT. Karena rahmat dan
hidayah-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan, dalam
makalah ini penulis akan membahas mengenai “PROSES PUTUSAN VERSTEK DI
PENGADILAN AGAMA”.

Dan kami berterima kasih kepada Bapak Fikri Habibi, S.H., M.H Sebagai
dosen mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama yang telah mengajarkan banyak
tentang hukum secara mendalam dan membimbing kami dalam menyelesaikan
makalah ini, terima kasih pula kepada teman-teman atas kerja samanya yang telah
memberikan informasi dan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini.

Terimakasih juga kepada orang tua kami yang senantiasa selalu mendoakan
dan mendukung kami dalam menuntut ilmu di Unniversitas Islam Sunan Gunung
Djati Bandung.

Kami berharap berharap semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi


kami selaku penyusun dan umumnya bagi para pembaca makalah ini, dan dalam
pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dari segi
penulisan maupun segi materi, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya sangat
membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................4
D. Manfaat Penulisan.................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................5

A. Syarat dan Penerapan Putusan Verstek.................................................................5


1. Syarat Putusan Verstek....................................................................................5
2. Penerapan Putusan Verstek...........................................................................10
B. Proses Pemeriksaan Putusan Verstek..................................................................13
C. Bentuk-Bentk Putusan Verstek............................................................................17
D. Upaya Hukum Terhadap Putusan Verstek...........................................................19

BAB III PENUTUP.......................................................................................................23

A. Simpulan..............................................................................................................23
B. Saran....................................................................................................................24

DAFTAR PUSTKA.......................................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan perumahan merupakan hal mendasar yang menjadi
kebutuhan masyarakat. Tanpa perumahan, masyarakat tidak akan bisa hidup
dengan sejahtera. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan perumahan bagi masyarakat. Akan tetapi pembangunan perumahan
terkesan kurang memperhatikan kenyamanan maupun keamanan bagi
penghuninya. Dengan semakin mahalnya harga tanah dan sempitnya lokasi
untuk membangun perumahan baru, maka pembangunan perumahan ke atas
lebih menguntungkan dalam banyak hal dibandingkan pembangunan
perumahan ke samping. Pembangunan perumahan memang menjadi dasar
kebutuhan masyarakat dan tuntutan pemerintah (daerah atau pusat) untuk
memenuhinya. Akan tetapi apabila pembangunan perumahan hanya
berdasarkan target penyelesaian tanpa memperhitungkan faktor lain,
pembangunan tersebut akan lebih bernuansa pemborosan daripada memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam jangka panjang.
Menyikapi perkembangan yang terdapat di kota-kota besar, khususnya
kebutuhan perumahan dan pemukiman yang sangat terbatas pada satu sisi, dan
pada sisi lain kosentrasi penduduk yang setiap hari semakin bertambah ke
kota. Di samping itu, persediaan tanah di kota yang semakin sempit, akibat
terjadinya penumpukan tanah-tanah pada orang-orang tertentu sehingga
masyarakat tidak memiliki tanah yang memadai untuk membangun
perumahan dan pemukiman.1

1
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: SInar Grafika, 2018) hlm. 242

1
Aspek Perumahan dan pemukiman menjadi suatu hal yang dominan
dalam perkembangan kota, Pertumbuhan penduduk dan permukiman
merupakan dua hal yang saling berkaitan, pertumbuhan jumlah penduduk
pasti mempengaruhi kebutuhan rumah sebagai tempat tinggal. maka
pembangunan rumah susun merupakan suatu respon serta solusi terhadap
kebutuhan hunian bagi masyarakat pada lahan yang makin terbatas. Rumah
susun bisa menjadi alternatif pilihan untuk penyediaan tempat tinggal yang
ideal bagi negara-negara berkembang. Pembangunan rumah susun merupakan
salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan
pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus
meningkat,karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan
tanah,membuat ruang ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat di
gunakan sebagai suatu cara peremajaan kota bagi daerah yang
kumuh,pemerintah menganggap perlu untuk mengembangkan konsep
pembangunan perumahan yang dapat di huni bersama dalam suatu gedung
bertingkat.2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemanfaatan Pengelolaan Tanah Negara Untuk membangun
Rumah Susun Saat Ini?
2. Apakah Dalam pembangunan Rumah Susun Dapat Memberikan Solusi
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah?
3. Bagaimana Manfaat dan Dampak Dari Pembangunan Rumah Susun
terhadap Kehidupan Penduduk?

2
Adrian Sutedi,Hukum Rumah Susun & Apartemen, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm.184

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pemanfaatan Pengelolaaan Tanah Negara Untuk
Pembangunan Rumah Susun.
2. Untuk Mengetahui Pembangunan Rumah Susun Dapat Memberikan
Solusi Bagu Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
3. Untuk Mengetahui Manfaat dan Dampak Dari Pembangunan Rumah
Susun Terhadap kedihupan Penduduk.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
1) Untuk menambah wawasan kepada penulis dan para pembaca.
2) Untuk menambah ilmu pengetahuan perihal pemanfaatan tanah negara
untuk membangun rumah susun dalam rangka memperbaiki kualitas
hidup masyarakat.
2. Bagi Dosen
1) Untuk memberikan penilaian kepada mahasiswa
2) Untuk menambah wawasan dan referensi.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Penguasaan Tanah Negara


Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara.
Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain di atas tanah tersebut. Tanah
tersebut disebut juga tanah negara bebas. Penggunaan istilah tanah negara
bermula pada jaman Hindia Belanda. Sesuai dengan konsep hubungan antara
Pemerintah Hindia Belanda dengan tanah yang berupa hubungan kepemilikan
dengan suatu pernyataan yang dikenal dengan nama Domein Verklaring yang
menyatakan bahea semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan
sebagai hak Eigendom adalah Domein atau milik negara.
Dengan demikian yang disebut dengan tanah negara adalah tanah-
tanah yang dilekati dengan suatu hak yakni hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara, hak pengelolaan serta tanah
ulayat dan tanah wakaf. Adapun ruang lingkup tanah Negara, meliputi:
a. Tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya.
b. Tanah-tanah hak yang berakhir jangka waktunya dan tidak
diperpanjang lagi.
c. Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli
waris.
d. Tanah-tanah yang ditelantarkan.
e. Tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan umum.
Menurut UUPA, seluruh tanah di Wilayah Negara Indonesia adalah
dikuasai oleh Negara. Apabila diatas tanah itu tidak ada hak pihak tertentu
maka tanah tersebut merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara
dan apabila diatas tanah tersebut terdapat hak pihak tertentu tanah tersebut
Merupakan tanah hak. Tanah hak merupakan tanah yang dikuasai oleh Negara

4
tetapi penguasaan tanahnya tidak langsung sebab ada pihak tertentu yang
menguasai diatas tanah tersebut. Apabila hak pihak tertentu tersebut dihapus
maka tanah yang bersangkutan menjadi tanah yang langusng dikuasai oleh
Negara.
Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 mengamanatkan kepada negara
untuk melakukan penguasaan atas bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 ini merupakan
tonggak politik hukum pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Pengertian
penguasaan terhadap sumber daya alam ini kemudian dikembangkan oleh
Soepomo sebagaimana dikutip dalam pertimbangan Putusan MK Nomor
001/PUU-II/2003, 021/ PUU-II/2003, dan 022/PUU-II/2003 (Putusan MK)
yang menguji Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan menyatakan bahwa frasa “dikuasai oleh negera” memberi
pengertian untuk mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk
memperbaiki dan mempertimbangkan produksi sumber daya alam tersebut.
Selain itu, pengertian “dikuasai oleh negara” juga dikemukakan oleh
Mohammad Hatta yang merumuskan bahwa pengertian “dikuasai oleh
negara” bahwa negara tidak menjadi pengusaha atau usahawan, akan tetapi
lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat
peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan tersebut juga melarang
adanya pemanfaatan orang yang lemah oleh orang yang mempunyai modal.
Kemudian Bagir Manan merumuskan cakupan pengertian “dikuasai
oleh negara” atau hak penguasaan negara, sebagai berikut:
1. Penguasaan semacam pemilikan oleh negara, artinya negara
melalui Pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang
untuk menentukan hak wewenang atasnya, termasuk di sini bumi,
air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya;
2. Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan; dan

5
3. Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk
usaha-usaha tertentu.
B. Rumah Susun
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Pasal 1 Rumah susun adalah
bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan dan
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan yang masing-
masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian
yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan
Pemukiman Pasal 5 Ayat (1) Setiap warga Negara mempunyai hak untuk
menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah rumah yang layak
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur
Undang –Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun Pasal
19 Ayat (1)Penjelasan Penghuni satuan rumah susun tidak dapat
menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan
bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Untuk menjamin
ketertiban, kegotong-royongan dan keselarasan sesuai dengan kepribadian
Indonesia dalam mengelola bagian bersama, benda bersama, tanah bersama,
maka dibentuk perhimpunan penghuni yang mengatur dan mengurus
kepentingan bersama
C. Pembangunan Rumah Susun
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan bahwa Untuk
mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat,
khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan
perumahan sebagaimana diamanatkan Garis-Garis Besar Haluan Negara,
diperlukan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumahan yang layak,

6
dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat teritama golongan
masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun
menyatakan bahwa kebijaksanaan untuk pembangunan rumah susun:
a. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan
terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan
berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna
membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya.
b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatanruang dan
tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan
perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap
serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan
permukiman kumuh.
d. Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi,
seimbang, efisien, dan produktif.
e. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang
kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan
tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang
layak, terutama bagi Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang
pembangunan rumah susun.
g. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan
terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat,
aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola
perumahan dan permukiman yang terpadu.
h. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian,
pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

7
Arie S. Hutagalung, arah kebijaksanaan rumah susun sebagaimana
tercantum dalam UURS berisi 3 (tiga) pokok, yaitu sebagai berikut :
1. Konsep tata ruang dan pembangunan perkotaan dengan
mendayagunakan tanah secara optimal dan mewujudkan
pemukiman dengan kepadatan tinggi.
2. Konsep pengembangan hukum dengan menciptakan hak
kebendaan baru, yaitu SRS yang dapat dimiliki secara
perseorangan dengan pemilikan bersama atas benda, bagian dan
tanah menciptakan hukum baru yaitu perhimpunan penghuni, yag
dengan Anggaran Dasar dan anggaran Rumah Tangganya dapat
bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik SRS.
3. Konsep pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha, dengan
dimungkinkan kredit kontruksi dengan pembebanan hipotik atau
fidusia atas tanah beserta gedung yang masih akan dibangun.

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pemanfaatan Pengelolaan Tanah Negara Untuk Pembangunan Rumah


Susun Sebagai Hunian
Hak atas tanah merupakan hak yang memberikan wewenang untuk
memakai tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum. Pada
prinsipnya tujuan pemakaian tanah adalah untuk memenuhi dua jenis
kebutuhan yaitu untuk diusahakan dan untuk membangun sesuatu.1 UU No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) mengenal
beberapa hak atas tanah yang antara lain meliputi: Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Dalam perkembangan hukum
tanah nasional dikenal pula Hak Pengelolaan
Pengelolaan dilakukan baik secara langsung oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah maupun oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Selain itu, pengelolaan dapat juga
dilakukan dalam bentuk kepemilikan saham pemerintah pada badan usaha
swasta. Pada BUMN/BUMD, pemerintah haruslah menjadi pemegang saham
mayoritas. Pelaksanaan kewenangan untuk melakukan mengatur, mengelola
dan mengawasi pertanahan ini kemudian dilimpahkan kepada Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah yang dilakukan oleh lembaga yang melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang pertanahan yaitu Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Isi dan sifat Hak Pengelolaan lebih mengarah kepada kewenangan
yang bersifat publik seperti Hak Menguasai Negara. Berkaitan dengan Hak
Pengelolaan yang bersifat publik, Boedi Harsono mengatakan bahwa Hak
Pengelolaan pada dasarnya bukan hak atas tanah melainkan merupakan
“gempilan” dari Hak Menguasai Negara. Penggunaan istilah “gempilan”

9
didasarkan pada ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah
yang menentukan Hak Pengelolaan sebagai Hak Menguasai Negara yang
sebagian kewenangannya dilimpahkan kepada pemegangnya. Hak
Pengelolaan diberikan dengan tujuan bahwa tanah tersebut disediakan untuk
penggunaan pihak-pihak lain yang memerlukan. Dalam penyediaan dan
pemberian tanah itu, pemegang Hak Pengelolaan diberikan kewenangan untuk
melakukan kegiatan yang merupakan bagian dari kewenangan negara yang
diatur dalam Pasal 2 UUPA.
Dengan demikian pengertian Hak Pengelolaan adalah hak penguasaan
atas tanah negara dengan maksud untuk digunakan sendiri oleh pemegang
haknya dengan wewenang untuk:
a) merencanakan peruntukan dan penggunaan hak atas tanah tersebut;
b) menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya; dan
c) menyerahkan bagian tanah tersebut untuk pihak ketiga dengan Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai,
yang pemberian hak atas bagian-bagian tanah tersebut tetap
dilakukan oleh pejabat yang berwenang.6 Pihak ketiga yang
dimaksud adalah pihak di luar pemberi Hak Pengelolaan (negara)
Rumah susun dibangun sebagai upaya Pemerintah guna memenuhi
masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat.
Selain itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternative pemecahan
masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di wilayah-wilayah kota-
kota besar di negara berkembang, seperti Indonesia yang sangat padat
penduduknya akibat urbanisasi, misalnya yang terjadi di Jakarta, Bandung,
Surabaya, Semarang, dan Medan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun telah
memperkenalkan suatu lembaga pemilikan baru sebagai suatu hak kebendaan,

10
yaitu Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) yang terdiri dari hak
perorangan unit satuan rumah susun (SRS) dan bersama atas tanah, benda, dan
bagian bersama yang kesemuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan satuan-satuan yang bersangkutan.
Dengan adanya hak bersama atas tanah dalam kepemilikan SRS, hal
itu menimbulkan permasalahan hukum. Pemberian hak kepemilikan SRS
kepada para penghuni menjadi tidak konsisten dengan asas pemisahan
horizontal yang dianutoleh hukum tanah Indonesia yang bersumber kepada
Hukum Adat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 UUPA. Hukum tanah di
Indonesia menganut asas pemisahan horizontal karena memakai dasar Hukum
Adat.
Menurut Pasal 7 ayat (1) UURS Nomor 16 Tahun 1985, rumah susun
hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai
atas tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Selanjutnya menurut Pasal 7 ayat (2) UURS Nomor
16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan yang
membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan
wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum
menjual satuan rumah susun yang bersangkutan.
Salah satu aspek yang penting dalam hukum tanah menurut UUPA
adalah hubungan antara tanah dengan benda yang melekat padanya. Kepastian
akan kedudukan hukum dari benda yang melekat pada tanah itu sangat
penting karena menyangkut pengaruh yang sangat luas terhadap segala
hubungan hukum yang berkenaan dengan tanah dan benda yang melekat
padanya. Sedangkan konsep kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah
susun tidaklah sepenuhnya menganut asas pemisahan horizontal karena
kepemilikan atas tanah pada satuan rumah susun merupakan kepemilikan
bersama dari seluruh pemegang hak milik atas satuan bangunan rumah susun,

11
bukan merupakan kepemilikan perorangan sebagaimana yang dianut dalam
asas pemisahan horizontal dalam UUPA tersebut.
Menurut Pasal 8 ayat (1) UURS Nomor 16 Tahun 1985, satuan rumah
susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanah. Pasal 8 ayat (2) UURS Nomor 16 Tahun
1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas
satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Pasal 8 ayat (3) UURS Nomor
16 Tahun 1985 menegaskan bahwa hak milik atas satuan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi juga hak atas bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama, yang semuanya menyatakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Pasal 8 ayat (4)
UURS Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan hak atas bagian bersama, benda
bersama dan hak atas tanah bersama didasarkan atas luas atau nilai satuan
rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh
pemiliknya yang pertama.
Macam-macam rumah susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu
sebagai berikut:
1. Rumah susun sederhana (Rusuna), yang pada umumnya dihuni
oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau
disewakan oleh Perumnas (BUMN).
2. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau
disewakan oleh perumnas/Pengembang Swasta kepada Masyarakat
konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen Taman
Rusuna Said, Jakarta Selatan.
3. Rumah Susun Mewah (Apartemen/Condominium), selain dijual
kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang
asing atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya,
Apartemen Casablanca, Jakarta.

12
Semua pembangunan rumah susun, apartemen, condominium, tersebut
di atas, termasuk flat, town house (pembangunan secara vertikal) semuanya
mengacu kepada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah
Susun sebagai dasar hukum pengaturannya. Hal ini disebabkan dalam bahasa
hukum semuanya disebut rumah susun dan saat ini belum ada ketentuan yang
secara khusus mengatur tentang apartemen dan condominium. Di samping itu,
rusun, apartemen, dan condominium memiliki kesamaan dalam fungsi dan
pendefinisian hak dan kewajiban pemilik unitnya dalam kerangka strata title
sehingga saat ini semuanya menggunakan UU rusun sebagai acuan.
Perbedaan utama dari ketiganya adalah dari segi kelas atau tingkat
kemewahan antara lain dalam aspek luas ruang-ruang di dalam unit, bahan
banguna yang digunakan, jenis dan kecanggihan fasilitas (bagian bersama dan
benda bersama) yang tersedia yang semuanya akan mempengaruhi harga jual
dan otomatis juga menentukan segmentasi dari pembeli unit property tersebut.
Dalam Pasal 5 (2) UURS disebutkan bahwa pembangunan rumah
susun dapat diselenggarakan oleh :
1. BUMN/BUMD;
2. Koperasi;
3. Badan Usaha Milik Swasta;
4. Swadaya masyarakat;
5. Kerjasama antar badan-badan tersebut sebagai penyelenggara.
Yang dimaksud BUMN/BUMD adalah badan hukum yang modalnya
seluruh atau sebagian milik negara, yaitu Pemerintah Pusat/Pemerintah
Daerah (Pemda), antara lain : Perusahaan Daerah, Perusahaan Umum,
Persero. Sebaliknya, yang dimaksud Badan Usaha Milik Swasta adalah BUM
Swasta yang modalnya modal nasional, BUM Swasta yang modalnya
campuran asing dan nasional, dan BUM Swasta yang 100% modal asing.
Sepanjang BUM Swasta tersebut memenuhi syarat ebagai Badan Hukum

13
Indonesia, Developer wajib memberitahukan hal-hal yang menjadi kewajiban
calon pemilik SRS sebelum dijual.
Dengan lahirnya Perpres No. 23 Tahun 2006 tentang pengadaan tanah
bagipelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Rumah Susun
Sederhana telah dimasukkan sebagai salah satu bidang pembangunan untuk
kepentingan umum.Pembangunan rumah susun harus memenuhi berbagai
persyaratan teknis dan administratif yang ditetapkan dalam Pasal 6 UURS Jo.
PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Pembangunan rumah susun
memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat karena
rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan
perumahan biasa. Rumah susun merupakan gedung bertingkat yang akan
dihuni banyak orang sehingga perlu dijamin keamanan,keselamatan, dan
kenikmatan dalam penghuninya.
Dalam penjelasan Pasal 6 UURS, persyaratan teknis antara lain
mengatur tentang ruang, struktur, komponen dan bahan bangunan, SRS,
bagian dari benda bersama, kepadatan dan tata letak bangunan, dan prasarana
dan fasilitas lingkungan. Adapun persyaratan administratif yang dimaksud
adalah izin lokasi (Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan (SP3L) dan
Surat izin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), izin layak huni, dan sertifikat tanahnya).
Berdasarkan persyaratan administratif tersebut, pembangunan rumah
susun dan lingkungannya harus dilaksanakan berdasarkan perizinan yang
dikeluarkan Pemda setempat
Andi Hamzah (2000 : 28-35) dalam Mokh Subkhan (2008)
menyatakan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan
rumah susun adalah :
1. Persyaratan teknis untuk ruangan, Semua ruangan yang
dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harusmempunyai

14
hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udaraluar dan
pencahayaan dalam jumlah yang cukup.
2. Persyaratan untuk struktur, komponen dan bahan-bahan
bangunanHarus memenuhi persayaratan konstruksi dan standar
yang berlakuyaitu harus tahan dengan beban mati, bergerak,
gempa, hujan, angin,hujan dan lainlain.
3. Kelengkapan rumah susun terdiri dari : Jaringan air bersih,
jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuanganair, saluran
pembuangan sampah, jaringan telepon/alat komunikasi, alat
transportasi berupa tangga, lift atau eskalator, pintu dan tangga
darurat kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir,
alarm, pintu kedap asap, generator listrik dan lain-lain.
4. Satuan rumah susun:
Yudohusodo (1991:334), dalam Mokh Subkhan (2008) aspek yang
perlu di perhatikan dalam membangun rumah susun sewa, yaitu :
a. Aspek ekonomi rumah susun sewa yang berdekatan dengan tempat
kerja,tempat usaha atau tempat berbelanja untuk keperluan sehari-
hari akan sangat membantu menyelesaikan masalah perkotaan,
terutama yang menyangkut masalah transportasi dan lalu lintas
kota.
b. Aspek lingkungan pada setiap lingkungan perumahan yang
dibangun membutuhkan sejumlah rumah tambahan bagi
masyarakat yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang berbeda.
Melalui penerapan subsidi silang masih dimungkinkan
membangun sejumlah rumah sewa yang dibiayai oleh lingkungan
itu sendiri. Aspek tanah perkotaan rumah susun sewa yang secara
minimal dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat ini,
tidak akan lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dikemudian hari.
Program peremajaan lingkungan denganmembangun kembali

15
perumahan sesuai dengan standar yang dituntut, harus
dilaksanakan agar lingkungan perkotaan tetap dapat terjamin
kualitasnya. Dengan dikuasainya tanah dimana rumah susun sewa
itudibangun, program peremajaan lingkungan di masa mendatang
denganmudah dapat dilaksanakan.
c. Aspek investasi pembangunan rumah susun sewa untuk
masyarakat berpenghasilan rendah secara ekonomis kurang
menguntungkan. Besarnya sewa tidak dapat menutup seluruh biaya
investasinya. Akan tetapi apabila ditinjaudari nilai tanah perkotaan
yang selalu meningkat sesuai dengan perkembangan kotanya,
maka cadangan tanah yang dikuasai pemerintahakan selalu
meningkat harganya. Dengan nilai tanah tersebut, akan terpenuhi
pengembalian sebagian atau seluruhnya biaya investasi.
d. Aspek keterjangkauan untuk dapat mencapai sasaran yang tepat
maka tarif sewa disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, atas
dasar penghasilan yang nyata dan besarnya pengeluaran rumah
tangga. Letak keberhasilan pembangunandan penghunian rumah
susun sewa tergantung pada lokasinya.
Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun
menyatakan pengaturan dan pembinaan rumah susun tersebut diarahkan untuk
meningkatkan usaha pembangunan perumahan yang fungsional bagi
kepentingan rakyat banyak, dengan maksud untuk :
a. Mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan
pengembangan pembangunan daerah perkotaan kearah vertikal dan
untuk meremajakan daerah-daerah kumuh.
b. Meningkatkan optimis penggunaan sumber daya tanah perkotaan.
c. Mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan tinggi
Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum dan Peraturan Pemerintah
tersebut, maka daerah perkotaan yang berpenduduk padat dengan jumlah

16
tanah yang terbatas perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan
pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, sesuai
dengan lingkungannya.Permukiman kumuh bisa diatasi dengan
perencanaan kawasan dan implementasi yang terintegrasi dengan hunian
vertikal sebagai salah satu solusinya. Kelangkaan lahan serta tingginya
harga lahan di perkotaan telah mengisyaratkan pemangku kepentingan
khususnya pemerintah, masyarakat dan swasta untuk mulai
mempertimbangkan konsepsi hunian vertikal sebagai upaya efisiensi
lahan yang juga akan berdampak pada penurunan biaya hidup
masyarakat serta penghematan energi terutama dikaitkan dengan
pembelanjaan di bidangtransportasi.
Tujuan pembangunan rumah susun menurut Hutagalung yaitu untuk:
1. Pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan
yang sehat.
2. Mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras, dan seimbang.
3. Meremajakan daerah-daerah kumuh.
4. Mengoptimalkan sumber daya tanah perkotaan.
5. Mendorong permukiman yang berkepadatan penduduk.
Pembanguan rumah susun harus memenuhi berbagai persyaratan
teknis dan administrasi yang di tetapkan dalam Undang Undang Nomor 20
tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pembangunan rumah susun memerlukan
persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat karena rumah susun
memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa.
Rumah Susun merupakan gedung tingkat yang akan dihuni banyak orang
sehingga perlu dijamin keamanan, keseamatan, dan kenikmatan dalam
penghuninya.

B. Pembangunan Rumah Susun Memberikan Solusi bagi Masyarakat


Berpenghasilan Rendah

17
C. Manfaat dan Dampak Dari Pembangunan Rumah Susun terhadap
Kehidupan masyarakat Dari Segi sosial dan Ekonomi

18

Anda mungkin juga menyukai