Anda di halaman 1dari 3

CONTOH KASUS SANKSI PIDANA JAMINAN FIDUSIA

SANKSI PIDANA TERHADAP DEBITUR YANG MENGALIHKAN KENDARAAN


RODA EMPAT (MOBIL) TERHADAP PIHAK KETIGA TANPA PERSETUJUAN
PT. SINARMAS MULTIFINANCE (PASAL 36 UU NO 42 TAHUN 1999 TENTANG
JAMINAN FIDUSIA) DI KOTA PONTIANAK

Ada beberapa factor kenapa masyarakat melakukan perbuatan pidana tersebut, yaitu karena
beberapa dari masyarakat tidak mengetahui kalau tindakan yang dilakukan itu sudah
melanggar hukum, namun ada juga beberapa dari masyarakat yang sebenarnya sadar tentang
tindakan yang dilakukan itu melanggar hukum. Selain itu ada beberapa dari masyarakat
melakukan perbuatan pidana tersebut yaitu karenaadanyafaktorekonomi, adanya factor
lingkungan. Kaitannyad engan factor ekonomi disebabkan kesulitan tidak bias membayar
angsuran kredit mobil, sehingga debitur beranggapan dari pada mobil ditarik pihak kreditur,
maka debitur mengover kredit kepada pihak lain dengan perjanjian pengembalian ganti
uangmuka yang disepakati tanpa persetujuan dari kreditur (over kredit / mengalihkan unit
jaminan fidu siatan paizin kreditur). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode empiris dengan pendekatan deskriptif analisis yaitu menggambarkan keadaan
sebagaimana adanya pada waktu penelitian dan kemudian menganalisisnya, hingga menarik
kesimpulan terakhir. Masih ditemukan data penyalahgunaan Fidusia di Kota Pontianak oleh
debitur seperti mengalihkan kendaraan roda empat tanpa persetujuan tertulis dari pihak
kreditur. Faktor-faktor debitur mengalihkan kendaraan roda empat (Mobil) terhadap pihak
ketiga tanpa persetujuan tertulis  PT. Sinarmas Multifinance di Kota Pontianak karena
menghindari kerugian akibat ditariknya unit jaminan fidusia tampa ganti rugi dari pihak
kreditur dan untuk keuntungan kepentingan pribadi debitur.Kelemahan dari pasal 36 Undang-
Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dalam penerapannya, bila
memperhatikan ancaman pidana, baik pidana penjara maupun pidanana dendanya maka
ancaman tersebut sangat ringan dan mempersulit aparat penegak hokum dalam melakukan
proses hokum penahanan terhadapt ersangka yang bias mengakibatkan tersangka kabur dan
tidak bias dilanjutkan proses hokum serta banyak kelemahan lainnya, seperti tidak diatur
sanksi pidana didalam undang-undang fidusia terhadap pihak ketiga yang menerima obyek
jaminan fidusia. Sumbangsih terhadap masalah fidusia seharusnya untuk menghindari sanksi
pidana masalah pengalihan obyek jaminan fidusia sesuai yang dimaksud pasal 36 UU.No 42
tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia masyarakat (debitur) jika ingin menngalihkan (mobil)
obyek jaminan fidusia harusnya minta persetujuan tertulis terlebih dahulu kepada pihak
kreditur.Jaminan Fidusia merupakan salah satu jaminan kebendaan sebagaimana diatur dalam
Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya akan disebut
UUJF). Bentuk jaminan fidusia sudah mulai digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-
meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat. Pranata
jaminan fidusia yang ada saat ini memang memungkinkan kepada Pemberi fidusia untuk
menguasai benda yang dijaminkan, guna menjalankan atau melakukan kegiatan usaha yang
dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia tersebut Fidusia  adalah
pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayan dengan ketentuan bahwa
benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasan pemilik benda.
Jaminan fidusia  adalah  hak jaminan atas benda bergerak baik  yang berwujud maupun yang
tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang no 4 tahun 1996 tentang hak
tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia ,sebagai anggunan bagi
pelunasan utang tertentu ,yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima
fidusia terhadap kreditor lainnya Perlindungan kepentingan kreditur terhadap kemungkinan
penyalahgunaan debitur yang tetap menguasai benda jaminan diberikan dengan ketentuan
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 35 dan 36 Undang-undang  No 42 tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia.  Adapun permasalahan yang sering muncul akibat dari perjanjian
fidusia antara debitur dan kreditur salah satunya  adalah pengalihan obyek jaminan fidusia
kepada pihak ketiga dan lainnya tampa persetujuan tertulis  dari kreditur sesuai yang
dimaksud dalam rumusan Ketentuan  pidana  pasal 36 UU No.42 tahun 1999 tentang jaminan
fidusia. Permasalahan lainnya adalah implementasi dari penerapan undang –undang fidusia
khusus nya  ketentuan pidana pasal 36  UU No.42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia dimana
dalam penerapannya tidak sebagaimana mestinya dan mempunyai banyak  kelemahan dan
kekurangannya ,salah satunya sanksi pidana dalam ketentuan pasal 36 UU No.42 Tentang
jaminan fidusia ancaman pidana penjara paling  lama 2 tahun, yang membuat aparat penegak
hukum sulit mengimplementasikan penerapannya sedangkan dalam KUHAP pasal 21 ayat 4,
yaitu: “tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih”. Dengan
demikian, alasan dapat dilaksanakan penahanan apabila tindak pidana tersebut diancam
dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Sedangkan pada pasal 36 UU No. 42 tahun
1999 tentang jaminan fidusia, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun penjara Pelaku
pengalihan objek jaminan fidusia tidak dapat dilakukan penahanan karena pidana penjaranya
tidak memenuhi ketentuan pasal 21 KUHAP ,bisa saja penyidik melakukan penahanan jika
memperhatikan  ketentuan pasal 21 ayat 1 KUHAP yang berbunyi “perintah penahanan
atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup ,dalam hal
adanya keadaan yang menimbulkan kekwatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan
melarikan diri,merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak
pidana” Berdasarkan bukti yang cukup sebagaimana dimaksud dalam uraian ketentuan pasal
21 ayat 1  KUHAP tersebut tentu membuat penyidik lebih berhati hati dan terlebih dahulu 
mempunyai bukti yang kuat dan cukup  dalam hal menangani perkara pengalihan obyek
jaminan fidusia (mobil) sesuai yang dimaksud pasal 36 UU No.42 tentang jaminan fidusia.
Sehingga penyidik dalam hal perkara pengalihan obyek jaminan fidusia tersebut cenderung 
mengunakan  pasal 372 KUHP tentang penggelapan supaya memudahkan proses hukum
dalam hal melakukan penahanan terhadap tersangka (debitur) yang mengalihkan obyek
jaminan fidusia

Kata Kunci: Sanksi Pidana, Pengalihan Kendaraan Roda Empat (Mobil)

Anda mungkin juga menyukai