Litigasi
2. Non Litigasi
3. Arbitrase
Penyelesaian secara politik
Penyelesaian dalamKerangka Organisasi PBB
Penyelesaian dalam kerangka OI dan Badan2 Regional
Penyelesaian secara Hukum
Sengketa hukum laut diselesaikan melalui mekanisme-
mekanisme dan institusi-institusi peradilan
internasional yang telah ada
Penyelesaian secara damai sengketa internasional :
merupakan ketentuan hukum positif bahwa
penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara
sudah dilarang dan oleh karena itu sengketa2
internasional harus diselesaikan secara damai
Menyediakan suatu sistem penyelesaian sengketa yg kreatif
Merupakan mekanisme yg pertamakali yg dapat mengarahkan negara2
peserta untuk menerima prosedur memaksa (compulsory procedures)
Konsekuensi : tidak ada lagi ruang bagi negara2 pihak konvensi untuk
menunda2 sengketa hukum lautnya dengan bersembunyi di belakang
konsep kedaulatan negara, karena konvensi secara prinsip
mengharuskan negara2 untuk menyelesaikan sengketanya melalui
mekanisme Konvensi.
Negara2 pihak Konvensi dapat membiarkan suatu sengketa tidak
dapat terselesaikan hanya jika pihak lainnya setuju untuk itu
Jika pihak lain tidak setuju, maka mekanisme prosedur memaksa
Konvensi akan diberlakukan
Negara2 pihak diberi kebebasan yg luas untuk memilih prosedur yg
diinginkan sepanjang itu disepakati bersama
Termasuk prosedur yg disediakan Pasal 33 paragraf 1 Piagam PBB,
mekanisme regional atau bilateral
Jika dengan mekanisme tsb tetap tidak dapat dicapai kesepakatan,
maka para pihak wajib menetapkan segera cara penyelesaian sengketa
yg disepakati.
Jika pada tahap ini masih tetap tidak dapat disepakati, maka para
pihak diwajibkan menjalankan prosedur sesuai dengan lampiran VI
Konvensi yaitu melalui Konsiliasi
Suatu cara penyelesaian sengketa secara damai sengketa
internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya
atau dibentuk kemudian atas kesepakatan para pihak yg
bersengketa setelah lahirnya masalah yg dipersengketakan
Konsiliasi bertugas mempelajari fakta2 dan sengketa dari semua
segi agar dapat merumuskan suatu penyelesaian
Prosedur yg diatur oleh Konvensi
Komisi dpt mempelajari semua persoalan dari semua aspek dan
mengajukan usul2 untuk penyelesaian, namun prosedur konsiliasi
adalah prosedur politik, karena solusi yg diajukan tdk mengikat para
pihak yg bersengketa.
Merupakan komisi2 tetap yg sgr dibentuk setelah berlakunya konvensi
dan pembentukan tsb hrs sesuai dengan ketentuan2 yg terdapat dlm
konvensi (berbeda dengan komisi ad-hoc)
Jika melalui prosedur tsb, maka diterapkan prosedur
selanjutnya yaitu menyampaikan ke salah satu badan
peradilan yang disediakan oleh Konvensi, yaitu :
1. Tribunal Internasional untuk Hukum laut
2. Mahkamah Internasional
3. Tribunal Arbbitrase
4. Tribunal Arbitrase Khusus
Negara2 pihak pada saat menandatangani atau meratifikasi Konvensi ,
atau kapan saja melalui suatu deklarasi dapat memilih badan2
peradilan di atas untuk mengadili sengketanya.
Jika tidak ada deklarasi dimaksud, maka negara pihak tsb dianggap
memilih arbitrase
Suatu OI yg menjadi pihak dalam Konvensi juga dpat memilih badan
peradilan di atas, kecuali MAHKAMAH INTERNASIONAL, karena
menurut Statutanya MI hanya memiliki yurisdiksi untuk mengadili
negara
International Tribunal for the Law of the Sea
Dibentuk tanggal 1 Agustus 1996 dan berkedudukan di
Hamburg, Jerman
Tujuan : untuk menyelesaikan sengketa2 berhubungan
dengan interpretasi dan pelaksanaan Konvensi
Mulai beroperasi : 1996
Menunjukkan bahwa sengketa hukum laut
ditempatkan pada suatu sistem tersendiri mengingat
karakter khusus yg dimiliki hukum laut
Tribunal memiliki 21 hakim independen, masing2 dipilih untuk
periode 9 tahun dan dibagi dalam 5 kamar
1. The Chamber of Summary Procedure
2. The Procedure for Fisheries Diputes
3. The Chamber for Marine Environmental Disputes
4. The Seabed Disputes Chamber
5. Conservation and Sustainable Exploitation of Swordfish Stocks di
South-Easthern Pacific Ocean (stok ikan Todak)
1 Juli 1999 : kasus antara Saint Vincent and the Granadines dan
Guinea tentang penangkapan kapal the M/V Saiga
3 Juli 2001 :Panama dan Yaman ( kapal chaisiri Reefer 2 dan awak
kapalnya)
5 September 2003 : kasus I mengenai reklamasi tanah oleh
Singapore di sekitar selat Johor (diajukan Malaysia – reklamasi di
daerah Tua)
Kasus II : Reklamasi pulau Tekong