Anda di halaman 1dari 22

TA 2013

1 November 1967, Arvid Prado Dubes Malta, di


Majelis Umum PBB menyampaaikan gagasan
: agar daerah dasar laut di luar yurisdiksi
nasional dinyatakan sbg “Common heritage
of mankind” (warisan bersama umat
manusia)

Implikasi : daerah dasar laut dalam hanya


dapat digunakan untuk tujuan2 damai dan
kekayaan 2 yg terdapat di dasar laut tsb
harus digunakan untuk kepentingan seluruh
umat manusia
• Resolusi MU PBB No. 2574 (XXIV), tanggal 15
Desember 1969 :
a. menugaskan Sekjen PBB menyiapkan status,
struktur untuk mengatur dan mengawasi
kegiatan2 eksplorasi dan eksploitasi, fungsi
dan wewenang suatu mekanisme internasional
ttg sumber2 kekayaan dasar laut internasional
untuk kesejahteraan seluruh umat manusia
b. Melarang negara2 mengadakan kegiatan2
eksploitasi sumber2 di daerah dasar lautan yg
berada di luar yurisdiksi nasionalnya atau
mengadakan tuntutan terhadap daerah dasar
laut tsb atau kekayaan2 yg terkandung di
dalamnya
Menyatakan dengan resmi bahwa :
Dasar2 laut dan samudera beserta lapisan
tanah di bawahnya yg berada di luar
yurisdikksi nasional dengan segala macam
sumber kekayaannya adalah milik bersama
umat manusia
Implikasi :
Yurisdiksi negara pantai tidak dapat
dilebarkan lebih jauh lagi ke laut lepas dan
mengeksploitir kekayaan2 yg terdapat di
dasar laut tsb
• Resolusi MU PBB tgl 18 Desember 1967
membentuk sebuah komite : United Nations
Committee on the Peaceful Uses of the Seabed and
the Ocean Floor Beyond the Limits of National
Jurisdiction, yg beranggotakan 86 negara
• Tugas :
a. Menyiapkan rancangan pasal2 ttg rezim
internasional dan mekanisme internasional untuk
mengurus ekksploitasi kawasan dasar laut
internasional
b. Menyiapkan ketentuan2 yg belum berhasil dibuat
di KHL sebelumnya
 Aluminium sebanyak 43 milyar ton
( kebutuhaan dunia untuk 20.000 tahun) .
Darat hanya cukup untuk 100 tahun
 Mangan sebanyak 350 milyar ton (kebutuhan
dunia untuk 400 tahun). Darat hanya cukup
untuk 100 tahun
 Tembaga, sebanyak 7,9 milyar ton ( untuk
kebutuhan dunia 6000 tahun). Darat : hanya
untuk 40 tahun
• Zirconium hampir 1 milyar ton (untuk
kebutuhan dunia 100.000 tahun). Di darat
hanya cukup untuk 100 tahun
• Nikel sebanyak 14,7 milyar ton (untuk
kebutuhan dunia untuk 150.000 tahun). Di
darat hanya cukup untuk 100 tahun
• Kobalt sebbanyak 5,2 milyar ( untuk
kebutuhan dunia 200.000 tahun). Di darat
hanya cukup untuk 40 tahun
• Molibdenum sebanyak ¾ milyar ton (untuk
kebutuhan dunia 30,000 tahun). Di darat
hanya cukup untuk 40 tahun
 207 milyar ton biji besi
 10 milyar ton titanium
 25 milyar ton magnesium
 1.3 ton timah hitam
 800 milyar ton vanadium
1. Negara maju : prinsip “Common Heritage of
mankind” (CHM) sama sekali tidak menutup
kemungkinan adanya kebebasan untuk
mengeksploitasi dan mengeksplorasi seabed
secara unilateral
2. Negara berkembang :
a.CHM pada prinsipnya merupakan ketentuan HI yg
melarang adanya penambangan secara
unilateral
b. Melarang pemilikan seabed oleh negara2, serta
membebankan kewajiban kepada semua negara
untuk secara aktif mengelola wilayah laut
 Negara2 berpantai : pada umumnya menuntut
yurisdiksi nasional sejauh mungkin ke laut
untuk menguasai sumber2 kekayaan yg
terdapat di daerah laut tsb ddan untuk
menjamin kepentingan2 nasional lainnya
 Negara2 tak berpantai (Land-Locked State) yg
didukung oleh negara2 yg secara geografis
tidak menguntungkan ( geographivally
disadvantaged states) : menuntut yurisdiksi yg
sekecil mungkin bagi negara2 pantai atas laut
di sektarnya
 Negara2 ini juga meminta hak yg sama dng
negara pantai mengenai perikanan dan sumber
2 kekayaan dasar laut.
1. Negara sedang berkembang : menginginkan
International seabed authority dapat
melakukan pengawasan terhadap setiap
tahapan kegiatan penambangan sampai pada
penentuan harga
2. Negara2 maju : menginginkan suatu sistem
dimana perusahaan2 swasta diberikan
peranan yg lebih aktif dalam setiap kegiatan
dengan menggunakan kontrak2 dengan
International seabed authority
 Interpretasi negara2 berkembang diterima
dalam KHL 1982 bab XI dan menjadikan
negara2 maju enggan untuk
menandatatangani konvensi.
 Keunikan KHL 1982 : mensyaratkan semua
negara untuk menjadi pihak dalam
Konvensi.
 Kenyataan : AS melalui kebijakan
“negotiation from strength” menolak untuk
menjadi pihak dalam Konvensi
 Tindakan AS diikuti oleh negara maju lainnya
 Timbul “non Universal Acceptance of the
Convention”
Akibat :
a.rezim seabed tidak efektif
b. konflik norma
c.Status hukum menjadi tidak menentu

Ciri rezim seabed : terjadi konversi rezim atas


wilayah yg dulunya laut bebas berubah
menjadi rezim sea bed /CHM
 Menuntut untuk pemberlakuan secara umum
untuk semua negara dalam arti rezim ini
hanya diterapkan untuk sebagian negara,
sedangkan sebagian negara yang lain
menerapkan rezim yg lama
 Persoalan : dalam kaitannya dengan
rezim”seabed” hubungan dengan pihak
ketiga tidak hanya berkaitan dengan hak2
akan tetapi juga kewajiban2
 Bagaimana dengan asas “Pacta sunt
servanda” dan “ Pacta tertiis nec nocent nec
prosunt”?
1. Treaty Contract : perjanjian yg hanya
melahirkan hak dan kewajiban bagi para
pihak
2. Law Making Treaty : perjanjian yg
kaidahnya dapat berlaku umum tidak hanya
mengikat bagi para pihak yg membuatnya
1. Negotiating State : negara yg ikut serta
dalam pembuatan dan penerimaan naskah
perjanjian
2. Contracting State : negara yg terikat pada
perjanjian
3. Third State : negara yg tidak menjadi pihak
dalam perjanjian
 KHL 1982 bersifat kontrak yang tidak mengikat
pihak ketiga tanpa persetujuannya
 Dapat mengikat jika ketentuan2 konvensi sudah
menjadi bagian dari hukum kebiasaan
internasional
 Syarat :
1. Harus terdapat kebiasaan yg bersifat umum

2. Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum

Dengan diterimanya KHL 1982 khususnya ttg


seabed , maka bagi setiap negara konvensi
berlaku sbg hukum kebiasaan
 Dengan demikian persoalan “non universal
acceptance” dianggap dapat diselesaikan
 Namun Hukum kebiasaan bisa saja menjadi
tidak universal , yaitu adanya prinsip “
persistent onjector” yg memungkinkan
suatu negara tidak terikat hukum kebiasaan,
jika secara terus menerus dan konsisten
menyatakan penolakannya atas berlakunya
ketentuan tsb.
 Ternyata persoalan “non-universal
acceptance” belum dapat diselesaikan
1. Jika perjanjian tsb membentuk suatu “
objective regime” yg melahirkan hak dan
kewajiban yg berlaku universal (erga omnes)
2. Jika perjanjian tsb telah menjadi hukum
kebiasaan internasional
 Rezim seabed sebagaimana diatur dalam Bab XI
KHL 1982 merupakan an objective regime valid
erga omnes, dengan adanya 4 indikator yaitu :
1. Melalui rezim hukum yg berlaku pada seabed,
yaitu dari laut bebas menjadi regime seabed,
dari konsep “res communis” menjadi CHM
2. Rezim seabed dimaksudkan untuk menguasai
suatu wilayah milik umat manusia
Pasal 153 ayat (1) rezim ini akan menguasai wil scr
eksklusif tempat semua kegiatan ini dilakukan
dan diawasi oleh “Authority” atas nama dan
untuk kepentingan seluruh umat manusia
(bukan negara)Rezim ini mengandung unsur
publik.
3. Rezim ini membentuk suatu organisasi
internasional yg memiliki personalitas yg
berlaku secara universal (erga omnes)
terhadap anggota atau bukan anggota.
(International Authority hrslah dianggap
memiliki personalitas obyektifyg berlaku
untuk semua negara)
4. Rezim ini diciptakan oleh mayoritas negara2

Jadi : rezim “seabed” merupakan “objective


regime” dan berlaku “erga omnes”
 Pasal 153 (2) Konvensi : kegiatan2 di Zona
dilaksanakan oleh Perusahaan ( organ dari
otorita ) bekerjasama dengan Otorita, oleh
negara2 pihak, perusahaan2 negara , atau
person phisik yg memiliki kewarganegaraan
negara pihak atau secara efektif di bawah
pengawasan mereka atau warga mereka atau
konsorsium yg terdiri dari entitas tsb.

 Baca : pasal 153 – 160 KHL 1982

Anda mungkin juga menyukai