0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
23 tayangan22 halaman
Dokumen tersebut membahas sejarah gagasan 'warisan bersama umat manusia' atas sumber daya laut dalam dan dasar laut internasional, serta perdebatan antara negara maju dan berkembang dalam mengatur pengelolaan dan eksploitasi sumber daya tersebut."
Dokumen tersebut membahas sejarah gagasan 'warisan bersama umat manusia' atas sumber daya laut dalam dan dasar laut internasional, serta perdebatan antara negara maju dan berkembang dalam mengatur pengelolaan dan eksploitasi sumber daya tersebut."
Dokumen tersebut membahas sejarah gagasan 'warisan bersama umat manusia' atas sumber daya laut dalam dan dasar laut internasional, serta perdebatan antara negara maju dan berkembang dalam mengatur pengelolaan dan eksploitasi sumber daya tersebut."
Majelis Umum PBB menyampaaikan gagasan : agar daerah dasar laut di luar yurisdiksi nasional dinyatakan sbg “Common heritage of mankind” (warisan bersama umat manusia)
Implikasi : daerah dasar laut dalam hanya
dapat digunakan untuk tujuan2 damai dan kekayaan 2 yg terdapat di dasar laut tsb harus digunakan untuk kepentingan seluruh umat manusia • Resolusi MU PBB No. 2574 (XXIV), tanggal 15 Desember 1969 : a. menugaskan Sekjen PBB menyiapkan status, struktur untuk mengatur dan mengawasi kegiatan2 eksplorasi dan eksploitasi, fungsi dan wewenang suatu mekanisme internasional ttg sumber2 kekayaan dasar laut internasional untuk kesejahteraan seluruh umat manusia b. Melarang negara2 mengadakan kegiatan2 eksploitasi sumber2 di daerah dasar lautan yg berada di luar yurisdiksi nasionalnya atau mengadakan tuntutan terhadap daerah dasar laut tsb atau kekayaan2 yg terkandung di dalamnya Menyatakan dengan resmi bahwa : Dasar2 laut dan samudera beserta lapisan tanah di bawahnya yg berada di luar yurisdikksi nasional dengan segala macam sumber kekayaannya adalah milik bersama umat manusia Implikasi : Yurisdiksi negara pantai tidak dapat dilebarkan lebih jauh lagi ke laut lepas dan mengeksploitir kekayaan2 yg terdapat di dasar laut tsb • Resolusi MU PBB tgl 18 Desember 1967 membentuk sebuah komite : United Nations Committee on the Peaceful Uses of the Seabed and the Ocean Floor Beyond the Limits of National Jurisdiction, yg beranggotakan 86 negara • Tugas : a. Menyiapkan rancangan pasal2 ttg rezim internasional dan mekanisme internasional untuk mengurus ekksploitasi kawasan dasar laut internasional b. Menyiapkan ketentuan2 yg belum berhasil dibuat di KHL sebelumnya Aluminium sebanyak 43 milyar ton ( kebutuhaan dunia untuk 20.000 tahun) . Darat hanya cukup untuk 100 tahun Mangan sebanyak 350 milyar ton (kebutuhan dunia untuk 400 tahun). Darat hanya cukup untuk 100 tahun Tembaga, sebanyak 7,9 milyar ton ( untuk kebutuhan dunia 6000 tahun). Darat : hanya untuk 40 tahun • Zirconium hampir 1 milyar ton (untuk kebutuhan dunia 100.000 tahun). Di darat hanya cukup untuk 100 tahun • Nikel sebanyak 14,7 milyar ton (untuk kebutuhan dunia untuk 150.000 tahun). Di darat hanya cukup untuk 100 tahun • Kobalt sebbanyak 5,2 milyar ( untuk kebutuhan dunia 200.000 tahun). Di darat hanya cukup untuk 40 tahun • Molibdenum sebanyak ¾ milyar ton (untuk kebutuhan dunia 30,000 tahun). Di darat hanya cukup untuk 40 tahun 207 milyar ton biji besi 10 milyar ton titanium 25 milyar ton magnesium 1.3 ton timah hitam 800 milyar ton vanadium 1. Negara maju : prinsip “Common Heritage of mankind” (CHM) sama sekali tidak menutup kemungkinan adanya kebebasan untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi seabed secara unilateral 2. Negara berkembang : a.CHM pada prinsipnya merupakan ketentuan HI yg melarang adanya penambangan secara unilateral b. Melarang pemilikan seabed oleh negara2, serta membebankan kewajiban kepada semua negara untuk secara aktif mengelola wilayah laut Negara2 berpantai : pada umumnya menuntut yurisdiksi nasional sejauh mungkin ke laut untuk menguasai sumber2 kekayaan yg terdapat di daerah laut tsb ddan untuk menjamin kepentingan2 nasional lainnya Negara2 tak berpantai (Land-Locked State) yg didukung oleh negara2 yg secara geografis tidak menguntungkan ( geographivally disadvantaged states) : menuntut yurisdiksi yg sekecil mungkin bagi negara2 pantai atas laut di sektarnya Negara2 ini juga meminta hak yg sama dng negara pantai mengenai perikanan dan sumber 2 kekayaan dasar laut. 1. Negara sedang berkembang : menginginkan International seabed authority dapat melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan kegiatan penambangan sampai pada penentuan harga 2. Negara2 maju : menginginkan suatu sistem dimana perusahaan2 swasta diberikan peranan yg lebih aktif dalam setiap kegiatan dengan menggunakan kontrak2 dengan International seabed authority Interpretasi negara2 berkembang diterima dalam KHL 1982 bab XI dan menjadikan negara2 maju enggan untuk menandatatangani konvensi. Keunikan KHL 1982 : mensyaratkan semua negara untuk menjadi pihak dalam Konvensi. Kenyataan : AS melalui kebijakan “negotiation from strength” menolak untuk menjadi pihak dalam Konvensi Tindakan AS diikuti oleh negara maju lainnya Timbul “non Universal Acceptance of the Convention” Akibat : a.rezim seabed tidak efektif b. konflik norma c.Status hukum menjadi tidak menentu
Ciri rezim seabed : terjadi konversi rezim atas
wilayah yg dulunya laut bebas berubah menjadi rezim sea bed /CHM Menuntut untuk pemberlakuan secara umum untuk semua negara dalam arti rezim ini hanya diterapkan untuk sebagian negara, sedangkan sebagian negara yang lain menerapkan rezim yg lama Persoalan : dalam kaitannya dengan rezim”seabed” hubungan dengan pihak ketiga tidak hanya berkaitan dengan hak2 akan tetapi juga kewajiban2 Bagaimana dengan asas “Pacta sunt servanda” dan “ Pacta tertiis nec nocent nec prosunt”? 1. Treaty Contract : perjanjian yg hanya melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak 2. Law Making Treaty : perjanjian yg kaidahnya dapat berlaku umum tidak hanya mengikat bagi para pihak yg membuatnya 1. Negotiating State : negara yg ikut serta dalam pembuatan dan penerimaan naskah perjanjian 2. Contracting State : negara yg terikat pada perjanjian 3. Third State : negara yg tidak menjadi pihak dalam perjanjian KHL 1982 bersifat kontrak yang tidak mengikat pihak ketiga tanpa persetujuannya Dapat mengikat jika ketentuan2 konvensi sudah menjadi bagian dari hukum kebiasaan internasional Syarat : 1. Harus terdapat kebiasaan yg bersifat umum
2. Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum
Dengan diterimanya KHL 1982 khususnya ttg
seabed , maka bagi setiap negara konvensi berlaku sbg hukum kebiasaan Dengan demikian persoalan “non universal acceptance” dianggap dapat diselesaikan Namun Hukum kebiasaan bisa saja menjadi tidak universal , yaitu adanya prinsip “ persistent onjector” yg memungkinkan suatu negara tidak terikat hukum kebiasaan, jika secara terus menerus dan konsisten menyatakan penolakannya atas berlakunya ketentuan tsb. Ternyata persoalan “non-universal acceptance” belum dapat diselesaikan 1. Jika perjanjian tsb membentuk suatu “ objective regime” yg melahirkan hak dan kewajiban yg berlaku universal (erga omnes) 2. Jika perjanjian tsb telah menjadi hukum kebiasaan internasional Rezim seabed sebagaimana diatur dalam Bab XI KHL 1982 merupakan an objective regime valid erga omnes, dengan adanya 4 indikator yaitu : 1. Melalui rezim hukum yg berlaku pada seabed, yaitu dari laut bebas menjadi regime seabed, dari konsep “res communis” menjadi CHM 2. Rezim seabed dimaksudkan untuk menguasai suatu wilayah milik umat manusia Pasal 153 ayat (1) rezim ini akan menguasai wil scr eksklusif tempat semua kegiatan ini dilakukan dan diawasi oleh “Authority” atas nama dan untuk kepentingan seluruh umat manusia (bukan negara)Rezim ini mengandung unsur publik. 3. Rezim ini membentuk suatu organisasi internasional yg memiliki personalitas yg berlaku secara universal (erga omnes) terhadap anggota atau bukan anggota. (International Authority hrslah dianggap memiliki personalitas obyektifyg berlaku untuk semua negara) 4. Rezim ini diciptakan oleh mayoritas negara2
Jadi : rezim “seabed” merupakan “objective
regime” dan berlaku “erga omnes” Pasal 153 (2) Konvensi : kegiatan2 di Zona dilaksanakan oleh Perusahaan ( organ dari otorita ) bekerjasama dengan Otorita, oleh negara2 pihak, perusahaan2 negara , atau person phisik yg memiliki kewarganegaraan negara pihak atau secara efektif di bawah pengawasan mereka atau warga mereka atau konsorsium yg terdiri dari entitas tsb.