Anda di halaman 1dari 8

28

PENERAPAN ASAS PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT


BERKAITAN DENGAN STATUS HUKUM DAERAH DASAR LAUT
SAMUDERA DALAM (SEA BED)

Aryuni Yuliantiningsih
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah

Abstract

International ocean seabed area out of national jurisdiction recognized as a common heritage of
mankind. Its regulations under International authority based on UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 didn’t
universal acceptance because there are several states unwilling consent to be bound by a treaty. In
the law of treaty there is pacta tertiis nec nocent nec prosunt principle, means a treaty does not
either obligations or rights for a third State without its consent. Nevertheless, rules in a treaty
becoming binding upon on third states through international custom and there is a principle has
character erga omnes

Key Words: pacta tertiis nec nocent nec prosunt principle, legal status, ocean seabed, erga omnes

Abstrak

Daerah dasar laut Internasional dari yurisdiksi nasional diakui sebagai warisan umum umat manusia.
Peraturan tersebut berada di bawah otoritas Internasional berdasarkan UNCLOS 1982. UNCLOS 1982
tidak berlaku universal karena ada beberapa negara tidak bersedia untuk terikat dengan perjanjian
tersebut. Dalam hukum perjanjian ada prinsip pacta tertiis prosunt nocent, yang artinya perjanjian
baik kewajiban atau hak mengikat bagi suatu Negara ketiga meskipun tanpa persetujuan. Namun
demikian, aturan dalam perjanjian menjadi mengikat pada negara-negara ketiga melalui adat
internasional dan ada prinsip memiliki karakter erga omnes

Kata kunci: Asas pacta tertiis nec nocent nec prosunt, status hukum, dasar laut samudra dalam, erga
omnes

Pendahuluan Sejak jaman dulu, perairan di luar laut


Daerah dasar laut samudra dalam di luar teri-torial merupakan wilayah bebas ber-
jurisdiksi nasional (Seabed) merupakan masalah dasarkan pada asas kebebasan di laut (freedom
yang sangat menarik, terutama karena peng- of the high seas). Setiap negara bebas untuk
aturan hukum untuk daerah tersebut hingga melakukan pelayaran serta menangkap ikan di
kini belum ada. Masalah ini menjadi lebih me- perairan tersebut. Masalahnya kemudian timbul
narik terutama ketika lahirnya suatu deklarasi ketika hasil penelitian menunjukkan bahwa
yang menyatakan bahwa daerah dasar laut daerah dasar laut serta tanah di bawahnya yang
samudra dalam di luar jurisdiksi nasional serta terletak di laut lepas tersebut mengandung
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya kekayaan mineral yang tak ternilai harganya.
adalah warisan bersama umat manusia Rezim hukum Seabed adalah salah satu
(Common heritage of the mankind/ CHM).1 rezim baru yang diterima dalam United Nation
Convention on The law of The Sea (UNCLOS)
atau Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982 dalam
1
R.R. Churchill and Lowe, 1983, The Law of TheSea, UK: Bab XI. Rezim ini dimaksudkan untuk menter-
Manchester University Press, hlm. 159.
Penerapan Asas Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt Berkaitan 29
dengan Status Hukum Daerah Dasar Laut Samudera Dalam (Sea Bed)

jemahkan konsep common heritage of mankind nginginkan suatu sistem dimana perusahaan-
(selanjutnya disingkat CHM) ke dalam bentuk perusahaan swasta ini akan diberikan peranan
institusional. Hal ini terlihat dari adanya pem- yang lebih aktif dalam setiap tahap kegiatan
bentukan suatu International Seabed Authority penggalian, melalui kontrak-kontrak dengan In-
yang diberi fungsi untuk mengorganisasi dan ternational Seabed Authority. Interpretasi dari
mengontrol segala kegiatan di bagian laut ini. negara-negara berkembang ini akhirnya di-
Institusi ini sangat unik mengingat inilah or- terima dalam KHL 1982 Bab XI dan bagian inilah
ganisasi internasional yang pertama kali mem- yang mengakibatkan negara-negara maju eng-
punyai sumber daya dan jurisdiksi di suatu gan untuk menandatangani Konvensi ini.
wilayah. Tidak ada yang menyangkal bahwa Kon-
Konsep CHM itu sendiri telah diterima se- vensi Hukum Laut 1982 sebagai suatu per-
cara umum melalui Resolusi MU PBB 2794, 1970 janjian internasional yang memiliki karateristik
tentang Declaration of Principles Governing the formal dan istimewa. Banyak kalangan meng-
Seabed and the Ocean Floor, and the Subsoil anggap bahwa Konvensi ini menciptakan suatu
Thereof, beyond the limits of National Ju- rezim atas wilayah yang diakui sebagai milik
risdiction. bersama umat manusia. Keunikan KHL 1982
Menerjemahkan prinsip ini dalam realita ternyata mensyaratkan semua negara untuk
masih merupakan masalah yang kontroversial menjadi pihak pada Konvensi ini. Sebelum
yang membagi negara-negara ke dalam dua proses perumusan konvensi ini dilakukan, telah
kubu yang saling bertentangan. Negara-negara dibayangkan bahwa semua negara akan menjadi
maju di satu pihak berpendapat bahwa prinsip pihak dan tidak ada suatu pemikiran bahwa
CHM sama sekali tidak menutup kemungkinan akan ada beberapa negara yang akan berada di
adanya kebebasan untuk mengeksploitasi dan luar konvensi, namun di luar dugaan, Amerika
mengeksplorasi Seabed secara unilateral.2 Serikat berdasarkan kebijaksanaan luar negeri
Negara-negara berkembang berpendapat Reagan yang populer dengan sebutan nego-
bahwa pada prinsipnya prinsip CHM adalah tiation from strength3 menolak untuk menjadi
ketentuan hukum internasional yang melarang pihak pada Konvensi. Jejak Amerika Serikat ini
adanya penambangan secara unilateral. Bahkan diikuti oleh beberapa negara maju lainnya dan
prinsip CHM tidak hanya melarang pemilikan menimbulkan apa yang disebut dengan non
Seabed oleh negara-negara melainkan juga universal acceptance of the Convention.
membebankan kewajiban kepada semua negara Tidak diterimanya konvensi secara uni-
untuk secara aktif mengelola wilayah laut ini. versal, pada akhirnya melahirkan suatu per-
Perbedaan-perbedaan pendirian yang sa- tanyaan besar dan menarik tentang status hu-
ngat menyolok antara negara-negara yang se- kum dari rezim Seabed ini. Tidak disangkal
dang berkembang dari negara-negara maju bahwa sasaran utama yang hendak dicapai
mengenai pengelolaan daerah ini merupakan melalui rezim ini tidak mungkin terwujud jika
masalah yang sangat menghambat jalannya terdapat pihak ketiga pada konvensi ini yang
konferensi. Di satu pihak negara-negara yang secara tegas menolak berlakunya Bab XI. Dilihat
sedang berkembang menginginkan agar Inter- dari segi hukum perjanjian internasional, tidak
national Seabed Authority dapat melakukan diterimanya secara umum rezim ini tidak hanya
pengawasan terhadap setiap tahap kegiatan pe- mengakibatkan rezim ini tidak efektif tetapi
ngusahaan kekayaan alam tersebut mulai dari juga menimbulkan konflik norma dan bahkan
tahap eksplorasi, produksi, pemurnian, pe-
ngangkutan, pemasaran sampai pada penentuan
harga. Di lain pihak, negara-negara maju me- 3
Negotiation from strength adalah kebijaksanaan luar
negeri pada masa pemerintahan Reagan yang berhaluan
keras yang ditujukan pada Uni Soviet semasa Perang
2
Hasyim Djalal, 1979, Perjuangan Indonesia di Bidang Dingin. Kebijakan berhaluan keras ini terpenetrasi ke
Hukum Laut, Bandung: Binacipta, hlm.113 bidang lainnya seperti UNCLOS III.
30 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

mengakibatkan status hukumnya semakin tidak Ditinjau dari kaidah hukum yang berlaku,
menentu.4 perjanjian internasional dibedakan menjadi dua
Salah satu ciri yang penting adanya rezim yaitu treaty contract dan law making treaty.
ini adalah terjadinya suatu konversi rezim atas Treaty contract adalah perjanjian yang hanya
wilayah yang dulunya merupakan rezim laut melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak,
bebas berubah menjadi rezim Seabed/CHM. sedangkan law making treaty adalah perjanjian
Perubahan rezim ini tentunya menuntut suatu yang kaidahnya dapat berlaku umum tidak ha-
pemberlakuan secara umum untuk semua ne- nya mengikat bagi para pihak yang membuat. 6
gara dalam arti tidak mungkin rezim ini di- Dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1969 dije-
terapkan terhadap sebagian negara, sementara laskan mengenai pengertian dari negotiating
negara-negara yang lain menerapkan rezim state, contracting state dan third state. Nego-
yang lama. Telah dibayangkan oleh negara tiating state means a State which took part in
peserta konferensi bahwa tidak mungkin ter- drawing up and adoption of the text of the
dapat dua rezim yang berbeda terhadap satu treaty 7. Artinya adalah negara yang ikut serta
wilayah yang sama. Itulah sebabnya redaksional dalam pembuatan dan penerimaan naskah per-
Konvensi ini dibuat sedemikian rupa sehingga janjian. Contracting state means a State has
mengindikasikan bahwa rezim ini berlaku se- consented to be bound by a treaty wether or
cara universal terhadap semua negara. Istilah- not the treaty has enterd into force.8 Artinya
istilah seperti all states, every state dan no adalah adalah negara yang terikat pada per-
state disamping state parties banyak digunakan janjian sedangkan third state means a State
dalam Bab ini membuktikan maksud tersebut. not a party to the treaty 9, artinya negara yang
Persoalan hukum lainnya akan muncul tidak menjadi pihak dalam perjanjian.
adalah Apakah rezim seabed ini tidak melang- Mengenai berlakunya perjanjian inter-
gar prinsip hukum perjanjian pacta tertiis nec nasional dikenal adanya asas pacta sunt ser-
nocent nec prosunt, yaitu bahwa suatu perjan- vanda yang artinya perjanjian mengikat bagi
jian tidak akan memberikan kewajiban dan hak para pihak dan pacta tertiis nec nocent nec
bagi pihak ketiga tanpa persetujuannya? prosunt, artinya perjanjian tidak dapat mem-
berikan hak dan kewajiban kepada pihak ke
Pembahasan tiga.
Hukum Perjanjian Internasional Namun terhadap ketentuan tersebut ada
Pengertian umum, perjanjian internasio- beberapa pengecualian, antara lain:
nal adalah kata sepakat antara dua atau lebih a. Perjanjian yang dapat mempunyai akibat
subyek hukum internasional mengenai suatu kepada negara ketiga atas persetujuan
obyek atau masalah tertentu dengan maksud mereka.
untuk membentuk hubungan hukum atau me- Hal ini diatur dalam Pasal 35 Konvensi Wina
lahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh 1969 tentang Hukum Perjanjian menyatakan
hukum internasional.5 Suatu kewajiban dapat timbul bagi negara
Menurut Pasal 2 Konvensi Wina 1969, ketiga yang berasal dari ketentuan suatu
Perjanjian internasional atau treaty adalah perjanjian yang dibuat dengan sengaja oleh
negara-negara pihak dan negara ketiga tadi
suatu persetujuan yang dibuat antara negara menerima kewajiban tersebut dalam bentuk
dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum tertulis.
internasional, apakah dalam instrumen tunggal
atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan
dan apapun nama yang diberikan.
6
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2003,
Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, hlm.
4
Jesper Grolin, 1984, The Future of The Law of The Sea, 122
7
ODIL, hlm.20 Pasal 2 (e) Konvensi Wina 1969
5 8
I Wayan Parthiana, 2002, Hukum Perjanjian Inter- Pasal 2(f) Konvensi Wina 1969
9
nasional Bag. I, Bandung : Mandar Maju, hlm.12 Pasal 2 (h) Konvensi Wina 1969
Penerapan Asas Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt Berkaitan 31
dengan Status Hukum Daerah Dasar Laut Samudera Dalam (Sea Bed)

b. Perjanjian yang memberikan hak kepada Pada prinsipnya di laut lepas tidak ber-
negara-negara ketiga. Contoh dalam hal ini laku kedaulatan negara. Laut lepas merupakan
diterapkannnya Klausula Mosf Favoured res communis yaitu laut yang terbuka dan
Nation (MFN) . MFN adalah suatu mekanisme bebas bagi semua negara. Beberapa kebebasan
yang sering dipakai dalam hubungan itu adalah : kebebasan berlayar, kebebasan
ekonomi internasional. penerbangan, kebebasan menangkap ikan dan
c. Perjanjian yang dapat mempunyai akibat pa- melakukan riset. Daerah dasar laut yang ber-
da Negara ketiga tanpa persetujuan negara- ada di bawah laut lepas disebut Dasar Laut
negara ketiga. 10 Samudra dalam ( Seabed Area).
Pengecualian mengenai hal ini terdapat da- Kawasan atau Area merupakan dasar laut
lam Pasal 2 (6) Piagam PBB yang antara lain dan samudra dalam beserta tanah di bawahnya
menyatakan bahwa organisasi harus memas- yang terletak di luar jurisdiksi nasional. Di
tikan bahwa negara-negara bukan anggota kawasan ini negara-negara tidak mempunyai
PBB bertindak sesuai dengan asas PBB sejauh kebebasan untuk memanfaatkan kekayaan alam
mengkin bila dianggap perlu untuk per- yang terkandung di dalamnya karena Kawasan
damaian dan keamanan internasional. merupakan warisan bersama umat manusia
d. Perjanjian yang mengikat negara ketiga ber- (common heritage of mankind) yang penge-
dasarkan hukum kebiasaan internasional.11 lolaannya diserahkan kepada Otorita (the Inter-
national Sea bed Authority)
Tinjauan Hukum laut Internasional Konferensi PBB III tentang hukum laut di-
Pengaturan tentang kedaulatan dan juris- adakan di Montego bay Jamaica, mulai Desem-
diksi negara di laut telah diatur dalam United ber 1973 sampai September 1982. Konferensi
Nations Convention on the Law of the Sea (UN- ini merupakan konfrensi yang terpanjang, ter-
CLOS atau Konvensi PBB tentang Hukum laut besar dan terpenting dalam sejarah konferensi
1982). Konvensi Hukum laut mengakui hak internasional. Terpanjang karena konferensi
negara-negara untuk mengklaim atas berbagai berlangsung selama 9 tahun, terbesar karena
zona maritim dengan status hukum yang dihadiri lebih dari 160 negara dengan sekitar
berbeda-beda, yaitu : 5000 delegasi dan terpenting karena berhasil
a. Berada di bawah kedaulatan penuh negara mencapai kesepakatan berkat adanya kemauan
meliputi laut pedalaman, laut teritorial dan bersama walaupun banyak masalah yang harus
selat yang digunakan untuk pelayaran inter- diatasi.13
nasional; Walaupun demikian UNCLOS tidak diteri-
b. Negara mempunyai jurisdiksi khusus dan ter- ma secara universal karena negara-negara maju
batas pada zona tambahan; seperi Amerika Serikat tidak mau terikat pada
c. Negara mempunyai jurisdiksi eksklusif untuk Konvensi. Hal ini pada akan melahirkan suatu
memanfaatkan sumber daya alamnya, yaitu permasalahan tentang status hukum dari rezim
zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen; Seabed ini.
d. Berada di bawah pengaturan internasional Tidak disangkal bahwa sasaran utama
khusus, yaitu daerah dasar laut samudra da- yang hendak dicapai melalui rezim ini tidak
lam (Kawasan/international Sea bed area); mungkin terwujud jika terdapat pihak ketiga
e. Tidak berada di bawah kedaulatan negara pada konvensi ini yang secara tegas menolak
manapun, yaitu laut lepas. 12 berlakunya Bab XI. Namun sayangnya dalam
mendekati permasalahan ini, para ahli lebih
menekankan pada soal ketidakefektifan rezim
10
Boer mauna, 2005, Hukum Internasional Pengertian ini daripada keabsahannya. Dilihat dari segi hu-
Peranan dan Fungsi dalam era Dinamika Global,
Bandung : Alumni, hlm. 143-144 kum perjanjian internasional, tidak diterimanya
11
Pasal 38 Konvensi Wina 1969
12
Mochtar kusumaatmadja dan Etty R Agoes, op.cit, hlm.
13
171 Boer Mauna, op. cit., hlm. 273
32 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

secara umum rezim ini tidak hanya meng- kum kebiasaan internasional ada dua, pertama
akibatkan rezim ini tidak efektif tetapi juga harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat
menimbulkan konflik norma dan bahkan meng- umum dan kedua kebiasaan itu harus diterima
akibatkan status hukumnya semakin tidak sebagai hokum. 16 Hal ini berlaku dalam hal Bab
menentu.14 XI KHL 1982. Di satu pihak, Bab tentang Seabed
Salah satu ciri yang penting adanya rezim ini dianggap belum memenuhi syarat untuk
ini adalah terjadinya suatu konversi rezim atas diterima sebagai hukum kebiasaan.
wilayah yang dulunya merupakan rezim laut Dengan diterimanya KHL 1982 khususnya
bebas berubah menjadi rezim Seabed/CHM. tentang Seabed, maka bagi setiap negara, Kon-
Perubahan rezim ini tentunya menuntut suatu vensi berlaku sebagai hukum kebiasaan. Me-
pemberlakuan secara umum untuk semua ne- mang kelihatannya melalui transformasi men-
gara dalam arti tidak mungkin rezim ini di- jadi hukum kebiasaan ini masalah nonuniversal
terapkan terhadap sebagian negara, sementara acceptance dari konvensi dapat diselesaikan.
negara-negara yang lain menerapkan rezim Namun masih ada kendala lain yang dapat
yang lama. Telah dibayangkan oleh negara membuat hukum kebiasaan tidak universal,
peserta konferensi bahwa tidak mungkin ter- yaitu adanya prinsip persistent onjector yang
dapat dua rezim yang berbeda terhadap satu memungkinkan suatu negara tidak terikat ke-
wilayah yang sama. Itulah sebabnya redaksional tentuan hukum kebiasaan jika ia secara terus-
Konvensi ini dibuat sedemikian rupa sehingga menerus dan konsisten menyatakan penolakan
mengindikasikan bahwa rezim ini berlaku se- atas berlakunya ketentuan itu.17
cara universal terhadap semua negara. Istilah- Dengan demikian meskipun disepakati
istilah seperti all states, every state dan no diterimanya KHL 1982 sebagai hukum kebiasa-
state disamping state parties banyak digunakan an, tidak dengan sendirinya dapat diselesaikan
dalam Bab ini membuktikan maksud para pihak masalah non universal acceptance. Hal ini se-
konvensi untuk memberikan hak-hak kepada kaligus membuktikan bahwa pendekatan-pen-
semua negara tersebut. Namun yang menjadi dekatan tradisional terhadap masalah rezim
persoalan bahwa dalam hal rezim Seabed hu- Seabed tidak lagi relevan. Untuk itu rezim ini
bungan dengan pihak ketiga tidak hanya perlu dikaji dari segi sifat esensinya.
menyangkut pemberian hak-hak tetapi juga Sekalipun hukum perjanjian internasional
pembebanan kewajiban-kewajiban. telah meletakkan prinsip bahwa suatu per-
Berdasarkan prinsip ini, maka dapat di- janjian tidak memberikan hak atau mem-
mengerti adanya argumentasi yang diterima bedakan kewajiban kepada pihak ketiga tanpa
oleh kebanyakan ahli yang menyatakan bahwa persetujuannya, terdapat pula suatu argumen
KHL 1982 bersifat suatu kontrak yang tidak yang dikemukakan Waldock, Rapporteur khu-
mengikat pihak ketiga tanpa persetujuannya. sus dalam proses pembentukan Konvensi Wina
Mungkin dapat mengikat jika ketentuan-ke- 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional,
tentuan konvensi telah diterima sebagai bagian menyebutkan ada dua situasi yang meng-
dari hukum kebiasaan internasional.15 Namun akibatkan terikatnya suatu perjanjian terhadap
untuk menentukan apakah suatu ketentuan pihak ketiga. Pertama jika perjanjian tersebut
konvensi sudah diterima sebagai hukum ke- membentuk suatu objective regime, yang me-
biasaan adalah merupakan permasalahan klasik lahirkan hak dan kewajiban yang berlaku uni-
hukum internasional dan selalu menghasilkan versal (erga omnes). Kedua, jika perjanjian
dua pendapat yang berbeda. Syarat adanya hu-
16
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, op.cit.,
hlm. 144
17
Pendapat ini didasarkan pada teori Bin Cheng tentang
14
Grolin, Jesper, op. cit., hlm.20 instant customary law, dalam United Nations
15
Lee Luke T, 1983, ”The Law of The Sea Convention and Resolutions on Outer Space: Instant International
third States”, American Journal of International Law, Customary Law, Indian Journal of International Law,
Vol .77 hlm. 565. 1965.
Penerapan Asas Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt Berkaitan 33
dengan Status Hukum Daerah Dasar Laut Samudera Dalam (Sea Bed)

tersebut telah menjadi hukum kebiasaan inter- lainkan melalui hukum kebiasaan yang ditrans-
nasional.18 formasikan dari perjanjian tersebut. Mengingat
Brierly juga mengindikasikan bahwa hu- tidak adanya kesepakatan dalam hal dasar pe-
kum internasional telah mengakui adanya suatu ngikatan perjanjian ini, maka komisi memutus-
perjanjian yang memiliki sifat obyektif dan kan untuk menangguhkannya dan tidak mem-
mirip dengan produk legislatif, misalnya jika buat pengaturan dalam Konvensi Wina 1969.
perjanjian tersebut menciptakan suatu situasi Tidak diaturnya perjanjian pembentukan
internasional atau suatu institusi yang mengikat rezim objektif ini dalam Konvensi tidaklah ber-
semua negara baik pihak maupun bukan pihak arti menyangkal sama sekali eksistensi per-
pada perjanjian tersebut.19 janjian jenis ini. Hal ini harus diartikan bahwa
McNair juga mengikuti adanya jenis per- saat ini belum mendesak untuk dibuat suatu
janjian yang memiliki karakter constitutive dan pengaturan khusus tentang perjanjian-per-
semi legislative atau perjanjian yang ber- janjian tersebut.
karakter publik yang dibuat melalui keputusan Jika ditelusuri secara teliti, kelompok
negara-negara besar yang dianggap sebagai yang paling keras menolak adanya rezim objek-
wakil kepentingan umum. Starke juga sepen- tif pada waktu itu adalah negara-negara so-
dapat bahwa perjanjian-perjanjian tertentu sialis. Mereka berpegang teguh pada prinsip
yang oleh para pihak diharapkan berlaku secara pacta tertiis yang meletakkan kedaulatan ne-
universal dapat saja mengikat pihak ketiga. gara di atas segala-galanya sehingga mensyarat-
Sebagai contoh, ia menunjuk pada Single Con- kan adanya persetujuan pada setiap perjanjian
vention on Narcotic Drug 1961, yang memung- yang akan membebankan suatu kewajiban ke-
kinkan suatu organisasi internasional untuk pada pihak ketiga.
menentukan kuota narkotik bagi suatu negara Desakan untuk diakuinya eksistensi ob-
baik pihak maupun yang bukan pihak pada jective regime valid erga omnes juga didukung
Konvensi tersebut.20 oleh jurisprudensi seperti misalnya dalam In-
Komisi Hukum Internasional dalam draft ternational Status of South West Africa yang
Konvensi Wina 1969, khususnya yang menyang- berpendapat :
kut masalah hubungan perjanjian dengan pihak From time to time it happens that a group
ketiga berusaha mencakup permasalahan rezim of graet powers or a large number of
obyektif ini. Beberapa anggota menyatakan States both great and small, assume a
power to create by a multipartite treaty
bahwa perjanjian yang memuat rezim obyektif some new international regime or status,
diakui dan terdapat dalam hukum internasional which soon extends beyond the limit of
dan perlu mendapat pengaturan melalui kon- actual contracting parties and giving it an
vensi. Mereka menyatakan bahwa hal-hal yang objective existence. This power is used
masuk dalam perjanjian ini adalah berkaitan where some public interest is involved.
dengan netralisasi dan demiliterisasi dari suatu
Seperti telah diketahui, masalah kon-
teritorial atau wilayah kebebasan navigasi
troversi yang mengitari rezim obyektif ini ada-
sungai-sungai internasional. Contoh klasik dari
lah apa dasar mengikat dari erga omnes. Pen-
rezim ini adalah The Antartic Treaty. Namun di
dekatan tradisional seperti yang dianut oleh
lain pihak, beberapa anggota sekalipun tidak
sebagian besar anggota komisi pada saat me-
menolak eksistensi jenis perjanjian tersebut
rancang Konvensi Wina 1969, lebih menitik-
beranggapan bahwa dasar mengikat untuk pi-
beratkan sumber mengikatnya pada hukum
hak ketiga bukan dari perjanjian tersebut, me-
kebiasaan. Namun pendekatan ini tidak dapat
18
Gillian Triggs, 1986, International Law and Australian
menjawab bagaimana Antartic Treaty yang
Souvereignty in Antartica, Sidney, hlm. 140-144. disebut sebagai contoh klasik dari rezim objek-
19
Ibid.
20
Starke, 1995, Pengantar Hukum Internasional ter-
tif dapat mengikat secara erga omnes melalui
jemahan Bambang Iriana D., Jakarta: Sinar Grafika, kebiasaan. Padahal, traktat ini tidak dapat di-
hlm. 466.
34 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

anggap sebagai hukum kebiasaan yang meng- mentara negara yang lain tunduk pada rezim
ingat para pihak pada perjanjian ini hanya se- laut bebas.
bagian kecil negara. Itulah sebabnya, McNair Kedua, rezim Seabed dimaksudkan untuk
lebih menekankan bahwa efek erga omnes menguasai suatu wilayah milik umat manusia.
tersebut tidak bersumber dari hukum kebiasaan Pasal 153 (1) menyatakan bahwa rezim ini akan
melainkan unsur yang inherent unik pada menguasai wilayah secara ekslusif tempat se-
perjanjian tersebut. mua kegiatan di wilayah ini dilakukan dan
Selain itu ada pula pandangan yang cukup diawasi oleh Authority atas nama dan untuk
progresif yang berpendapat bahwa wilayah- kepentingan seluruh umat manusia (bukan
wilayah tertentu yang tidak di bawah yuridiksi negara). Dengan demikian rezim ini mengan-
negara seperti laut bebas, Seabed dan ruang dung unsur publik (kepentingan masyarakat
angkasa harus ditempatkan di bawah kekuasaan internasional).
masyarakat internasional seperti PBB. Ber- Ketiga, rezim ini membentuk suatu or-
dasarkan hukum internasional, organisasi ter- ganisasi internasional yang memiliki personali-
sebut dapat mengeluarkan peraturan-peraturan tas obyektif yang oleh hakim pada Reparation
yang mengikat semua negara. of Injuries Case 1949, berlaku secara universal
Setelah menelusuri dan merangkum pan- atau erga omnes terhadap anggota atau bukan
dangan para ahli di atas dan mengkaji karakter anggota. Demikian halnya dengan International
hukum dari rezim Seabed seperti yang termuat Authority, badan ini haruslah dianggap memi-
pada Bab XI KHL 1982, maka terdapat suatu liki personalitas objektif yang berlaku untuk
indikasi kuat bahwa rezim ini merupakan an semua negara, baik pihak atau bukan pada KHL
objective regime valid erga omnes. Paling tidak 1982.
ada empat indikator yang merujuk pada ke- Keempat, rezim ini diciptakan oleh mayo-
simpulan tersebut. 21 ritas negara-negara. Telah banyak yang menya-
Pertama, melalui rezim ini terjadi suatu takan bahwa proses negosiasi dalam Konferensi
perubahan rezim hukum yang berlaku pada Hukum laut yang lalu merupakan refleksi dari
Seabed, dari rezim hukum laut bebas menjadi adanya pergerakan demokratisasi di dalam hu-
rezim Seabed versi Konvensi, dari konsep res bungan internasional. Dalam konperensi inilah,
communis menjadi konsep CHM. Kedua, konsep ditampilkan bahwa pengambilan keputusan da-
ini sangat berbeda. Res Communis mengandung lam masalah-masalah yang menyangkut kepen-
implikasi sebagai kebebasan buat semua ne- tingan masyarakat internasional tidak lagi ber-
gara. Semua negara bebas untuk memanfaatkan dasarkan kekuasaan melainkan demokrasi.
dan bahkan menyalahgunakan wilayah Seabed. Keempat karakter ini jelas mendorong se-
Sedangkan konsep CHM menekankan bahwa tiap pihak untuk tidak menyangkal dan ber-
pengelolaan Seabed merupakan masalah masya- kesimpulan bahwa rezim Seabed adalah object-
rakat internasional secara keseluruhan yang tive regime dan berlaku erga omnes. Prinsip
harus diputuskan oleh masyarakat itu dan bu- erga omnes, misalnya terlihat dalam Pasal 137 :
kan oleh negara-negara secara individu. Pe- (1) No State shall claim or exercise sovereign-
rubahan rezim hukum di suatu wilayah haruslah ty or souveregn rights over any part of the
bersifat erga omnes, jika tidak maka perubahan Area of its resources, nor shall any State
rezim hukum tersebut tidak memiliki arti dan or natural or judicial person appropriate
kehilangan dasar hukum. Tidak mungkin se- any part thereof. No such claim or axer-
bagian negara terikat pada rezim Seabed se- cise of soeverignty or souveregn rights nor
such appropriation shall be recognized.
(2) No State or natural or judicial person shall
claim, acquire or exercise rights with
21
Damos Dumoli Agusman, 1986, “ Regim Seabed: Apakah respect to the minerals recovered from
Berlaku Erga Omnes”, Jurnal Hukum Internasional,
UNPAD, Bandung , hlm. 71 the Area except in accordance with this
Penerapan Asas Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt Berkaitan 35
dengan Status Hukum Daerah Dasar Laut Samudera Dalam (Sea Bed)

Part. Otherwise, no such claim, acqui-


sition or exercise of such rights shall be
recognized.
Penggunaan istilah no state dan any state
pada pasal ini secara jelas menunjuk pada
semua negara tanpa terkecuali. Dengan kata
lain, jika pasal ini hanya melarang para pihak
konvensi dan pihak lain, maksud dan tujuan
pasal ini tidak akan tercapai.
Salah satu ciri esensial dari adanya rezim
ini adalah terjadinya suatu konversi rezim atas
wilayah Area yang dulu merupakan rezim laut
bebas yang berubah menjadi rezim Seabed/
CHM. Perubahan rezim ini tentunya menuntut
suatu pemberlakuan secara umum untuk semua
negara dalam arti tidak mungkin rezim ini
dapat diterapkan terhadap sebagian negara,
sementara negara-negara lain menerapkan
rezim lama.

Penutup
Simpulan
Asas pacta tertiis nec nocent nec prosunt
yang artinya perjanjian tidak dapat mem-
berikan hak dan kewajiban kepada negara
ketiga dapat dikecualikan. Berkaitan dengan
status hukum Seabed yang menjadi warisan
bersama umat manusia (common heritage of
The mankind) dan pengelolaannya diatur oleh
suatu badan internasional (Authority) maka
rezim ini berlaku secara universal (erga omnes)
baik itu bagi negara peserta maupun bukan
negara peserta Konvensi Hukum laut 1982.

Anda mungkin juga menyukai