Anda di halaman 1dari 5

BAB VIII WILAYAH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

oleh

Harvey Calvin Tomatala (3015210161)

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Internasional :

Kelas E / Ruang 303

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA

PROGRAM SARJANA

2017
BAB VIII WILAYAH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Setiap negara memiliki kemungkinan untuk menambah atau memperluas wilayahnya.


Dilihat dari praktik negara ada beberapa cara bagi suatu negara untuk dapat memperluas
wilayahnya yaitu melalui Akresi, Cessi, Okupasi, Preskripsi dan Perolehan Wilayah Secara
Paksa Yang Biasanya Berupa Aneksasi.

1. AKRESI

Akresi adalah penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Sebagai
contoh adalah terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur dimuara sungai atau
mengeringnya bagian sungai disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai. Penambahan
wilayah dalam bentuk pulau baru dapat juga disebabkan oleh letusan gunung api dilaut. Dalam
hal ini apabila pulau baru tersebut berada diperairan wilayah suatu negara maka otomatis akan
menjadi bagian dari wilayah negara tersebut.

2. CESSI

Salah satu cara yang banyak digunakan untuk memperoleh tambahan wilayah adalah
dengan cessi. Dasar pemikiran yang melandasi cessi adalah bahwa penyerahan suatu wilayah
atau bagian wilayah adalah hak yang melekat pada kedaulatan negara. Cessi merupakan cara
penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan melalui suatu perjanjian perdamaian
yang mengakhiri perang. Namun, pada zaman colonial praktik cessi juga banyak dilakukan oleh
para penguasa setempat, seperti misalnya yang dilakukan oleh beberapa kesultanan di Asia
tenggara kepada para pendatang dari Eropa; atau sebaliknya dilakukan oleh para penguasa
colonial kepada kelompok ada setempat.

3. OKUPASI

Okupasi menunjukan adanya penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada
dibawah kedaulatan negara manapun, yang dapat berupa suatu terra nullius yang baru ditemukan.
Penguasaab tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang-perorangan, secara
efektif dan harus terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian
dari kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukan misalnya dengan suatu tindakan simbolis yang
menunjukan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya dengan pemancangan
bendera atau melalui suatu proklamasi. Penemuan saja tidak cukup kuat untuk menunjukan
kedaulatan negara, karena hal ini dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman.
Agar penemuan tersebut memiliki arti yuridis harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif
untuk suatu jangka waktu tertentu.

4. PRESKRIPSI

Berbeda dengan okupasi, preskripsi alah pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de
facto dan damai untuk kurun waktu tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap
wilayah yang sebenarnya berada dibawah kedaulatan negara lain. Kesulitan untuk dapat
menerima preskripsi sebagai asas hukum internasional dalam perolehan wilayah adalah bahwa
tidak banyak praktik negara itu. Dengan demikian, tidak jelas presiden yang menunjukan berapa
lama waktu yang diperlukan untuk menunjukan adanya pelaksanaannya harus dilakukan tanpa
terputus.hal ini penting untuk menunjukan bahwa bahwa munculnya protes dari negara yang
memiliki kedaulatan terdahulu akan menghilangkan klaim berdasarkan preskripsi.

5. ANEKSASI

Aneksasi adalah cara perolehan wilayah secara paksa berdasarkan pada dua kondisi sebagai
berikut :

1. Wilayah yang dianeksasi telah dikuasai oleh negara yang menganeksasinya;

2. Pada waktu suatu negara mengumumkan kehendaknya untuk menganeksasi


suatu wilayah, wilayah tersebut telah benar-benar berada dibawah penguasaan
negara tadi. Perolehan wilayah dengan cara yang pertama tidak cukup untuk
melahirkan hak atau kedaulatan bagi negara yang melakukannya, melainkan harus
diikuti dengan pernyataan resmi tentang maksud atau kehendak demikian yang
biasanya dilaksanakan dengan pengiriman Nota kepada semua warganegara yang
berkepentingan.

6. PEROLEHAN WILAYAH OLEH NEGARA BARU


1. Wilayah Dan Yurisdiksi Negara Di Laut

a. Status Hukum tentang Pelbagai Zona Maritim

b. Perairan pedalaman

c. Laut territorial

d. Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional

e. Jalur/zona tambahan

f. Negara kepulauan

g. Zona ekonomi eksklusif

h. Landas kontinen

i. Negara-negara yang tidak berpantai dan negara-negara yang secara geografis tidak
beruntung

j.Laut Lepas

k. Kawasan

l. Pulau

m. Laut tertutup dan setengah tertutup

n. Lingkungan laut.

2. Penyelesaian sengketa Sengketa-sengketa juga dapat diselesaikan melalui konsiliasi dan dalam
beberap hal tertentu wajib menggunakan penyelesaian melalui konsiliasi. Mahkamah Hukum
Laut Internasional memiliki yurisdiksi eksklusif untuk sengketa yang berkaitan dengan
penambangan dasar laut samudera dalam.

3. Persetujuan Implementasi Bab XI Konvensi Hukum Laut 1982 Persetujuan Implementasi Bab
XI Konvensi Hukum Laut 1982 diterima pada tanggal 28 juli 1994 dan mulai berlaku sejak
tanggal 28 juli 1996. Persetujuan ini memuat 10 pasal yang mengatur tentang masalah-masalah
procedural seperti misalnya, penandatanganan, mulai berlaku dan penerapan sementara. Pasal 2
persetujuan ini mengatur tentang hubungan antara persetujuan ini dengan ketentuan-ketentuan
Bab XI Konvensi Hukum Laut 1982, yang menetapkan bahwa kedua dokumen tersebut harus
diinterprestasikan dan diimplementasikan sebagai satu dokumen yang integral.

4. Persetujuan tentang konservasi dan pengelolahan jenis-jenis ikan yang terdapat di dua ZEE
(straddling) dan yang bermigrasi jauh (highly migratory) Persetujuan tentang jenis-jenis ikan
yang berada di ZEE dari dua negara dan yang bermigrasi jauh menetapkan asas-asas untuk
konservasi dan pengelolahan jenis-jenis ikan tersebut. Perjanjian ini ditujukan agar tujuan
tersebut dapat dicapai dengan menyediakan suatu kerangka kerjasama dalam konservasi dan
pengelolahan sumber daya ikan tersebut.

5. Ruang Udara dan Ruang Angkasa Secara teoritis dengan adanya kedaulatan negara diruang
udara diatas wilayahnya, setiap negara dapat melakukan larangan bagi negara-negara lain untuk
terbang diatas wilayahnya, kecuali kalau telah diperjanjikan sebelumnya. Sama halnya dengan
status hukum dari laut lepas, hukum internasional mengakui status hukun ruang angkasa sebagai
res communis, sehingga tidak ada satu bagianpun dari ruang angkasa dapat dijadikan menjadi
bagian wilayah kedaulatan negara. Lebih lanjut pengaturan ruang angkasa ditetapkan melalui
penandatanganan Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and
Use of Outerspace, including the Moon And Other Celestial Bodies pada tahun 1967. Perjanjian
internasional ini menguatkan asas-asas yang telah dikemukakan dalam resolusi Majelis Umum
PBB, tetapi tidak mengandung satu ketentuan pun yang menetapkan batas antara ruang udara dan
ruang angkasa.

Anda mungkin juga menyukai