Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MANAJEMEN LABA

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Teori Akuntansi Keuangan

Disusun oleh :
Kelompok 11

Eka Sarina : 1702122478


Halimah Tun Sakdiah : 1702122480
Nur aisyah siregar : 1702123087

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berisi
tentang “Manajemen Laba”. Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi
tugas dari Mata kuliah Teori Akuntansi Keuangan.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,


untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
kawan-kawan maupun Dosen Pengampuh demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Pekanbaru, 3 April 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 3

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 4


1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 4

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 6

2.1 Manajemen laba................................................................................ 6


2.1.1 Strategi Manajemen Laba.......................................................... 6
2.1.2 Motivasi Manajemen Laba........................................................ 7
2.1.3 Mekanisme Manajemen Laba.................................................... 8
2.1.4 Implikasi Analisis Manajemen Laba......................................... 9
2.1.5 Proses Analisis Akuntansi......................................................... 10
2.2 Perspektif Manajemen ...................................................................... 11
2.2.1 Perspektif Dasar......................................................................... 12
2.2.2 Perspektif Informasi.................................................................. 15
2.2.3 Perspektif Oportunis.................................................................. 19
2.3 Pemicu Manajemen Laba.................................................................. 20
2.4 Analisis Kasus Jiwasraya.................................................................. 21

BAB III PENUTUP............................................................................... 23


3.1 Kesimpulan........................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja
perusahaan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari
suatu proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku
bersangkutan. Disamping itu laporan keuangan juga digunakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak diluar perusahaan. Kinerja
manajemen perusahaan tersebut tercermin pada laba yang terkandung dalam laporan
laba rugi. Oleh karena itu proses penyusunan laporan keuangan dipengaruhi oleh
faktor faktor tertentu yang dapat menentukan kualitas laporan keuangan. Manajemen
perusahaan dapat memberikan kebijakan dalam penyusunan laporan keuangan
tersebut untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen laba, akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang
terjadi di sejumlah perusahaan. Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka
laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Manajemen laba bukanlah
suatu hal merugikan selama dilakukan dalam koridorkoridor peluang, manajemen
laba tidak selalu diartikan dengan proses manipulasi laporan keuangan karena
terdapatnya beberapa pilihan metode yang dapat digunakan dan bukan sebagai suatu
larangan. Manajemen laba berusaha untuk mengatur kondisi perusahaan dan sebagai
usaha untuk mempengaruhi pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan
keuangan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana manajemen laba dalam perusahaan?
2. Bagaimana prespektif manajemen dalam perusahaan?
3. Bagimana Pemicu Manajemen Laba?

4
1.3 Tujuan penulisan
1. mengetahui manajemen laba
2. mengetahui prespektif manajemen
3. mengetahui Pemicu manajemen laba

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MANAJEMEN LABA

Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai “intervensi dengan tujuan


tertentu oleh manajemen dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi
tujuannya sendiri” (Schipper, 1989). Manajemen laba sering melibatkan window-
dressing atas laporan keuangan, khususnya jumlah laba bottom line. Manajemen laba
dapat berupa cosmetic, jika manajer memanipulasi akrual tidak memiliki konsekuensi
arus kas. Manajemen laba juga dapat menjadi real, jika manajer mengambil tindakan
terkait dengan konsekuensi arus kas untuk tujuan mengelola laba.

2.1.1 Strategi Manajemen Laba

Ada tiga strategi umum yang dapat dilakukan:

a) Meningkatkan Laba
Salah satu strategi manajemen laba adalah dengan meningkatkan laba yang
dilaporkan periode berjalan untuk menggambarkan keadaan perusahaan lebih
baik. Perusahaan dapat mengelola kenaikan laba selama beberapa tahun dan
kemudian membalikkan akrual sekaligus hanya dengan biaya satu kali (one-
time charge). Biaya sering dilaporkan "di bawah garis (below the line) yaitu
dibawah laba dari lini operasi đilanjutkan pada laporan laba rugi-sehingga
dipandang kurang relevan.
b) Big bath

Strategi big bath dilakukan dengan cara penghapusan sebanyak mungkin pada
satu periode. Startegi big bath juga sering digunakan bersamaan dengan
strategi peningkatan laba untuk satu tahun lagi. Oleh karena sifat darı big bath
yang tidak biasa dan tidak berulang, penggunanya cenderung untuk

6
mengabaikan dampak keuangan.
c) Perataan Laba

Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Dalam strategi ini,
manajer menurunkan atau menaikkan laba yang dilaporkan sehingga
mengurangi fluktuasinya. Perataan laba mencakup tidak melaporkan adanya
bagian laba pada tahun yang baik melalui pembentukan cadangan atau "bank"
ada, dan kemudian melaporkan laba ini pada tahun yang buruk.
2.1.2 Motivasi Manajemen Laba

Ada beberapa alasan untuk mengelola laba, termasuk meningkatkan kompensasi


manajer yang terikat pada laba yang dilaporkan, meningkatkan harga saham, dan
melobi untuk memperoleh subsidi pemerintah. Insentif utama untuk manajemen
laba diidentifikasi pada bagian ini:
1. Insentif Kontrak. Banyak kontrak yang menggunakan angka akuntansi.
Misalnya,kontrak kompensasi manajerial sering kali memasukkan bonus
berdasarkan atas laba. Kontrak bonus tertentu memiliki batas bawah dan batas
atas, yang berarti bahwa manajer tidak diberikan bonus apabila laba turun di
bawah batas bawah dan tidak dapat memperoleh bonus tambahan ketika laba
melebihi batas atas. Contoh lain insentif kontraktual adalah perjanijian utang
yang sering kali didasarkan pada rasio yang menggunakan angka akuntansi
seperti laba. Oleh karena pelanggaran atas perjanjian utang menimbulkan
biaya yang mahal bagi manajer, mereka akan mengelola laba (biasanya
menjadi naik) untuk menghindarinya.
2. Dampak Harga Saham. Insentif lain untuk manajemen laba adalah dampak
potensial terhadap harga saham. Manajer juga melakukan perataan laba untuk
menurunkan persepsi pasar mengenai risiko dan menurun biaya modal.
Insentif terkait lainnya untuk manajemen laba adalah untuk memenuhi
harapan pasar.

3. Insentif Lain. Ada beberapa alasan lain untuk mengelola laba. Laba terkadang

7
diturunkan untuk mengurangi biaya politik dan pengawasan dari badan
pemerintah. seperti regulator antitrust dan IRS. Perusahaan juga menurunkan
laba untuk melawan permintaan serikat pekerja. Insentif umum lainnya untuk
manajemen laba adalah perubahan manajemen. Ini biasanya menimbulkan big
bath karena beberapa alasan. Salah satu big bath terbesar terjadi ketika Louis
Gerstner menjadi CEO di IBM. Meskipun sebagian besar biaya yang terdiri
dari beban yang terkait dengan perputaran tersebut, ini juga mencakup banyak
pos yang merupakan beban bisnis di masa depan. Analis memperkirakan
bahwa kenaikan laba yang dilaporkan IBM pada tahun berikutnya sebagian
besar disebabkan oleh big bath ini.
2.1.3 Mekanisme Manajemen Laba

Dua metode utama manajemen laba:


1. Pergesaran Laba

Pergesaran laba merupakan proses pengelolaan laba dengan mengalihkan laba


dari satu periode ke periode lainnya. Pergeseran laba dilakukan dengan
mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan atau beban. Bentuk
manajemen laba biasanya mengakibatkan pembalikan dari dampak dalam satu
periode di masa depan, sering kali pada periode berikutnya. Untuk alasan ini,
pergeseran laba sangat berguna untuk peratan laba. Contoh pergeseran laba
adalah sebagai berikut.
a) Mempercepat pengakuan pendapatan dengan meyakinkan dealer atau grosir
untuk membeli kelebihan produk di pengujung akhir tahun fiskal. Dalam
praktik ini, disebut pemuatan saluran (channel loading), biasa terjadi dalam
industri seperti ufaktur mobil dan rokok.
b) Menunda pengakuan beban dengan mengapitalisasi beban dan
mengamortisasinya selama periode mendatang. Contohnya meliputi
kapitalisasi bunga dan kapitalisasi biaya pengembangan perangkat lunak.
c) Menggeser beban ke periode berikutnya dengan mengadopsi metode
akuntansi tertentu. Misalnya, pengadopsian metode FIFO untuk penilaian

8
persediaan (dibanding dengan LIFO) dan penyusutan garis lurus (dibanding
dengan percepatan) dapat menunda pengakuan beban.
d) Menggunakan biaya satu kali yang besar seperti penurunan nilai aset dan
biaya restrukturisasi secara berselang, Hal ini memungkinkan perusahaan
untuk mempercepat pengakuan beban sehingga membuat laba berikutnya
terlihat lebih baik.
2. Klasifikasi Manajemen Laba

Laba juga dikelola dengan mengklasifikasikan beban (dan pendapatan), secara


selektif pada bagian-bagian tertentu dari laporan laba rugi. Manajer berupaya
untuk mengklasifikasikan beban pada bagian tidak berulang dari laporan laba rugi
sebagaimana diilustrasikan pada contoh berikut ini:
a) Ketika perusahaan tidak melanjutkan Sebuah segmen bisnis, laba dari
segmen tersebut harus dilaporkan terpisah sebagai laba (rugi) dari operasi
dihentikan. Pos ini sebaiknya diabaikan dalam analisis karena terkait
dengan unit bisnis yang tidak berdampak lagi pada perusahaan. Akan
tetapi, beberapa perusahaan memuat porsi yang lebih besar dari biaya
bersama (seperti overhead perusahaan) pada segmen yang dihentikan,
sehingga meningkatkan laba untuk perusahaan lainnya.
b) Penggunaan biaya khusus sperti penurunan nilai aset dan biaya
Restrukturisasi yang telah meroket . Motivasi alam praktik ini disebabkan
oleh kebiasaan sebagian besar analis untuk mengabaikan biaya khusus
karena sifataya yang tidak biasa dan tidak berulang. Dengan cara
mengambil biaya khusus secara periodik dan memasukan beban perasi
dalam biaya ini, sehingga mengakibatkan analis mengabaikan sebagian
dari beban operasi.
2.1.4 Implikasi Analisis Manajemen Laba

Sebelum menyimpulkan apakah suatu perusahaan melakukan pengelolaan laba,


seorang analis harus memeriksa hal-hal sebagai berikut.

9
1. Insentif bagi manajemen laba. Laba tidak akan dikelola kecuali jika
terdapat insentif untuk mengelolanya. Beberapa insentif telah dibahas
sebelumnya dan seorang analis harus mempertimbangkannya.
2. Reputasi dan histori manajemen. Penting untuk menilai reputasi dan
integritas manajemen. Pembacaan dengan teliti atas laporan keuangan masa
lalu, penegakan aturaan SEC, laporan audit, riwayat perubahan auditor, dan
media keuangan yang memberikan informasi berguna untuk tugas ini.
3. Pola konsisten. Tujuan manajemen laba adalah untuk memengaruhi angka
baris bawah ringkasan seperti laba atau rasio penting seperti utang terhadap
ekuitas atau cakupan bunga.
4. Peluang manajemen laba. Sifat aktivitas bisnis menentukan sejauh mana
laba dapat dikelola. Ketika sifat aktivitas bisnis memerlukan penilaian yang
cukup untuk menentukan angka laporan keuangan, maka semakin besar
peluang yang ada untuk mengelola laba.
2.1.5 Proses Analisis Akuntansi
Proses analisis akuntansi mencakup beberapa proses dan tugas yang yang saling
berkaitan. Analisis akuntansi mencakup 2 bidang:
1. Evaluasi Kualitas laba
Kualitas laba (atau lebih tepatnya kualitas akuntansi) berarti hal yang berbeda
untuk orang yang berlainan. Kebanyakan analis mendefinisikan kualitas laba
dengan tingkat konserrvatisme yang diterapkan oleh perusahaan tersebut-
perusahaan dengan kualitas laba yang lebih tinggi diharapkan memiliki rasio
harga terhadap laba yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
memiliki kualitas laba yang lebih rendah. Definisi kualitas laba lainnya adalah
dari segi distorsi akuntansi-perusahaan memiliki kualitas laba yang lebih
tinggi jika informasi laporan keuangannya menggambarkan aktivitas bisnis
dengan akurat. Tahap- tahap dalam evaluasi kualitas laba:
a. Mengidentifikasi dan menilai kebijakan akuntansi utama.
Tahap penting dalam mengevaluasi kualitas laba adalah dengan
mengidentifikasi kebijakan akuntansi utama yangditerapkan oleh perusahaan

10
tersebut.
b. Mengevaluasi tingkat fleksibilitas akuntansi.
Penting untuk mengevaluasi tingkat fleksibilitas yang tersedia dalam
menyiapkan laporan keuangan. Tingkat fleksibilitas akuntansi pada beberapa
industri lebih besar dari industri lainnya. Secara umum, kualitas laba pada
industri tersebut lebih rendah daripada industri yang akuntansinya lebih
sederhana.
c. Menentukan strategi pelaporan.
Mengidentifikasi strategi akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan. Penting
juga untuk memeriksa insent untuk manajemen laba dan mencari pola indikatif
yang konsisten dengan hal tersebut. Analis perlu mengevaluasi kualitas
pengungkapan suatu perusahaan.
d. Mengidentifikasi dan menilai red flags (indikasi adanya sesuatu yang tidak
biasa).
Salah satu tahap yang berguna dalam mengevaluasi kualitas laba adalah agar
waspada terhadap redflags. Red flags merupakan item yang memberikan
peringatan kepada analis akan adanya potensi masalah yang lebih serius.
2. Penyesuaian Laporan Keuangan
Beberapa penyesuaian umum atas laporan keuangan:
a) Kapitalisasi sewa operasi jangka panjang, dengan penyesuaian pada
laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi.
b) Pengakuan beban ESO untuk penentuan laba.
c) Penyesuaian untuk biaya satu kali seperti penurunan nilai asset dan biaya
restrukturisasi.
d) Pengakuan dari status ekonomi pension dan program manfaat purnakarya
lainnya pada laporan posisi keuangan.
e) Penghapusan dampak beberapa pajak penghasilan tangguhan atas
liabilitas dan asset dari laporan posisi keuangan.

2.2 PERSPEKTIF MANAJEMEN

11
Permasalahan serius yang dihadapi praktisi, akademisi akuntansi dan
keuangan selama beberapa dekade terakhir ini adalah manajemen laba'. Alasannya,
pertama, manajemen laba seolah-olah telah menjadi budaya perusahaan (corponute
culture) yang dipraktikkan semua perusahaan di dunia. Kedua, sebab dan akibat yang
ditimbulkan aktivitas rekayasa manajerial ini tidak hanya menghancurkan tatanan
ekonomi, namun juga tatanan etika dan moral. Istilah lain yang juga biasa digunakan
untuk menerjemahkan carming management adalah manajemen keuntungan,
manipulasi laba. seharusnya menjadi garda terdepan dalam mendeteksi manajemen
laba dan regulator yang seharusnya mempersiapkan regulasi yang memadai untuk
menciptakan kehidupan bisnis yang bersih dan sehat.

2.2.1 Perspektif Dasar

Para praktisi menilai manajemen laba sebagai kecurangan, sementara


akademisi menilai manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai
kecurangan.Ada argumen yang cukup kuat yang diungkapkan oleh setiap pihak
untuk mempertahankan pendapatnya ini. Tetapi meski setiap pihak berusaha
mengungkapkan alasan logis, sebenarnya ada satu benang merah yang dalam antara
kedua pendapat ini, yaitu kedua belah pihak menyepakati bahwa manajemen laba
adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan, dan menunda informasi
keuangan.

Secara umum para praktisi, yaitu pelaku ekonomi, pemerintah, asosiasi


profesi dan regulator lainnya, berargumen bahwa pada dasarnya manajemen laba
merupakan perilaku oportunis seorang manajer untuk mempermainkan angka-angka
dalam laporan keuangan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Perbuatan ini
dikategorikan sebagai kecurangan karena secara sadar dilakukan manajer
perusahaan agar stakeholder yang ingin mengetahui kondisi ekonomi perusahaan
tertipu karena memperoleh informasi palsu.

Sementara para akademisi, termasuk peneliti, berargumen bahwa pada


dasarnya manajemen laba merupakan dampak dari kebebasan seorang manajer

12
untuk memilih dan menggunakan metode akuntansi tertentu ketika mencatat dan
menyusun informasi dalam laporan keuangan. Hal ini disebabkan ada beragam
metode dan prosedur akuntansi yang diakui dan diterima dalam prinsip akuntansi
ber- terima umum (generally accepted accounting prinsiples).

Meski metode dan prosedur akuntansi yang dipilih dan diguna- kan masih
dalam ruang lingkup prinsip akuntansi maka apa yang dilakukan manajer
dikategorikan sebagai kecurangan. Oleh sebab itu upaya untuk mengurangi
manajemen laba dianggap sebagai upaya untuk melakukan koreksi terhadap standar
akuntansi. Ada wacana untuk membuat standar akuntansi lebih dogmatis sehingga
tidak ada lubang yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil
keuntungan pribadi dari standar itu.

Secara konseptual wacana ini memang dapat menyelesaikan masalah


manajemen laba walaupun tidak mudah. Alasannya, standar akuntansi bukan hukum
tunggal maupun dogma yang mengikat pemakainya untuk mengikutinya secara
penuh. Prinsip akuntansi pada dasarnya merupakan kumpulan dari berbagai metode
dan prosedur akuntansi yang selama ini dipakai oleh perusahan-perusaha- an di
seluruh dunia. Hingga perusahaan mempunyai kebebasan untuk memilih dan
menggunakan sesuai dengan kepentingannya.

A. Semakin Berkembangnya Definisi Manajemen Laba

Sampai saat ini ada belum ada kesepakatan mengenai batasan dan definisi
manajemen laba. Ada pihak yang mendefinisikan manajemen laba sebagai ke
curangan yang dilakukan seorang manajer untuk mengelabui orang lain, sedangkan
pihak lain mendefinisikannya sebagai aktivitas yang Saaanget lumrah dilakukan
manajer dalam menyusun laporan keuangan. Manajemen laba tidak bisa
dikategorikan sebagai kecurangan sejauh apa yang dilakukannya masih dalam ruang
lingkup prinsip akuntansi. Inilah yang membuat spektrum manajemen laba menjadi
sedemikian luas.

13
Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer
perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi informasi dalam
laporan keuangan dergan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dan mengelabui inilah
yang dipakai sebagai dasar sebagian pihak unnuk menilai manajemen laba sebagai
kecurangan. Sementara pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial
ini bukan sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer
perusahaan dalam kerangka standar akuntanısi, yaitu masih menggunakan metode
dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui secara umum.

B. Semakin Berkembangnya Penelitian Akuntansi Keuangan dan


Keperilakuan

Semakin berkembangnya penelitian di bidang akuntansi keuangan dan


keperilakukan didasari pada perkembangan perspektif manajemen laba yang tidak
lagi hanya dalam konteks informasi (in formation perspective) namun juga dalam
perspektif oportunis (oppem tunistic perspective). Inilah yang membuat penelitian
akuntansi tidak hanya terbatas pada besarnya angka laporan keuangan yang
direkayasa, metode, dan objek manajemen laba namun juga pada upaya untuk
mengidentifikasi pandangan, pemahaman, perilaku etis, dan motivasi apa yang
mendorong seseorang untuk melakukan manajemen laba.

Oleh sebab itu, penelitian akuntansi tidak hanya berkutat dengan angka-angka
laporan keuangan namun juga pada upaya pengumpulan data data primer dengan
mengunakan kuesioner. Analisis yang digunakan pun juga mulai memanfaatkan basis
data primer untuk membuat kesimpulan penelitian menjadi lebih valid. Selain itu
kembanganperkembangan ini juga mengakibatkan berkembangnya teori akuntansi,
khususnya teori akuntansi positif (positive account ing theory). Upaya untuk
mengadopsi inilah yang membuat teori akuntansi semakin diperkaya dengan berhagai
teori yang relevan dengan perkembangan penelitian dan teori akuntansi.

C. Semakin Berkembangnya Model Empiris Manajemen Laba

14
Perbedaan pemahaman terhadap manajemen laba juga men- dorong semakin
berkembangnya untuk mengidentifikasi aktivitas rekayasa manajerial. Secara umum
ada tiga kelompok model empiris manajemen laba yang diklasifikasi- kan atas dasar
basis pengukuran yang digunakan, yaitu model yang berbasis akrual accnual), dan
distribusi laba (distribution of earming).

a. Model berbasis akrual merupakan model yang mengrunakan discretionary


accruals sebagai proksi manajemen laba. Model manajemen laba ini
dikembangkan oleh Healy (1985), DeAngelo (1986), Jones (1991), serta
Dechow, Sloan, dan Sweeney (1995).

b. Model yang berbasis specific accnuals, yaitu pendekatan yang meng- hitung
akrual sebapai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan
keuangan tertentu dari industri tertentu pula. Model ini dikembangkan oleh
McNichols dan Wilson, Petroni, Beaver dan Engel, Beneish, serta Beaver
dan McNichols. Sedangkan

c. Model distribution of eurnings dikembangkan oleh Burgtahler dan empiris


yang digunakan 1 agregat (agpepate acenualo), akrual khuus Gopecific
Dichev, Degeorge, Patel, dan Zeckhauser, serta Myers dan Skinner.

2.2.2 Perspektif Informasi

Ada dua perspektif penting yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan


mengapa manajemen laba dilakukan oleh seorang manajer, yaitu perspektif
informasi dan oportunis. Perspektif informasi merupakan pandangan yang
menyatakan manajemen laba merupakan kebijakan manajerial untuk bahwa
mengungkapkan harapan pribadi manajer tentang arus kas per usahaan dimasa
depan.

Kedua mendorong terjadinya manajemen laba. Artinya, manajemen laba


sebenarnya perspektif ini mempunyai hubungan sebabakibat yang oportunis

15
pengaruhi informasi yang disajikannya dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang
lain mengenai informasi yang sebenarnya.

Upaya mempengaruhi informasi itu dilakukan dengan meman- faatkan


kebebasan untuk memilih, menggunakan, dan mengubah berbagai metode dan
prosedur akuntansi yang ada. Selama ini memang ada berbagai metode akuntansi
untuk satu komponen tertentu.

Oleh sebab itu, manajemen laba dapat dikatakan sebagai per- mainan
akuntansi (accounting games). Apalagi jika melihat bahwa rekayasa ini merupakan
upaya untuk menyembunyikan dan mengubah informasi dengan mempermainkan
besar kecilnya angka-angka komponen laporan keuangan yang dilakukan ketika
mencatat dan menyusun informasi itu.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar laporan keuangan dapat diakui
dan diterima serta merupakan informasi yang berkualitas. Laporan keuangan dinilai
sebagai informasi yang berkualitas apabila menyajikan informasi yang relevan
netral, lengkap (komprehensif), serta mempunyai daya banding dan uji. Agar dapat
memenuhi syarat syarat ini maka seluruh informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan harus disusun dengan menggunakan standar akuntansi vang berlaku
secara umum.

A. Informasi yang Relevan

Informasi akuntansi dikatakan relevan apabila dapat memenuhi kebutuhan


semua pihak yang akan menggunakannya. Perbedaan kepentingan ini menyebabkan
informasi yang dibutuhkan satu pihak dengan pihak lain menjadi berbeda. Untuk itu
laporan keuangan harus mampu mengakomodasi dan mem- fasilitasi semua
kebutuhan itu dengan baik.

a. Manajer membutuhkan informasi-informasi dalam laporan keuangan unnuk


menyusun rencana dan anggaran, strategi untuk masa depan, pengendalian,
serta menilai kinerja yang telah di capainya selama satu periode tertentu.

16
b. Pemilik membutuhkan informasi-informasi dalam laporan keuang an untuk
menilai apakah yang dilakukan manajer perusahaan telah sesuai dengan apa
yang disepakati. Penilaian ini akan dipakai untuk menentukan kinerja,
kompensasi, dan kompetensi manajer yang mengelola perusahaannya.

c. Calon investor memburuhkan informasi-informasi dalam laporan keuangan


untuk menilai dan menentukan apakah dana yang dimilikinya tepat untuk
diinvestasikan di perusahaan itu atau tidak.

d. Kreditur membutuhkan informasi-informasi dalam laporan ke uangan untuk


menilai dan menentukan apakah suatu perusahaan layak menerima kucuran
kredit. Selain itu kredirur membutuhkan informasi ini untuk mengetahui dan
memperkirakan apakah dana yang dipinjam perusahaan dapat diterima
kembali.

e. Supplier membutuhkan informasi-informasi dalam laporan keuangan untuk


menilai apakah barang yang dikirim telah dimanfaatkan dengan baik oleh
perusahaan. Selain itu kreditur membutuhkan informasi ini untuk
mengetahui dan mem- perkirakan apakah perusahaan bersangkutan dapat
memenuhi kewajibannya untuk membayar barang yang telah diterimanya.

f. Regulator membutuhkan informasi-informasi dalam laporan keuangan untuk


menilai dan menentukan tingkat kesehatan perusahaan, kebijakan yang harus
disusun, dan menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi dalam dunia
usaha.

g. Pemerintah membutuhkan informasi-informasi dalam laporan keuangan


untuk menentukan berapa besarnya pajak yang harus dipungut dari
perusahaan itu, sehingga pajak dapat dipungut 13 dalam jumlah yang tepat
sesuai dengan tingkat kemampuan dan kewajiban perusahaan bersangkutan.

B. Informasi yang Netral

17
Informasi akuntansi dikatakan netral apabila informasi itu bebas dari
ketergantungan dan keinginan pihak pihak tertentu. Oleh sebab upaya menyajikan
informasi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak lain tidak
diperbolehkan dalam proses akuntansi. Selain itu, upaya untuk menyembunyikan
informasi tertentu demi kepentingan pihak tertentu tetapi merugikan pihak pihak lain
juga dilarang untuk dilakukan. Atau dengan kata lain informasi akuntansi harus
melaporkan secara terbuka apa yang seharusnya dilaporkan.

Secara adil (fairness) laporan keuangan harus menyediakan, mênyajikan, dan


memberikan informasi yang sama persis unnuk semua pihak yang membutuhkan.
Apabila ada dua orang yang berbeda menggunakan laporan keuangan untuk
kepentingan yang sama akan menghasilkan keputusan yang sama. Kesetaraan
kesempatan untuk memperoleh informasi ini diharapkan dapat membuat laporan
keuangan menjadi lebih berkualitas.

C. Informasi yang Lengkap

Informasi laporan keuangan juga harus lengkap atau komprehersif untuk


mengungkapkan(disclonere) semua fakta, baik transaksi (nans action) maupun
peristiwalevent), yang dilakukan dan dialami per usahaan selama satu periode
tertentu. Upaya untuk menyembunyikan, menunda pengungkapan, atau mengubah
fakta-fakta yang ada merupakan kegiatan yang melanggar aturan yang tidak diper-
bolehkan dalam proses akuntansi. Apalagi jika upaya itu dilakukan untuk
menyembunyikan penyelewengan, kecurangan, kekurangan, kegagalan, dan
kelemahan suatu perusahaan.

D. Informasi yang Mempunyai Daya Banding dan Uji

Maka agar dapat menyajikan informasi yang relevan, netral, dan lengkap,
akuntansi menyediakan standar yang harus diikuti dan dipakai oleh orang yang
menyusun laporan keuangan. Artinya, penyusun laporan keuangan terikat untuk
menggunakan standar akuntansi itu sehingga informasi yang dihasilkan tidak

18
dipengaruhi oleh selera yang bersangkutan. Harapannya, informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan mempunyai daya banding (companability) dan daya uji
(veriability), serta dapat dimengerti oleh pihak lain yang menggunakan laporan
keuangan itu. Laporan keuangan yang mempunyai daya banding merupakan laporan
yang dapat dibandingkan dengan laporan periode sebelum- nya atau dengan laporán
perusahaan lain dalam periode yang sama.

2.2.3 Perspektif Oportunis

Perspektif oportunis merupakan pandangan yang menyatakan bahwa


manajemen laba merupakan perilaku oportunis manajer untuk mengelabui investor
dan memaksimalkan kesejahteraannya karena menguasai informasi lebih banyak
dibandingkan pihak lain.

Selain kuantitas informasi maka kualitas informasi yang diterima dan dikuasai
stakeholder juga sangat tergantung pada kemauan manajer perusahaan. Semakin
berkualitas informasi yang diungkapkan manajer semakin berkualitas pula informasi
yang diterima dan di- kuasainya, begitu sebaliknya. Artinya semakin meragukan
motivasi dan perilaku etis seorang manajer semakin meragukan pula kualitas
laporan keuangan yang dipublikasikannya. Oleh sebab itu, apabila integritas dan
kredibilitas sebuah perusahaan juga sangat tergantung pada integritas dan
kredibilitas manajernya.

Oleh sebab itu perspektif ini dinilai sejalan dengan teori agensi yang
menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan
mendorong setiap pihak berusaha memaksimalkan kesejahteraan masing-masing.
Pemilik akan mendorong manajer agar mau bekerja lebih keras dengan
menggunakan berbagai intensif untuk memaksimalkan nilai perusahaan.

Alasannya, kesejahteraan pemilik akan meningkat seiring dengan peningkatan


nilai perusahaan itu. Sebaliknya, manajer karena ke superiorannya dalam menguasai
informasi akan berperilaku oportunis. Upaya manajer untuk memaksimalkan nilai

19
perusahaan akan mengarah pada upaya memaksimalkan kesejahteraan pribadi.
Artinya, perilaku oportunis mengimplikasikan upaya manajer dalam mentransfer
kemakmuran pemilik perusahaan kepada dirinya sendiri.

Atas dasar pemikiran itulah mengapa manajemen laba dinilai sebagai cermin
perilaku oportunis seorang manajer dengan mem- percantik laporan keuangannya
(fashioning accounting reports), yaitu melaporkan laba atau kinerja sesuai dengan
kepentingan yang di- capainya. Manajemen laba tidak lagi hanya dipandang sebagai
upaya untuk mengintervensi laporan keuangan dengan mempermainkan dan
mengutak-atik angka-angka dalam laporan keuangan agar ke- lihatan lebih cantik,
namun juga merupakan upaya untuk me- maksimalkan kesejahteraan seorang
manajer dengan biaya yang harus ditanggung pihak lain.

Manajer berperilaku oportunis ketika menghadapi intertempory choice, yaitu


kondisi yang memaksa manajer membuat keputusan tertentu untuk mengoptimal-
kan kesejahteraannya (moral hazard). Secara umum ada beberapa motivasi-motivasi
yang mendorong manajer untuk berperilaku oportunis, yaitu motivasi bonus (bonus
purposes), motivasi kontrak (contractual motivations), motivasi politik (political
motivations), motivasi pajak (taxes motivations), pergantian chief executive officers
(changes of CEO), initial public offerings dan mengomunikasikan informasi ke
investor (to communicate informa- tion to investors), yang bisa dikelompokkan
sebagai berikut.

2.3 PEMICU MANAJEMEN LABA


Informasi akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik kepentingan antara
pihak-pihak yang berkepentingan dengan peru- sahaan (Watts dan Zimmerman, 1990,
menyebut pihak-pihak yang berkepentingan tersebut sebagai contracting parties).
Pihak- pihak yang berkepentingan tersebut mencakup manajer, pemilik (pemegang
saham), investor, kreditor, karyawan, pesaing, pemerintah, dan pemasok. Manajemen
laba timbul sebagai dampak dari penggunaan akuntansi sebagai salah satu alat
komunikasi antara pihak-pihak tersebut dan kelemahan inheren akuntansi yang

20
melibatkan judgment. Faktor-faktor pemicu manajemen laba dalam kaitannya dengan
pihak-pihak yang berkepentingan tersebut adalah pemakaian informasi akuntansi:
1. dalam kontrak antara manajer dan pemilik (melalui kompensasi);
2. sebagai sumber informasi bagi investor di pasar modal;
3. dalam kontrak utang;
4. dalam penetapan pajak oleh pemerintah, penentuan proteksi terhadap produk,
penentuan denda dalam suatu kasus, dan lain sebagainya;

5. oleh pesaing, seperti untuk penentuan kepu- tusan ambil alih ataupun untuk
penetapan strategi persaingan;
6. oleh karyawan untuk meminta kenaikan upah, dan lain sebagainya.

2.4 ANALISIS KASUS JIWASRAYA DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN LABA

Manipulasi Laba

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemunkan adanya manipulasi laba


sebesar Rp 360,3 miliar pada tahun 2006. Sehingga pada pembukuan laba keuangan
AJS tersebut mendapat opini adverse atau dimodifikasi. Pembukuan seharusnya
terhitung rugi dimodifikasi sedemikan rupa oleh jiwasraya. hal ini menunjukan
adanya persoalan tekanan likuidasi di jiwasraya yang telah berlangsung lama. Apabila
saat itu jiwasraya melakukan pencadangan, maka akan terlihat kerugian sebesar
Rp.15.3 triliun.

Sejak 2006-2017, Jiwasraya sudah terjadi window dressing. Window


dressing adalah strategi yang dilakukan perusahaan untuk 'memoles' laporan
keuangan. Sejak 2006-2017, Jiwasraya selalu membukukan laba dan bebas utang
meningkat tajam. Sementara itu, mulai 2018, equitas perusahaan minus Rp10 triliun.
Dalam beberapa tahun terakhir, kinerja keuangan Jiwasraya menunjukan penurunan
signifikan pada 2018, turun sebesar Rp282 miliar dan pada 2019 turun sebesar Rp805
miliar.

Hal yang lebih buruk lagi adalah Jiwasraya membeli beberapa saham dengan
fundamental buruk. Dari laporan keuangan Jiwasraya menunjukan, portofolio
sahamnya tinggal Rp1,5 triliun dan reksa dana saham tinggal Rp4 triliun. Memang
sulit bagi kita membuktikan bahwa saham-saham itu kategori saham gorengan.

21
Namun, ada indikasi yang bisa kita lihat, seperti dalam seminggu saja, saham-saham
itu melonjak sangat tinggi. Padahal, secara keuangan, perusahaan ini berkinerja
sangat buruk.

Semestinya, Jiwasraya yang memegang dana nasabah dan dana negara,


menginvestasikan dana ke perusahaan-perusahaan  berfundamental baik agar untung
dan tidak berisiko. Perusahaan investasi seharusnya tidak bermain saham di saham
gorengan karena besar kemungkinan nilai investasinya kemungkinan akan turun,
sedangkan perusahaan ansuransi dituntut memiliki nilai investasi yang
pengembaliannya baik. Hal itu penting agar cash flow-nya tetap terjaga pada saat
diklaim nasabah.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manajemen laba sering melibatkan window-dressing atas laporan keuangan,


khususnya jumlah laba bottom line. Manajemen laba dapat berupa cosmetic, jika
manajer memanipulasi akrual tidak memiliki konsekuensi arus kas. Manajemen laba
juga dapat menjadi real, jika manajer mengambil tindakan terkait dengan
konsekuensi arus kas untuk tujuan mengelola laba. Permasalahan serius yang
dihadapi praktisi, akademisi akuntansi dan keuangan selama beberapa dekade terakhir
ini adalah manajemen laba'. ada beberapa perspektif manajemen yaitu:
1. Perspektif Dasar
2. Perspektif Informasi
3. Perspektif Oportunis
Faktor-faktor pemicu manajemen laba dalam kaitannya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan tersebut adalah pemakaian informasi akuntansi:
1. dalam kontrak antara manajer dan pemilik (melalui kompensasi);
2. sebagai sumber informasi bagi investor di pasar modal;
3. dalam kontrak utang;
4. dalam penetapan pajak oleh pemerintah, penentuan proteksi terhadap produk,
penentuan denda dalam suatu kasus, dan lain sebagainya;

5. oleh pesaing, seperti untuk penentuan kepu- tusan ambil alih ataupun untuk
penetapan strategi persaingan;
6. oleh karyawan untuk meminta kenaikan upah, dan lain sebagainya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Setiawati, lilis,. ainun na’im. 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
Indonesia. Vol.15, No.4,424-441.
Sulistyanto, Sri.2013. Manajemen Laba Teori Dan Model Empiris. Jakarta. Yrama widya.
Subramanyam.K.R. 2017. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta. Salemba Empat
http://finansial.bisnis.com/megaskandal-jiwaseraya. diakses 3 april 2020

24

Anda mungkin juga menyukai