Anda di halaman 1dari 13

RESUME AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

BAB 9

AKUNTANSI DANA CADANGAN DAN ASET

Disusun oleh:

Kelompok 3

1. Moch Yusuf Multazam A. 17013010089


2. Krisna Vita Rosalinda 17013010097
3. Dinda Fitriandini 17013010099
4. Ajeng Dwi Ulandari 17013010118
5. Alfian Dwi Saputra 17013010108
6. R Muhammad Agung Nugraha 17013010253

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

AKUNTANSI / KELAS C
DANA CADANGAN

Dana cadangan menurut PSAP No. 1 tentang penyajian laporan keuangan paragraf 65 adalah
dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang
tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.

Dana cadangan merupakan dana yang disisihkan beberapa tahun anggaran untuk kebutuhan
belanja pada masa datang. Pembentukan maupun peruntukan dana cadangan harus diatur dengan
peraturan daerah, sehingga dana cadangan tidak dapat digunakan untuk peruntukan yang lain.
Peruntukan dana cadangan biasanya digunakan untuk pembangunan aset, misalnya rumah sakit,
pasar induk, atau gedung olahraga.

Dana cadangan dapat dibentuk untuk lebih dari satu peruntukan, yang mana apabila terdapat
lebih dari satu peruntukan, maka dana cadangan harus diungkapkan dan dirinci menurut
peruntukannya.

1. Fungsi-Fungsi Terkait
Fungsi-fungsi terkait pada prosedur dana cadangan adalah sebagai berikut.
a. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
b. Bendahara Pengeluaran.
c. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD.
d. Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah.
2. Dokumen yang Digunakan
Pada modul Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Keuangan Daerah (2014), dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi
dana cadangan antara lainnya:
a. Peraturan daerah tentang dana cadangan;
b. Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D-LS) sebagai dokumen
pencairan/transfer pemindahan dari rekening kas umum daerah ke rekening dana
cadangan;.
c. Dokumen perintah pencairan dari dana cadangan ke rekening kas umum daerah;
d. Nota kredit, dokumen hasil pengelolaan dana cadangan; dan
e. Dokumen lainnya.

JURNAL STANDAR TERKAIT DANA CADANGAN

Berikut penjelasan terkait jurnal standar dana cadangan yang diungkapkan dalam modul Sistem
Akuntansi Pemerintah Daerah oleh Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (2014).

1. Pembentukan Dana Cadangan

Jurnal atas transaksi pembentukan dana cadangan yang dicatat oleh sistem
akuntansi PPKD adalah:

2. Pencairan Dana Cadangan

Jurnal atas transaksi pencairan dana cadangan yang dicatat oleh sistem akuntansi PPKD adalah

ILUSTRASI

1. Pembentukan Dana Cadangan

Tanggal 2 Februari 2013 pemerintah daerah mentransfer dana ke rekening dana cadangan
sebesar Rp3.500.000.000. Dana cadangan ini akan digunakan untuk membangun stadion
olahraga.
Jurnal atas transaksi pembentukan dana cadangan yang dicatat oleh sistem akuntansi PPKD
adalah:

2. Pencairan Dana Cadangan

Tanggal 25 Oktober 2013 pemerintah daerah mencairkan dana dari rekening dana cadangan
pembangunan stadion olahraga sebesar Rp3.500.000.000. Pembangunan stadion olahraga
tersebut akan segera dimulai

Jurnal atas transaksi pencairan dana cadangan yang dicatat oleh sistem akuntansi PPKD adalah:
ASET LAINNYA

Menurut Buletin Teknis No. 1 tentang penyusunan neraca awal pemerintah pusat, aset lainnya
adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap, dan dana
cadangan. Dalam PSAP No. 1 Paragraf 66, aset non lancar lainnya diklasifikasikan sebagai asset
lainnya, termasuk dalam aset lainnya adalah :

a. Aset tak berwujud


b. Tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan.
c. Tuntutan ganti rugi
d. Aset kerjasama pihak ketiga
e. Kas yang dibatasi kegunaanya
Menurut Permendagri No. 64 Tahun 2013 menambahkan aset lain-lain dalam klasifikasi aset
lainnya.

1. Aset Tak Berwujud


a. Klasifikasi Aset Tak Berwujud
Menurut Buletin Teknis No.2 tentang penyusunan neraca awal pemerintah daerah,
aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang
atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Jenis ase tak berwujud menurut peraturan menteri keuangan republik indonesia
No. 219/PMK05/2013 tentang kebijakan akuntansi pemerintah pusat, adalah :
1) Goodwill
Goodwill adalah kelebihan nilai yang diakui oleh suatu entitas akibat adanya
pembelian kepentingan/saham diatas nilai buku. Goodwill dihitung berdasarkan
selisih antara nilai entitas berdasarkan pengakuan dari suatu transaksi
peralihan/penjualan kepentingan/saham dengan nilai buku kekayaan bersih
perusahaan.
2) Hak Paten atau Hak Cipta
Hak paten atau hak cipta pada dasarnya diperoleh karena adanya kepemilikan
kekayaan intelektual atau atas suatu pengetahuan teknis atau suatu karya yang
dapat menghasilkan manfaat bagi entitas. Disamping itu, dengan adanya hak ini
dapat mengendalikan pemanfaatan aset tersebut dan membatasi pihak lain yang
tidak berhak untuk memanfaatkanya.
3) Royalti
Nilai manfaat ekonomi yang akan/dapat diterima atas kepemilikan hak cipta/hak
paten/hak lainnya pada saat hak yang dimaksud akan dimanfaatkan oleh
orang,instansi, atau perusahaan lain.
4) Perangkat Lunak (software) Komputer
Software komputer yang masuk dalam kategori aset tak berwujud adalah software
yang bukan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perangkat keras komputer
tertentu.
5) Lisensi dan Franchise
Lisensi adalah izin yang diberikan pemilik hak paten atau hak cipta kepada pihak
lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi
dari suatu hak kekayaan intelektual yang diberi perlindungan dalam jangka waktu
dan syarat tertentu.
6) Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang.
Suatu kajian atau penelitian yang memberikan manfaat ekonomis dan/ atau sosial
dimasa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai aset. Apabila hasil
kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomi dan/ atau
sosial maka tidak dapat dikapitalisasi sebagai aset tak berwujud.
7) Aset Tidak Berwujud Lainnya
Aset tidak berwujud lainnya merupakan jenis aset tidak berwujud yang tidak
dapat dikelompokkan ke dalam jenis aset tidak berwujud yang ada.
8) Aset tak berwujud dalam pengerjaan
Berdasarkan Permendagri No.64 Tahun 2013 tentang penerapan standar akuntansi
pemerintahan berbasis akrual pada pemerintah daerah, terdapat kemungkinan
pengembangan suatu aset tak berwujud yang diperoleh secara internal yang
jangka waktu penyelesaianya melibihi satu tahun anggaran dan pelaksanaan
pengembangannya melewati tanggal pelaporan.

b. Pengakuan Aset Tetap


Berdasarkan Permendagri No.64 Tahun 2013 tentang penerapan standar akuntansi
pemerintahan berbasis akrual pada pemrintah daerah untuk dapat diakui sebagai aset
tak berwujud harus dapat dibuktikan bahwa aktifitas/kegiatantersebut telah memenuhi
:
1. Definisi dari aset tak berwujud
2. Kriteria Pengakuan
Berikut kriteria yang harus dipenuhi aset tak berwujud.
1. Kemungkinan besar diperkirakan manfaat ekonomi dimasa datang yang
diharapkan atau jasa potensial yang diakibatkan dari aset tak berwujud tersebut
akan mengalir kepada/dinikmati oleh entitas.
2. Biaya perolehan atau nilai wajarnya dapat diukur dengan andal.

c. Pengukuran Aset Tak Berwujud


Berdasarkan Permendagri No.64 Tahun 2013 tentang penerapan standar akuntansi
pemerintahan berbasis akrual pada pemerintah daerah, aset tak berwujud diukur
dengan harga perolehan, yaitu harga yang harus dibayar entitas untuk memperoleh
suatu aset tak berwujud hingga siap untuk digunakan dan aset tak berwujud tersebut
mempunyai manfaat ekonomi yang diharapkan dimasa datang atau jasa profesional
yang melekat pada aset tersebut akan mengalir masuk ke dalam enttitas tersebut.
Biaya untuk memperoleh aset tak berwujud dengan pembelian, terdiri dari:

1) Harga beli, termasuk biaya impor dan pajak-pajak, setelah dikurangi dengan potongan
harga, dan rabat.
2) Setiap biaya yang dapat distribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke
kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
d. Penyajian dan Pengungkapan aset tak berwujud

Menurut Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi


Pemerintah Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah, aset tak berwujud (ATB) disajikan dalam
neraca sebagai bagian dari “aset lainnya”. Hal-hal yang dungkapkan dalam laporan keuangan
aset tak berwujud antara lain:

1) Masa manfaat dan metode amortisasi


2) Nilai tercatat bruto, akumulasi amortisasi dan nilai sisa aset tak berwujud
3) Penambahan maupun penurunan nilai tercatat pada awal dan akhir periode, termasuk
penghentian dan pelepasan aset tak berwujud.
2. Tagihan Penjualan Angsuran

Menurut Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah,
tagihan penjualan angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dan penjualan aset
pemerintah secara angsuran antara lain penjualan rumah dinas dan kendaraan dinas.

Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nominal dari kontrak/berita acara penjualan
aset yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai
ke kas negara/kas daerah.

3. Tuntutan Ganti Rugi


Tuntutan ganti rugi merupakan sutau proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri
bukan bendahara dengan tujuan untuk penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara
sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hokum yang
dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian (menurut Buletin Teknis No. 2).

Tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keterangan Tanggung
Jawab Mutlak (SKTJM) setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan oleh pegawai
yang bersangkutan ke kas negara.

4. Kemitraan dengan Pihak Ketiga

Berdasarkan Buletin Teknis No/ 2, kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama
dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki.

a. Klasifikasi Kemitraan dengan Pihak Ketiga


1) Bangun, Kelola, Serah (BKS)
Merupakan suatu bentuk kerja sama berupa pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak
ketiga/investor, dengan cara pihak ketia tersebut mendirikan bangunan atau sarana
lain berikut fasilitasnya serta mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu,
untuk diserahkan kembali ke pemerintah setelah berakhirnya jangka waktu yang
disepakati. BKS dicatat sebesar nilai aset yang diserahkan oleh pemerintah kepada
pihak ketiga untuk membangun aset BKS tersebut.
2) Bangun, Serah, Kelola (BSK)
Berdasarkan Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah
Daerah, Bangun, Serah, Kelola (BSK) adalah pemanfaatan aset pemerintah oleh
pihak ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan
bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya kemudian menyerahkan aset yang
dibangun tersebut kepada pemerintah untuk dikelola sesuai dengan tujuan
pembangunan aset tersebut. Penyerahan aset oleh pihak ketiga/investor kepada
pemerintah disertai dengan kewajiban pemerintah untuk melakukan pembayaran
kepada pihak ketiga/investor. Pembayaran oleh pemerintah ini dapat juga dilakukan
secara bagi hasil.
3) Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)
Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) menurut Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah
adalah pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan daerah.
4) Sewa
Sewa menurut Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintalhan Berbasis Akrual pada Pemerinlah Daerah adalah pemanfaatan barang
milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan
uang tunai.
b. Pengakuan Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Dalam Permendagri No. 64 Tahun 2013 dijelaskan tentang pengakuan aset kemitraan
dengan pihak ketiga, yakni:
1. Aset kerja sama/kemitraan diakui pada saat terjadi perjanjian kerja
sama/kemitraan, yaitu dengan perubahan klasifikasi aset dari aset tetap menjadi
aset kerja sama/kemitraan.
2. Aset kerja sama/kemitraan berupa gedung dan/atau sarana berikut fasilitasnya,
dalam rangka kerja sama BSK, diakui pada saat pengadaan/ pembangunan gedung
dan/atau sarana berikut fasilitasnya selesai dan siap digunakan untuk
digunakan/dioperasikan.
3. Setelah masa perjanjian kerja sama berakhir, aset kerja sama/ kemitraan harus
diaudit oleh aparat pengawas fungsional sebelum diserahkan kepada pengelola
barang.
4. Penyerahan kembali objek kerja sama beserta fasilitasnya kepada pengelola
barang dilaksanakan setelah berakhirnya perjanjian yang dituangkan dalam berita
acara serah terima barang.
5. Setelah masa pemanfaatan berakhir, tanah serta bangunan dan fasilitas hasil kerja
sama/kemitraan ditetapkan status penggunaannya oleh pengelola barang.
6. Klasifikasi aset hasil kerja sama/kemitraan berubah dari "aset lainnya" menjadi
"aset tetap" sesuai jenisnya setelah berakhirnya perjanjian dan telah ditetapkan
status penggunaannya oleh kepala daerah.
c. Pengukuran Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Permendagri No. 64 Tahun 2013 menjelaskan tentang pengukuran aset kemitraan dengan
pihak ketiga.
1. Aset yang diserahkan oleh pemerintah daerah untuk diusahakan dalam perjanjian
kerja sama/kemitraan harus dicatat sebagai aset kerja sama/kemitraan sebesar
nilai bersih yang tercatat pada saat perjanjian atau nilai wajar pada saat perjanjian,
dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.
2. Dana yang ditanamkan pemerintah daerah dalam ker a sama'kemitraan dicatat
sebagai penyertaan kerja sama/kemitraan. Di sisi lain, investor mencatat dana
yang diterima ini sebagai kewajiban.
3. Aset hasil kerja sama yang telah diserahkan kepada pemerintah setelah
berakhirnya perjanjian dan telah ditetapkan status penggunaannya, dicatat sebesar
nilai bersih yang tercatat atau sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut
diserahkan, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.
d. Penyajian dan Pengungkapan Aset Kemitraan
Telah dijelaskan dalam Permendagri No. 64 Tahun 2013 bahwa aset kerja
sama/kemitraan disajikan dalam neraca sebagai aset lainnya. Dalam hal sebagian dari
luas aset kemitraan (tanah dan atau gedung/bangunan. sesuai perjanjian, digunakan untuk
kegiatan operasional SKPD, harus diungkapkan dalam CaLK.
5. Kas yang Dibatasi Penggunaannya

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 219/ PMK05/2013, kas yang
dibatasi penggunaannya adalah uang yang merupakan hak pemerintah, namun dibatasi
penggunaannya atau yang terikat penggunaannya untuk membiayai kegiatan tertentu dalam
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan sebagai akibat ketetapan/
keputusan baik dari pemerintah maupun dari pihak diluar pemerintah, misalnya, pengadilan
ataupun pihak luar lainnya. Kas yang dibatasi penggunaannya atau kas yang terikat (restricted
cash) pada suatu kegiatan tertentu dalam jangka waktu lebih dari 12 bulan memiliki jenis yang
beragam, misalnya Dana Abadi Umat dan Dana Abadi Pendidikan.

a. Pengakuan Kas yang Dibatasi Penggunaannya


Pengakuan atas kas yang dibatasi penggunaannya menurut Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 219/PMK05/2013 diakui pada saat kas disisihkan atau
ditempatkan pada suatu rekening tertentu yang dimaksudkan untuk membiayai suatu
kegiatan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran.
b. Pengukuran Kas yang Dibatasi Penggunaannya
Kas yang dibatasi penggunaannya menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 219/PMK05/2013 dicatat sebesar nilai nominal kas yang disisihkan atau
ditempatkan pada suatu rekening tertentu yang dimaksudkan untuk membiayai suatu
kegiatan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran.
c. Penyajian dan Pengungkapan Kas yang Dibatasi Penggunaannya
Kas yang dibatasi penggunaannya menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 219/PMK05/2013 disajikan di dalam kelompok Aset Lainnya dan
diungkapkan secara memadai di dalam CalK. Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain
adalah tujuan penyisihan dana, dasar hukum ditakukannya penyisihan, jenis kas yang
dibatasi penggunaannya, dan informasi lainnya yang relevan dan dapat membantu
pembaca laporan keuangan dalam mengintepretasi hasilnya.

6. Aset Lain-lain

Menurut Permendagri no. 64 tahun 2013, aset lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya
yang tidak dapat dikelompokkan dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran,tuntutan
perbendaharaan/tuntutan ganti rugi, dan kemitraan dengan pihak ketiga.

a. Definisi
Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
direklasifikasikan ke dalam aset lain-lain. Hal ini dapat disebabkan karena rusak berat,
using, dan atau aset tetap yang tidak digunakan karena sedang menunggu proses
pemindahtanganan (proses penjualan, sewa beli, penghibahan, penyertaan modal).
b. Pengakuan
Pengakuan aset lain-lain diakui pada saat dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
dan direklasifikasikan ke dalam aset lain-lain.
c. Pengukuran
Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
direklasifikasi ke dalam aset lain-lain menurut nilai tercatatnya. Aset lain-lain yang
berasal dari reklasifikasik aset tetap disusutkan mengikuti kebijakan penyusutan aset
tetap. Proses penghapusan terhadap ase lain-lain dilakukan paling lama 12 bulan sejak
direklasifikasi kecuali ditentukan lain menurut ketentuan perundang-undangan.
d. Penyajian dan Pengungkapan
Aset lain-lain disajikan di dalam kelompok aset lainnya dan diungkapkan secara
memadai di dalam CaLK. Hal-hal yang perlu diungkapkjan antara lain adalah faktor-
faktor yang menyebabkan dilakukannya penghentian penggunaan, jenis aset tetap yang
dihentikan penggunaannya, dan informasi lainnya yang relevan.

Contoh :

1. Tagihan Penjualan Angsuran


Pada tanggal 5 April 2014 dilakukan penjualan rumah dinas kepada pegawaipemda, nilai
perolehan rumah dinas sebesar Rp 500.000.000 akumulasi penyusutan sebesar Rp
450.000.000 dan telah disetujui untuk dilakukan pembayarannya melalui angsuran
selama 5 tahun dengan nilai tagihan penjualan angsuran sebesar Rp 50.000.000
Jurnal atas transaksi tagihan penjualan angsuran adalah :
Laporan Operasional
Akumulasi Penyusutan Rumah DinasRp 450.000.000
Tagihan penjualan angsuran Rp 50.000.000
Rumah Dinas Rp 500.000.000

2. Tuntutan Ganti Rugi


Pada tanggal 6 Agustus 2012 ditandatangani Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak
(SKTJM) atas nama Luna untuk tuntutan ganti rugi sebesar Rp 5.000.000 dengan jangka
waktu pelunasannya selama 24 bulan. Tuntutan ganti rugi ini muncul akibat hilangnya
sebuah sepeda motor dengan nilai perolehan Rp 20.000.000 dengan akumulasi
pennyusutan sebesar Rp 10.000.000.
Jurnal transaksi atas tuntutan ganti rugi adalah :
Laporan Operasional
Akumulasi penyusutan sepeda motor Rp 10.000.000
Tuntutan ganti rugi Rp 5.000.000
Kerugian atas kehilangan motor Rp 5.000.000
Sepeda motor Rp 20.000.000

3. Kemitraan dengan Pihak Ketiga


a. Bangun, Kelola, Serah (BKS)
Pada tanggal 5 juli 2012 dilakukan perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga dalam
rangka pemanfaatan tanah pemerintah, yang mana dalam tanah tersebut akan
dibangun fasilitas olahraga terpadu tersebut akan dikelola selama 10 tahun oleh pihak
ketiga dan pada akhir tahun ke 10 aset tersebut akan diserahkan kepada pemerintah
daerah.
Jurnal atas transaksi bangun, kelola, serah (BKS) adalah :

LAPORAN OPERASIONAL

Tanggal Uraian Debit Kredit

10 November 2012 Kemitraan dengan Rp. 6.000.000,00 Rp. 5.000.000


Pihak
Rp. 6.000.000
Bangun, Serah, Kelola

Tanah

Utang Jangka Panjang

Pada tanggal 12 Februari 2012 dilakukan perjanjian kerjasama yang dilakukan dengan pihak
ketiga dalam rangka pemanfaatan tanah pemerintah, yang mana dalam tanah tersebut akan
dibangun fasilitas olahraga terpadu, nilai tanah tersebut sebar Rp. 5.000.000.000

Berdasarkan data dari pengelola barang didapatkan informasi bahwa gedung kantor Dinas
Pamong Praja sudah tidak digunakan lagi atau penggunaannya karena dinas pamong praja telah
menempati kantor yang baru. Berdasarkan data yang ada di dalam neraca, nilai kantor yang
sudah tidak digunakan lagi.

Lembaran Operasional

Tanggal Uraian Debit Kredit

Aset lain lain- Gedung Rp. 300.000.000


Kantor

Peralatan Kantor Rp. 300.000.000

Anda mungkin juga menyukai