Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PEREMPUAN DENGAN CA

CERVIKS DI RUANG RAWAT MAWAR RUMAH SAKIT


MARGONO

Disususun oleh
Kelompok V
1. NIA AYU PUSPITASARI(2019727034)
2. NURHALIMAH(2019707052)
3. NURUL MARWATI()2019727095
4. RANI YUSTINA(2019727053)
5. RATRI PUSPANINGSIH(2019727103)
6. RIA ANICHA SYOFIA(2019727055)
7. ROFAATUS SA’DIYYAH(2019727024)
8. ROSWATI HANDAYANI (2019727101)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah- Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini kami susun sebagai satu perdysrstsn kelulusan mata ajar kuliah
maternitas II di program sarjana fik UMJ. Dengan judul “Asuhan keperawatan pada
perempuan dengan ca cerviks di ruang Rumah Sakit di ruang… ”. Akhirnya kami
sampaikan terimakasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan kami berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi kami sendiri dan khususnya pembaca.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan . Maka dari itu kami
sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan kesan dari semua yang
membaca makalah ini terutama dosen mata kuliah komunikasi yang kami harapkan
sebagai pengoreksi untuk kami.

Jakarta, 20 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1. LATAR BELAKANG........................................................................................1

2. Rumusan Masalah...............................................................................................3

3. Tujuan.................................................................................................................3

4. Manfaat...............................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4

1. Definisi...............................................................................................................4

2. Epidemiologi / Insiden Kasus.............................................................................4

3. Etiologi / Predisposisi.........................................................................................5

4. Patofisiologi........................................................................................................7

5. Tanda dan Gejala................................................................................................8

6. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................8

7. KRITERIA DIAGNOSIS.................................................................................11

8. Penatalaksanaan................................................................................................11

9. Komplikasi........................................................................................................22

10. Pencegahan.......................................................................................................22

11. Prognosa...........................................................................................................24

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK...27

1. PENGKAJIAN.................................................................................................27

ii
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN......................................................................31

3. RENCANA TINDAKAN.................................................................................32

4. Implementasi....................................................................................................37

5. Evaluasi............................................................................................................37

BAB IV PENUTUP....................................................................................................39

1. Kesimpulan.......................................................................................................39

2. Saran.................................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang


abnormal dimana sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah
pada keganasan. Kanker ini biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang
berada dalam status sexually active. Biasanya kanker ini menyerang wanita yang
telah berumur, terutama paling banyak pada wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan
tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita penyakit ini, asalkan
memiliki faktor risikonya.
Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya
kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita
penderita kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang
tidak baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks dapat memicu
terjadinya abortus akibat pendarahan dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena
pertumbuhan neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada
kira-kira dua pertiga usia kehamilan penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi
kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks
karena jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan
(khususnya Kala I). Bila tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada
sebagian serviks, pembukaan pada waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi
bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi infeksi.
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi
se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia
dini (< 17 tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma

1
Virus), dan genetik (namun, persentasenya sangat kecil). Ada juga beberapa faktor
yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x,
personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus terutama virus HIV, dan
kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain :
keputihan atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan,
hematuria, anemia, kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis)
atau di perut bagian bawah. Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan rektum, bahkan bisa menyebabkan
terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.
Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim,
sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya
231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah
itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker
serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam
stadium lanjut. (Syaifullaoh Nur. 2012) Padahal, dengan ditemukannya kanker ini
pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir
100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah
melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu pemeriksaan
sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan
adanya upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat
ditekan pada tahun - tahun berikutnya.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks

2
2. Rumusan Masalah

1.      Apa definisi ca.cervik ?


2.      Apa etiologi ca.cervik ?
3.      Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?
4.      Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?
5.      Bagaimana pemeriksaan ca.cervik ?
6.      Bagaimana Penatalaksanaan ca.cervik ?
7.      Bagaimana WOC ca.cervik ?
8.      Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?

3. Tujuan

1.   Mengetahui definisi ca.cervik


2        Mengetahui etiologi ca.cervik
3        Mengetahui patofisiologi ca.cervik
4        Mengetahui tanda dan gejala ca.cervik
5        Mengetahui pemeriksaan ca.cervik
6        Mengetahui Penatalaksanaan ca.cervik
7        Mengetahui WOC ca.cervik
8        Mengetahui asuhan keperawatan ca.cervik

4. Manfaat

Makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervik ini bisa bermanfaat
bagi penulis secara pribadi dan juga bermanfaat bagi pembaca secara luas sebagai
pembelajaran

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam
setiap bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan
berkembang dengan mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel
yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut
squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005). Kanker serviks
merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar junction (SCJ)
serviks (Price, Sylvia. 2002). Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang
terbanyak diderita (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I)

2. Epidemiologi / Insiden Kasus

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker
pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya,
terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer),
sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya
231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah
itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien
datang dalam stadium lanjut.

Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di
Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari
di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker
serviks. Kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan

4
telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini
kanker serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian
dan kematian akibat kanker serviks dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di
Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker serviks yang kurang sehingga
kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah.

5. Etiologi / Predisposisi

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan
skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks
ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan
lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik. Menurut
Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker serviks, antara lain adalah :
a.      Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.
Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada
usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang
menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
b. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan
penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi
Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker
serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada
wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus
herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

5
c. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan
terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik
dari orang tua ke anaknya.
d. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir
serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan
serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok
mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam
tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
e. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah
beta karoten dan retinol (vitamin A).
f. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya
infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

g. Gangguan sistem kekebalan


Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang
sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
h. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak
mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin,
sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.

6
6. Patofisiologi

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction
(SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan
epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada
wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur >
35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
a.      Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.

b.      Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.

c.      Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling


desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio
yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma
invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan
terus.

Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun).
Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan
terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan
Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa
epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell
carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah sarcoma.

7
7. Tanda dan Gejala

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Kelemahan pada ekstremitas bawah
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker
pada serabut saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.

8. Pemeriksaan Penunjang

a.      Pemeriksaan Sitologi Pap Smear


Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap
smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi
adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan
dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan
pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear
yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan

8
untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang
dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel
dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke
dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar
berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit
dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun
mencapai 90%.
b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.
Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian
dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
c.       IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah
dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan
praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan
serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak  bercak-bercak  putih
pada permukaan serviks yang tidak normal.
d.  Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh
yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan
abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek
secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi
dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan
kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98%

9
sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna.
Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk
skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi,
maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.

e.       Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih
dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan
87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada
tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi
pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif
palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang
digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi
prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic
Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah
> 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan
normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia
kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan
urine.

10
g. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-
sel tubuh.

9. KRITERIA DIAGNOSIS

Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :


  Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
  Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan
sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan
sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
  Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,
sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan
biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan
berikutnya.
  Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan
mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus
dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

10. Penatalaksanaan

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan


secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim

11
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker
serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara
yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan
stadium kanker serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
Ib,Iia evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 1)
  Manajemen Tumor Insitu
Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan
kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi
kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan
tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis
lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran penyakitnya harus
diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion
(HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision

12
procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi
laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi.
LEEP memiliki keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90% sedangkan
konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk terapi karsinoma
insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak luas
(<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser
pada HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92%
untuk lesi luas. HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk
dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan
adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.
  Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone
dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif
menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan
karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi
dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial
neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun
vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat.
Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi
pada hanya biopsi cone diikuti dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan,
dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan
penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalah
modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila
kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke
kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi
laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi

13
selanjutnya dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12
bulan.

  Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal


Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk
konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan
metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan
sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan.
Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm).
Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan operasi atau
radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien
dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting
untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau
operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat
kekambuhan yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini.
Morbiditas terutama meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama.
Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk
menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA
(dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau radical abdominal
hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada
kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan
paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm
tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang
bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar

14
limfe, parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis.
Penelitian dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan
bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian karena
kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila didapat ukuran
massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar
limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks.
Radioterapi pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan
angka progresifitas dibandingkan tanpa radioterapi.
   Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi
dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol
terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium
dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap,
dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa
pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan
gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB dalam
bentuk radiasi paliatif.
  Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS
(Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan
seperti kodein dan tramadol
3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti
morfin dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)

  Operasi

15
Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan
bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor
/ kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana
prosedur pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.
Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.
         Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal
serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun
pengobatan pra-kanker serviks
        Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan
jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)
       Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks
        Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang
dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks
        Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba
falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya.
Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA)
biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode
LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.

Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

16
     Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi
dengan/tanpa kemoterapi.
     Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin,
histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi
Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui
dinding abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi).
Perawatan di Rumah Sakit biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada
vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata) dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini
lebih memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus tersebut berukuran lebih besar
pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan utama sebelum
dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk memilih
prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap
(Antropometri) termasuk mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG
panggul, tergantung pada temuan diatas.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di
perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita
juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk
membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah
pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar.
Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan
dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan
mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah
seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak
penderita yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan
penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan
karena dia tidak dapat hamil lagi.

  Kemoterapi

17
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat
yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang
diberikan dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus,
tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan
kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa
kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk
mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa
kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang
lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang
lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena
terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang
memuaskan. (Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus
kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian
kemoterapi:
1.      Ditelan
2.      Disuntikkan
3.      Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi
radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-
FU). Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks
stage IVB / recurrent adalah : Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecan telah
disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage
lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak
menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.

18
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1.  Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan
mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan
memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
  Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat,
kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
  Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual
sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
  Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai
dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur.
Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.
  Sariawan
  Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah
kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala.
Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
  Otot dan saraf

19
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan
dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
  Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang
yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah
menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan
sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum
kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal.
Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :
  Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang
memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang
menyebabkan peningkatkan leukosit.
  Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah
trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada
kulit.
  Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb
(Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah
merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.
  Kulit menjadi kering dan berubah warna
Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
      Elektrokoagulasi
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya

  Radiasi

20
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati
dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan
pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta
sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening
panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat
di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah
keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara
selektif pada stadium IV A. Selama menjalani radioterap, penderita mudah
mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya.Istirahat yang
cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar
penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan
rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal.
Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya
mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan
penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang
disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan
seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang
lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk
mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan
bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

11. Komplikasi

21
  Pendarahan
  Kematian janin
  Infertil
  Obstruksi ureter
  Hidronefrosis
  Gagal ginjal
  Pembentukan fistula
  Anemia
  Infeksi sistemik
  Trombositopenia

12. Pencegahan

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium
lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan
pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%.
Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari
New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah
deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear
adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou
pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.

22
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita
yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru
timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau
melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang
sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para
wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja
diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari
21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih
banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari
hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan
pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir
100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV
pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini
meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini
sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan
mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang
ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami
pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker
serviks.

23
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4.      Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

13. Prognosa

Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien
yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus
terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati
dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker
serviks, antara lain :
  Usia penderita
  Keadaan umum
  Tingkat klinis keganasan
  Ciri - ciri histologik sel kanker
  Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
  Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi 60
meluas ke dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33

24
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung 7
kemih atau rektum atau meluas
keluar pelvis sebenarnya

25
26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK

1. PENGKAJIAN

a.       Identitas pasien

b.      Riwayat keluarga

c.       Status kesehatan

 Status kesehatan saat ini

 Status kesehatan masa lalu

 Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1.  Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah
kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat
– zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

2.  Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas
dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola
tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.

27
3.  Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih.
Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia
alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal

4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan
yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu
yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.

5.  Pola kognitif – perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra
meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah
metastase ke organ tubuh

6.  Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit
kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu
etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan
seksual.

7.  Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor
kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3=
dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien
menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa
nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta

28
adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang
berbau busuk dari vagina.

9.  Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen


koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.
Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang
diyakini.

1. Analisis data

1.   Data subyektif :

  Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah
senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
  Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
  Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah

  Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah

  Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

  Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

  Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

  Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.

  Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya

29
2.      Data obyektif

  TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

         Nadi : 60-100 x / menit

         Nafas : 16 - 24 x / menit

         Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

         Suhu : 36,5 0C – 37,5 0C

  Membran mukosa kering

  Turgor kulit buruk akibat perdarahan

  Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

  Ekspresi wajah pasien pucat

  Pasien tampak lemas

  Warna kulit kebiruan

  Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh

  Ekspresi wajah pasien meringis

  Pasien tampak gelisah

  Pasien mengalami kejang

  Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)

  Terjadi hematuria

  Terjadi inkontinensia urine

30
  Terjadi inkontinensia alvi

  Berat badan pasien tidak stabil

  Mual ataupun muntah

  Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

14. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul :


1.      Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat
pendarahan
2.      Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
3.      Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4.      Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5.      Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6.      Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7.     Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas
metabolik terhadap kanker
8.      Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker
serviks
9.      Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis jaringan,
kerusakan neuromuscular
11.  Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker pada
serabut saraf lumbosakral
12.  PK Gagal Ginjal
13.  Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14.  Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker
serviks, terapi, dan prognosisnya
15.  Ansietas b/d krisis situasional

31
16.  Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman
kematian
17.  Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga
terdekat
18.  Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19.  Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20.  PK Anemia
21.  Mual b/d kemoterapi
22.  Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23.  Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24.HDR b/d bau busuk pada keputihan

15. RENCANA TINDAKAN

Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif
akibat pendarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan
keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil :
1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90
mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2.Membran mukosa lembab
3.Turgor kulit baik (elastis)
4.Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik
setelah ditekan)

32
5.Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Memberikan pedoman untuk
Ukur volume darah yang keluar penggantian cairan yang perlu
melalui perdarahan diberikan sehingga dapat
mempertahankan volume sirkulasi
yang adekuat untuk transport
oksigen.
2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara
berlebihan menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian Mengurangi potensial terjadinya
tekanan berlebihan pada daerah peningkatan pendarahan
yang mengalami pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume kemungkinan menyebabkan
darah hipovolemia atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, Menunjukkan keadekuatan volume
dan pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual Simtomatologi dapat berguna untuk
pasien terhadap pendarahan, mengukur berat / lamanya episode
misalnya kelemahan, gelisah, pendarahan. Memburuknya gejala
ansietas, pucat, berkeringat / dapat menunjukkan berlanjutnya
penurunan kesadaran pendarahan / tidak adekuatnya
penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban Merupakan indikator dari status
membran mukosa, dan perhatikan hidrasi / derajat kekurangan cairan
keluhan haus pada pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada
Berikan cairan IV sesuai indikasi derajat hipovolemia dan lamanya
pendarahan (akut / kronis). Cairan
IV juga digunakan untuk
mengencerkan obat antineoplastik

33
pada penderita kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) memperbaiki jumlah darah dalm
dan trombosit sesuai indikasi tubuh ibu dan mencegah manifestasi
anemia yang sering terjadi pada
penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme
pembekuan darah sehingga
pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk
Awasi pemeriksaan laboratorium, menentukan kebutuhan resusitasi
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah cairan dan mengawasi keefektifan
terapi

  Dx 2 : Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak
mengalami infeksi
Kriteria Hasil :
1.Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
2.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
3.  Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas
normal (4 - 9 103/µL)

34
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
pada semua sistem tubuh (misalnya : mencegah perkembangan infeksi lebih lanjut
pernafasan, pencernaan, genitourinaria)
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil dengan kanker
serviks dapat terjadi karena proses penyakitnya,
infeksi, dan efek samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini proses infeksi
memungkinkan terapi yang tepat untuk dimulai
segera
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi Deteksi dini terhadap reaksi infeksi yang bisa
seperti takikardi dan penurunan keaktifan berdampak pada janin dan menghambat
gerakan janin pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari Menurunkan risiko kontaminasi agen infeksius
/ batasi prosedur invasif
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial sumber
infeksi dan menimalisir paparan pertumbuhan
sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC merupakan
Awasi hasil laboratorium untuk melihat salah satu respon tubuh untuk mengatasi infeksi
adanya diferensial atau peningkatan WBC yang timbul oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab dan terapi
Dapatkan kultur sesuai indikasi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat perkembangan
Berikan antibiotik sesuai indikasi agen infeksi

  Dx 3 : Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi
urine pasien kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil :1. Tidak terjadi hematuria

35
2.Tidak terjadi inkontinensia urine
3.Tidak terjadi disuria
4.Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat
penghentian aliran urine tiba-tiba mengindikasikan adanya obstruksi / disfungsi pada
traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Identifikasi kerusakan fungsi vesika urinaria akibat
Bandingkan haluaran urine dan masukan cairan metastase sel-sel kanker pada bagian tersebut
serta catat berat jenis urine
3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / Penyebaran kanker pada traktus urinarius (salah
tidaknya hematuria satunya di vesika urinaria) dapat menyebabkan
jaringan di vesika urinaria mengalami nekrosis
sehingga urine yang keluar berwarna merah karena
bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine Identifikasi tanda - tanda infeksi pada jaringan
(bau abnormal) traktus urinarius
5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
pemasukan akurat
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, Indikator keseimbangan cairan dan menunjukkan
pengisian kapiler, dan membran mukosa tingkat hidrasi
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjang misalnya
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur pemeriksaan retrograd dapat digunakan untuk
penunjang sesuai indikasi mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker pada traktus
urinarius sehingga dapat menjadi dasar untuk
intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abnormal dapat
Pantau nilai BUN dan kreatinin menjadi indikator kegagalan fungsi ginjal sebagai

36
akibat komplikasi metastase sel-sel kanker pada
traktus urinarius hingga ke organ ginjal.

16. Implementasi

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

17. Evaluasi

1.      Keseimbangan volume cairan


2.      Tidak ada tanda – tanda infeksi
3.      Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4.      Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5.      Nafsu makan meningkat
6.      Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7.      Perhatian keluarga meningkat
8.      Turgor kulit normal
9.      Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10.  Berat badan stabil
11.  Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12.  Mual dan muntah berkurang / hilang
13.  Ekspresi wajah klien tenang
14.  Pengisian kapiler cepat
15.  Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh

37
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan

Ca cerviks adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna


dalam setiap bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan baik sifatnya
parasite dan berkembang dengan mengorbankan hospesnya (hinchliff)
Perawat dapat melakukan asuhan keperawatan pada perempuan dengan ca
cerviks mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi
Dari hasil pengkajian ca servik biasanya terdapat nyeri punggung dan
pinggang, skala nyeri 6,perdarahan pervagina dan bau busuk, keputihan yang
abnormal nafsu makan,mual, tampak lelah

38
Diagnosa keperawatan adalah nyeri kronik b.d inflamasi dan
metastase kanker, gangguannutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia dan mual,Resiko cidera b.d profil darah abnormal (anemia
sedang), ansietas b.d ancaman perubahan status kesehatan, dan harga diri
rendah b.d perubahan fungsi peran
Intervensi keperawatan pada kasus tersebut adalah manajemen
nyeri, manajemen sirkulasi, manajemen cairan, manajemen nutrisi,
monitoring nutrisi,manajemen lingkungan, pengurangan kecemasandan
peningkatan harga diri.
Implementasi sesuai dengan aktivitas intervensi yang telah
ditetapkan dan penerapan evidance besed nursing practice
evaluasi didapatkan hasil bahwa masalah keperawatan dapat teratasi.

18. Saran

Intalasi pendidikan
Makalah ini bisa di jadikan acuan asuhan keperawatan pada perempuan
dengan Ca cerviks.
Instansi Rumah sakit
Makalah ini, agar dapat diterapkan oleh perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan khususnya penerapan EFT dalam mengatasi nyeripada pasien
dengan kanker serviks dan perawat dapat mengajarkan teknik ini pada
pasien dan keluarga sehingga masih dapat dilakukan oleh pasien di
rumah sehingga memperoleh hasil yang optima

39
40
DAFTAR PUSTAKA

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta :


Prima Medika

 Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta :
EGC

 Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

         http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)

        http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-
reproduksi.html (akses : 10 Oktober 2009)

Anda mungkin juga menyukai