Anda di halaman 1dari 15

OZONISASI DAN PAPARAN SINAR UV:

PENDAHULUAN DAN CONTOH-CONTOH APLIKASI TERKINI


Oleh: Steven T. Summerfelt
Direktur Sistem Penelitian Akuakultur, The Conservation Fund’s Freshwater Institute, USA
dalam: Aquaculture Engineering Journal, Vol. 28. 2003. Halaman 21-36
Penerjemah: Muhammad Fuadi

ABSTRAK
Makalah ini ditulis untuk memperkenalkan “Aplikasi Ozon dan UV” pada forum isu Aquacultural
Engineering Society (AES) 2011 dengan memberikan gambaran teknologi ozon dan paparan sinar
ultraviolet (UV) disertai dengan beberapa contoh aplikasinya pada bidang akuakultur.

Kata Kunci: Paparan Sinar Ultraviolet, Ozonisasi, Akuakultur, Oksidasi, Desinfeksi

1. PENDAHULUAN
Ozon merupakan oksidator kuat yang aplikasinya telah digunakan secara luas dalam bidang
akuakultur seperti pada proses desinfeksi dan perbaikan kualitas air. (Rosenthal, 1981; Owsley, 1991;
Cryer, 1992; Wedemeyer, 1996; Summerfelt dan Hochheimer, 1997). Aplikasi ozon pada sistem
akuakultur antara lain digunakan untuk menonaktifkan patogen ikan, mengoksidasi limbah organik
(termasuk warna) dan nitrit, atau meningkatkan efektivitas unit pengolahan air lainnya. Ozon memiliki
beberapa keunggulan karena tingkat rekasinya yang cepat, menghasilkan sedikit produk sampingan
yang berbahaya di air tawar, dan menghasilkan oksigen sebagai produk akhir.
Paparan sinar ultraviolet (UV) juga telah diterapkan secara luas dalam sistem akuakultur
dengan tujuan utamanya adalah desinfeksi. Berbeda dengan ozonisasi, paparan sinar UV umumnya
tidak dipertimbangkan sebagai proses yang diaplikasikan guna menambah keefektifan unit pengolahan
air lainnya.

2. OZONISASI
Aplikasi ozon dalam sistem akuakultur meliputi pembentukan ozon, transfer ozon ke dalam air,
waktu kontak ozon untuk bereaksi, dan penghilangan/penetralan ozon dengan memastikan bahwa
tidak ada residu ozon yang masuk ke dalam wadah budidaya (Summerfelt dan Hochheimer, 1997).
Berikut merupakan persyaratan dan kunci utama terkait aplikasi ozon dalam sistem resirkulasi
akuakultur.

2.1 Pembentukan Ozon


Ozon umumnya terbentuk dari perpaduan antara pengayaan gas umpan oksigen dengan
sebuah lucutan korona elektrik. Lucutan korona (disebut juga lucutan elektrostatik) terjadi karena
adanya proses ionisasi fluida yang mengelilingi sebuah konduktor dan terjadi saat gradien potensial
(kekuatan medan listrik) melebihi nilai tertentu. Pengayaan gas oksigen murni dalam pembentukan
ozon sering dilakukan karena mampu menghemat energi hingga 2-3 kali dibandingkan dengan
menggunakan oksigen dari udara bebas (Masschelein, 1998). Sementara itu, oksigen murni telah
banyak tersedia dan digunakan untuk memaksimalkan daya dukung dalam sebagian besar sistem
budidaya intensif.
Pembentukan lucutan korona dengan menggunakan gas umpan berupa oksigen murni
membutuhkan energi listrik sekitar 10 kWh untuk menghasilkan 1 kg ozon (Masschelein, 1998). Selain
itu, ozon yang dihasilkan dengan menggunakan gas umpan oksigen murni dapat menghasilkan 10-15%
(bobot) konsentrasi ozon. Nilai ini hampir dua kali lipat konsentrasi ozon yang dihasilkan dengan
menggunakan udara bebas sebagai gas umpannya. Konsentrasi tinggi relatif ozon dapat dihasilkan
untuk mengurangi kebutuhan (massa) total oksigen yang dibutuhkan. Namun, untuk menghasilkan 10-
15% (bobot) konsentrasi ozon tidak terlalu efisien dalam hal penggunaan energi dibandingkan dengan
memproduksi ozon dengan konsentrasi 4-6% (Carlins dan Clark, 1982). Oleh karena itu, produksi ozon
dapat dioptimalkan sesuai dengan kebutuhan sistem akuakultur dan pertimbangan ekonomi dari biaya
penggunaan energi dan pasokan gas oksigen.

2.2 Transfer Ozon


Ozon yang dihasilkan dari udara bebas ataupun oksigen murni harus ditransfer ke dalam air
untuk menonaktifkan mikrobiologi atau tujuan oksidatif lainnya. Gas ozon dapat diinjeksi ke dalam air
dengan menggunakan perangkat khusus untuk mentransfer oksigen sebagai gas umpan (Summerfelt
dan Hochheimer, 1997). Efektivitas transfer ozon ke dalam air sangat penting karena biaya produksi
ozon tidak sedikit, khususnya ketika dilakukan dengan menggunakan oksigen murni yang harus dibeli
atau diproduksi sendiri.
Kecepatan transfer dan dekomposisi ozon sangat tergantung pada efisiensi sistem kontak dan
laju reaksi terhadap partikel-partikel dalam air (seperti suhu air, konsentrasi, dan jenis partikel). Laju
reaksi dengan bahan anorganik dan organik teroksidasi akan mempertahankan kesetimbangan
konsentrasi dan meningkatkan laju transfer ozon dalam cairan dibandingkan dengan tanpa bahan
anorganik dan organik tersebut. Kenyataannya, ketika ozon bereaksi sangat cepat, ozon dapat terurai
di permukaan gas dan tidak tertransfer ke dalam air. Oleh karena itu, kemampuan laju ozon terinjeksi
di dalam air meningkat ketika ozon diserap dan digunakan secara cepat oleh partikel dalam air (Bablon
et al., 1991).
Unit transfer ozon yang memiliki fase cair kontinu (yaitu unit yang menyemburkan gelembung
gas ke dalam cairan) -seperti kerucut Speece (Gambar 1), pipa U (Gambar 2), aspirator, difuser
gelembung, dan bagian mekanis yang tertutup atau area pencampuran- mengatur transfer ozon dan
lama waktu reaksi. Unit transfer ozon yang memiliki fase gas kontinu (yaitu unit yang menyemburkan
tetes cairan ke dalam gas) -seperti saluran penyemprot, saluran yang tertutup rapat, dan low head
oxygenator (LHO, Gambar 3)-mengatur efisiensi transfer ozon yang membutuhkan sedikit waktu untuk
reaksinya (Summerfelt dan Hochheimer, 1997). Unit transfer ozon dengan fase gas kontinu merupakan
pilihan yang tepat digunakan pada kondisi di mana jumlah maksimum ozon ditransfer dalam waktu
singkat. Unit transfer ozon dengan fase cair kontinu umumnya digunakan pada kondisi di mana
kecepatan reaksi terbatas dan residu ozon harus dikontrol pada kisaran waktu tertentu (Bellamy et al.,
1991).

Gambar 1. Ozon/umpan oksigen diinjeksi ke dalam air pada tiga kerucut Speece (disusun paralel guna mengatur
konsentrasi dan aliran). Sistem ini digunakan untuk mensterilkan 400-2400 liter/menit air permukaan di US Fish
dan Wildlife Service’s Northeast Fishery Center di Lamar, Philadelphia

Pipa
stainless
penyuplai O3
dan gas O2

Pipa tembaga
penyuplai O2 murni

Gambar 2. Sebuah pipa tembaga digunakan untuk memasok oksigen murni ke unit LHO, sedangkan pipa
stainless steel digunakan untuk menyalurkan ozon dan gas oksigen. Unit LHO digunakan untuk
mengoksidasi/ozonisasi sebanyak 4800 liter/menit pada sistem resirkulasi di Conservation Fund Freshwater
Institute (Shepherdstown, Virginia Barat ).

Sebagian besar kontaktor ozon berupa unit fase cair kontinu yaitu gelembung ozon yang
diinjeksi ke dalam cairan (Bellamy et al., 1991). Difusi gelembung ozon ini sering diaplikasikan pada
bidang akuakultur dan dapat mencapai lebih dari 85% difusi ke dalam fase cair (Liltved, 2001).
Komponen-komponen dari reaktor ozon tersebut sangat mendukung proses/reaksi yang membatasi
laju alir dan residu ozon terjaga dalam jangka waktu tertentu, misalnya saat proses desinfeksi. Kerucut
Speece (Gambar 1), pipa U, dan oksigenator (Gambar 2) juga digunakan untuk mentransfer ozon/gas
umpan oksigen murni dalam akuakultur berbasis sistem resirkulasi (Summerfelt et al., 2000), dengan
tujuan utama dari proses transfer gas tersebut yaitu:
 menyediakan supersaturasi oksigen terlarut yang akan meningkatkan daya dukung pada media
budidaya, dan
 transfer ozon (dilakukan dengan menggunakan gas umpan berupa oksigen murni) untuk
mengoksidasi nitrit dan bahan organik serta meningkatkan efektivitas proses pengolahan air
lainnya.

Gambar 3. Sistem resirkulasi (debit 4800 liter/menit) dirancang untuk menambahkan sistem ozon dengan gas
umpan oksigen murni pada unit LHO di Freswater Institute (gambar diperoleh dari Bioteknologi Kelautan,
Beverly, Massachusetts)

Transfer ozon pada unit fase gas kontinu tidak biasa digunakan seperti halnya unit fase cair
kontinu (Bellamy et al., 1991). Setelah berkembangnya proses ozon dengan menggunakan unit fase gas
kontinu, sebagian besar aplikasi dilakukan dalam satu sistem lajur yang dihubungkan dengan low head
oxygenator (LOH) pada sistem resirkulasi akuakultur (Gambar 3). Jika efisiensi transfer ozon tidak
sempurna (100%), maka akan ada gas yang dikeluarkan dari sistem yang mengdanung ozon. Karena
beracun, ozon tersebut harus dimusnahkan terlebih dahulu.
2.3 Desinfeksi dan Kestabilan Konsentrasi Ozon
Proses oksidasi ozon dapat membunuh mikroorganisme, namun desinfeksi air memerlukan
konsentrasi ozon terlarut yang dipertahankan dalam jangka waktu tertentu. Oleh sebab itu, efektivitas
desinfeksi bergantung pada konsentrasi ozon dan lama waktu paparan. Proses desinfeksi air umumnya
memerlukan konsentrasi ozon sekitar 0,1-0,2 mg/L selama 30 menit, tergantung pada mikroorganisme
target. Wedemeyer (1996) dan Liltved (2001) dan Summerfelt et al. (dalam proses publikasi),
memberikan gambaran bahwa banyak patogen ikan dapat dimatikan dengan dosis ozon 0,5-5 mg/L.
Sayangnya, spora dari organisme tertentu ada yang sangat sulit untuk dinon-aktifkan dengan
menggunakan ozon.
Ozon telah banyak digunakan untuk desinfeksi awal air budidaya ikan (Liltved, 2001) dan
beberapa sentra perbenihan ikan (Roselund, 1975; Owsley, 1991; Cryer, 1992; Summerfelt et al., dalam
proses publikasi) yang berada dalam masalah seperti besarnya jumlah/keberadaan patogen. Di sisi lain,
ozon juga telah digunakan untuk desinfeksi benih ikan yang akan dibuang sebagai upaya pencegahan
potensi lepas dan berkembangnya patogen di perairan (Liltved, 2001).
Untuk mencapai tingkat desinfeksi air yang diinginkan c x t (yaitu, konsentrasi ozon yang
dihasilkan dikalikan dengan retensi waktu pada bak pencampuran), dosis ozon harus cukup tinggi
sehingga memenuhi jumlah ozon awal yang diperlukan. Di perairan alami dan perairan yang
menggunakan sistem resirkulasi, ozon yang ditambahkan akan hilang ketika bereaksi dengan bahan
organik dan komponen lain yang pada tingkatannya dipengaruhi oleh suhu air. Berdasarkan uji
kebutuhan ozon pada budidaya ikan trout di sungai oleh US Fish dan Wildlife Service Northeast Fishery
Center (Lamar, Philadelphia), konsentrasi ozon yang harus diinjeksi adalah sebesar 2-4 mg/L untuk
mendapatkan nilai konsentrasi ozon akhir sebesar 0,2 mg/L setelah 10 menit (Summerfelt et al., dalam
proses publikasi). Cryer (1992) melaporkan hasil yang sama terkait jumlah ozon yang dibutuhkan pada
pasokan air permukaan yang telah didesinfeksi di pembenihan ikan salmon US Fish dan Wildlife Amerika
Utara. Seluruh pasokan air yang diperiksa merupakan air berkualitas tinggi terlihat dari rendahnya
konsentrasi bahan organik teroksidasi, besi, dan mangan (Cryer, 1992; Summerfelt et al., dalam proses
publikasi), namun kondisi tersebut dapat mengurangi waktu paruh ozon beberapa menit. Sebagai
pembanding, waktu paruh ozon terlarut dalam air murni pada 20°C adalah 165 menit (Beras et al.,
1981). Bahkan waktu paruh ozon menjadi lebih pendek (<15 menit) pada sistem resirkulasi akuakultur
yang mengandung banyak bahan organik dan nitrit, sehingga sulit mempertahankan konsentrasi ozon
(Bullock et al., 1997). Oleh karena itu, desinfeksi mikroorganisme pada sistem resirkulasi memerlukan
dosis ozon yang jauh lebih besar untuk mengontrol kualitas air dalam sistem tersebut (Bullock et al.,
1997).
Setelah proses desinfeksi selesai, residu ozon yang masih ada harus dibuang sebelum masuk ke
sistem budidaya. Residu ozon 0,01 mg/L dapat mematikan ikan tertentu, tergantung spesies dan stadia
(Sub Bagian 2.4). Untuk menghindari masalah ini, dapat dilakukan dengan memperpanjang waktu
kontak, aerasi dan pengecekan, paparan sinar UV yang kuat, atau direaksikan dengan hidrogen
peroksida/H2O2 (Sub Bagian 2.5).
Sistem filtrasi dan ozonisasi air permukaan di US Fish Wildlife Service’s Northeast Fishery Center
(Lamar) merupakan sebuah contoh sistem yang memiliki pengaturan waktu pemaparan ozon dan
pereduksian residu ozon (Summerfelt et al., dalam proses publikasi). Sistem ini (Gambar 4)
menggunakan sepasang microscreen drum filter untuk membuang partikel halus yang dapat melindungi
patogen dari paparan ozon. Sistem ini menggunakan kerucut Speece (Gambar 1) untuk transfer ozon
ke dalam air dan memberikan waktu kontak pada dua reaktor berurutan yang dilengkapi dengan saluran
pipa berventilasi (Gambar 4).

Gambar 4. Sistem ozonisasi untuk mendesinfeksi air permukaan 400-2400 liter/menit di US Fiash dan Wildlife
Service’s Northeast Fishery Center, Lamar-Philadelphia (Summerfelt, dalam proses publikasi. Gambar diperoleh
dari Oak Point Associates, Biddeford, Massachusetts)

Wadah pertama (dari kanan) memerlukan waktu kontak ozon sekitar 10 menit HRT (hydraulic
retention time) untuk mencapai tingkat desinfeksi. Wadah kedua (yang lebih besar) memerlukan waktu
kontak sekitar 20 menit HRT untuk menghilangkan residu ozon. Pengecekan konsentrasi ozon (dengan
test kit ozon) dilakukan pada sampel air yang keluar dari wadah pertama. Hal ini dilakukan untuk
menyesuaikan dan mempertahankan kestabilan kinerja generator ozon tetap pada konsentrasi 0,2
mg/L. Saluran pipa berventilasi (Gambar 4) digunakan untuk melepaskan residu ozon sekaligus
mengurangi oksigen terlarut berlebih sebelum air dialirkan menuju tandon air budidaya.
2.4 Toksisitas Ozon
Meskipun ozon memiliki tingkat reaksi yang cepat dan beberapa produk reaksi yang berbahaya,
tetapi dalam jumlah yang sedikit dapat bersifat racun bagi organisme akuatik (Wedemeyer et al., 1979;
Langlais et al., 1991). Gas ozon juga berbahaya bagi manusia. Standard nilai konsentrasi ozon yang
ditetapkan oleh Departemen Keselamatan dan Administrasi Kesehatan (1993) adalah 0,3 ppm dengan
durasi kurang dari 10 menit pada tingkat paparan tunggal dan 0,1 ppm dengan pertimbangan periode
waktu setiap 8 jam. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian pada proses mentransfer ozon,
mereaksikan ozon ke dalam air, dan mengecek konsentrasi/residu ozon sebelum masuk ke wadah
budidaya (Summerfelt dan Hochheimer, 1997).

2.4.1 Aplikasi Ozon pada Air Tawar


Batas aman maksimum paparan ozon pada budidaya ikan salmon adalah 0,002 mg/L
(Wedemeyer et al., 1979). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ikan yang
terpapar ozon dengan konsentrasi 0,008-0,06 mg/L dapat merusak insang sehingga osmoregulasi
menjadi tidak seimbang dan dapat membunuh ikan serta mudah terserang penyakit (Bullock et al.,
1997). Teknologi yang menyediakan sistem pemantauan konsentrasi ozon dapat menjadi solusi aman
bagi kehidupan ikan meskipun teknologi tersebut terbatas dan harus mengeluarkan biaya yang besar.
Sebagai contoh, pengukuran nilai potensial oksidasi dan reduksi (ORP) dengan menggunakan ORP
meter untuk memantau dan mengendalikan level ozon (Bulloxk et al., 1997).

2.4.2 Aplikasi Ozon pada Air Laut


Pada air payau dan air laut, ozon bereaksi dengan ion bromida membentuk oksidan asam
hipobromus (HOBr) dan ion hipobromit (OBr). Kedua komponen ini stabil dan bersifat racun bagi ikan
dan kekerangan (Crecelius, 1978; Huguenin dan Colt, 1989; Blogoslawski dan Perez, 1992; Keaffaber et
al., 1992). Proses ozonisasi berkepanjangan dapat mengoksidasi ion hipobromit menjadi bromat (BrO3)
yang juga stabil dan bersifat racun. Sayangnya, keberadaan dan toksisitas produk samping ini terhadap
organisme akuatik belum dipahami dengan baik.

2.5 Penetralan Residu Ozon


Residu ozon dalam air (setelah ozonisasi) harus diukur nilainya sebelum digunakan sebagai
media budidaya. Beberapa contoh kasus, residu ozon dapat dihilangkan dengan menambahkan zat
pereduksi dosis rendah, misalnya natrium tiosulfat 1 mg/L (Hemdal, 1992). Selain itu, dapat juga
dilepaskan ke udara melalui saluran pipa berventilasi lengkap dengan aerasi (Gambar 4) (Cryer, 1992;
Summerfelt, dalam proses publikasi). Namun, pelepasan udara juga akan ikut melepaskan konstrasi
oksigen terlarut yang berada dalam kondisi jenuh. Residu ozon (terlarut) juga dapat dihilangkan dengan
melewatkan air melalui biofilter yang berisi karbon aktif, direaksikan dengan hidrogen peroksida dosis
rendah, atau kontak dengan UV berintensitas tinggi (mengkatalisis konversi O3 menjadi O2).
Menghilangkan residu ozon dengan sinar UV (radiasi elektromagnetik) sangat bergantung pada panjang
gelombang dan kuantitas energi yang ditransmisikan (Rodriguez dan Gagnon, 1991; Hunter et al.,
1998). Residu ozon dapat rusak dengan panjang gelombang sinar UV sekitar 250-260 nm. Ironisnya,
panjang gelombang UV 185 nm dapat digunakan untuk menghasilkan ozon.

2.6. Aplikasi Ozon pada Sistem Resirkulasi Akuakultur


Ozon (pada kisaran nilai tertentu) paling sering digunakan untuk meningkatkan dan menjaga
kualitas air dalam sistem resirkulasi intensif (Summerfelt et al., 2001; Colberg dan Lingg, 1978; Otte dan
Rosenthal, 1979; Rosenthal dan Otte, 1980; Williams et al., 1982; Paller dan Lewis, 1988; Rosenthal dan
Black, 1993; Brazil, 1996; Bullock et al., 1997; Summerfelt dan Hochheimer, 1997; Summerfelt et al.,
1997; Krumins et al., 2001a,b), terutama dalam sistem produksi ikan salmon. Kesimpulan aplikasi ozon
pada sistem resirkulasi dari beberapa penelitian tersebut, yaitu:
 Ozon diduga memperbaiki kualitas air dengan mengoksidasi bahan organik yang besar dan
relatif kompleks sehingga mudah untuk didegradasi/dihancurkan.
 Ozon akan memecahkan bagian molekul organik yang dapat mengurangi warna air.
 Ozon akan mengokidasi nitrit menjadi nitrat.
 Ozonisasi dapat menghilangkan padatan halus dengan mengubah ukuran partikel (seperti
mikroflokulasi partikulat) dan karakter permukaan padatan sehingga dapat mengambang dan
disaring dengan mudah (Reckhow et al., 1993). Namun, fenomena ini masih belum dapat
dijelaskan.
Selain itu, ozonisasi sistem resirkulasi dapat mengurangi infeksi penyakit pada ikan yaitu
dengan meningkatkan kualitas air dan mengurangi stress terhadap lingkungan (Brasil, 1996; Bullock et
al., 1997). Beberapa studi mengemukakan bahwa kualitas air dan kesehatan ikan dalam sistem
resirkulasi dapat ditingkatkan dengan menambahkan 13-24 g ozon untuk setiap 1 kg pakan (Brasil,
1996; Bullock et al., 1997).

2.6.1 Aplikasi Ozon untuk Mengoksidasi Nitrit


Fakta bahwa ozon dapat mengurangi kadar nitrit dalam sistem resirkulasi memberikan manfaat
yang besar ketika bakteri nitrifikasi (yang mengkonversi nitrit menjadi nitrat) tidak ada pada biofilter.
Namun, seiring dengan hilangnya nitrit pada sistem juga dapat menghilangkan bakteri nitrifikasi (tidak
ada yang dikonversi), sehingga kinerja biofilter menjadi tidak sempurna. Di sisi lain, nitrit dapat
terakumulasi dengan cepat dalam sistem resirkulasi ketika proses ozonisasi mengalami gangguan.
Ozon terkadang diaplikasikan pada sistem resirkulasi sebagai alternatif lanjutan suatu
rancangan atau kesalahan operasional. Misalnya, sistem ozon ditambahkan ketika biofiltrasi pada
sistem resirkulasi tidak mampu lagi mengkonversi nitrit menjadi nitrat. Masalah tersebut dapat terjadi
karena tidak cukupnya volume atau luas permukaan biofilter untuk melakukan dua tahap nitrifikasi atau
mungkin karena kekurangan pasokan oksigen terlarut. Tidak cukupnya oksigen terlarut dapat
disebabkan oleh pembuangan padatan yang belum maksimal sehingga meningkatkan respirasi
heterotrofik dalam biofilter. Namun demikian, menambahkan ozon pada kondisi ini bukan merupakan
solusi yang ideal. Seharusnya, biofilter dirancang dan dioperasikan dengan luas permukaan dan oksigen
terlarut yang cukup untuk menyempurnakan proses nitrifikasi (khususnya ketika mengoksidasi bahan
organik dan amonia). Meningkatkan pengontrolan padatan/bahan organik sebelum dan saat biofilter
dioperasikan juga akan dapat meningkatkan proses nitrifikasi dan mengurangi kebutuhan ozon.

3. IRADIASI/PAPARAN SINAR UV
Iradiasi UV dapat digunakan untuk menghilangkan residu ozon (mengkatalis konversi O3
menjadi O2) dan mendenaturasi DNA mikroorganisme (menyebabkan mikroorganisme mati dan
kehilangan fungsinya). Kedua proses tersebut sangat tergantung pada panjang gelombang UV sebagai
sumber cahaya dan kuantitas energi yang ditransmisikan (Rodriguez dan Gagnon, 1991; Hunter et al.,
1998). Residu ozon akan hilang dengan panjang gelombang UV 250-260 nm, sedangkan penonaktifan
mikroorganisme dapat dicapai pada panjang gelombang 100-400 nm (254 nm yang paling efektif).
Sistem UV bertekanan rendah (merupakan standar UV hampir pada semua industri) menggunakan
iradiasi monokromatik khusus dengan panjang gelombang 254 nm (Gambar 5). Sistem UV bertekanan
sedang juga ada, tetapi jarang digunakan untuk menghasilkan UV dengan spektrum yang lebih luas
(Gambar 6). Untuk mencapai tingkatan penyinaran yang diinginkan, sistem UV bertekanan sedang
umumnya memerlukan lampu jauh lebih sedikit (5-20%) tetapi daya lampu mungkin 3/2 kali lebih besar
dibandingkan dengan sistem UV bertekanan dan berintensitas rendah. Sistem UV bertekanan rendah
tetapi berintensitas tinggi baru-baru ini telah diperkenalkan untuk tujuan efisiensi iradiasi
monokromatik yaitu hanya membutuhkan 1/3 atau 1/6 dari total lampu yang digunakan pada sistem
UV bertekanan dan berintensitas rendah.
Gambar 5. Iradiasi monokromatik spesifik pada pajang gelombang 254 nm dihasilkan dari sistem UV bertekanan
rendah (Trojan Technologies, London, Ont. Canada)

Gambar 6. Sistem UV bertekanan sedang menghasilkan spektrum UV yang lebih luas (Trojan Technologies,
London, Ont. Canada)

Intensitas cahaya UV digambarkan dalam satuan mW/cm2 dan paparan/dosis UV dalam


satuan mWs/cm2. Menurut White (1992), waktu kontak selama 10-30 detik sering digunakan pada
banyak unit UV komersial. Dosis UV 60-75 mWs/cm2 telah dilaporkan dapat merusak/menghilangkan
residu ozon sebesar 0,5 mg/L (Hunter et al., 1998). Dosis UV yang dibutuhkan untuk menginkativasi
mikroorganisme dapat sangat bervariasi, dari 2 mWs/cm2 hingga lebih dari 230 mWs/cm2 (pada 254
nm), tergantung jenis organisme target dan tingkatan intensitas UV yang dibutuhkan (Weemeyer,
1996). Wedemeyer (1996) dan Liltved (2001) melaporkan bahwa banyak patogen ikan ternonaktifkan
pada dosis UV 30 mWs/cm2, kecuali Saprolegnia, baculovirus yang menyebabkan sindrom bercak putih
(white spot syndrome), dan virus IPN (infectious pancreatic necrosis virus) yang menyebabkan nekrosis
pada pankreas ikan salmon (membutuhkan dosis UV yang sangat tinggi untuk menonaktifkannya).
Namun, sebelum membunuh organisme target, paparan sinar UV harus dapat menembus
partikel air. Oleh karena itu, transmisi UV terendah harus ditetapkan dan digunakan untuk
memperkirakan seberapa besar intensitas UV yang diproduksi, sehingga akan didapatkan dosis/paparan
UV yang diinginkan agar melewati air (tergantung organisme target dan sumber cahaya). Unit filter UV
juga harus dijadikan acuan berkurangnya intensitas lampu sebesar 40% (target waktu pemakaian
umumnya 12 bulan).
Untuk memperoleh proses desinfeksi yang sempurna, diperlukaan kestabilan dosis UV
minimum (intensitas sinar UV), waktu paparan (dengan intensitas sinar yang stabil tersebut), dan faktor
transmitans (lihat persamaan di bawah ini). Oleh sebab itu, dosis UV yang digunakan sangat bergantung
pada debit air (Q), volume wadah (V), intensitas lampu (termasuk kehilangan akibat penutup kaca
lampu), dan UV transmitans di air (% Transm). Persamaan adalah sebagai berikut.

Dosis UV = (intensitas UV).(waktu paparan).(faktor transmitans)


𝑉
≈ (intensitas UV).( ).aexp(b% Transm)
𝑄

= # mWs/cm2

Dimana a dan b adalah koefisien khusus untuk iradiasi UV. Faktor transmitans termasuk
faktor koreksi jarak lampu (serta koreksi faktor-faktor lain), merupakan sebuah keterangan penting
karena intensitas UV digambarkan sebagai kuadrat dari jarak antara organisme target dengan sumber
cahaya (White, 1992).
Freshwater Institute telah meneliti transmisi sinar UV pada mata air, sistem partial reuse,
sistem resirkulasi, dan air buangan fasilitas umum yang telah melewati microscreen filter. Transmitans
UV terbaik ditemukan pada perlakuan ketika sinar dilewatkan pada mata air (Tabel 1).
Tabel 1. Rerata data transmitans UV (per 1 cm panjang lintasan) diukur dari mata air, sistem partial-
reuse, sistem resirkulasi, dan air pembuangan fasilitas umum setelah disaring dengan microscreen di
Freshwater Institute.
Transmitans UV
Sumber Air
Rerata (%) Kisaran (%)
Mata air 97 95-98
Sistem partial-reuse 96 88-98
Sistem resirkulasi 93 88-98
Pembuangan fasilitas umum
*Kondisi normal 90 70-95
*Kondisi saat pembersihan fasilitas 40 30-50
Filter UV dapat dibuat seperti sebuah unit wadah buka-tutup dan tidak bertekanan (Gambar
7) atau seperti unit tabung bercangkang. Lampu UV umumnya dilindungi oleh kaca pelindung yang
terbuat dari kuarsa agar memungkin untuk bersentuhan dengan air. Kaca pelindung kuarsa harus
terjaga bersih untuk mempertahankan nilai transmisi (Gambar 7). Aplikasi sinar UV tidak menghasilkan
senyawa beracun atau produk sampingan yang memiliki pengaruh buruk terhadap organisme akuatik.

Gambar 7. Pembersihan kaca pelindung kuarsa pada sebuah sistem UV berpenutup (bertekanan
rendah/berintensitas rendah) di Freshwater Institute.

3. PENUTUP
Diperlukan perhatian intens untuk menentukan dosis ozon dan UV yang efektif dalam proses
desinfeksi. Untuk membunuh patogen tertentu mungkin memerlukan dosis iradiasi UV atau nilai c x t
ozon yang jauh lebih tinggi. Aplikasi iradiasi UV untuk desinfeksi dapat menjadi lebih murah dan
sederhana dibandingkan dengan menggunakan ozon. Selain itu, iradiasi UV tidak menghasilkan residu
yang berbahaya/beracun (tidak seperti ozon). Namun, iradiasi UV mungkin tidak mampu bekerja
optimal pada kondisi air keruh (dikaitkan dengan rendahnya nilai transmitans UV). Aplikasi ozon dalam
proses desinfeksi sistem akukultur baik sumber maupun air buangan (limbah) dapat menjadi cukup
mahal dan kompleks, namun desinfeksi ini masih diperlukan dalam banyak situasi untuk mencegah
introduksi penyakit/patogen. Proses ini menjadi lebih kompleks jika oksigen murni juga diproduksi di
lokasi yang sama.

4. PUSTAKA

Bablon, G., Bellamy, W.D., Bourbigot, M.-M., Daniel, F.B., Dore´, M., Erb, F., Gordon, G., Langlais, B.,
Laplanche, A., Legube, B., Martin, G., Masschelein, W.J., Pacey, G., Reckhow, D.A., Ventresque, 1991.
Fundamental aspects. In: Langlais, B., Reckhow, D.A., Brink, D.R. (Eds.), Ozone in Water Treatment:
Application and Engineering. American Water Works Association Research Foundation, Denver, CO, pp.
11-132.
Bellamy, W.D., Damez, F., Langlais, B., Montiel, A., Rakness, K.L., Reckhow, D.A., Robson, C.M., 1991.
Engineering aspects. In: Langlais, B., Reckhow, D.A., Brink, D.R. (Eds.), Ozone in Water Treatment:
Application and Engineering. American Water Works Association Research Foundation, Denver, CO, pp.
317-468.

Blogoslawski, W.J., Perez, C., 1992. Ozone treatment of seawater to control vibriosis in mariculture of
penaeid shrimp, Penaeus vannameii. in: Blogoslawski, W.J. (ed.), Proceedings of the Third International
Symposium on the Use of Ozone in Aquatic Systems. Pan American Group of the International Ozone
Association, Stamford, CT, pp. 122-133.

Brazil, B.L., 1996. Impact of ozonation on system performance and growth characteristics of hybrid
striped bass (Morone chrysops XM. saxatilis ) and tilapia hybrids (Sarotherodon sp.) reared in
recirculating aquaculture systems. Ph.D. Dissertation, Virginia Polytechnic Institute and State
University, Blacksburg, VA.

Bullock, G.L., Summerfelt, S.T., Noble, A., Weber, A., Durant, M.D., Hankins, J.A., 1997. Ozonation of a
recirculating rainbow trout culture system: I. Effects on bacterial gill disease and heterotrophic bacteria.
Aquaculture 158, 43-55.

Carlins, J.J., Clark, R.G., 1982. Ozone generation by corona discharge. In: Rice, R.G., Netzer, A. (Eds.),
Handbook of Ozone Technology and Applications, vol. I. Ann Arbor Science Publishers, Ann Arbor, MI,
pp. 41-76.

Colberg, P.J., Lingg, A.J., 1978. Effect of ozonation on microbial fish pathogens, ammonia, nitrate,
nitrite,and BOD in simulated reuse hatchery water. Journal Fisheries Research Board of Canada 35,
1290-1296.
Crecelius, E.A., 1978. The production of bromine and bromate in seawater by ozonation. Proceedings
of the Symposium on Advanced Ozone Technology. International Ozone Institute, Norwalk, CT.

Cryer, E., 1992. Recent applications of ozone in freshwater fish hatchery systems. in: Blogoslawski, W.J.
(ed.), Proceedings of the Third International Symposium on the Use of Ozone in Aquatic Systems.
International Ozone Association, Pan American Committee, Stamford, CT, pp. 134-154.

Hemdal, J.F., 1992. Reduction of ozone oxidants in synthetic seawater by use of sodium thiosulfate.
Progressive Fish-Culturist 54, 54-56.

Huguenin, J.E., Colt, J., 1989. Design and Operating Guide for Aquaculture Seawater Systems. Elsevier,
Amsterdam.

Hunter, G.L., O’Brien, W.J., Hulsey, R.A., Carns, K.E., Ehrhard, R., 1998. Emerging disinfection
technologies: medium-pressure ultraviolet lamps and other systems are considered for wastewater
applications. Water Environment and Technology 10 (6), 40-44.

Keaffaber, J.J., Coston, C.J., Ham, W.G., Burns, T., Sherrill, A., Khan, S., 1992. Redox chemistry of closed
ozonated systems: Modeling bromine and other redox active species. in: Blogoslawski W.J. (ed.),
Proceedings of the Third International Symposium on the Use of Ozone in Aquatic Systems. Pan
American Group of the International Ozone Association, Stamford, CT, pp. 76-91.

Krumins, V., Ebeling, J., Wheaton, F., 2001a. Part-day ozonation for nitrogen and organic carbon control
in recirculating aquaculture systems. Aquacultural Engineering 24, 231-241.
Krumins, V., Ebeling, J., Wheaton, F., 2001b. Ozone’s effect on power-law particle size distribution in
recirculating aquaculture systems. Aquacultural Engineering 25, 13-24.

Langlais, B., Reckhow, D.A., Brink, D.R., 1991. Ozone in Water Treatment: Application and Engineering.
American Water Works Association Research Foundation, Denver, CO.

Liltved, H., 2001. Ozonation and UV-Irradiation. in: Timmons, M.B., Ebeling, J.M., Wheaton, F.W.,
Summerfelt, S.T., Vinci, B.J. (eds.), Recirculating Aquaculture Systems. Northeast Regional Aquaculture
Center. Publication No. 01-02. North Dartmouth, MA, pp. 351-382, Chapter 12.

Masschelein, W.J., 1998. Ozone generation: use of air, oxygen, or air simpsonized with oxygen. Ozone
Science and Engineering 20, 191-203.

Occupational Health and Safety Administration. 1993. Air Contaminants Standard, 29 CFR 1910.1000.
US Department of Labor, Available from: http://www.osha.gov/, Washington, DC.

Otte, G., Rosenthal, H., 1979. Management of a closed brackish water system for high density fish
culture by biological and chemical treatment. Aquaculture 18, 169-181.

Owsley, D.E., 1991. Ozone for disinfecting hatchery rearing water. in: Colt, J., White, R.J. (eds.),
American Fisheries Society Symposium 10: Fisheries Bioengineering Symposium. American Fisheries
Society, Bethesda, MD, pp. 417-420.

Paller, M.H., Lewis, W.M., 1988. Use of ozone and fluidized-bed biofilters for increased ammonia
removal and fish loading rates. Progressive Fish-Culturist 50, 141-147.

Reckhow, D.A., Edzwald, J.K., Tobiason, J.E., 1993. Ozone as an Aid to Coagulation and Filtration.
American Water Works Association, Denver, CO.

Rice, R.G., Robson, C.M., Miller, G.W., Hill, A.G., 1981. Uses of ozone in drinking water treatment.
Journal American Water Works Association 73, 1-44.

Rodriguez, J., Gagnon, S., 1991. Disinfection: liquid purification by UV radiation, and its many
applications. Ultrapure Water 8 (6), 26-31.

Roselund, B.D., 1975. Disinfection of hatchery influent by ozonation and the effects of ozonated water
on rainbow trout. In: Blogoslawski, W.J., Rice, R.G. (Eds.), Aquatic Applications of Ozone. International
Ozone Institute, Stamford, CT, pp. 59-69.

Rosenthal, H., 1981. Ozonation and sterilization. In: Tiews, K. (Ed.), Aquaculture in Heated Effluents and
Recirculation Systems, vol. I. Heenemann Verlagsgesellschaft mbH, Berlin, Germany, pp. 219-274.

Rosenthal, H., Black, E.A., 1993. Recirculation systems in aquaculture. In: Wang, J.-K. (Ed.), Techniques
for Modern Aquaculture. American Society of Agricultural Engineers, Saint Joseph, MI, pp. 284-294.

Rosenthal, H., Otte, G., 1980. Ozonation in an intensive fish culture recycling system. Ozone: Science
and Engineering 1, 319-327.

Summerfelt, S.T., Hochheimer, J.N., 1997. Review of ozone processes and applications as an oxidizing
agent in aquaculture. The Progressive Fish-Culturist 59, 94-105.
Summerfelt, S.T., Hankins, J.A., Weber, A., Durant, M.D., 1997. Ozonation of a recirculating rainbow
trout culture system: II. Effects on microscreen filtration and water quality. Aquaculture 158, 57-67.

Summerfelt, S.T., Vinci, B.J., Piedrahita, R.H., 2000. Oxygenation and carbon dioxide control in water
reuse systems. Aquacultural Engineering 22, 87-108.

Summerfelt, S.T., Bebak-Williams, J., Tsukuda, S., 2001. Controlled Systems: water reuse and
recirculation. In: Wedemeyer, Gary (Ed.), Fish Hatchery Management, Second Ed.. American Fisheries
Society, Bethesda, MD.

Summerfelt, S.T., Bebak-Williams, J., Fletcher, J., Carta, A., Creaser, D. Description of the surface water
filtration and ozone treatment system at the Northeast Fishery Center. Fisheries Bioengineering
Symposium IV. American Fisheries Society, Bethesda, MD, in press.

Wedemeyer, G.A., 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture. International Thompson Publishing,
New York, NY.

Wedemeyer, G.A., Nelson, N.C., Yasutake, W.T., 1979. Physiological and biochemical aspects of ozone
toxicity to rainbow trout (Salmo gairdneri ). Journal of Fishery Research Board of Canada 36, 605-614.

White, G.C., 1992. Handbook of Chlorination and Alternative Disinfectants. Van Nostrand Reinhold,
New York.

Williams, R.C., Hughes, S.G., Rumsey, G.L., 1982. Use of ozone in a water reuse system for salmonids.
Progressive Fish-Culturist 44, 102-105.

***

Anda mungkin juga menyukai