Anda di halaman 1dari 25

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN

Penulis

1. Rudy Oktavian :
2. Bayu Ramadhana :
3. M. Adam Majid Aditama : 1801051005
4. Rumsiyah Hasanah : 1801051017
5. Wafiq Fadhilah Abriansyah : 1801051034
6. Elvanza Hazka : 1801051037

Mata Kuliah : Akuntansi Pajak

Dosen : Neny Desriani, S.E.,M.SC.AK.

Prodi D3 Perpajakan

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Lampung

2020

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, kerena atas rahmat dan
karunianya saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Klasifikasi
Biaya Dan Kompensasi Kerugian”

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas matakuliah
“Akuntansi Pajak”. Meskipun dalam penyusunan makalah ini , banyak
menemukan hambatan dan kesulitan, tetapi karena motivasi dan dorongan dari
berbagai pihak makalah ini dapat terselesaikan.

kami menyadari bahwa pada penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan sumbang saran kritik dari semua
pihak yang membaca makalah ini yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya. Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas
dukungannya sehingga terwujudnya makalah ini.

Bandar Lampung, 18 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................ i

Kata Pengantar........................................................................................ ii

Daftar Isi................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1. Latar Belakang............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah........................................................................ 1

1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................

2.1. Pengertian Klasifikasi Biaya Secara Umum dan Biaya Menurut


Undang-Undang Perpajakan........................................................ 2
2.2. Biaya Menurut Undang-Undang Perpajakan...............................

2.3. Biaya Yang Tidak Boleh Dibebankan.........................................

2.4. Klasifikasi Biaya Sesuai Aturan Pelaksanaan Undang-Undang

Perpajakan...................................................................................

2.5. Kompensasi Kerugian..................................................................

2.6. Kompensasi Kerugian Dalam Rangka Pengampunan Pajak.......

BAB III PENUTUP.................................................................................

3.1 Kesimpulan………………………………........……………….. 18

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Didasarkan pada pandangan bahwa undang-undang Pajak Penghasilan menganut


pemajakan yang berbasis neto. Basis tersebut berarti pengenaan pajak didasarkan
pada penghasilan bruto dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran dan
pengurangan lainnya yang diperkenankan oleh undang-undang.

Secara komersial sebagaimana diatur dalam SAK bahwa dalam laporan laba rugi
biaya diakui apabila terjadi penurunan manfaat ekonomis pada masa mendatang
sehubungan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban yang dapat diukur
dengan modal. Sehubungan dengan terdapat beberapa perbedaan perlakuan yang
sering menimbulkan koreksi biaya. Pada bab ini akan disampaikan bagaimana
praktik akuntansi komersial ini membahas masalah biaya yang sekaligus dikaitkan
dengan akuntansi pajaknya serta teknik mengompensasi kerugian menurut
undang-undang pepajakan yang memang diperkenankan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan klasifikasi biaya?
2. Apa saja klasifikasi mengenai biaya?
3. Apa yang dimaksud dengan biaya menurut undang-undang perpajakan?
4. Apa saja biaya yang tidak boleh dibebankan?
5. Apa saja klasifikasi biaya sesuai aturan pelaksanaan undang-undang
perpajakan?
6. Apa yang dimaksud dengan kompensasi kerugian?
7. Apa tujuan klasifikasi biaya dan kompensasi kerugian?

iii
1.3. Tujuan Penelitian

Setelah membaca makalah ini pembaca diharapkan mampu mengerti


dan memperoleh berbagai manfaat seperti :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan klasifikasi biaya, apa saja
klasifikasi mengenai biaya.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan biaya menurut undang-undang
perpajakan, klasifikasi biaya sesuai aturan pelaksanaan undang-undang
perpajakan.
3. Mengetahui saja biaya yang tidak boleh dibebankan.
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kompensasi kerugian.
5. Mengetahui apa tujuan klasifikasi biaya dan kompensasi kerugian.

vi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Klasifikasi Biaya Secara Umum dan Biaya Menurut Undang-
Undang Perpajakan
Klasifikasi biaya adalah pengelompokan secara sistematis atas
keseluruhan elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang
lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih penting.
Klasifikasi biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang
dapat membantu manajemen dalam mencapai tujuannya. Klasifikasi ini
didasarkan pada hubungan antara biaya dengan:
1. Produk
2. Volume produksi
3. Departemen pabrikasi, proses, pusat biaya, atau sub divisi lainnya
4. Periode akuntansi
5. Keputusan yang diusulkan, pelaksanaan, atau evaluasi.
1. Klasifikasi Biaya Secara Umum
Akuntansi biaya menghasilkan biaya untuk memenuhi pencapaian tujuan
antara lain penentuan harga pokok, perencanaan dan pengendalian biaya serta
pengambilan keputusan, maka dari itu penyajian biaya diklasifikasikan dengan
tepat sangat diperlukan agar data yang dihasilkan akurat sebab informasi
tersebut diperlukan untuk tindak lanjut dalam melaksanakan kegitan
perusahaan dalam mengevaluasi serta melakukan perbaikan dimasa yang akan
datang.
Pada akuntansi biaya, umumnya penggolongan biaya ditentukan atas dasar
tujuan yang akan dicapai dengan penggolongan tersebut, karena pada akuntansi
biaya dikenal konsep different costs for different purposes, yang artinya biaya
yang berbeda digunakan untuk kepentingan yang berbeda pula. Pada dasarnya
klasifikasi biaya adalah preses pengelompokan biaya atas keseluruhan elemen
biaya secara sistematis ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih rinci
yang bertujuan memberikan informasi biaya yang lebih lengkap bagi
manajemen dalam mengelola perusahaan.

iii
a. Beberapa Klasifikasi Biaya
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi
untuk tujuan tertentu. Biaya (cost) adalah pengorbanan ekonomis yang
dikeluarkan untuk memperoleh barang dan jasa, sedangkan Beban (expense)
adalah expired cost yaitu pengorbanan yang diperlukan atau dikeluarkan
untuk merealisasi hasil, beban ini dikaitkan dengan revenue pada periode
yang berjalan. Ada beberapa klasifikasi mengenai biaya. Berikut adalah
beberapa pengertian beserta contoh dari klasifikasi biaya :
1. Biaya tetap (Fixed cost) adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam
kisaran perubahan volume kegiatan tertentu. Besar kecilnya biaya tetap di
pengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, teknologi dan metode
serta strategi manajemen. Contoh: pajak bumi dan bangunan, gaji
kariyawan dan asuransi.
2. Biaya variabel (Variable cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya variabel per unit
konstan (tetap) dengan adanya perubahan volume kegiatan. Contoh: biaya
bahan baku, biaya iklan dan komisi untuk seorang selesman sesuai dengan
levelnya.
3. Biaya langsung (Direct cost ) adalah biaya yang terjadi dimana penyebab
satu-satunya adalah karena ada sesuatu yang harus dibiayai. Contoh: biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan pengacara.
4. Biaya tak langsung (Indirect cost)  adalah biaya yang terjadi tidak hanya
disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai, dalam hubungannya dengan
produk, biaya tidak langsung dikenal dengan biaya overhead pabrik.
Contoh: biaya asuransi gedung yang dibayar oleh perusahaan dan biaya
sewa motor.
5. Biaya operasi (Operation cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
mengoperasikan suatu sistem atau menjalankan sebuah sistem. Contoh:
biaya gaji operator.

viii
6. Biaya perawatan (Maintenance cost)  adalah biaya yang dikeluarkan untuk
merawat sistem dalam masa operasinya. Contoh: biaya perawatan
peralatan dan fasilitas pabrik.
7. Biaya investasi (First or Investment cost)  adalah biaya awal yang sebelum
sebuah kegiatan operasional dilakukan. Contoh: biaya investasi lahan,
bahan dan mesin dalam operasional perusahaan.
8. Incremental cost adalah biaya yang timbul akibat adanya pertambahan
atau pengurangan output (biasanya merupakan hasil dari kegiatan
produksi/operasi). Incremental cost juga merupakan biaya yang terjadi
sebagai akibat dari suatu keputusan. Incremental cost diukur dari
berubahnya IC karena suatu keputusan. Oleh sebab itu sifatnya bisa
variabel, bisa juga fixed. Contoh: penambahan biaya total produksi karena
keputusan manajemen untuk penambahan tenaga kerja dan bahan baku.
9. Marginal cost adalah kenaikan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan
sebagai akibat kenaikkan satu output. Perbedaanya dengan incremental
cost adalah terletak pada aspek yang memberi perubahan pada total cost.
Jika pada incremental cost perubahan total cost dipengaruhi oleh
perubahan keputusan, pada marginal cost perubahan total cost dipengaruhi
oleh penambahan satu unit produk atau selanjutnya. Contoh: perusahaan
harus menambah anggaran biaya produksi dikarenakan adanya
penambahan permintaan dari orderer yang sebelumnya memesan.
10. Unit cost adalah biaya per unit produk. Secara matematis unit cost
didefinisikan sebagai nilai dari hasil pembagian antara total cost yang
dibutuhkan dengan jumlah unit produk (barang atau jasa) yang dihasilkan.
Contoh, perusahaan dapat mengetahui informasi mengenai harga biaya per
unit piece dari produk yang diproduksi melalui perhitungan unit cost.
11. Biaya total (Total cost)  adalah keseluruhan biaya produksi yang
digunakan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu baik yang bersifat
tetap maupun variabel. Contoh: perusahaan melakukan pengkalkulasian
total biaya produksi yang dikeluarkan.
12. Biaya terulang (Recurring cost)  adalah biaya yang besarnya sama yang
harus dibayarkan lagi dengan adanya tambahan suatu aktivitas yang

iii
menghasilkan produk (output) yang sama. Setiap penambahan 1 unit
output, biaya yang ditanggung berulang atau bertambah sebesar biaya per
unitnya. Contoh, apakah mesin photo copy digunakan atau tidak,
perusahaan akan membayar uang sewa mesin photo copy sebesar Rp. 1
juta perbulannya.
13.     Biaya tak berulang (Unrecurring cost)  adalah biaya yang hanya muncul
satu kali. Artinya, tidak ada sesuatu yang ditambahkan setelah biaya ini
dikeluarkan. Contoh, biaya yang dikeluarkan untuk membeli tanah.
14.    Sunk cost adalah biaya yang sudah terlanjur keluar, dan tidak relevan lagi
untuk memperhitungkan biaya maupun imbalan yang didapat. Logika dari
definisi biaya ini adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai alternatif
keputusan yang dibuat untuk melapisi pengeluaran yang ada, pengeluaran
tersebut akan tetap ada (keluar). Contoh, saya tertarik untuk membeli
motor sport seharga Rp.200 juta. Saya membayar uang tanda atau down
payment sebesar 2 juta kepada si penjual. Suatu ketika, saya tertarik untuk
membeli motor low rider. Saya harus membayar lunas sebesar Rp.56 juta
untuk bisa mendapatkan motor tersebut. Pilihan dari kedua opsi tersebut,
apakah saya membeli motor sport atau membeli motor low rider, itu tidak
akan berpengaruh kepada uang tanda sebesar Rp.2 juta tadi.
15.    Past cost memiliki makna sama dengan Sunk cost dimana nilainya tidak
dapat dihindari dan tidak dapat diubah melalui keputusan apapun, tidak
peduli akan tindakan apapun yang diambil.

x
2.2 Biaya Menurut Undang-Undang Perpajakan

Saat pengukuran biaya digunakan cara pencatatan yang dipakai dalam


pembukuan perusahaan, apakah metode kas (cash method) atau metode akrual
(accrual method). Jika menggunakan metode kas maka biaya diakui pada saat
pembayaran. Sedangkan bagi perusahaan yang menggunakan metode akrual,
maka biaya diakui pada saat terutangnya tanpa memperhatikan pembayaran.
Dalam hal pembebanan biaya ini dilakukan pengaitan (matching) dengan
penghasilan yang menggunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu:

1) Sebab Akibat (kausalitas)

Pendekatan ini mengaitkan biaya tersebut secara langsung dengan


penghasilan. Pengakuan biaya sebagai beban dalam periode diakuinya
penghasilan. Contoh Kongkret yaitu persediaan sebagai penyebab dari hasil
penjualan. (penghasilan pada masa mendatang, diakuinya sebagai biaya
alokasi harga pokok pada saat persediaan tersebut dijual).

2) Alokasi Sistematis dan Rasional

Pendekatan ini tidak Mengaitkan secara langsung biaya dengan


penghasilan, tetapi biaya dialokasikan secara sistematis dan rasional dengan
penghasilan atas dasar masa manfaat. Contoh Kongkret terletak pada aset
tetap, alokasi biayanya segera pada tahun tersebut sebagai pengurang
terhadap penghasilan atau dilakukan penundaan atau dikurangkan dengan
penghasilan di masa mendatang melalui alokasi penyusutan dan amortisasi.

3) Pengakuan Segera

Biaya yang dapat dikaitkan dengan penghasilan melalui pendekatan


kesatu atau pendekatan kedua akan dibebankan segera terhadap penghasilan
pada tahun pengeluaran. Contoh Kongkret: biaya pendirian, biaya emisi,
dan lain sebagainya.

Untuk tujuan perpajakan, yaitu atas dasar pertimbangan penerimaan dan


pengaruh sosial ekonomi, tidak seluruh biaya dapat dikurangkan terhadap

iii
penghasilan sehingga apabila dibandingkan, komponen biaya menurut
akuntansi komersial dapat dikoreksi yang mengaruhi penghasilan.

Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi


Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap dibagi dalam dua golongan:

1) Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun
merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya
administrasi, bunga, biaya pengolahan limbah dan sebagainya.
2) Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.

Pengeluaran –pengeluaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat pula


dibedakan menjadi:

1) Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya (deductible expenses)

Pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha


atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam
tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.

2) Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (nondeductible


expenses)

Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara


penghasilan yang bukan merupakan objek pajak atau pengeluaran dilakukan
tidak dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang
yang baik.

Pasal 6 Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa untuk


menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:

1) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk


biaya pembelian bahan, biaya yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
termasuk upah gaji, honorarium, bonus, gratifkasi, dan tunjangan yang

xii
diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, premi asuransi, biaya promosi, dan penjualan yang
diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, biaya administrasi,
dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
Biaya yang dimaksud adalah biaya-biaya yang lazimnya disebut dengan biaya
sehari-hari yang dibebankan pada tahun pengeluaran yang diperlukan
persyaratan hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek
pajak. Contoh: bunga atas pinjaman.
2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh aset berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
3) Iuran kepada dana pensiun telah tegas dibatasi yaitu “yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan”. Apabila pembayarannya kepada
dana pensiun tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak
diperkenankan untuk dibebankan sebagai Biaya.
4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan aset yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, memelihara penghasilan.
5) Kerugian selisih kurs mata uang asing.
Diakibatkan adanya fluktuasi kurs sehari-hari, terutama dalam kondisi krisis
moneter. Pembebanan selisih kurs dilakukan berdasarkan sistem pembukuan
perusahaan yang dianut dengan syarat taat asas (konsisten) sesuai standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
6) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia

Dengan diperkenankan untuk dibebankan sebagai biaya inilah diharapkan lebih


meningkatkan masalah penelitian dan pengembangan IPTEK agar proses
alih teknologi dapat dipercepat.

7) Biaya beasiswa, Magang, dan Pelatihan


Lebih ditekankan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Maka dari
itu biaya beasiswa diberikan kepada pelajar, mahasiswa dan pihak lain

iii
magang dan pelatihan diperkenankan untuk dibebankan sebagai biaya
dengan tetap memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahaan.
8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang telah dapat ditagih
kepada Direktorat Jendral Pajak; dan
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan Utang
antara kreditor dan debitur yang bersangkutan;
d. Syarat sebagaimana dimaksud pada huruf C “tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1) huruf “K” Undang-undang Pajak Penghasilan
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
peraturan Menteri Keuangan.
9) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
10) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
12) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
13) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

xiv
2.3. Biaya Yang Tidak Boleh Dibebankan

Tidak setiap pengeluaran itu boleh dibebankan sebagai biaya sesuai


ketentuan perundang-undangan perpajakan. Pasal 9 ayat (1) UU pajak
penghasilan mengatur yaitu untuk menentukan besarnya penghasilan kena
pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap tidak boleh
dikurangkan, yaitu sebgai berikut:

1) Pembagian laba dengan nama dalam bentuk apapun seperti dividen,


termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota.
3) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang
tidak tertagih untuk usaha bank dan sewa dengan hak opsi, cadangan untuk
usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung
sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
5) Penggantian atau Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang ditetapkan Keputusan
Menteri Keuangan. Pasal 4 ayat (3) huruf “d” memberikan penjelasan
bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak
diaggap sebagai objek pajak, dengan sendirinya tidak dibebankan sebagai
biaya bagi si pemberi kerja.
6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

iii
7) Harta yang dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan
sosial atau pengusaha kecil (termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan) serta bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang
diterima oleh badan amil zakat.
8) Pajak penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Pajak
diterapkan atas penghasilan pajak itu sendiri.
9) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
10) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11) Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi pidana

2.4. Klasifikasi Biaya Sesuai Aturan Pelaksanaan Undang-Undang


Perpajakan

Klasifikasi atau penetapan biaya yang diperkenankan untuk


dibebankan (deductible expenses) dan biaya yang tidak diperkenankan untuk
dibebankan (nondeductible expenses) sebagaimana telah diatur dalam pasal 6
dan 9 Undang-undang Pajak penghasilan seperti yang telah dijelaskan,
umumnya diikuti pula dengan aturan pelaksanaannya dengan bentuk
peraturan pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, atau Peraturan Direktur
Jenderal Pajak. Beberapa aturan pelaksanaan dimaksud yang aplikasinya
dalam bentuk latihan soal:

1) Biaya dalam program jamsostek


Dalam program ini berkaitan dengan pembayaran premi atau iuran:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). PPh
pasal 21: santunan
b. Jaminan Hari Tua
Bebannya dapat dibebankan sebagai biaya/pengurang penghasilan bruto
dan bagi karyawan bukan merupakan objek PPh pasal 21.

xvi
2) Biaya Pengobatan
Perlu memperhatikan cara pembayarannya:
a. Biaya Pengobatan Karyawan yang dibayar peusahaan langsung ke rumah
sakit atau dokter dan apotek, pembayaran tersebut sebagai pemberian
kenikmatan sehingga tidak boleh dibiayakan dan bukan objek PPh pasal
21 bagi penerimanya.
b. Biaya Penggantian Pengobatan, pemberian tunjangan pengobatan, uang
pengobatan, sebagai biaya yang dapat dikurangkan terhadap penghasilan
bruto (deductible expeses) dan objek PPh pasal 21.
3) Biaya Rekreasi dan Olahraga
Biaya ini dianggap sebagai kenikmatan karyawan.
4) Biaya Perumahan
Biaya perumahan/sewa rumah tidak diperkenankan untuk dibebankan
kecuali karyawan diberi tunjangan sewa.
5) Biaya Kendaraan Dinas
Kendaraan yang tidak dibawa pulang, namun segalanya dibebankan
terhadap perusahaan.
6) Telepon Seluler Karyawan
Mengikuti Kep.220/PJ./2002 yang diberlakukan mulai 18 april 2002,
terhadap telepon seluler yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk
pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dibebankan 50% dengan
kelompok 1.
7) Sesuai Pasal 3 PP No. 138 Tahun 2000, yaitu pajak masuk yang tidak dapat
dikreditkan berdasarkan pasal 9 ayat (8) Undang-undang PPN dan PPnBM
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali:
a. Pajak masukan sesuai pasal 9 ayat (8) huruf f dan huruf g undang-undang
PPN dan PPnBM
b. Pajak masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dikurangkan
dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak sesuai pasal 9 ayat (1)
UU pajak penghasilan.

iii
8) Pajak Masukan (PP No. 138 tahun 2000)
9) Pasal 44 PP No. 138 2000 yaitu pengeluaran dan biaya yang tidak boleh
dikurangkan dalam menghitung besarnya penghasilan Kena Pajak Wajib
Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap termasuk:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak.
b. Yang pengenaannya bersifat final.
c. Yang dikenakan berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto seperti
dalam pasal 14 dan 15.
d. Pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali
pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) UU
PP.
e. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak digunakan
dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, memelihara
penghasilan yang merupakan objek pajak.
10) Pemberian natura atau kenikmatan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan dapat dibebankan (deductible) dan bukan merupakan objek PPh 21.
Sesuai Keputusan Meteri Keuangan No. 446/KMK.04/2000 dan Keputusan
Direktur Jendral Pajak No. Kep. 213/PJ/2001 perlu diperhatikan:
Daerah terpencil harus mendapatkan persetujuan dari Direktur Jendral
Pajak, dengan kondisi:
a. Tempat tinggal termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya,
sepanjang dilokasi kerja tidak ada tempat tinggal yang dapat disewa.
b. Pelayanan kesehatan, sepanjang dilokasi tidak ada sarana kesehatan.
c. Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya, dilokasi tidak ada sarana
pendidikan yang setara.
d. Pengangkutan bagi pegawai dilokasi kerja, sedangkan semuanya terbatas.
e. Olahraga bagi pegawai keluarganya tidak termasuk boling, golf, atau
pacuan kuda sepanjang tidak tersedia sarana dimaksud.

xviii
11) Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu, sejenisnya sesuai SE-
27/PJ.22/1986 tidak diperkenankan untuk dibebankan, tetapi apabila
disyaratkan adanya daftar nominatif (bukti) yang dilampirkan dalam SPT
Tahunan PPh.
12) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat dibebankan sebagai biaya dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak sepanjang memenuhi syarat Ketentuan
UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

iii
2.5. Kompensasi Kerugian

Dalam dunia usaha, keuntungan dan kerugian adalah dua hal yang
biasa terjadi. Ada kalanya sebuah usaha mengalami keuntungan dan ada
kalanya juga sebuah usaha mengalami kerugian. Dalam konteks Pajak
Penghasilan, keuntungan yang diperoleh adalah objek Pajak Penghasilan,
sebaliknya kalau terjadi kerugian, maka Wajib Pajak tidak akan terkena Pajak
Penghasilan. Bahkan kerugian yang didapatkan dalam satu tahun pajak dapat
digunakan untuk menutupi keuntungan pada tahun-tahun berikutnya sehingga
pada tahun-tahun tersebut Pajak Penghasilan nya menjadi lebih kecil atau
tidak terutang sama sekali. Nah, proses membawa kerugian dalam satu tahun
pajak ke tahun-tahun pajak berikutnya ini dinamakan sebagai Kompensasi
Kerugian (Carrying Loss).

Terdapat 2 (dua) macam kompensasi kerugian, yaitu:

1) Kompensasi Horizontal

Diterapkan apabila Wajib Pajak dalam tahun pajak yang bersamaan


memperhitungkan kompensasinya antara penghasilan suatu bidang usaha
dengan kerugian dan bidang usaha lainnya.

2) Kompensasi Vertikal

Dalam kompensasi vertikal ini dilakukan yaitu dengan jalan Wajib


Pajak mengompensasikan penghasilan suatu tahun pajak dengan kerugian
tahun sebulumnya. Undang-undang Pajak Penghasilan Menganut
Kompensasi Vertikal.

Apabila penghasilan bruto dari wajib pajak dalam negeri dan


bentuk usaha tetap setelah dilakukan pengurangan-pengurangan sesuai
dengan pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan seperti diatas
didapat kerugian,maka kerugian tersebut dapat dokompensasikan dengan
penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut, dimulai
sejak tahun pajak berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.

xx
Contoh:

Pada tahun 2011, PT A menderitakerugian fiskal sebesar


Rp1.200.000.000. dalam 5 tahun berikutnya laba(rugi) fiskal PT Asebagai
berikut.

2012 laba fiskal Rp 200.000.000

2013 rugi fiskal Rp (300.000.000)

2014 laba fiskal NIHIL

2015 laba fiskal Rp 100.000.000

2016 laba fiskal Rp 800.000.000

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut

Rugi fiskal tahun 2011 (1.200.000.000)

Laba fiskal tahun 2012 200.000.000 +

Sisa rugi fiskal tahun 2011 (1.000.000.000)

Sisa rugi fiskal tahun 2013 (300.000.000)*

Sisa rugi fiskal tahun 2011 1.000.000.000

Laba fiskal tahun 2014 NIHIL

Sisa rugi fiskal tahun 2011 (1000.000.000)

Laba fiskal tahun 2015 100.000.000 +

Sisa rugi fiskal tahun 2011 (900.000.000)

Laba fiskal tahun 2016 800.000.000 +

Sisa rugi fiskal tahun 2011 100.000.000

*tidak ditambahkan

iii
Akuntansi Perpajakan

Rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta


rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun 2016, tidak boleh
dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2013. Sedangkan rugi fiskal
2013 sebesar Rp.300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba
fiskal tahun 2017 dan 2018, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak
tahun 2014 berakhir pada akhir tahun tahun 2018.

Kompensasi kerugian ini berlaku apabila Wajib Pajak


menyelenggarakan pembukuan. Dalam praktik akuntansi komersial,
kompensasi kerugian vertical ini dilakukan secara otomatis, yaitu dalam akun
“saldo laba” karena hasil operasi akhir tahun (penghasilan setelah pajak)
selalu dibukukan kea kun “saldo laba”. Sementara dalam akuntansi pajak,
perlu diperhatikan bahwa penghitungan laba fiskal berada di jalur ekstra
komtable (di luar jalur pembukuan).

Bagi perusahaan yang mempunyai cabang-cabang di luar negeri,


sesuai dengan penjelasan Pasal 4 Undang-undang Pajak Penghasilan, tidak
dapat mengkonsolidasikan kerugian yang diderita cabang, karena laba cabang
luar negeri ini selalu dikenakan pajak tanpa memperhitungkan kerugian.

xxii
2.6. Kompensasi Dalam Rangka Pengampunan Pajak

Dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan NO.


118/PMK.03/2016 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.11 Tahun 2016
tentang Pengampunan Pajak, maka hal yang berkaitan dengan kompensasi
kerugian dan Pembetulan SPT Pajak penghasilan diatur dalam pasal 25.
Pengaturan dimaksud berlaku bagi wajb pajak yang menyampaikan surat
pernyataan dalam rangka pengampunan pajak tidak berhak untuk melakukan:

1) Kompensasi Kerugian Fiskal dalam SPT atas jenis Pajak Penghasilan


untuk bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir tahun
pajak terakhir ke bagian Tahun Pajak atau tahun pajak berikutnya.
2) Pembetulan SPT Pajak Penghasilan untuk masa pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir,
setelah Undang-Undang Pengampunan pajak terakhir

Dapat juga terjadi wajib pajak yang telah menyampaikan surat


pernyataan ternyata menyampaikan pembetulan SPT untuk masa pajak,
bagian tahun pajak atau tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak
terakhir setelah Undang-Undang pengampunan pajak berlaku

Dalam hal wajib pajak yang telah melakukan kompensasi kerugian


fiskal pada SPT tahunan PPh untuk tahun pajak setelah tahun pajak terakhir,
atas SPT tersebut wajib dilakukan pembetulan terhadap sanksi administrasi
yanng timbul akibat pembetulan dimaksud, Direktur Jenderal Pajak
menghapuskan sanksi administrasi dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan
Pajak

iii
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Akuntansi biaya merupakan bagian yang integral dengan financial


accounting. Akuntansi biaya adalah salah satu cabang akuntansi yang
merupakan alat manajemen dalam memonitor dan merekam transaksi biaya
secara sistematis, serta menyajikannya informasi biaya dalam bentuk laporan
biaya. Biaya (cost) berbeda biaya beban (expense), cost adalah pengorbanan
ekonomis yang dikeluarkan untuk memperoleh barang dan jasa, sedangkan
beban (expense) adalah expired cost yaitu pengorbanan yang diperlukan atau
dikeluarkan untuk merealisasi hasil, beban ini dikaitkan dengan revenue pada
periode yang berjalan. Pengorbanan yang tidak ada hubungannya dengan
perolehan aktiva, barang atau jasa dan juga tidak ada hubungannya dengan
realisasi hasil penjualan, maka tidak digolongkan sebagai cost ataupun
expense tetapi digolongkan sebagai loss.

xxiv
DAFTAR PUSTAKA

Waluyo. 2016. Akuntansi Pajak. Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.

www.ilmu-ekonomi/2011/09/klasifikasi_biaya
http://www1.searchresults.com/web?
q=pasal+6+undangundang+pajak+penghasilan

iii

Anda mungkin juga menyukai