MANAJEMEN LABA
Sampai saat ini manajemen laba belum didifinisikan secara akurat dan berlaku
secara umum. Dan menurut Healy dan Wahlen , manajemen laba terjadi ketika
para manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan
penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan
terhadap pemegang saham atas dasar kinerja ekonomi organisasi atau untuk
mempengaruhi hasil sesuai dengan kontrak yang tergantung pada angkaangka
akuntansi yang dilaporkan. Kedua pendapat tersebut secara implisit dapat
diartikan bahwa manajemen laba erat kaitanya dengan motivasi-motivasi yang
mendasari manajer melakukan manajemen laba, sasaran-sasaran yang ingin
dicapai manajer, dan penggunaan judgment-judgment dalam pelaporan
keuangan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang manajemen
perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat
menghadapi intertemporal choice .
Sikap curang tersebut didefinisikan sebagai satu atau lebih tindakan yang
disengaja dan didesain untuk menipu orang lain sehingga menyebabkan
hilangnya kekayaan . Manajer dapat menggunakan diskresi akrual untuk
merefleksikan kinerja perusahaan tersebut melalui laporan laba .
Scott membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Kedua,
dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting ,
dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi
diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak
terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan
demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya
melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba dan
pertumbuhan laba sepanjang waktu. Definisi manajemen laba yang hampir sama
juga diungkapkan oleh Schipper yang menyatakan bahwa manajemen laba
merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan
keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat .
Philippon menguji hubungan antara manajemen laba dan CEO insentif dengan
menggunakan pendekatan discretionary accruals model Jones. Pada perioda
kemakmuran perusahaan menggunakan prosedur dan praktik-praktik akuntansi
yang meminimalkan laba bersih perusahaan. Motivasi penghematan pajak
menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Seharusnya secara umum
perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba.
Cara ini juga dipandang cukup efektif dalam menerapkan pengelolaan laba.
Manajemen bisa menggeser periode pendapatan atau biaya tertentu dalam
laporan keuangan.