Anda di halaman 1dari 26

“PENGARUH ANGGARAN BERBASIS KINERJA DAN SISTEM

PELAPORAN KEUANGAN TERHADAP AKUNTANBILITAS


KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH”

DISUSUN
O
L
E
H

LAURA WAHDATUL (197017003)

Kelas : Par2A

Metodologi Penelitian

Dosen Pengasuh : Prof.Erlina,SE,M.Si,Ph.D,Ak,CA

MAGISTER S2 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN)


No.239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah, menjelaskan bahwa akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui
sistem pertanggungjawaban secara periodik.Menurut Pusat Pendidikan dan
Pelatihan PengawasanBadan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(Pusdiklatwas BPKP,2011:20) Sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah merupakan suatu tatanan, instrumen, dan metode
pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap - tahap sebagai berikut:

1. Penyusunan rencana stratejik (Renstra).


2. Pengukuran kinerja.
3. Pelaporan kinerja.
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara
berkesinambungan.

Tahapan -tahapan ini merupakan indikator atau syarat untuk


menentukan pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dapat
dipengaruhi oleh Anggaran Berbasis Kinerja, hal ini dapat terlihat dari
pengertian Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)
menurut (Bastian, 2010:202) bahwa Anggaran Berorientasi Kinerja
(Performance Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang berorientasi
pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan

1
rencana strategis organisasi. Performance Budgeting mengalokasikan sumber
daya ke program, bukan ke unit organisasi semata dan memakai pengukuran
output (output measurement) sebagai indikator kinerja organisasi. Dengan
kata lain, Performance Budgeting adalah teknik penyusunan anggaran
berdasarkan pertimbangan beban kerja (work load) dan biaya unit (unit cost)
dari setiap kegiatan yang terstruktur.

Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja diatur dalam Peraturan Menteri


Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 dan diubah lagi dengan
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan
daerah. Dalam peraturan ini, disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD).Adanya RKA-
SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis
kinerja dan akuntabilitas. Dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya
output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap
pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif.
Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja, terdapat unsur-unsur
yang harus dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terkait dengan
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Unsur ini merupakan indikator acuan
pemerintah dalam mengoptimalkan output atau pengeluaran untuk
kesejahteraan masyarakat, mendukung peningkatan transparansi dan
akuntabilitas manajemen sektor publik.Adapun unsur-unsur pokok anggaran
berbasis kinerja menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK,
2008 : 14-19) yaitu Pengukuran Kinerja, Penghargaan dan Hukuman,
Kontrak Kinerja, Kontrol Eksternal dan Internal, Pertanggungjawaban
Manajemen.

Dari teori diatas, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas kinerja


instansi pemerintah dipengaruhi oleh anggaran berbasis kinerja dalam
membuatrencana strategis (Renstra) yang dijabarkan menjadi rencana kerja
dan anggaran (RKA) untuk menghasilkan output berupa pencapaian visi,
misi, target, dan sasaran yang telah dibuat dalam Renstra. Namun demikian,

2
terdapat fenomena yang terjadi di Kota Banda Aceh tahun 2019 yaitu Kinerja
Pemerintah Kota Banda Aceh patut dipertanyakan efektivitasnya. Pasalnya
berdasarkan evaluasi pertanggungjawaban selama 2019 menunjukkan tidak
semua SKPD dapat mencapai kinerjanya hingga 100%. Hal ini terlihat bahwa
hanya dua SKPD yang mencapai kinerjanya hingga 100% yaitu Kantor
BAPPEDA Kota Banda Aceh dan Kantor Sekretariat Kota Banda Aceh,
sedangkan lima SKPD hanya mampu mencapai kinerjanya antara 60% hingga
90%. Berdasarkan permasalahan yang dapat diketahui bahwa rendahnya
kinerja mengenai anggaran pada SKPD Kota Banda Aceh, menujukkan masih
belum maksimalnya proses perencanaan, implementasi dan pelaporan pada
penerapan anggaran berbasis kinerja pada SKPD Kota Banda Aceh.
Kesalahan bermula dari perencanaan anggaran yang kurang sesuai dengan
kebutuhan, implementasi anggaran yang memenuhi banyak kendala, atau
pelaporan dalam bentuk laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
yang masih belum memaparkan tingkat pencapaian kinerja secara detail
sesuai dengan aturan terkait dan masih banyak format penyampaian laporan
akuntanbilitas kinerja instansi pemerintah yang tidak seragam antar SKPD
Kota Banda Aceh (Sumber: Survei awal SKPD Kota Banda Aceh).

Namun bila dilihat pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi


Pemerintah (LAKIP) Kota Banda Aceh tahun 2019 menunjukkan bahwa
akuntabilitas kinerja Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di
Kota Banda Aceh sesuai yang diharapkan karena indikator yang dibuat dalam
Rencana Kerja memenuhi target sasaran yang diinginkan (LAKIP Kota
Banda Aceh 2019). Hal ini terjadi kesenjangan yaitu Laporan yang dibuat
dalam LAKIP tidak sesuai dengan fenomena yang diberitakan sebelumnya
oleh Survei Awal SKPD Kota Banda Aceh 2019. Dari hal itu, menunjukkan
bahwa anggaran tidak terserap merupakan kinerja yang buruk bagi instansi,
disebabkan oleh penyusunan rencana stratejik yang tidak berorientasi
melakukan pengoptimalan pengeluaran. Akuntabilitas kinerja dapat tercapai
dari semakin maksimalnya penerapan anggaran berbasis kinerja, ditinjau dari

3
baiknya perencanaan anggaran yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan
daerah, persentase realisasi anggaran yang maksimal dan laporan pelaksanaan
anggaran yang akuntabel. Putri (2018) telah meneliti bahwa Anggaran
Berbasis Kinerja berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah. Sedangkan menurut Widiawati (2010) telah meneliti yang
menunjukkan bahwa implementasi penganggaran berbasis kinerja tidak
berpengaruh terhadap akuntabilitas Instansi Pemerintah daerah Kabupaten
Sukabumi.

Untuk memantau dan mengendalikan kinerja atasan dalam


mengimplementasikan anggaran yang telah ditetapkan, diperlukan sistem
pelaporan keuangan yang baik. Menurut Bastian (2010:297) tujuan umum
pelaporan keuangan sektor publik adalah memberikan informasi mengenai
posisi keuangan, kinerja, dan arus kas suatu entitas yang berguna bagi
sejumlah besar pemakai (wide range users) untuk membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya yang dipakai suatu
entitas dalam aktivitasnya guna mencapai tujuan.Adapun kriteria sistem
pelaporan keuangan yang baik apabila Laporan Keuangan yang dibuat sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Instansi Pemerintah
menerbitkan laporan keuangan yang dijelaskan dalam persyaratan pelaporan
keuangan organisasi sektor publik menurut Bastian (2010 : 298).

Dari teori diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem pelaporan keuangan


mempengaruhi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam memantau dan
mengendalikan kinerja atasan dalam mengimplementasikan anggaran yang
telah ditetapkan. Hal ini terlihat pada fenomena yang terjadi di Kota Banda
Aceh tahun 2019 bahwa hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI) menyatakan telah terjadi penyimpangan penggunaan
anggaran. Karena itu, Pemerintah Kota Banda Aceh harus mengembalikan
kerugian negara. Itu artinya bukan sebatas kesalahan administrasi saja tapi
lebih parah, yakni telah terjadi penyimpangan atau mal-administrasi. Dalam
auditnya, BPK RI tidak memberikan opini (disclamer) terhadap kinerja

4
Pemerintah Kota Banda Aceh karena terdapat penyimpangan dalam
penggunaan anggaran. Di antaranya, Pemkot Banda Aceh harus
mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 200 juta yang telah dibelanjakan
Dispora Aceh untuk kepentingan pribadi pejabat dan pegawai. Selain itu,
BPK RI juga menyoroti penggelapan biaya pemasangan sambungan baru di
lingkungan PDAM Pemkot Banda Aceh senilai Rp. 638 juta. Kegagalan
pengelolaan keuangan dan aset ini, cermin kegagalan birokrasi dalam
menjalankan fungsinya. Karena, administrasi adalah salah satu hal yang
subtansial. Yulianti (2014) telah meneliti sebelumnya dan menunjukkan hasil
bahwa Sistem Pelaporan berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.Karena berbagai alasan tersebut, penulis ingin meneliti
kembali mengenai Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem
Pelaporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Kota Banda Aceh.

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan hasil literature review yang telah dijelaskan


sebelumnya di latar belakang, maka pertanyaan penelitian mengenai
Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Pelaporan Keuangan Terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Anggaran Berbasis Kinerja, Sistem Pelaporan Keuangan, dan


Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota Banda Aceh.
2. Bagaimana pengaruh secara simultan antara Anggaran Berbasis Kinerja,
Sistem Pelaporan Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Kota Banda Aceh.
3. Bagaimana pengaruh secara parsial:
a. Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Kota Banda Aceh.
b. Sistem Pelaporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Kota Banda Aceh.

5
1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah


dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan Anggaran Berbasis Kinerja, Sistem Pelaporan Keuangan,


danAkuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota Banda Aceh.
2. Menjelaskan pengaruh secara simultan antara Anggaran Berbasis Kinerja
dan Sistem Pelaporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Kota Banda Aceh.
3. Menjelaskan pengaruh secara parsial:
a. Anggaran Berbasis Kinerja terhadapAkuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Kota Banda Aceh.
b. Sistem Pelaporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Kota Banda Aceh.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat


sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam
menganalisis mengenai Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Pelaporan
Keuangan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota
Banda Aceh.
2. Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan,
serta evaluasi bagi Instansi Pemerintah untuk perbaikan kinerja
pemerintah terutama pemerintah kabupaten bandung dimasa yang akan
datang.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Teori – Teori Terkait Penelitian


.1.1. Anggaran
1. Pengertian Anggaran

Menurut National Committee on Governmental Accounting (NCGA)


yang saat ini telah diubah menjadi Govermental Accounting Standards Board
(GASB)dalam Bastian (2010 : 191) Anggaran (budget) merupakan rencana
operasi keuangan yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan
sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode
waktu tertentu.

Menurut Rachmat (2010 : 147) Anggaran (budget) adalah hasil dari


perencanaan yang berupa daftar bermacam-macam kegiatan terpadu,
menyangkut penerimaan maupun pengeluaran yang dinyatakan dalam satuan
uang dalam jangka waktu tertentu.

Sedangkan menurut Halim dan Kusufi (2014 : 191) mengartikan


anggaran sebagai dokumen yang berisi estimasi kinerja, baik berupa
penerimaan dan pengeluaran, yang disajikan dalam ukuran moneter yang
akan dicapai pada periode waktu tertentu dan menyertakan data masa lalu
sebagai bentuk pengendalian dan penilaian kinerja.

7
2. Anggaran Berbasis Kinerja
1. Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut Halim dan Kusufi (2014:55) Anggaran berbasis kinerja


merupakan teknik penganggaran dalam sektor publik yang disusun untuk
mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional,
khususnya kelemahan yang disebabkan oleh adanya tolak ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayanan publik.Anggaran pendekatan kinerja sangat menekankan pada
konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output.Pendekatan ini
juga mengutamakan mekanisme penentuan yang pembuatan prioritas tujuan
serta pendekatan yang sistematis dan rasional dalam pengambilan keputusan.
Anggaran Berorientasi Kinerja (Performance Budgeting) merupakan
sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan
sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi. Performance
Budgeting mengalokasikan sumber daya ke program, bukan ke unit organisasi
sematadan memakai pengukuran output (output measurement) sebagai
indikator kinerja organisasi. Dengan kata lain, Performance Budgetingadalah
teknik penyusunan anggaran berdasarkan pertimbangan beban kerja (work
load) dan biaya unit (unit cost) dari setiap kegiatan yang terstruktur. (Bastian,
2010:202).
Penerapan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 dan diubah lagi dengan
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan
daerah. Dalam peraturan ini, disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD).Adanya RKA-
SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis
kinerja dan akuntabilitas. Dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya
output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap
pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif.

8
2. Unsur-Unsur Pokok Anggaran Berbasis Kinerja

Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja terdapat unsur-


unsur yang harus dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terkait dengan
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Unsur-unsur pokok anggaran berbasis
kinerja yang harus dipahami menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan (BPPK, 2008 : 14-19) unsur-unsur anggaran berbasis kinerja yaitu:

1. Pengukuran kinerja
2. Penghargaan dan Hukuman
3. Kontrak Kinerja
4. Kontrol Eksternal dan Internal,
5. Pertanggungjawaban Manajemen

Adapun penjelasan mengenai unsur-unsur pokok Anggaran berbasis


kinerja menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2008 :
14-19) adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis
dalam mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi untuk
menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan yang dilaksanakan
oleh pemerintah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Konsekuensi Anggaran Berbasis Kinerja yang menghubungkan
perencanaan strategis (tertuang dalam program) dengan penganggaran
(tertuang dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan).
a. Menentukan Program Dan Kegiatan Dengan Jelas
Untuk mencapai tujuan strategis adalah harus menentukan program
dan kegiatan dengan jelas.Pembiayaan dari masing-masing program,
kegiatan dan keluaran juga harus tergambar dengan jelas. Struktur
pembiayaan yang jelas akan muncul apabila sistem akuntansi yang
dipakai berdasarkan akrual.

9
b. Sistem Informasi Yang Memadai
Dalam rangka pengukuran kinerja yang baik diperlukan adanya
sistem informasi yang mampu menghasilkan informasi yang
memadai untuk menilai pencapaian kinerja dari masing-masing
lembaga/unit kerja yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan.
Tingkat informasi dasar yang harus dikembangkan meliputi:
a) Ekonomis, sejauh mana masukan yang ada digunakan dengan
sebaik-baiknya;
b) Efisiensi, sejauh mana perbandingan antara tingkat keluaran suatu
kegiatan dengan masukan yang digunakan;
c) Efektivitas, sejauh mana keluaran yang dihasilkan mendukung
pencapaian hasil yang ditetapkan.

Informasi yang dihasilkan juga harus dapat membandingkan kinerja


yang direncanakan dengan pencapaiannya.Pengukuran kinerja
dilaksanakan oleh masing-masing lembaga/unit kerja yang
selanjutnya dikontrol mutunya serta diverifikasi oleh instansi pusat
serta lembaga audit.Beberapa teknik dan sumber informasi yang
relevan yang digunakan antara lain:
a) Pengembangan biaya per unit: di mana kuantitas dan biaya dari
keluaran merupakan sesuatu yang menjadi pertimbangan;
b) Pembandingan (benchmarking) atas biaya dan standar
pelayanan, baik itu antar lembaga, antara wilayah, maupun antar
negara;
c) Penentuan peringkat atas kinerja masing-masing lembaga;
d) Survey atas pengguna (client survey): dimana kualitas dan
ketepatan waktu dari pelayanan publik dinilai.

c. Pihak Eksternal (independen)


Agar tercapai penilaian yang fair diperlukan peran dari pihak
eksternal dalam mengukur kinerja secara lebih independen.
Pendekatan dalam mengukur kinerja akan bervariasi antar

10
lembaga/unit kerja,bergantung pada bentuk keluaran yang
dihasilkan.
d. Mengukur Kinerja yang Strategis (key performance indicators)
Suatu sistem pengukuran kinerja sebaiknya hanya mengukur kinerja
yang strategis (key performance indicators), bukan menekankan
tingkat komprehensif dan birokratis atas kinerja yang disusun.
(catatan: kinerja tidak diukur berdasarkan jumlah surat masuk/keluar
jumlah laporan yang dibuat/jumlah surat yang ditandatangani)karena
pengukuran seperti ini dapat menyesatkan.

2. Penghargaan dan Hukuman (Reward and Punishment)


Pelaksanaan penganggaran berdasarkan kinerja sulit dicapai dengan
optimal tanpa ditunjang dengan faktor-faktor yang dapat menunjang
pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja yaitu berupa ganjaran dan
hukuman (Reward and Punishment) bagi para pelaksana penganggaran.
Penghargaan dan hukuman (Reward and Punishment) tersebut
diantaranya adalah:
a. Penerapan Insentif Atas Kinerja Yang Dicapai Dan Hukuman Atas
Kegagalannya.
Penerapan insentif di sektor publik bukan hal yang mudah untuk
dilaksanakan karena penerapan sistem insentif perlu didukung oleh
mekanisme non keuangan, terutama keinginan dan kebutuhan atas
pencapaian kinerja.Hal ini dapat tumbuh misalnya jika ada aturan
bahwa lembaga/unit kerja yang mencapai kinerja dengan baik dapat
memperoleh prioritas atas anggaran berikutnya walaupun alokasi
anggaran telah ditentukan oleh prioritas kebijakan dan program. Hal
lain yang bisa menjadi insentif bagi pencapaian kinerja adalah
bertambahnya fleksibilitas bagi pihak manajer dalam mengelola
keuangan publik dan kepastian atas pendanaan suatu program dan
kegiatan. Pendekatan lain dalam pemberian insentif adalah
berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh suatu lembaga dalam

11
mencapai suatu target kinerja. Apabila suatu lembaga dapat
mencapai target yang ditetapkan, dapat diberikan keleluasaan yang
lebih dalam mengelola anggaran yang dialokasikan sesuai dengan
kapasitas yang dimiliki. Hal ini memungkinkan setiap lembaga untuk
maju dan berkembang secara konsisten dengan kapasitas yang
mereka miliki.
b. Penerapan Efisiensi (Savings)
Bentuk lain untuk peningkatan kinerja melalui insentif atau
disinsentif yaitu penerapan efisiensi (savings). Hal ini dapat
dilakukan untuk programdan kegiatan yang bersifat pelayanan
publik.Alokasi anggaran untuk setiap program dan kegiatan dikurangi
dengan jumlah tertentu untuk saving dalam rangka meningkatkan
efisiensi atas pelayanan yang diberikan.
c. Penahanan Atas Penerimaan Yang Diperoleh Oleh Suatu Lembaga
Selain itu dapat juga diterapkan penahanan atas penerimaan yang
diperoleh oleh suatu lembaga, hal ini dapat dilaksanakan dengan suatu
bentuk perjanjian antara lembaga pusat (central agency) dengan
lembaga bersangkutan dalam pembagian atas hasil yang diterima.

3. Kontrak Kinerja
Jika penganggaran berdasarkan kinerja telah dapat berkembang dengan
baik, kontrak atas kinerja dapat mulai diterapkan. Atas nama pemerintah,
Departemen Keuangan dapat melaksanakan kontrak atas pencapaian
suatu kinerja dengan kementerian negara/lembaga teknis lainnya, begitu
juga antara menteri dengan unit organisasi di bawahnya. Walaupun
demikian, suatu sistem kontrak kinerja harus didukung oleh faktor-faktor
berikut ini :
a. definisi yang jelas terhadap pelayanan yang dikontrakkan; dan
b. kewenangan yang ada bagi pihak kementerian negara/lembaga untuk
mengelola sumber daya yang ada.

12
Kriteria tersebut dapat terlaksana apabila reformasi bidang pengelolaan
keuangan negara dapat menciptakan kondisi yang dapat meningkatkan
keinginan dan kebutuhan atas pencapaian kinerja.

4. Kontrol Eksternal dan Internal


Sistem kontrol eksternal terhadap penggunaan anggaran harus dilakukan
oleh badan di luar pengguna anggaran.Pengguna anggaran harus
mendapat persetujuan sebelum menggunakan anggaran mereka. Kontrol
diarahkan pada kontrol input suatu kegiatan, serta apa dan bagaimana
pencapaian output. Untuk menciptakan kontrol yang efektif harus
memenuhi persyaratan:
a. adanya pemisahan antara lembaga kontrol dan lembaga pengguna
anggaran;
b. kontrol dilakukan pada input, output dan outcome;
c. kontrol dilakukan sebelum dan sesudah anggaran digunakan.

5. Pertanggungjawaban Manajemen
Bila sistem penganggaran yang lama menekankan pada kontrol terhadap
input, maka di dalam sistem penganggaran berbasis kinerja difokuskan
pada output. Dalam sistem ini manajer pengguna anggaran memperoleh
kewenangan penuh dalam merencanakan dan mengelola anggaran
mereka.Belum banyak negara yang melaksanakan sistem ini.Negara yang
telah menerapkan sistem ini adalah Inggris, Australia, New Zealand,
Swedia.
Prinsip dasar di dalam sistem ini adalah manajer pengguna anggaran
harus diberi kebebasan penuh bila akuntabilitas atas pencapaian output
yang ingin dicapai. Agar akuntabilitas dapat diwujudkan, maka sistem ini
didesain mengandung dua karakteristik dasar, yaitu :
a. Kontrol dilakukan pada output dan outcome
Hal ini menyebabkan manajer bertanggung jawab terhadap output
baik volume, waktu pengerjaan maupun kualitasnya serta outcome
yang timbul.

13
b. Adanya kebebasan bagi manajer
Dengan adanya kebebasan bagi manajer, maka manajer dapat
melakukan dan mengekspresikan profesionalitas mereka dengan
optimal.

3. Karakteristik Anggaran Berbasis Kinerja

Karateristik Anggaran Berbasis Kinerja dalam rangka penerapan


Anggaran Berbasis Kinerja menurut Bastian (2010:203) terdapat beberapa
karateristik dalam anggaran berbasis kinerja,karateristik dalam anggaran
berbasis kinerja diantaranya:
1. Mengandung tiga unsur pokok yaitu pengeluaran organisasi yang
diklasifikasikan menurut program dan kegiatan, pengukuran kinerja
(performance measurement), dan pelaporan program (program
reporting),
2. Lebih berfokus pada pengukuran kinerjabukan pada pengawasan,
3. Setiap kegiatan harus dilihat dari sisi efisiensi dan maksimalisasi output,
dan
4. Bertujuan menghasilkan informasi biaya dan kinerja yang dapat
digunakan untuk penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan.

4. Tujuan Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009 :


10), Tujuan Anggaran Berbasis Kinerja adalah :
1. Menunjukkan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kerja yang akan
dicapai (directly linkages between performance and budget).
2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational
efficiency).
3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan
tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability).

14
5. Elemen-Elemen Anggaran Berbasis Kinerja

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja menurut


Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan (BPPK, 2008:10-11) menjelaskan elemen-elemen utama yang
harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu:

1. Visi dan Misi yang hendak dicapai.


Visi mengacu kepada hal yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam
jangka panjang. Sedangkan misi adalah kerangka yang menggambarkan
bagaimana visi akan dicapai.
2. Tujuan.
Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi.Tujuan
tergambar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
yang menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam rangka
mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.Tujuan harus
menggambarkan arah yang jelas serta tantangan yang realisitis. Tujuan
yang baik bercirikan, antara lain memberikan gambaran pelayanan utama
yang akan disediakan, secara jelas menggambarkan arah organisasi dan
program-programnya, menantang namun realistis, mengidentifikasikan
obyek yang akan dilayani serta apa yang hendak dicapai.
3. Sasaran.
Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur
untuk mencapai tujuan. Sasaran akan membantu penyusun anggaran
untuk mencapai tujuan dengan menetapkan target tertentu dan terukur.
Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan
kriteria spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu
(specific, measurable, achievable, relevant, timely/SMART) dan yang
tidak kalah penting bahwa sasaran tersebut harus mendukung tujuan
(support goal).

15
4. Program.
Program adalah sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai
bagian dari usaha untuk mencapai serangkaian tujuan dan sasaran.
Program dibagi menjadi kegiatan dan harus disertai dengan target
sasaran output dan outcome. Program yang baik harus mempunyai
keterkaitan dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat
dicapai.
5. Kegiatan.
Kegiatan adalah serangkaian pelayanan yang mempunyai maksud
menghasilkan output dan hasil yang penting untuk pencapaian program.
Kegiatan yang baik kriterianya adalah harus dapat mendukung
pencapaian program.

2.1.3.Sistem Pelaporan Keuangan

Dalam organisasi sektor publik, ada dua jenis pelaporan yang dikenal
yakni pelaporan kinerja dan pelaporan keuangan.Pelaporan Kinerja
merupakan refleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan melaporkan
kinerja semua aktivitas serta sumber daya yang harus
dipertanggungjawabkan. Pelaporan ini merupakan wujud dari proses
akuntabilitas. Entitas yang berkewajiban sebaiknya membuat pelaporan
kinerja organisasi sektor publik adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah,
unit kerja pemerintahan, teknis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Partai
Politik, Yayasan, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. Pelaporan
tersebut diserahkan ke masyarakat secara umum atau Dewan Perwakilan
Rakyat, sehingga masyarakat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(users), konstituen atau masyarakat dampingan, dapat menerima informasi
yang lengkap dan tajam tentang kinerja program organisasi beserta unitnya.
Sedangkan pelaporan keuangan merupakan cerminan dari posisi keuangan
serta transaksi yang telah dilakukan suatu organisasi sektor publik dalam
kurun waktu tertentu. (Bastian,2010:297)

16
Menurut Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP,2011 :
13) mengemukakan, laporan yang baik adalah laporan harus disusun secara
jujur, objektif dan transparan. Di samping itu, perlu pula diperhatikan
beberapa ciri laporan yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat
dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat), dalam bentuk
yang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian), berdaya
banding tinggi, berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan
terstandarisasi (untuk yang rutin).
Menurut Bastian (2010:297) tujuan umum pelaporan keuangan sektor
publik adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, dan
arus kas suatu entitas yang berguna bagi sejumlah besar pemakai (wide range
users) untuk membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber
daya yang dipakai suatu entitas dalam aktivitasnya guna mencapai tujuan.

Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan sektor publik adalah


menyediakan informasi yang relevam dalam pengambilan keputusan dan
menunjukkan akuntabilitas entitas atas sumber daya yang dipercayakan
dengan cara:

a. Menyediakan informasi mengenai sumber daya, alokasi, dan penggunaan


sumber daya keuangan.
b. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas mendanai
aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya.
c. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan
entitas dalam membiayai aktivitasnya dan memenuhi kewajiban serta
komitmennya,
d. Menyediakan informasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas dan
perubahan yang terjadi.
e. Menyediakan informasi secara keseluruhan yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja entitas menyangkut biaya jasa, efisiensi, dan
pencapaian tujuan.

17
Sistem pelaporan keuangan sektor publik menurut Bastian (2010:310)
terdiri dari:
a. Dasar Kas (Cash base),
b. Dasar Akrual (Accrual base), dan
c. Akuntansi Dana (fund Accounting).

Adapun kriteria yang dijadikan indikator dalam sistem pelaporan


keuangan menurut Bastian (2010 : 298) yaitu:
1. Laporan Keuangan yang dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
Bagi organisasi sektor publik di Indonesia, keberadaan Standar
Akuntansi Pemerintah memungkinkan pengguna laporan keuangan yang
terdiri dari masyarakat, para wakil rakyat, lembaga pengawas, lembaga
pemeriksa, dan investor untuk mengakses laporan keuangan dengan
mudah. Oleh karena itu, pemakai laporan keuangan akan mempunyai
gambaran bagaimana posisi keuangan organisasi sektor publik.
2. Menerbitkan laporan keuangan Pemda yang berisi berbagai persyaratan
pelaporan keuangan organisasi sektor publik meliputi:
a. Pelaporan keuangan organisasi sektor publik harus menyajikan
informasi yang bermanfaat bagi pengguna dalam menilai akuntabilitas
dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun
politik. Caranya adalah melalui penyediaan informasi mengenai
kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh
pengeluaran.
b. Penyediaan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber
daya ekonomi dan alokasinya berdasarkan anggaran yang ditetapkan
serta peraturan perundang-undangan.
c. Penyuguhan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil yang dicapai.
d. Pemasokan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan
membiayai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.

18
e. Penyediaan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pelaporan akan berkaitan dengan sumber penerimaannya, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Hal ini termasuk yang berasal dari
pungutan pajak dan pinjaman.
f. Pemberian informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan selama periode
pelaporan.
g. Pengembangan sistem dan standar akuntansi di organisasi sektor
publik berdasarkan sistem pencatatan double entrydengan basis
akrual.

2.1.4. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP)

4.1.1. Pengertian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Menurut Bastian (2010:88) istilah Akuntabilitas berasal dari istilah


bahasa inggris accountability yang berarti pertangungjawaban atau keadaan
untuk dipertanggung jawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggung
jawaban. Akuntabilitas kinerja merupakan salah satu kata kunci bagi
terwujudnya good governance dalam pengelolaan organisasi publik.

Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN)


No.239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah, menjelaskan bahwa akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui
sistem pertanggungjawaban secara periodik.

19
4.1.2. Prinsip-Prinsip PelaksanaanAkuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah

Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja


Instansi Pemerintah (AKIP) yang ditetapkan oleh Kepala Lembaga
Administrasi Negara, pelaksanaan AKIP harus berdasarkan antara lain pada
prinsip – prinsip sebagai berikut:
1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi
yangbersangkutan.
2. Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-
sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundangundanganyang
berlaku.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaatyang
diperoleh.
5. Jujur, objektif, transparan, dan akurat.
6. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dantujuan
yang telah ditetapkan.

Selain prinsip-prinsip tersebut di atas, agar pelaksanaan sistem akuntabilitas


kinerja instansi pemerintah lebih efektif, sangat diperlukan komitmen yang
kuat dari organisasi yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab di
bidang pengawasan dan penilaian terhadap akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.

4.1.3. Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah


Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu
tatanan, instrumen, dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi
tahap - tahap sebagai berikut:

1. Penyusunan rencana stratejik (Renstra).


2. Pengukuran kinerja.

20
3. Pelaporan kinerja.
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara
berkesinambungan.

Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat digambarkan sebagai


berikut:
Perencanaan
Strategis

Pemanfaatan Informasi Pengukuran Kinerja


Kinerja

Pelaporan Kinerja

Gambar 2.1.
Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Sumber: Pusdiklatwas BPKP (2011:20)

Adapun penjelasan mengenai tahapan akuntabilitas kinerja instansi


pemerintah menurut Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Pusdiklatwas BPKP, 2011 : 20)
adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Perencanaan Stratejik (Renstra)
Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah seperti terlihat pada
gambar diatas, dimulai dari penyusunan perencanaan stratejik (Renstra)
yang meliputi penyusunan visi, misi, tujuan, dan sasaran serta
menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang ditetapkan. Perencanaan stratejik ini kemudian dijabarkan
dalam perencanaan kinerja tahunan yang dibuat setiap tahun. Rencana
kinerja ini mengungkapkan seluruh target kinerja yang ingin dicapai
(output/outcome) dari seluruh sasaran stratejik dalam tahun yang
bersangkutan serta strategi untuk mencapainya. Rencana kinerja ini

21
merupakan tolok ukur yang akan digunakan dalam penilaian kinerja
penyelenggaraan pemerintahan untuk suatu periode tertentu.
2. Pengukuran Kinerja
Setelah rencana kinerja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran
kinerja.Dalam melaksanakan kegiatan, dilakukan pengumpulan dan
pencatatan data kinerja.Data kinerja tersebut merupakan capaian kinerja
yang dinyatakan dalam satuan indikator kinerja. Dengan diperlukannya
data kinerja yang akan digunakan untuk pengukuran kinerja, maka
instansi pemerintah perlu mengembangkan sistem pengumpulan data
kinerja, yaitu tatanan, instrumen, dan metode pengumpulan data kinerja.
3. Pelaporan Kinerja
Pada akhir suatu periode, capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada
pihak yang berkepentingan atau yang meminta dalam bentuk Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
4. Pemanfaatan Informasi Kinerja
Tahap terakhir, informasi yang termuat dalam Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tersebut dimanfaatkan bagi
perbaikan kinerja instansi secara berkesinambungan.

2.2.Telaah Literature

2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja berpengaruh terhadap


Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Berdasarkan teori (Bastian,2010:202) bahwa Anggaran Berorientasi
Kinerja (Performance Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang
berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi
dan rencana strategis organisasi.Apabila anggaran tersebut tidak terserap,
maka itu merupakan kinerja yang buruk bagi instansi yang disebabkan oleh
penyusunan rencana stratejik yang tidak berorientasi melakukan
pengoptimalan pengeluaran.Akuntabilitas kinerja dapat tercapai dari semakin
maksimalnya penerapan anggaran berbasis kinerja, ditinjau dari baiknya
perencanaan anggaran yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan daerah,

22
persentase realisasi anggaran yang maksimal dan laporan pelaksanaan
anggaran yang akuntabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anggaran
berbasis kinerjaberpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah yang menghasilkan output organisasi yang sesuai dengan
indikator kinerja organisasi yaitu visi, misi dan rencana strategis organisasi
dalam mengoptimalkan pengeluaran. Putri (2018) telah meneliti bahwa
Anggaran Berbasis Kinerja berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.

2.1.2. Sistem Pelaporan Keuangan berpengaruh terhadap


Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Berdasarkan teori Bastian (2010:297) tujuan umum pelaporan
keuangan sektor publik adalah memberikan informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja, dan arus kas suatu entitas yang berguna bagi sejumlah
besar pemakai (wide range users) untuk membuat dan mengevaluasi
keputusan mengenai alokasi sumber daya yang dipakai suatu entitas dalam
aktivitasnya guna mencapai tujuan. Pelaporan ini merupakan wujud dari
proses akuntabilitas. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah terlihat pada
sistem pelaporan keuangan dalam memantau dan mengendalikan kinerja
atasan dalam mengimplementasikan anggaran yang telah ditetapkan.Dapat
disimpulkan bahwa sistem pelaporan keuangan yang baik dan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)akan berpengaruh positif signifikan
terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang dapat memantau
kinerja pemerintah dalam menggunakan anggaran. Yulianti (2014) telah
meneliti sebelumnya dan menunjukkan hasil bahwa Sistem Pelaporan
berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

2.1.3. Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Pelaporan Keuangan


berpengaruh terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Berdasarkan teori Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara
(LAN) No.239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan

23
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, menjelaskan bahwa akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik.Akuntabilitas
Kinerja yang baik dipengaruhi oleh penerapan anggaran kinerja yang
maksimal dalam mengoptimalkan pengeluaran sesuai dengan penyusunan
rencana stratejik yang telah dibuat dan akuntabilitas kinerja yang baik juga
dipengaruhi oleh sistem pelaporan keuangan yang baik dalam memantau
kinerja pemerintah pada saat menggunakan anggaran yang telah
diberikan.Dapat disimpulkan bahwa Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem
Pelaporan Keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Putri (2018) telah meneliti bahwa Anggaran
Berbasis Kinerja berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dan Yulianti (2014) telah meneliti sebelumnya dan menunjukkan
hasil bahwa Sistem Pelaporan berpengaruh terhadap Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.

3.1. Kerangka Penelitian

Menurut Sugiyono (2012:66) mengemukakan bahwa kerangka berfikir


merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari
berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah
dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis,
sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang
diteliti.Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan
untuk merumuskan hipotesis. Berdasarkan rumusan penelitian dan tinjauan
teori yang telah dikemukakan penulis, maka penulis mengungkapkan
kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Adapun Kerangka Pemikiran digambarkan dalam konsep dibawah ini:

24
Anggaran
berbasis Kinerja
(X1)
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Sistem Pemerintah (Y)
Pelaporan
Keuangan (X2)
Ket:

secara parsial

secara simultan

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran

Berdasarkan rumusan penelitian dan kerangka pemikiran yang telah dibuat


sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1: Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Pelaporan Keuangan secara
simultan berpengaruh positif signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
H2: Anggaran Berbasis Kinerja berpengaruh positif signifikan
terhadapAkuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
H3: Sistem Pelaporan Keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

25

Anda mungkin juga menyukai