Anda di halaman 1dari 60

PENGARUH SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR, KOMPETENSI

DAN PERTIMBANGAN ETIS TERHADAP KUALITAS AUDIT

(Studi pada Inspektorat Kota Gunungsitoli)

Proposal

Untuk Memenuhi Sebagian Pesyaratan Mencapai Derajat Sarjana S2

Program Studi Magister Akuntansi

Oleh :

Nanny Artatina Buulolo


197017018

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI............................................................................................................i

DAFTAR TABEL................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang..................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................7

1.3. Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 8

1.4. Tujuan Penelitian..............................................................................8

1.5. Kontribusi Penelitian........................................................................ 9

1.6. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian..........................................10

1.7. Originalitas Penelitian.................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 1

2.1 Landasan Teori .............................................................................. 12

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)......................................... 12

2.1.2 Teori Atribusi........................................................................ 13

2.1.3 Teori Peran (Role Theory).....................................................14

2.2. Telaah Literatur.............................................................................. 16

2.2.1 Kualitas Audit........................................................................16

i
2.2.2 Skeptisme Profesional Auditor..............................................20

2.2.3 Kompetensi............................................................................23

2.2.4 Pertimbangan Etis..................................................................26

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS...........................28

3.1. Kerangka Konsep Penelitian.......................................................... 28

3.2. Hipotesis Penelitian........................................................................ 29

3.2.1 Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas

Audit .................................................................................. 29

3.2.2 Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit...................32

3.2.3 Pengaruh Pertimbangan Etis terhadap Kualitas Audit ....... 35

3..2.4 Pengaruh Skeptisme Profsional Auditor, Kompetensi dan

Pertimbangan Etis terhadap Kualitas Audit .......................36

BAB IV METODE PENELITIAN....................................................................37

4.1 Desain Penelitian............................................................................. 37

4.2 Definisi Operasional Variabel......................................................... 38

4.2.1 Variabel Dependen ............................................................... 38

4.2.2 Variabel Independen .............................................................39

4.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel........................44

4.4 Instrumen Penelitian ....................................................................... 44

4.5 Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 45

4.6 Teknik Analisis Data....................................................................... 45

ii
4.6.1 Analisis Data Deskriptif........................................................ 46

4.6.2 Uji Instrumen / Alat...............................................................46

4.6.3 Uji Asumsi Klasik................................................................. 47

4.6.4 Uji Hipotesis.......................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 51

iii
DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

1.1 Opini BPK terhadap LKPD Kota Gununungsitoli ............................. 3

1.2 Perbedaan dengan Peneliti Terdahulu............................................... 11

4.3 Defenisi Operasional dan Pengukuran .............................................41

iv
DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Judul Halaman

3.1 Kerangka Konseptual ......................................................................... 28

3.1 Kerangka Konsep Penelitian............................................................... 35

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara Indonesia

dipengaruhi oleh keberhasilan pemerintah dalam mengelola keuangan daerah

ataupun negara. Akuntabilitas dan transparansi dalam mengelola keuangan daerah

ataupun negara sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pemerintah

melakukannya dengan baik (Sukmawati, 2015). Hal ini juga sejalan dengan

tuntutan masyarakat akan penyelenggaraan pemerintah yang adil, bersih,

transparan, akuntabel yang harus disikapi dengan serius dan sistematik (Nolanda,

2015).

Penggunaan keuangan daerah dalam pemerintah diperlukan pengawasan,

pengendalian dan pemeriksaan untuk mendorong terwujudnya good governance

dan clean government. Penyelenggaraan pemerintah yang good governance dan

clean government diwujudkan melalui pengawasan intern yang dilakukan oleh

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada masing-masing unit organisasi

di lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementrian Negara,

Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai

tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkungan kewenangannya

(Husnianto, 2017).

APIP merupakan suatu lembaga instansi pemerintah yang dibentuk dengan

tugas melaksanakan pengawasan intern (audit intern) di lingkungan pemerintah

1
pusat atau daerah yang terdiri dari : Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementrian, Inspektorat/Unit

Pengawasan Intern pada Kementrian Negara, Inspektorat Utama/ Inspektorat

Lembaga Pemerintah Non Kementrian Inspektorat Unit/Pengawasan Intern pada

Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Negara, Inspektorat

Provinsi/Kabupaten/Kota dan Unit Pengawasan Intern pada Badan Hukum

Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undang.

Sedangkan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) merupakan auditor

eksternal pemerintah yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan

tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat,

pemerintah daerah, lembaga daerah lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik

negara, lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Pengawasan yang dilakukan oleh BPK diatur dalam Peraturan BPK No. 1

tahun 2017 dan pengawasan yang dilakukan oleh APIP berpedoman pada standar

audit Permenpan Nomor PER/05/M.PAN/03/2008. Biasanya setelah APIP

melakukan pengawasan terhadap penggunaan angggaran daerah melalui tiap

SKPD, maka BPK akan melakukan pemeriksaan kembali sebagai audit eksternal.

BPK memberikan empat opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/

Unqualified Opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified Opinion),

Tidak Memberikan Pendapat (TMT/Disclaimer Opinion), dan Tidak Wajar

(TW/Adverse Opinion). Standar yang menjadi pedoman BPK dalam

melaksanakan audit menjadi salah satu referensi yang digunakan dalam

penyusunan standar audit bagi APIP, dengan demikian, maka dalam pelaksanaan

2
tugas dan fungsi antara BPK dan APIP seharusnya menyajikan hasil yang tidak

jauh berbeda (Husnianto,2017).

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terhadap

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Gunungsitoli dari tahun

2015 sampai 2019, BPK mengeluarkan opini sebagai berikut:

Tabel 1.1
Opini BPK terhadap LKPD Kota Gunungsitoli

Tahun Opini

2015 WDP (Wajar dengan Pengecualian)

2016 WDP (Wajar dengan Pengecualian)

2017 WDP (Wajar dengan Pengecualian)

2018 WTP (Wajar tanpa Pengecualian)

2019 WTP (Wajar tanpa Pengecualian)

Sumber : sumut.bpk.go.id

Opini Wajar Tanpa Pengecualian atas pengelolaan keuangan tahun 2018

yang diberikan oleh BPK untuk pertama kalinya diraih sejak berdirinya Kota

Gunungsitoli (sumut.bpk.go.id). Ini berarti untuk pengelolaan keuangan daerah

tahun 2019 merupakan tahun kedua Kota Gunungsitoli mendapatkan opini WTP

dari BPK. Hal ini menunjukkan bahwa di bawah tahun 2018 kualitas audit pada

Pemerintahan Kota Gunungsitoli belum optimal yang ditunjukkan opini WDP

oleh BPK untuk tahun 2015-2017.

3
Oleh karena itu, sangat besar tugas yang diemban oleh Inspektorat Kota

Gunungsitoli untuk tetap mempertahankan opini WTP dari BPK. Inspektorat

sebagai lembaga pengawas penggunaan keuangan daerah harus tetap

mengoptimalkan kualitas auditnya. Audit internal yang berkualitas menunjukkan

pengawasan dan pengelolaan keuangan pemerintah yang baik dan

bertanggungjawab (Parasayu dan Rohan, 2014). Dengan kualitas audit yang tinggi

juga diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya oleh

pengguna informasi keuangan. Kualitas audit sektor publik rendah, kemungkinan

memberikan kelonggaran terhadap lembaga pemerintah melakukan penyimpangan

penggunaan anggaran dan mengakibatkan resiko tuntutan hukum (legitimasi)

terhadap aparatur pemerintah yang melaksanakannya (Sukmawati, 2015).

Kualitas audit merupakan suatu tindakan auditor dalam melaksanakan

audit berdasarkan standar auditing yang telah ditetapkan dan melaporkan hasil

auditnya berdasarkan kecukupan bukti yang ada kepada pihak yang memiliki

kepentingan (Falatah, 2017). Menjaga kualitas audit bagi auditor sangatlah

penting supaya tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan dalam pengambilan

keputusan. Tingkat keyakinan yang dapat dicapai oleh auditor ditentukan oleh

hasil pengumpulan bukti (Sukmawati, 2015). Jumlah bukti yang kompeten dan

relevan yang semakin banyak akan mempengaruhi keyakinan auditor menjadi

lebih tinggi.

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas audit yang

dihasilkan oleh auditor. Salah satu syarat auditor agar bisa menghasilkan kualitas

audit yang baik adalah sikap skeptisme profesional yang dimiliki (Sugiarmini dan

4
Datrini, 2017). Skeptisme dapat diartikan sebagai aliran atau paham yang

memandang sesuatu selalu tidak pasti, meragukan dan mencurigakan (Azizah, dkk,

2019). Skeptisme profesional ini mencakup pikiran auditor yang selalu

mempertanyakan kemudian melakukan evaluasi secara kirtis terhadap bukti audit

yang dikumpulkan. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan (SPKN) 2016

menyatakan bahwa Pemeriksa harus menggunakan skeptisme profesional dalam

menilai risiko terjadinya kecurangan yang signifikan untuk menentukan faktor-

faktor atau risiko-risiko yang secara signifikan dapat mempengaruhi perkejaan

pemeriksa apabila kecurangan terjadi atau telah terjadi.

Pada penelitian Husnianto (2017) menunjukkan bahwa skeptisme

profesional berpengaruh tidak signifikan terhadap kualitas audit. Hal tersebut

dikarenakan auditor meng bahwa skeptisme profesional hanya sebuah kebiasaan

yang harus anggapdijalankan dan mau tidak mau harus diselesaikan dengan baik.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarmini dan Datrini

(2017) serta Ningsih dan Nardisyah (2017), skeptisme profesional berpengaruh

signifikan terhadap kualitas audit yang berarti bahwa tingkat kewaspadaan auditor

dalam mengumpulkan bukti cukup baik. Yoga dan Widhiyani (2019) juga

kembali menegaskan bahwa sikap skeptisme profesinal dalam melaksanakan audit

berpengaruh positif pada kualitas audit yang berarti semakin tinggi sikap skeptis

seorang auditor maka akan semakin baik kualitas audit yang dilakukannya.

Selain skeptisme profesional auditor, kualitas audit dapat juga dipengaruhi

oleh kompetensi (Sumiok dan Pontoh, 2013; Alfiati, 2017; Falatah, 2017; dan

Badjuri, 2017). Kompetensi dapat diperoleh melalui pengetahuan dan pengalaman,

5
kompetensi meyakinkan bahwa kualitas audit yang diberikan memenuhi tingkat

profesionalisme yang tinggi (De Angelo, 1981 dalam Mahmud, 2018). Seorang

auditor dituntut untuk memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya. Dengan kompetensi yang tinggi tersebut maka auditor dapat

mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan.

Penelitian yang mendukung bahwa kompetensi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kualitas audit salah satunya adalah yang dilakukan oleh

Falatah (2017). Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumiok dan

Pontoh (2013) dimana kompetensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit.

Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfiati (2017) dan Badjuri

(2017) yang menjelaskan bahwa kompetensi auditor tidak berpengaruh signifikan

terhadap kualitas audit. Alfiati (2017) mengungkapkan dalam penelitiannya

bahwa sebagian kecil ada auditor yang belum memahami dan melaksanakan jasa

profesionalnya sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah dan Stanndar Audit

Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), belum mengikuti pelatihan /

bimbingan teknis dibidang auditing, akuntansi sektor publik, dan keuangan daerah,

dan sebagian kecil ada auditor yang belum mempunyai sertifikat jabatan

fungsional auditor (JFA) dan belum mengikuti pendidikan dan pelatihan

profesional berkelanjutan.

Pertimbangan etis (ethical judgment) dapat diartikan sebagai suatu proses

seorang iindividu dalam menentukan bahwa salah satu alternatif benar secara

benar dan alternatif lain salah secara moral. Pertimbangan etis (ethical judgment)

memiliki keterkaitan dengan variabel lainnya dalam memberikan pengaruh bagi

6
kualitas audit (Husnianto, 2017). Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa

ethical judgment berpengaruh positi terhadap kualitas audit. Ini dapat diartikan

bahwa semakin baik pertimbangan etis seseorang auditor maka kualitas audit yang

dihasilkan akan semakin baik pula. Penelitian akan pengaruh ethical judgment

terhadap kualitas audit masih belum banyak dilakukan.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Husnianto

(2017). Persamaannya adalah menggunakan variabel yang sama, yaitu skeptisme

profesional auditor, kompetensi dan ethical judgment sebagai variabel independen

dan kualitas audit sebagai variabel dependen. Perbedaannya adalah penelitian ini

dilakukan di Inspektorat Kota Gunungsitoli sedangkan penelitian sebelumnya

dilakukan di Inspektorat Kota / Kabupaten se Pulau Sumbawa. Selain lokasi,

waktu penelitian dan cakupan responden yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh

skeptisme, kompetensi dan ethical judgment terhdap kualitas audit di Lingkungan

kerja Inspektorat Kota Gunungsitoli dengan mengambil judul “Pengaruh

Skeptisme Profesional Auditor, Kompetensi, dan Ethical Judgment terhadap

Kualitas Audit.

1.2 Rumusan Masalah

Audit sektor publik tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran

laporan keuangan, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintah terhadap

undang-undang dan peraturan yang berlaku (Sukmawati, 2015). Hal ini sangat

mendukung atas tuntutan masyarakat akan penyelenggaraan pemerintah yang adil,

7
bersih, transparan dan akuntabel sehingga terwujudnya pemerintah yang good

governance dan clean government.

Kualitas audit sangat bergantung terhadap auditor sebagai individu yang

melaksanakan pemeriksaan terhadap penggunaan keuangan daerah. Oleh karena

itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas audit yaitu, skeptisme

profesional auditor (Syarhayuti, 2016), kompetensi (Badjuri, 2017), dan ethical

judgment (Husnianto, 2017). Hal ini akan berpengaruh terhadap pengambilan

keputusan oleh pejabat daerah dalam mengambil keputusan karena inspektorat

memiliki tanggungjawab terhadap kepala daerah (Alfiati, 2017).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti ingin

melakukan penelitian pengaruh skeptisme profesional auditor, kompetensi dan

ethical judgment yang dilakukan pada lingkungan kerja Inspektorat Kota

Gunungsitoli.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian atas latar belakang penelitian tersebut, maka

pertanyaan pada penelitian ini adalah :

1. Apakah skeptisme profesional auditor berpengaruh terhadap kualitas

audit?

2. Apakah kompetensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit?

3. Apakah pertimbangan etis berpengaruh terhadap kualitas audit?

1.4 Tujuan Penelitian

8
Tujuan penelitian dapat diartikan sebagai hasil yang ingin dicapai dalam

suatu penelitian dan memiliki konsistensi dengan permasalahan dan pertanyaan

yang terdapat di dalam rumusan masalah. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian

ini adalah:

1. Untuk meneliti dan mengetahui pengaruh skeptisme profesional

auditor terhadap kualitas audit.

2. Untuk meneliti dan mengetahui pengaruh kompetensi auditor terhadap

kualitas audit.

3. Untuk meneliti dan mengetahui pengaruh pertimbangan etis terhadap

kualitas audit.

1.5 Kontribusi Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada

beberapa pihak, yaitu:

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan peneliti

mengenai pengaruh skeptisme profesional auditir, kompetensi dan

pertimbangan etis terhadap kualitas audit yang dilakukan pada ruang

lingkup kerja Inspektorat Kota Gunungsitoli.

2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengaruh baik dalam hal peningkatan dan mempertahankan kualitas audit

khususnya dalam implementasi skeptisme profesional auditor, kompetensi

dan pertimbangan etis di lingkungan kerja Inspektorat Kota Gunungsitoli.

9
3. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman

akan kualitas audit dan dapat dijadikan sebagai bahan ataupun referensi

untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Agar tujuan penelitian dapat tercapai, maka penulis membuat batasan

dalam penelitian ini, batasan penelitiannya antara lain adalah :

1. Subjek penelitian ini adalah pegawai PNS yang bertugas di Inspektorat

Kota Gunungsitoli.

2. Faktor – faktor yang diteliti diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas

audit yaitu skeptisme profesional auditor, kompetensi dan pertimbangan

etis.

1.7 Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh

Husnianto tahun 2017 yang berjudul ‘Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor,

Kompetensi, dan Ethical Judgment terhadap Kualitas Audit (Studi pada

Inspektorat Kabupaten / Kota se-Pulau Sumbawa). Penelitian ini dilakukan pada

4 Kabupaten dan 1 Kota dengan total responden sebanyak 124 orang. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan skeptisme profesional auditor berpengaruh tidak

signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan kompetensi dan ethical judgment

berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Husnianto (2017) adalah :

10
1. Pada penelitian Husnianto (2017) dilakukan pada Inspektorat Kabupaten /

Kota se-Sumbawa. Sedangkan pada penelitian ini penulis melakukan

penelitian di Inspektorat Kota Gunungsitoli.

2. Penelitian Husnianto (2017) bertujuan untuk menguji dan menganalisis

pengaruh skeptisme profesional auditor, kompetensi dan ethical judgment

secara parsial terhadap kualitas audit. Sedangkan penelitian ini bertujuan

untuk menguji pengaruh skeptisme profesional auditor, kompetensi dan

pertimbangan etis secara parsial dan simultan terhadap kualitas audit.

Perbedaan penelitian secara jelas dapat dilihat melalui tabel 1.2.

Tabel 1. 2 Perbedaan Dengan Peneliti Terdahulu


No Kriteria Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang
1. Variabel Skeptisme profesional Skeptisme profesional
Independen auditor auditor
Kompetensi Kompetensi
Ethical judgment Pertimbangan etis
Variabel Kualitas audit Kualitas audit
Dependen
2. Tahun 2017 2021
Penelitian
3. Lokasi Inspektorat Inspektorat Kota
Penelitian Kabupaten/Kota se- Gunungsitoli
Sumbawa
4. Pengujian Secara Parsial Secara parsial dan
variabel simultan
independen
terhadap
variabel
dependen

11
BAB II

LANDASAN TEORI DAN TELAAH LITERATUR

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (Agency theory) menggambarkan sebuah kontrak dimana

satu atau lebih orang (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan

jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agent untuk membuat

keputusan yang terbaik bagi prinispal. Teori ini muncul disebabkan oleh

keberadaan hubungan oleh principal dan agent. Agent diberi kewenangan tertentu

atau kontrak yang telah ditentukan sebelumnya untuk melaksanakan dan

menyelesaikan tugas tertentu dari principal. Principal juga berkewajiban

memberikan imbalan kepada agen yang telah melaksanakan kontrak yang telah

disepakati. Salah satu asumsi utama dari teori keagenan ini adalah bahwa tujuan

prinsipal dan agen yang berbeda sehingga memunculkan konflik. Pertentangan

terjadi apabila agen tidak menjalankan perintah prinsipal untuk kepentingannya

sendiri.

Dalam penelitian ini, pemerintah menjadi agen sedangkan masyarakat

menjadi principal. Prinsipal ingin mengetahui segala informasi termasuk investasi

atau dananya (Sholihah, 2017). Pelaksanaan pemerintah merupakan tugas dan

tanggungjawab yang harus dikerjakan dan masyarakat sebagai principal perlu

mengetahui pertanggungjawaban dari pemerintah sebagai agen. Laporan

pertanggungjawaban dari pemerintah (agen) menjadi bahan penilaian oleh

12
masyarakat (principal). Adanya informasi yang asimetri dapat menjadikan para

agent berlaku oportunis atas peluang yang ada dan dapat mengarah pada

terjadinya kecurangan (fraud) serta penyelewengan (Husnianto, 2017).

Kecenderungan agen untuk melakukan tindakan yang membuat laporan keuangan

kelihatan baik, sehingga kinerjanya dinilai baik oleh principal. Untuk mengatasi

hal yang demikian, maka diperlukan peran auditor. Auditor akan menengahi hal

tersebut yang harus dan pastinya memiliki kemampuan menghasilkan kualitas

audit yang bagus.

Hubungan antara teori keagenan (Agency Theory) terhadap kualitas audit

sangatlah erat, karena teori keagenan (Agency Theory) akan memecahkan masalah

asimetri antara principal dan agent dengan memerlukan pihak ketiga yang

independen (auditor), sehingga laporan keungan yang dihasilkan mendapat

kewajaran dimata stakeholder, maka berkaca dari permasalahan diatas kualitas

audit yang dihasilkan auditor sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan

ekonomis (Sugiarmin dan Datrini, 2017).

2.1.2 Teori Atribusi

Teori atribusi ini dikembangkan oleh Fritz Heider tahun 1958 yang

menjelaskan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan

internal (internal forces) dan kekuatan eksternal (external forces). Kekuatan

internal (internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

seseorang seperti kemampuan atau usaha dan kekuatan eksternal (external forces),

yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar, seperti kesulitan dalam pekerjaan atau

keberuntungan.

13
Teori atribusi digunakan untuk menjelaskan tentang penyebab atau motif

yang melandasi seseorang dalam berperilaku. Teori ini juga digunakan untuk

menjelaskan suatu cara dalam menilai perilaku seseorang, baik dari faktor

lingkungan atau faktor dalam diri seorang individu. Dalam penelitian

keperilakuan, teori atribusi diterapkan dengan menggunakan variabel locus of

control (tempat pengendalian kita ada dimana). Variabel tersebut terdiri dari dua

komponen yaitu internal locus of control dan external locus of control. Internal

locus of control adalah perasaan yang dialami seseorang bahwa dia mampu

secara personal mempengaruhi kinerjanya serta perilakunya melalui kemampuan,

keahlian, dan usaha yang dia miliki. Di pihak lain external locus of control adalah

perasaan yang dialami seseorang bahwa perilakunya sangat ditentukan oleh

faktor-faktor di luar pengendaliannya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori ini karena APIP dalam

hal ini auditor melaksanakan tugasnya dalam pengawasan dan pemeriksaan pada

instansi pemerintah pemerintah, perilakunya dipengaruhi oleh faktor eksternal dan

internal yang berhubungan dengan perilaku individu atau auditor. Faktor

internalnya terdiri dari kompetensi sedangkan faktor ekternalnya terdiri atas

skeptisme profesional auditor dan pertimbangan etis yang mampu memberikan

pemahaman akan kondisi lingkungannya untuk mencapi kualitas audit yang lebih

optimal.

2.1.3 Teori Peran (Role Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Robert Linton tahun 1936 dan

menggambarkan hubungan sosial dalam terminologi orang yang memiliki peran

14
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Peran menjadi suatu konsep atas apa

yang dapat dilakukan seseorang dalam masyrakat. Setiap individu yang memiliki

peran bertujuan supaya antara individu yang melaksanakan perannya masing-

masing memiliki hubungan yang diatur oleh nilai sosial yang diterima dan ditaati.

Teori peran adalah perspektif dalam sosiologi dan psikologi sosial yang

menganggap sebagian besar kegiatan sehari-hari menjadi pemeran dalam kategori

sosial (misalnya ibu, manajer, guru) (Sugiarmini dan Datrini, 2017). Peran yang

melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan kedudukan atau tempat

dalam pergaulan kemasyarakatan. Kedudukan atau tempat seseorang dalam

masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat

individu dalam organisasi masyarakat. Sedangkan peran lebih banyak menunjuk

pada fungsi, artinya seseorang menduduki suatu kedudukan tertentu dalam

masyarakat dan menjalankan suatu peran.

Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya

mampu untuk menjalankan peran yang melekat pada dirinya, oleh karena itu tidak

jarang terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya dan dapat

menimbulkan stress peran yang terdiri dari pertama, Ambiguitas peran (role

ambiguity), dapat disebabkan oleh deskripsi kerja yang buruk, instruksi dari

pengawas yang samar, atau petunjuk yang tidak jelas dari rekan kerja yang

hasilnya kemungkinan bawahan atau rekan kerja tidak bisa mengetahui apa yang

harus dilakukan dan kedua Konflik peran (role conflict), contohnya ketika atasan

mengatakan bahwa untuk maju seseorang harus bekerja lembur pada akhir

15
minggu, sedangkan pasangan hidup mengatakan bahwa harus ada waktu lebih

banyak dengan keluarga dirumah, maka konflik dapat muncul.

Keberadaan teori peran dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

menguraikan peran seorang auditor dalam melakukan pengawasan. Sebagai

audotor dalam teori ini harus mampubersikap dan bertindak objektif dalam

mengaudit. Menurut Hukum Yerkes-Dodson kurva U-shaped dalam terbalik

Sugiarmini dan Datrini (2017) yang mengindikasikan bahwa stress memicu

perbaikan kinerja sampai pada titik yang optimum, lalu kinerja akan menurun

pada tingkat stress yang lebih tinggi lagi yang tentunya dapat meningkatkan atau

menurunkan kinerja seorang auditor dalam mengaudit laporan keuangan, dan

secara tidak langsung akan berpengaruh juga terhadap kualitas audit yang

dihasilkan.

2.2 Telaah Literatur

2.2.1 Kualitas Audit

Pada dasarnya auditing dapat diartikan sebagai suatu proses yang

sistematik dalam mengevaluasi dan memperoleh bukti yang objektif mengenai

pernyataan tentang kejadian dan kegiatan ekonomi, dengan tujuan penetapan

apakah pernyataan tersebut sudah sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan,

serta penyampaian hasil yang ada kepada pemangku kepentingan.

Auditor digolongkan menjadi tiga kategori (Mulyadi, 2014:28), yaitu:

a. Auditor Independen : Auditor independen adalah auditor profesional yang

menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit

atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya.

16
b. Auditor Pemerintah : Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang

bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas

pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi

pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada

pemerintah.

c. Auditor Internal : Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam

perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan

prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan

baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan

efisiensi dan efektivitas kegiatan organisasi serta menentukan keandalan

informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI),

dalam hal ini adalah standar auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum,

standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP, 2001):

1. Standar Umum

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian

dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

17
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten

harus disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus dapat

diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat, saat, dan

lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.

3. Standar Pelaporan

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidak

konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan

keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip

akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan

keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi.

BPKP (2008) menyatakan bahawa kualitas audit adalah ukuran mutu

pekerjaan audit yang harus dicapai oleh auditor dalam melakukan pemeriksaan

dengan mematuhi standar audit yang telah ditetapkan dan mentaati kode etik yang

mengatur perilaku sesuai dengan tuntutan profesi organisasi dan pengawasan. De

18
Angelo (1981) dalam Sukmawati (2015) mendefinisikan kualitas audit sebagai

kemungkinan bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran

dalam sistem akuntansi dengan pengetahuan dan keahlian auditor. Dari pengertian

tentang kualitas audit tersebut, auditor dituntut oleh pihak yang berkepentingan

untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang

disajikan oleh manajemen. Pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan yang

besar terhadap hasil pekerjaan auditor dalam mengaudit laporan keuangan.

Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa yang

diberikan auditor mengharuskan auditor memperhatikan kualitas audit yang

dilakukannya.

Berdasarkan Peraturan BPK No.1 Tahun 2017, untuk menjaga kualitas

audit maka pelaksanaan pemeriksaan perlu dilaksanakan berdasarkan suatu

standar pemeriksaan. Dalam penyusunan laporan hasil pemeriksaan terdapat

unsur-unsur laporan yaitu tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan,

jelas dan ringkas.

Adapun indikator Kualitas Audit menurut Nugrahini (2015) dalam Falatah

(2017) adalah sebagai berikut:

1) Pengelolaan Fungsi

Audit Internal Penanggung jawab fungsi audit internal harus

mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien untuk

memastikan bahwa kegiatan fungsi audit internal memberikan nilai

tambah bagi organisasi.

2) Lingkup Penugasan

19
Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi

terhadap peningkatan prose pengelolaan risiko, pengendalian dan

governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur

dan menyeluruh.

3) Perencanaan Penugasan

Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan

rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran,

waktu dan lokasi sumber daya.

4) Pelaksanaan Penugasan

Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi,

menganalisis, mengevaluasi dan mendokumentasikan informasi yang

memadai untuk mencapai tujuan penugasan.

5) Komunikasi Hasil Penugasan

Auditor internal harus mengomunikasikan hasil penugasannya secara

tepat waktu.

6) Pemantauan Tindak Lanjut

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga

sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan yang telah

dikomunikasikan kepada manajemen.

2.2.2 Skeptisme Profesional Auditor

Skeptisme profesional diartikan sebagai sikap yang tidak mudah percaya

akan bukti audit yang disajikan manajemen, sikap yang selalu mempertanyakan

dan evaluasi bukti audit secara kritis (Alfiati, 2017). Skeptisme profesional sangat

20
penting untuk dimiliki oleh auditor guna mendapatkan informasi yang kuat, yang

akan dijadikan dasar bukti audit yang relevan yang dapat mendukung pemberian

opini atas kewajaran laporan keuangan. Auditor harus bertanggungjawab secara

professional dalam tugasnya untuk bersikap tekun dan hati-hati. Sebagai seorang

auditor professional harus menghindarkan terjadinya kecerobohan serta sikap asal

percaya, tetapi auditor tidak diharapkan untuk membuat suatu pertimbangan yang

sempurna dalam setip kesempatan.

Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik

Indonesia No.1 Tahun 2017, Sikap skeptisisme profesional berarti pemeriksa

membuat penilaian kritis dengan pikiran yang selalu mempertanyakan kecukupan

dan ketepatan bukti yang diperoleh selama pemeriksaan. Skeptisisme profesional

auditor adalah suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan

dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit.

Sikap skeptis meningkatkan kewaspadaan auditor dalam mengevaluasi

bukti audit yang diberikan manajemen, auditor yang memiliki sikap skeptis

cenderung lebih waspada, berhati-hati dan memiliki pikiran yang senantiasa

mempertanyakan, hal ini mendukung terjaminnya kualitas audit yang dihasilkan

(Ningsih dan Nadirsyah, 2017).

Ada beberapa faktor yang mempenaruhi sikap skeptisme profesional

menurut Kee dan Knox’s dalam Alfiaiti (2017) diantaranya:

1) Faktor kecondongan etika

21
Faktor-faktor kecondongan etika memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap skeptisme profesional auditor. Faktor kecondongan etika

memiliki pengaruh perkembangan kesadaran etis atau moral

memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan,

termasuk dalam melatih sikap skeptisme akuntan.

2) Faktor situasi

Faktor situasi berpengaruh secara positif terhadap skeptisme

profesional auditor. Faktor situasi audit memiliki resiko tinggi

mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisme

profesionalnya

3) Pengalaman

Pengalaman yang dimaksudkan adalah pengalaman yang dimiliki oleh

auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi

lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan.

Skeptisme profesional dapat dilatih oleh auditor dalam melaksanakan

tugas audit, pemberian opini harus didukung oleh bukti audit yang kompeten,

dimana dalam mengumpulkan bukti tersebut auditor harus menggunakan sikap

profesionalnya agar diperoleh bukti yang meyakinkan sebagai dasar pengambilan

keputusan berbagai pihak (Syarhayuti, 2016). Keyakinan yang memadai atas

bukti-bukti yang ditemukan akan sangat membantu auditor dalam melaksanakan

proses audit agar kualitas audit dapat tercapai. Triana (2010) dalam Syarhayuti

(2016) menjelaskan indikator yang digunakan untuk mengukur skeptisme

profesional adalah :

22
1. Auditor diharapkan mempunyai sikap skeptisme terhadap proses audit.

2. Sikap skeptisme diharapkan berpengaruh dalam menemukan

pelanggaranpelanggaran laporan keuangan.

3. Mengevaluasi temuan audit dengan sikap skeptisme.

4. Tuntutan profesional auditor dalam sikap skeptisme.

5. Sikap skeptisme diharapkan menemukan wajar atau tidak wajarnya

laporan keuangan.

6. Bersikap cermat dan seksama dalam melakukan tugas audit.

2.2.3 Kompetensi

Auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pandangan yang lebih

luas mengenai berbagai hal (Badjuri, 2017). Auditor akan semakin mempunyai

banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya, sehingga dapat

mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu dengan ilmu

pengetahuan dan pelatihan yang cukup, auditor akan lebih mudah dalam

mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Kompetensi auditor sektor

publik diatur dalam kode etik APIP yang terdapat dalam Peraturan Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) No.

PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik APIP. Prinsip kompetensi

menekankan auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan

ketrampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Perilaku kompetensi

auditor sektor publik antara lain : tugas pengawasan sesuai dengan standar audit,

selalu meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan,

23
menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan,

keahlian, dan ketrampilan yang dimiliki.

Graham & Rodda (2009) dalam Falatah (2017) mengemukakan bahwa

kompetensi terbagi menjadi dua komponen, yaitu education dan experience.

Kompetensi merupakan sebuah hasil dari pendidikan dan pengalaman. Pendidikan

merupakan sebuah persiapan awal untuk masuk dalam dunia pekerjaan, serta

meningkatkan kecakapan profesional selama karirnya. Pengalaman diperoleh dari

pelatihan dan penerimaan tanggungjawab yang bertambah selama karir

profesionalnya.

Menurut Standar Kompetensi Auditor (BPKP, 2010) dalam Falatah (2017)

menyebutkan bahwa seorang auditor harus memiliki kemampuan yang mencakup:

1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan, baik secara teori

maupun pemahaman praktis yang meliputi fakta, informasi dan

keahlian. Dalam aspek pengetahuan, kompetensi merupakan suatu

pengetahuan terkait pengawasan yang harus dimiliki oleh seluruh

auditor pada semua tingkat atau jenjang jabatan.

2) Keterampilan/Keahlian (skill)

Keahlian merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

melaksanakan tugas dengan baik. Kompetensi dari aspek keterampilan

merupakan keahlian dalam pengawasan yang wajib dimiliki oleh

auditor pada semua tingkat atau jenjang jabatan.

3) Sikap Perilaku (attitude)

24
Sikap perilaku merupakan suatu perwakilan rasa suka ataupun tidak

suka seseorang pada suatu hal. Sikap perilaku menekankan pada aspek

perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara

penyesuaian diri. Kompetensi dari aspek ini merupakan sikap perilaku

yang wajib dimiliki auditor pada semua tingkat atau jenjang jabatan.

4) Pengetahuan tentang standar pemeriksaan secara kolektif

Pada saat melakukan pemeriksaan, seorang pemeriksa menurut Standar

Pemeriksaan harus secara kolektif memiliki pengetahuan tentang

standar. Pengetahuan disini mengarah pada teknis pemeriksaan laporan

yang akan diaudit. Auditor wajib menguasai sepenuhnya secara

kolektif standar serta cara dan proses dalam mengaudit laporan.

5) Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesional yang Berkelanjutan

Terkait kompetensi yang dimiliki seorang auditor, maka auditor harus

melakukan pendidikan dan pelatihan lanjutan. Hal ini dilakukan agar

kualitas dari auditor tetap terjaga. Seorang auditor harus memperoleh

sertifikat kelulusan dari pendidikan berkelanjutan dengan cara melalui

serangkaian tes yang sudah dibuat oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Menurut Elfarini (2007) dalam Alfiati (2017) menunjukkan bahwa

indikator kompetensi untuk auditor terdiri atas:

1) Komponen pengetahuan, merupakan komponen yang penting dalam

suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-

fakta dan prosedur-prosedur.

25
2) Memiliki kompetensi lain seperti kemampuan berkomunikasi, kreatifitas,

kerja sama dengan orang lain.

3) Keahlian yang menyangkut objek pemeriksaan Mengamati objek dan

membandingkan dengan standar yang berlaku, kemudian menarik

kesimpulan dari hasil perbandingan tersebut merupakan inti pekerjaan

pemeriksaan.

4) Keahlian yang menyangkut teknik atau cara melakukan pemeriksaan

yang memungkinkan seorang auditor memperoleh informasi yang

maksimal (kualitas dan kuantitas) tentang objek yang diperiksa dalam

waktu yang terbatas.

5) Keahlian dalam menyampaiakan hasil pemeriksaan Segala temuan,

informasi dan data yang diperoleh dalam melaksanakan pemeriksaan

harus disampaikan seluruhnya kepada kepala pemerintahan dan pihak

yang diperiksa. Untuk dapat menyampaikan hasil audit kepada kedua

pihak.

2.2.4 Pertimbangan Etis (Ethical Judgment)

Pertimbangan etis yang didefinisikan oleh Wibowo (2007) dalam

Apriliawa dan Suardana (2016) berarti sebagai pertimbangan-pertimbangan apa

yang harus diputuskan serta dilakukan untuk mengatasi dilema etis.

Pertimbangan etis mengarah pada suatu pertimbangan mengenai apakah

kebenaran secara pasti dari tindakan-tindakan secara etis seperti apa yang

seharusnya memang dilakukan. Proses dari tahapan-tahapan pertimbangan etis

yaitu meliputi pemikiran etis dari pertimbangan profesionalnya dalam

26
sebuah pemecahan yang ideal untuk dilema etis (Thorne, 2000 dalam Suardana,

2016)

Ethical judgement juga mengarah pada pembuatan sebuah pertimbangan

mengenai apakah kebenaran pasti dari tindakan secara etis seperti apa yang

seharusnya dilakukan (Pratama, 2016). Judgement (pertimbangan) merupakan

suatu kegiatan yang selalu dibutuhkan oleh auditor dalam melaksanakan audit

laporan keuangan dari suatu entitas. Pertimbangan dalam audit tergantung pada

kualitas dari keyakinan yang diperoleh melalui pengumpulan dan pengembangan

bukti-bukti (Sukmawati, 2015). Sementara itu, pengumpulan dan pengembangan

bukti-bukti memerlukan upaya analisis atas fakta-fakta yang terjadi yang

melatarbelakangi asersi yang sedang diaudit.

Sudibyo (1995), menjelaskan bahwa dunia pendidikan akuntansi

mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis seorang auditor.

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa Ethical Judgments akuntan (auditor)

dapat terbentuk melalui proses pendidikan yang terjadi dalam institusi pendidikan

yang memiliki program studi akuntansi. Malone (2006) dalam Pratama (2016),

melakukan penelitian dengan mengukur perilaku etis mahasiswa akuntansi dalam

suatu situasi yang dapat dipahami dan dikenali oleh mahasiswa akuntansi, dimana

hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jika situasi yang merugikan datang

pada mahasiswa dan menemukan kesempatan untuk menyelamatkan diri dengan

berperilaku tidak etis maka mereka akan memilih perilaku tidak etis.

27
BAB III

KERANGKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual diartikan sebagai suatu hubungan antar konsep yang

satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang akan diteliti. Berdasarkan

analogi teoritis dan tinjauan terhadap penelitian-penelitian yang sebelumnya

dengan pengaruh skeptisme profesional auditor, kompetensi dan ethical judgment

terhadap kualitas audit, maka variabel-variabel ini digambarkan melalui kerangka

konseptual berikut:

Sumber : penulis, 2021.

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

28
Variabel independen dalam penelitian ini adalah skeptisme profesional

audit, kompetensi dan perttimbangan etis. Sedangkan variabel dependennya

adalah kualitas audit.

3.2. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian,

dimana ada keterkaitan antara perumusan masalah dengan hipotesis, karena

perumusan masalah merupakan penelitian (Noor 2014:79).

3.2.1 Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas Audit

Skeptisisme profesional auditor adalah suatu sikap yang mencakup pikiran

yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti

audit (Queena dan Rohman, 2012). Menurut International Federation of

Accountants (IFAC) dalam Nadirsyah (2017), skeptisisme berarti seorang auditor

membuat sebuah penilaian yang kritis, dengan cara berpikir yang terus menerus

bertanya dan mempertanyakan keabsahan dari bukti audit yang diperoleh dan

selalu waspada terhadap bukti yang kontradiktif atau keandalan dokumen dan

jawaban atas pertanyaan serta informasi lain yang dipertanyakan yang diperoleh

dari manajemen dan mereka yang berwewenang sebagai pengelola

Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik

Indonesia No.1 Tahun 2017, sikap skeptisisme profesional berarti pemeriksa

membuat penilaian kritis dengan pikiran yang selalu mempertanyakan kecukupan

dan ketepatan bukti yang diperoleh selama pemeriksaan. Dalam melakukan

29
pengawasan, auditor harus menerapkan sikap skeptisme profesional terhadap

bukti audit yang diterima.

Dalam teori keagenan, pemerintah sebagai agent tentunya tidak selalu

bertindak sesuai keinginan principal (masyarakat), sebagian disebabkan oleh

adanya moral hazard (Husnianto, 2017). Hubungan antara Teori Keagenan

(Agency Theory) terhadap kualitas audit sangatlah erat, karena Teori Keagenan

(Agency Theory) akan memecahkan masalah asimetri antara principal dan agent

dengan memerlukan pihak ketiga yang independen (auditor), sehingga laporan

keungan yang dihasilkan mendapat kewajaran dimata stakeholder, maka berkaca

dari permasalahan diatas kualitas audit yang dihasilkan auditor sangat diperlukan

dalam pengambilan keputusan ekonom Auditor akan melaksanakan pengawasan

dengan baik dan menghasilkan kualitas audit yang baik apabila auditor memiliki

sikap skeptisme.

Sikap skeptisisme profesional yang dimiliki auditor menjadi faktor eksternal

dalam teori atribusi. Skeptisme profesional termasuk perilaku yang disebabkan

oleh situasi yang dihadapi auditor untuk menghasilkan kualitas audit yang baik.

Dengan kualitas audit yang baik maka kebutuhan pengguna informasi dapat

terpenuhi dan tidak adanya ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan

agen seperti yang dinyatakan dalam teori agensi.

Hasi penelitian yang dilakukan oleh Azizah, dkk (2019), Alfiati (2017),

Rohman dan Queena (2012) menyatakan bahwa skeptisme profesional auditor

berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Azizah, dkk (2019) menambahkan

dimana kemampuan individu dalam melaksanakan tugas, yang berarti kualifikasi

30
personalia yang sesuai dengan bidang tugas auditor internal dan berkaitan dengan

kemampuan profesionalnya dalam bidang audit serta penguasaan atas bidang

operasional terkait dengan kegiatan perusahaan, sehingga Seorang auditor yang

profesional tidak akan melakukan suatu kegiatan yang bertentangan dengan

prosedur audit yang telah ditetapkan, sehingga laporan audit yang dihasilkan

dapat dipercaya dan berkualitas

Di dalam penelitian Nugrahaeni, dkk (2018) menyatakan bahwa sikap

skeptisisme profesional auditor sangat penting dalam melakukan pemeriksaan

untuk mendapatkan informasi-informasi atau bukti audit yang benar sehingga

dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan dengan memberikan kesimpulan

yang sebenar-benarnya. Auditor yang selalu mempertanyakan dan mengevaluasi

bukti audit yang telah diterima dapat memberikan opini atau kesimpulan terhadap

pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor.

Hasil yang berbeda dikemukakan dalam penelitian Faizah dan Zuhdi (2013)

yang menunjukkan skeptisme profesional auditor tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap kualitas pemeriksaan. Penelitiannya menduga beberapa

pemeriksa pada auditor BPK Perwakilan Jawa Timur masih ragu untuk menunda

dalam menerimasebuah pernyataan jika belum memiliki bukti bahwa pernyataan

tersebut benar. Namun, yang perlu dilakukan oleh auditor tersebut seharusnya

menunda dalam memberikan kesimpulan ataupun menerima pernyataan tesebut

sebelum mendapatkan informasi yang meyakinkan auditor bahwa pernyataan

tersebut benar atau salah.

31
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikataknan bahwa skeptisme profesional

auditor menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas audit melalui

kemahiran profesionalnya. Sehingga, kecurangan-kecurangan yang terjadi dapat

teruangkap dan kesalahan-kesalahan laporan keuangan dapat diminimalkan. Maka,

hipotesis pertama yang dapat diambil adalah:

H1 : Skeptisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap kualitas

audit.

3.2.2 Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit

Menurut Ariati (2014), Kompetensi auditor adalah aspek-aspek yanag

dimiliki seseorang pekerja untuk memungkinkan dia dalam mencapai kinerja

superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap,

pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku,

sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Kompetensi juga merupakan

pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan,

serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin maupun

keikutsertaan dalam pelatihan dan seminar yang bersangkutan.

Kompetensi auditor dapat diukur melalui banyaknya ijazah atau sertifikat

yang dimiliki auditor serta jumlah atau banyaknya keikutsertaan pelatihan yang

bersangkutan. Semakin banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering

mengikuti pelatihan atau seminar diharapkan auditor yang bersangkutan dapat

akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya (Sholihah, 2010).

1 Kompetensi adalah salah satu kualifikasi yang dibutuhkan auditor untuk

melaksanakan audit dengan benar (Pratomo, 2015). Dalam melakukan audit,

32
seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang

memadai, serta keahlian yang khusus dibidangnya agar menghasilkan kualitas

audit yang baik juga. Auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai

pandangan yang lebih luas mengenai berbagai hal. Auditor akan semakin

mempunyai banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya, sehingga

dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu dengan

ilmu pengetahuan dan pelatihan yang cukup, auditor akan lebih mudah dalam

mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Badjuri, 2017).

Standar umum pertama SKPN menyebutkan bahwa pemeriksaan secara

kolektif harus memiliki kecekapan profesional yang memadai untuk

melaksanakan tugas pemeriksaan. Dengan pernyataan standar pemeriksaan ini

semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap

pemeriksaan dilakukan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki

pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan

tugas tersebut. Apabila auditor yang kompeten dan kompetensi professionalnya

diakui sangat baik maka kualitas hasil audit yang dihasilkan berkualitas, begitu

sebaliknya apabila kompetensi auditor kurang diakui diindikasikan pelaksanaan

audit di entitas tersebut juga akan menghasilkan kualitas audit yang tidak

berkualitas.

Teori keagenan membantu menjelaskan mengenai konflik anatra pemerintah

sebagai agent dengan masyarakat sebagai principal. Auditor sangat diharuskan

untuk dapat mengoptimalkan kinerjanya supaya menghasilkan laporan keuangan

yang dapat dipercaya oleh masyarakat. Masyarakat akan lebih percaya terhadap

33
auditor yang sudah memiliki kompetensi dalam mengaudit laporan keuang

pemerintah.

Kompetensi merupakan faktor internal dalam teori atribusi karena termasuk

perilaku individu yang berasal dari dalam diri auditor maka dengan auditor yang

berkompeten akan memberikan hasil audit yang berkualitas. Dengan kualitas audit

yang baik maka kebutuhan pengguna informasi dapat terpenuhi dan tidak ada

kesalahan informasi antara prinsipal dan agen seperti yang dinyatakan dalam teori

agensi.

Dalam penelitian Falatah (2017) menyatakan bahwa kompetensi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit dimana semakin tinggi

kompetensi auditor maka akan semakin tinggi pula kualitas audit. Hal tersebut

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumiok dan Pontoh (2013) dan

Pratomo (Pratomo, 2015) menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap

kualitas audit. Sehingga semakin baik tingkat kompetensi, seperti penguasaan

standar akuntansi dan auditing, wawasan tentang pemerintahan dan pengalaman

seperti yang didapat melalui diklat auditor internal maka akan semakin baik

kualitas audit yang dilakukannya. Berbeda dengan hasil yang ditunjukkan oleh

Badjuri (2017) yang menunjukkan bahwa kompetensi tidak berpengaruh terhadap

kualitas audit.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kompetensi auditor

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas. Maka, hipotesis kedua

yang dapat diambil adalah:

H2 : Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

34
3.2.3 Pengaruh Pertimbangan Etis (Ethical Judgment) terhadap Kualitas

Audit

Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan

informasi (termasuk umpan balik dari tindakan sebelumny) pilihan untuk

bertindak atau tidak bertindak dan penerimaan informasi lebih lanjut.

Pertimbangan etis (Ethical judgement) adalah penilaian dari tindakan - tindakan

seseorang auditor dalam menetapkan suatu keputusan berdasarkan pertimbangan

etika menggunakan penalaran moral dengan berbagai alternatif paling etis yang di

landasi kode etik akuntansi sektor publik (Auditor) menurut persepsi individu saat

berada pada situasi tententu apakah akan mendahulukan kepentingannya atau

tetap berperilaku etis.

Penelitian akan pengaruh ethical judgment terhadap kualitas audit masih

belum banyak yang menelitinya. dalam penelitian Apriliawati dan Suardana (2016)

menyatakan bahwa pertimbangan etis auditor sangat berperan penting didalam

proses pengambilan keputusan pada saat auditor mengahadapi situasi dilematis

yang dapat mempengaruhi kualitas audit. Dilema etis dalam setting auditing bisa

terjadi ketika auditee dan auditor tidak sepakat terhadap aspek fungsi dan tujuan

pemeriksaan. Apabila terjadi keadaan seperti ini maka auditee dapat

mempengaruhi auditor pada saat melakukan proses audit dan juga auditee dapat

menekan auditor untuk melakukan tindakan yang melanggar standar pemeriksaan.

Penelitian Husnianto (2017) menunjukkan bahwa ethical judgment

berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini menunjukkan

35
bahwa semakin baik pertimbangan etis seorang auditor maka hasil audit audit

yang dihasilkan akan semakin baik pula.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pertimbangan etis

(ethical judgment) menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas. Maka,

hipotesis kedua yang dapat diambil adalah:

H3 : Pertimbangan etis (Ethical judgment) auditor berpengaruh positif

terhadap kualitas audit.

3.2.4 Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor, Kompetensi dan

Pertimbangan Etis (Ethical Judgment) terhadap Kualitas Audit

Dari beberapa hipotesis yang menjelaskan hubungan secara parsial antara

variabel independen dengan dependen, maka penulis mengambil hipotesis

keempat yaitu:

H3 : Skeptisme Profesional Auditor, Kompetensi, dan pertimbangan etis

(Ethical judgment) auditor berpengaruh positif terhadap kualitas

audit.

36
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah desain kausal. Desain kausal juga sering

disebut dengan kausal komperatif, dimana untuk menyelidiki kemungkinan

hubungan sebab akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat

yang ada dan mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui

data tertentu (Noor, 2014:39). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode survei. Sugiyono (2014:81) menyimpulkan bahwa penelitian

survei merupakan sebuah metode penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk

mendapatkan data yang terjadi pada masa lampau atau saat ini mengenai

keyakinan, pendapat, karakteristik, perilaku maupun hubungan variabel, selain

daripada itu penelitian survei bertujuan untuk menguji beberapa hipotesis

mengenai variabel sosiologis dan psikologis dari sampel atas populasi tertentu,

dimana teknik pengumpulan data yang digunakan baik wawancara ataupun

kuesioner tidak mendalam dan hasil penelitian cenderung digeneralisasikan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

primer ini diperoleh secara langsung dari sumber asli atau responden melalui

kuisioner. Noor (2014:138) menjelaskan bahwa kuisioner merupakan suatu teknik

pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan

kepada responden dengan harapan memberikan respons atas daftar pertanyaan

tersebut. Daftar pertanyaan dapat bersifat terbuka, yaitu jika jawaban tidak

37
ditentukan sebelumnya oleh peneliti dan dapat bersifat tertutup, yaitu alternatif

jawaban telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

4.2. Defenisi Operasional Variabel

Agar penelitian ini memberikan gambaran dan tujuan yang jelas serta

menghindari pelebaran objek yang akan diteliti, maka perlu diberikan definisi

variabel operasional yang akan diteliti sehingga menjadi sebuah panduan dalam

menyusun sebuah penelitian yang bermutu.

Metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

likert. Noor (2014 : 128) menjelaskan skala likert merupakan teknik mengukur

sikap dimana subjek diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau

ketidaksetujuan mereke terhadap masing – masing pertanyaan.

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

4.2.1 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan faktor utama yang ingin dijelaskna atau

diprediksi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor lain dan biasanya dinotasikan

dengan Y. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit.

a. Kualitas Audit (Y)

Kualitas audit (Y) menurut Datri, dkk (2017) sebagai kemungkinan

probabilitas, dimana auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran

yang ada dalam sistem dengan berpedoman pada standar akuntansi dan

standar audit. Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit dapat diukur

dengan indikator yang digunakan oleh oleh Efendy (2010), dimana

menggunakan enam indikator, antara lain keakuratan temuan audit, sikap

38
skeptis, nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit dan tindak

lanjut hasil audit. Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert yang

akan dinilai dengan poin 1 sampai 4. Poin 1 diberikan untuk jawaban yang

berarti kualitas audit paling rendah, dan seterusnya poin 4 diberikan untuk

jawaban yang berarti kualitas audit paling tinggi.

4.2.1 Variabel Independen

Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang

mempengaruhui atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel

terikat dan biasanya dinotasikan dengan X. Dalam penelitian ini, yang menjadi

variabel independen adalah sikap sikap skeptisme profesional auditor (X1),

kompetensi (X2) dan pertimbangan etis (X3).

a. Skeptisme Profesional Auditor (X1)

Skeptisme profesional auditor menurut Yoga dan Widhiyani (2019)

adalah sikap auditor yang selalu meragukan dan mempertanyakan segala

sesuatu, dan menilai secara kritis bukti audit serta mengambil keputusan

audit berlandaskan keahlian auditing yang dimiliknya. Skeptisme

profesional yang rendah menumpulkan kepekaan auditor terhadap

kecurangan baik yang nyata maupun yang berupa potensi, atau terhadap

tanda-tanda bahaya (red flags, warning signs) yang mengakomodasikan

adanya kesalahan (accounting error) dan kecurangan (fraud) (Datrini dan

Sugiarmini, 2107). Dalam mengukur variabel skeptisme profesional

auditor, peneliti menggunakan instrumen yang digunakan oleh Hurt (2003)

dalam Husnianto (2017) dengan indikator: questioning mind (pola pikir

39
yang selalu bertanya-tanya), suspension of judgment (tidak terburu-buru

mengambil keputusan), search for knowledge (pencarian pengetahuan),

interpersonal understanding (kemampuan pemahaman perseorangan), self-

confidence (percaya diri), self-determination (determinasi diri).

Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert yang akan dinilai

dengan poin 1 sampai 4. Poin 1 diberikan untuk jawaban yang berarti

sikap skeptisme profesional auditor paling rendah, dan seterusnya poin 4

diberikan untuk jawaban yang berarti sikap skeptisme profesional auditor

paling tinggi.

b. Kompetensi

Kompetensi menurut Datrini dan Sugiarmini (2017) adalah keahlian

profesional seorang auditor yang didapat melalui pendidikan formal, ujian

profesional maupun keikut sertaan dalam pelatihan, seminar, symposium

dan lain-lain dimana kompetensi profesional mencakup pendidikan dan

pengalaman. Indikator kompetensi dalam penelitian ini adalah penguasaan

standar audit intern pemerintah, wawasan tentang pemerintahan, dan

peningkatan keahlian (Efendy, 2010). Pengukuran variabel ini

menggunakan skala likert dimana menggunakan instrumen dari penelitian

Falatah (2017) yang akan dinilai dengan poin 1 sampai 4. Poin 1 diberikan

untuk jawaban yang berarti memiliki kompetensi paling rendah, dan

seterusnya poin 4 diberikan untuk jawaban yang berarti memiliki

kompetensi paling tinggi.

c. Pertimbangan Etis

40
Pertimbangan etis menurut Hunt dan Vitell (1986) dalam Husnianto

(2017) adalah suatu tahapan ketika seseorang telah mengakui masalah

etika dan mempertimbangkan alternatif yang terbaik memecahkan masalah

untuk mencapai hasil yang paling menguntungkan. Penelitian ini

menggunakan instrumen dari penelitian Husnianto (2017), dimana

indikatornya terdiri atas: melaksanakan kepercayaan yang diberikan

pimpinan, melakukan upaya komunikasi dengan auditee, menolak

gratifikasi dari auditee, memberikan peringatan dini kepada auditee

tentang risiko, menerima penugasan audit dari pimpinan dimana auditor

terlibat di dalam pendampingan terhadap proses pelaksaan kegiatan

auditee, dan pimpinan memberikan penugasan audit kepada auditor yang

mempunyai hubungan kedekatan dengan auditee.

Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert yang akan dinilai

dengan poin 1 sampai 4. Poin 1 diberikan untuk jawaban yang berarti

sikap skeptisme profesional auditor paling rendah, dan seterusnya poin 4

diberikan untuk jawaban yang berarti sikap skeptisme profesional auditor

paling tinggi.

Tabel 4. 1
Definisi Operasional dan Pengukuran

Variabel Variabel Defenisi Indikator Skala


Operasional Pengukuran Pengukuran
Kualitas Kualitas audit sebagai a. Keakuratan Likert
Audit kemungkinan temuan audit
(Variabel probabilitas, dimana b. Sikap skeptis
Dependen) auditor akan menemukan c. Nilai
dan melaporkan rekomendasi
pelanggaran yang ada d. Kejelasan
dalam sistem dengan laporan

41
berpedoman pada e. Manfaat audit
standar akuntansi dan f. Tindak lanjut
standar audit. hasil audit.

(Diadopsi dari
penelitian
Efendy, 2010)
Skeptisme Skeptisme profesional a.questioning Likert
Profesional auditor adalah sikap mind (pola pikir
Auditor auditor yang selalu yang selalu
(X1) meragukan dan bertanya-tanya)
mempertanyakan segala b. suspension of
sesuatu, dan menilai judgment (tidak
secara kritis bukti audit terburu-buru
serta mengambil mengambil
keputusan audit keputusan)
berlandaskan keahlian c. search for
auditing yang knowledge
dimiliknya. (pencarian
pengetahuan)
d.interpersonal
understanding
(kemampuan
pemahaman
perseorangan)
e.self-confidence
(percaya diri)
f. self-
determination
(determinasi
diri).

(Diadopsi
penelitian Hurt
(2003) dalam
Husnianto (2017))
Kompetensi Kompetensi adalah a.Standar audit Likert
(X2) keahlian profesional intern
seorang auditor yang pemerintah
didapat melalui b.Wawasan
pendidikan formal, ujian tentang
profesional maupun pemerintahan
keikut sertaan dalam c. Peningkatan
pelatihan, seminar, keahlian
symposium dan lain-lain

42
dimana kompetensi (Diadopsi dari
profesional mencakup Penelitian
pendidikan dan Efendy, 2010)
pengalaman.
Pertimbangan Pertimbangan etis adalah a.Melaksanakan Likert
Etis suatu tahapan ketika kepercayaan
(X3) seseorang telah yang diberikan
mengakui masalah etika pimpinan
dan mempertimbangkan b.Melakukan
alternatif yang terbaik upaya
memecahkan masalah komunikasi
untuk mencapai hasil dengan auditee
yang paling c. Menolak
menguntungkan gratifikasi dari
auditee
d.Memberikan
peringatan dini
kepada auditee
tentang risiko
e.Menerima
penugasan audit
dari pimpinan
dimana auditor
terlibat di
dalam
pendampingan
terhadap proses
pelaksaan
kegiatan
auditee
f. Pimpinan
memberikan
penugasan audit
kepada auditor
yang
mempunyai
hubungan
kedekatan
dengan auditee

(Diadopsi dari
penelitian
Husnianto (2017)

43
4.3. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kota

Gunungsitoli yang melaksanakan pemeriksaan.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2016) . Sampel penelitian ini adalah seluruh auditor

yang bekerja pada Kantor Inspektorat Kota Gunungsitoli sebanyak 25 orang.

Karena populasi kurang dari 100, maka digunakan total sampling. Responden

adalah auditor Inspektorat Kota Gunungsitoli. Populasi dalam penelitian ini

langsung dijadikan sampel.

4.4. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2014, hlm. 92) instrumen penelitian adalah suatu alat

pengumpul data yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial

yang diamati. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang item-item

pertanyaannya diadopsi dan dimodifikasi dari penelitian-penelitian terdahulu.

Dalam penelitian ini skala pengukuran Likert. Skala Likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang

tentang fenomena sosial. Skala likert merupakan teknik mengukur sikap dimana

ntsubjek diminta untuk mengindikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan

mereka terhadap masing-masing pertanyaan (Noor, 2014:128).

44
4.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer

merupakan sumber data penelitian yang secara langsung bersumber dari aslinya

atau tidak melalui perantara. Data primer dikumpulkan peneliti untuk menjawab

tujuan penelitian. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

pengisian kuesioner oleh responden. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan

data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden

dengan harapan memeberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut (Noor

2014:139).

Kuesioner pada penelitian ini terdiri dari pernyataan-pernyataan yang

bersumber dari indikator variabel penelitian, yaitu skeptisme profesional auditor,

kompetensi dan pertimbangan etis dari hasil modifikasi penelitian yang dilakukan

oleh Efendy (2010), Husnianto (2017), dan Falatah (2017). Kuesioner akan

diberikan kepada responden dimana terdapat beberapa pertanyaan yang mewakili

variabel penelitian dan pertanyaan tersebut diukur dengan menggunakan skala likert.

4.6. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer

yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solution). Kegiatan dalam analisis

data adalah : mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,

mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data

tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan

masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan

(Husnianto, 2017).

45
4.6.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik diskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran

mengenai suatu data agar data tersebut mudah dipahami oleh setiap orang yang

membaca. Analisa statistik deskriptif menjelaskan berbagai karakteristik data

seperti rata-rata (mean), jumlah simpangan baku (standard deviation), varians

(variance), rentang (range), nilai minimum dan maksimum dan sebagainya

(Falatah 2017).

4.6.2 Uji Instrumen / Alat

4.6.2.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya instrumen

kuesioner. Pengukuran validitas menggunakan Korelasi Pearson (Pearson

Correlation). Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya

hubungan antara dua variabel, yaitu variabel independen (score item) dan

dependen (score total item). Apabila nilai koefisien r hitung> r tabel maka diambil

kesimpulan bahwa item tersebut adalah valid, demikian juga sebaliknya jika

rhitung < r tabel maka dapat diambil kesimpulan bahwa item tersebut adalah tidak

valid (Ghozali, 2016: 53).

4.6.2. Uji Realibilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

pengukuran tanpa bias (bebas kesalahan) dan karena itu menjamin pengukuran

yang konsisten lintas waktu dan lintas beragam item dalam instrumen (Sekaran,

2010 dalam Syarhayuti, 2016). Untuk menguji reliabilitas atau keandalan alat

46
ukur atau instrumen dalam penelitian ini digunakan koefisien Alpha Cronbach.

Koefisien keandalan menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan data suatu

penelitian.

4.6.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah data yang telah

dikumpulkan oleh peneliti memiliki kualitas yang baik. Uji asumsi klasik yan

digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas data, uji multikolinearitas

dan uji heteroskedastisitas. Jika data yang telah dikumpulkan sudah memenuhi

seluruh kriteria asumsi klasi, maka data yang ada termasusuk dalaam kategori

yang baik (Ghozali, 2017).

4.6.3.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah model regresi,

variabel dependen dan variabel independen keduanya memiliki distribusi normal

atau tidak. Uji normalitas juga digunakan untuk mengetahui apakah data yang

diambil berasaldari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Noor, 2014).

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis grafik dan

statistik menggunakan Kolmogrov-Smirnov Z. Hal ini dikarenakan Kolmogrov-

Smirnov Z karena uji ini dapat secara langsung menyimpulkan apakah data yang

ada terdistribusi normal secara statistik atau tidak. Sementara uji normalitas data

yang lain seperti dari statistika deskriptif dirasa tidak efisien karna memerlukan

kesimpulan tambahan (Syarhayuti, 2016).

47
Jika nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov kurang dari 5 persen maka

dapat dikatakan bahwa residual data dari model regresi tidak normal. Jika nilai

signifikansi Kolmogorov-Smirnov di atas 5 persen maka dapat dikatakan bahwa

residual data dari model regresi telah terdistribusi secara normal (Ghozali, 2016:

154-158).

4.6.3.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Pengujian ini

dapat dilihat dari nilai VIF menggunakan persamaan VIF = 1 atau Tolerance

mengukur variabilitas-variabel bebas yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh

variabel bebas lainnya. Jadi, nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF

yang tinggi (karena VIF: 1 atau Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk

menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama

dengan nilai VIF < 10 (Ghozali, 2017).

4.6.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual pengamatan satu ke pengamatan

yang lain. Jika varian dari residual satu ke pengamatan lain tetap, maka disebut

Homoskedastisitas begitu juga sebaliknya jika berbeda disebut Heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang Homokedastisitas bukan Heteroskedastisitas.

Uji ini dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel

(ZPRED) dengan nilai residualnya SRESID. Model regresi yang baik jika

48
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap sehingga

diidentifikasi tidak terdapat heteroskedastisitas.

4.6.4 Uji Hipotesis

Penngujian hipotesis dilakukan untuk menyatakan hubungan antara

variabel dependen yaitu Y (kualitas audit) dengan variabel independen yaitu X

(skeptisme profesional auditor, kompeten dan pertimbangan etis).

4.6.4.1 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Uji R2 digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel dependen. Ingkat ketepatan regresi

dinyatakan dalam koefisien (R2) yang nilainya antara 0 – 1. Semakin besar R2

(mendekati 1), semakin baik hasil untuk model regresi tersebut dan semakin

mendekati 0, maka variable independen secara keseluruhan tidak dapat

menjelaskan variable dependen

Koefisien determinasi dinyatakan dalam R², untuk variabel independen

yang lebih dari satu variabel, maka menggunakan adjusted R², karena setiap

tambahan satu variabel independen maka R² pasti meningkat tidak peduli apakah

variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau

tidak. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk lebih menggunakan

nilai adjusted pada saat mengevaluasi model regresi yang terbaik (Ghozali, 2017).

4.6.4.2 Uji Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independen (kompetensi, independensi, motivasi dan akuntabilitas) terhadap

49
variabel dependen (kualitas audit). Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika

p value < 0,05, maka Ha diterima dan jika p value > 0,05, maka Ha ditolak.

4.6.4.2 Uji Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel

independen (skeptisme profesional auditor, kompetensi dan pertimbangan etis)

terhadap variabel dependen (kualitas audit) secara bersama-sama. Uji F atau

ANOVA dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansi yang ditetapkan

untuk penelitian dengan probability value dari hasil penelitian.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika probability value (p value)

< 0,05, maka Ha diterima dan jika p value > 0,05, maka Ha ditolak. Uji F dapat

pula dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dan F tabel. Jika F hitung >

F tabel, maka Ha diterima. Artinya, secara statistik data yang ada dapat

membuktikan bahwa semua variabel independen (X1, X2, X3) berpengaruh

terhadap variabel dependen (Y). Jika F hitung < F tabel, maka Ha ditolak. Artinya,

secara statistik data yang ada dapat membuktikan bahwa semua variabel

independen (X1, X2, X3) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).

50
DAFTAR PUSTAKA

Alfiati, Rifka. (2017). Pengaruh Etika Auditor, Skeptisme Profesional dan


Kompetensi Auditor terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris pada Kantor
Inspektorat Provinsi Sumatera Barat). Artikel. Padang. Universitas Negeri
Padang.

Apriliawati, K., & Suardana, A. (2016).Budaya Etis Organisasi sebagai Variabel


Pemoderasi Pengaruh Orientasi Etis pada Pertimbangan Etis Auditor. E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 17 (2).

Apriliawati., & Suardana. (2016). Budaya Etis Organisasi sebagai Variabel


Pemoderasi Pengaruh Orientasi Etis pada Pertimbangan Etis Auditor. E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 17 (2).

Ariati, Kurnia. (2014). Pengaruh Kompetesi Auditor terhadap Kualitas Audit


dengan Kecerdasan Spiritual sebagai Variabel Moderating (Studi Persepsi
Auditor pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Provinsi Jawa
Tengah). Skripsi. Semarang. Univertas Diponegoro.

Aswar, K., Ermawati., Wiguna, M., & Hariyani, E. (2020). A Conceptual


Framework on the Audit Quality in the Government Internal Audit in
Indonesia. Information Management and Business Review, 12 (1).

Aziz. (2015). Pengaruh Ethical Ideologi terhadap Ethical Judgment pada


Mahasiswa Akuntansi. Skripsi. Semarang. Universitas Diponegoro.

Azizah, I., Wijayanti, A., & Fitrianne, W. (2019). Pengaruh Kualitas Audit,
Skeptisme Profesional Auditor, Komimen Organisasi terhadap Kualitas
Audit Internal. Prosiding Seminar Nasional Pakar Ke 2 tahun 2019.

Badjuri, Achmad. (2017). Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap


Kualitas Pemeriksaan Auditor Intern Kota Semarang. Prosiding Seminar
Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call of Papers Unisbank.

Brown, Owen. (2013). The Role of Behavioral Mind-Sets on Auditors’


Professional Skepticism: An Experimental Investigation of Auditor
Internal Control Evaluations. Dissertation. Virginia Polytechnic Institute
and State University.

Dewi, K., & Nurfadila. (2018). Pengaruh Kompetensi Auditor, Profesional dan
Sistem Pengendalian Internal terhadap Kualitas Audit. Center of Economic
Student Journal, 1 (1). Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia.

51
Efendy, T. (2010). Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Motivasi terhadap
Kualitas Audit Aparat Inspektorat dalam Pengawasan Keuangan Daerah
(Studi Empiris pada Pemerintah Kota Gorontalo). Tesis. Universitas
Diponegoro.

Faizah., & Zuhdi. (2013). Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kualitas


Pemeriksaan (Studi pada Auditor BPK Perwakilan Jawa Timur). JAFFA, 1
(2).

Falatah, Faid. (2017). Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Moral Reasoning


Auditor terhadap Kualitas Audit (studi pada Kantor Inspektorat Daerah di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Skripsi. Yogyakarta. Universitas
Negeri Yogyakarta.

Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23.
semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hanjani, A., Purwanto, A., & Kusumadewi, A. (2018). The Impact of Ethical
Judgment, Locus of Control and Organizational Commitments to
Whistleblowing. Journal of Auditing, Finance, and Forensic Accounting
(JAFFA), 6 (2).

Husnianto. (2017). Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor, Kompetensi dan


Ethical Judgment terhadap Kualitas Audit (Studi pada Inspektorat
Kabupaten/Kota se-Pulau Sumbawa). Tesis. Mataram. Universitas
Mataram.

Karnia, Dwi. (2015). Pengaruh Kompetensi, Independensi, Motivasi dan


Akuntanbilitas terhadap Kualitas Audit. Skripsi. Semarang. Universitas
Diponegoro.

Katili, dkk. (2017). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Auditor


pada Inspektorat Provinsi dan Kabupaten Kota Gorontalo. Jurnal EMBA, 5
(2).

Laily, N., Subroto, B., & Sudarma, M. (2011). Pengaruh Pengalaman Auditor
terhadap Ethical Judgment. Jurnal Paradigma, 2 (3).

Lestari, I., Maryani, N., & Lestari, A. (2019). Pengaruh Due Professional Care
dan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Jurnal Riset Akuntansi
dan Keuangan, 7 (2).

Mahmud, Sukron. (2018). Pengaruh Sikap Skeptis, Pengalaman Audit,


Kompetensi, Independensi Auditor dan Akuntabilitas terrhadap Kualitas

52
Audit (Studi pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dna Yogyakarta).
Publikasi Ilmiah. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mahmudah, H., & Riyanto, B. (2016). Keefektifan Audit Internal Pemerintah


Daerah. Jurnal Akuntansi, XX (01).

Merawati, K., & Ariska, Y. (2018). Pengaruh Moral Reasoning, Skeptisme


Profesional Auditor, Tekanan Ketaatan dan self efficiacy terhadap
Kualitas Audit. Jurnal KRISNA: Kumpulan Riset Akuntansi; 10 (1).

Ningsih, F., & Nardisyah. (2017). Pengaruh Independensi, Skeptisme Profesional


Auditor, Penerapan Standar Audit dan Etika Audit terhadap Kualitas Hasil
Audit (Studi pada Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh). Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi, (3).

Noor, Juliansyah. (2014). Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi dan


Karya Ilmiah. Penerbit Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.

Nugrahaeni, S., Samin, & Nopiyanti, A. (2018). Pengaruh Skeptisme Profesional


Auditor, Kompetensi, Independensi dan Kompleksitas Audit terhadap
Kualitas Audit. Equity: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Akuntansi, 21 (2).

Parasayu, A., & Rohman, A. (2014). Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kualitas Hasil Audit Internal (Studi Persepsi Aparat Intern Pemerintah
Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali). Diponegoro Journal of
Accounting, 3 (2).

Pratama, C., Ahmad, A., & Innayah, N. Obedience Pressure, Professional Ethics,
Attitude of Skepticism and Independence Towards Audit Judgment.
Journal Of Accounting Science, 2 (2).

Pratomo, Riski Setya. (2015). Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi,


Obyektivitas, Integritas, Kompetensi dan Akuntabilitas terhadap Kualitas
Hasil Audit (Studi Empiris pada Kantor Inspektorat Kota/Kabupaten
Subosukowonosraten). Naskah Publikasi. Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Primastuti, D &Suryandari, D. (2014). Pengaruh Time Budget Pressure terhadap


Kualitas Audit dengan Independesi sebagai Variabel Intervening (Studi
Kasus pada BPK RI Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta).
Accounting Analysis Journal, 3 (4).

Purnawati, A., & Adnyani, S. (2019). The Government Auditor Profesionalism


Determinan. AKRUAL: Jurnal Akuntansi, 10 (2).

53
Quenna, P., & Rohman, A. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Audit Aparat Inspektorat Kota/Kabupaten di Jawa Tengah.
Diponegoro Journal of Accounting.

Sholihah, Melati. (2010). Pengaruh Orientasi Etika, Kompetensi dan Independensi


Auditor terhadap Kualitas Audit (Studi pada Auditor di Kantor Akuntan
Publik Kota Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta). Skripsi.
Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

Sugiarmini, A., & Datrini, K. (2017). Pengaruh Skeptisme Profesional,


Independensi, Kompetensi, Etika dan Role Stress Auditor terhadap
Kualitas pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Bali. Jurnal KRISNA:
Kumpulan Riset Akuntansi; 9 (1).

Sukmawati, T. (2015). Pengaruh Kompetensi Auditor dalam Melakukan Audit


Judgment terrhadap Kualitas Audit. Skripsi. Semarang. Universitas
Diponegoro.

Sumiok., & Pontoh. (2013). Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap


Kualitas Audit Aparat Inspektorat dalam Pengawasan Keuangan Daerah di
Provinsi Sulawewi Utara. Jurnal Accountability, 2 (1).

Syarhayuti. (2016). Pengaruh Moral Reasoning, Skeptisme Profesional dan


Kecerdasan Spritual terhadap Kualitas Audit Pemerintahan dengan
Pengalaman Kerja Auditor sebagai Variabel Moderating. Skripsi.
Makassar. Universitas Islam Negeri Alauddin.

Wawo, B., Asni, N., & Nurnaluri, S. (2015). The influence of organizational
culture, ethical awareness and experience to ethical judgments auditor
through Professional commitment (Study at Inspectorate Sub-Province of
Bombana). The International Journal Of Engineering And Science (IJES),
4 (12).

Yoga, P., & Widhiyani, S. (2019). Pengaruh Skeptisme Profesional, Kompetensi


dan Independensi pada Kualitas Audit. E-Jurnal Akuntansi, 28.

Yusrizal & Surhati. (2019). Model for Enhancing Audit Quality Through
Profesional Disclosure, Competenceand Ethics of Internal Auditors in
BPKP Riau Province. COSTING:Journal of Economic, Business and
Accounting, 3 (1).

54

Anda mungkin juga menyukai