Anda di halaman 1dari 21

TUGAS 1

“STRATEGI PEMBELAJARAN”

ANDI FAUZIAH

(517024)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


1
(STKIP) MUHAMMADIYAH BONE

2020
TUGAS 1

Carilah 3 Model pembelajaran yang akan menggambarkan mengenai Pendekatan,


strategi dan metode yang digunakan. Kemudian Lengkapi bagian-bagian di bawah
ini.
PENDEKATAN

STRATEGI

METODE

MODEL

Kemudian lengkapi dengan penjelasan atau uraian lengkap pada: (a) Teori Belajar
(Landasan Psikologis), (b) Tujuan Pendekatan, (c) Prinsip-prinsip dan
Karakteristik, (d) Sintaks, (e) Keunggulan & Kelemahan.
Jawab:

1
PENDEKATAN
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada peserta didik (Student
Centered Approach)

Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa


(student centered approach), dimana pada pendekatan jenis ini guru
melakukan pendekatan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berperan aktif dalam proses pembelajaran. Sistem pembelajaran yang banyak
melibatkan peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Selama
pembelajaran guru hanya berperan sebagai fasilitator, pembimbing, dan
pemimpin (Ali, 2019:73). Kelebihan pendekatan ini yaitu peserta didik
memperoleh kebebasan yang bertanggungjawab dalam menentukan pengalaman
belajarnya dan memanfaatkan fasilitas yang ada. Selain itu kompetensi yang
dicapai luas dan mendalam serta tidak mudah dilupakan, karena siswa
menkontruksikan sendiri yang dipelajari dengan bimbingan dan arahan guru.
Sedangkan kelemahannya alokasi waktu yang kurang efisien dan guru tidak
dapat mengetahui kompetemnsi yang diharapkan, serta tuntutan silabus yang

2
sulit dipenuhi sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam kalender akademik.
STRATEGI
Strategi Pembelajaran Interaktif

Strategi pembelajaran interaktif merupakan suatu strategi yang merujuk


pada diskusi dan saling berbagi diantara peserta didik. Dikembangkan dalam
rentang pengelompokkan dan metode-metode interaktif. Misalnya diskusi
kelas, diskusi kelompok kecil atau pengerjaan tugas berkelompok, dan
kerja sama siswa secara berpasangan (Idris, 2019:85). Majid (2013:84)
mengemukakan bahwa pembelajaran interaktif dirancang untuk menjadikan
suasana belajar mengajar berpusat pada siswa agar aktif membangun
pengetahuannya melalui penyelidikan terhadap pertanyaan yang mereka
ajukkan sendiri.
METODE
Metode Diskusi

Metode diskusi merupakan metode pembelajaran yang mengarahkan


pembelajaran untuk berpusat pada siswa. Pencapaian kompetensi pada
mata pelajaran teori sering menggunakan metode diskusi supaya peserta didik
aktif dan memperoleh pengetahuan berdasarkan hasil temuannya sendiri.
Tujuan utama metode diskusi yaitu: (1) untuk menyelesaikan masalah dengan
baik, (2) menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan, (3)
menghargai pendapat orang lain, (4) melatih siswa berbicara di depan umum
dan mengeluarkan pendapatnya, dan (5) sebagai wadah yang tepat dalam
mengambil kesimpulan dan keputusan (Mustamin, 2019:183).
Menurut (Ali, Jehadus, & Fedi, 2019:294) bahwa metode diskusi adalah
suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada
para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan
ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau penyusunan
berbagai alternatif pemecahan atas sesuatu masalah. Beberapa keunggulan
metode diskusi untuk pembelajaran adalah:
a) Siswa dapat menguasai materi pelajaran secara bersama-sama.
b) Merangsang siswa untuk lebih kreatif menyumbangkan gagasan
dan ide-ide.
c) Melatih siswa membiasakan diri bertukar pikiran dalam

3
mengatasi setiap permasalahan.
d) Melatih siswa mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat
orang lain.
e) Menyajikan materi yang tidak bisa disajikan oleh metode lain.
Beberapa kelemahan metode diskusi untuk pembelajaran di sekolah
adalah:
a) Sering diskusi dikuasai oleh dua atau tiga orang siswa yang
pandai bicara.
b) Pembahasan dalam diskusi cenderung meluas, sehingga hasilnya
kabur.
c) Diskusi memerlukan waktu yang cukup panjang, sehingga tidak
sesuai dengan jadwal pelajaran yang ada.
d) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang
bersifat
emosional sehingga menimbulkan ketersinggungan antar siswa
yang menyebabkan terganggunya iklim pembelajaran.
e) Kadang-kadang guru tidak menguasai cara menyelenggarakan
diskusi
sehingga diskusi cenderung menjadi tanya jawab.
MODEL
NHT (Numbered Head Together)

Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berfikir


bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional (Muliandari, 2019:133). Numbered Head Together
(NHT) adalah suatu metode belajar berkelompok dan setiap siswa diberi nomor
kemudian guru memanggil nomor dari siswa secara acak. Numbered Head
Together (NHT) memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
NHT ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerjasama mereka. NHT ini bisadigunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik (Pahlevi, Damayani, & Kiswoyo,

4
2019:10).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif struktural khusus
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dalam
memperoleh materi yang tercangkup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran.
(a) Teori Belajar
Teori yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori
konstruktivisme, seperti yang diungkapkan oleh (Urfany, Afifah, &
Nuryani, 2020:111), bahwa pembelajaran yang bernaung dalam teori
konstuktivisme adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya
dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut
dengan bantuan orang lain, sehingga teori ini memberikan keaktifan
terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri. Teori pembelajaran konstruktivisme
berpendapat bahwa orang menghasilkan pengetahuan dan membentuk
makna berdasarkan pengalaman mereka. Dalam konstruktivisme,
pembelajaran direpresentasikan sebagai proses konstruktif di mana pelajar
membangun ilustrasi internal pengetahuan, interpretasi pengalaman
pribadi. Pengajaran konstruktivisme didasarkan pada pembelajaran yang
terjadi melalui keterlibatan aktif siswa dalam konstruksi makna dan
pengetahuan (Sugrah, 2019:121).
Model pembelajaran kooperatif yang dilakukan dalam kelompok
kecil tersebut menjadikan siswa belajar mandiri dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya. Guru hanya bertugas untuk membimbing dan

5
memfasilitasi siswa, sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran
kooperatif berpusat pada siswa (student centered). Manfaat dari
pembelajaran tersebut yaitu siswa dapat berinteraksi dengan teman-teman
dalam kelompoknya serta mendorong siswa agar bernai mengemukakan
pendapatnya.
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yaitu NHT (Numbered
Head Together). Pembelajaran NHT (Numbered Head Together) pertama
kali dikembangkan oleh Spencer Kagan yang bertujuan untuk melibatkan
lebih banyak siswa dalam menelaah materi pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
(b) Tujuan Model Pembelajaran NHT
Model pembelajaran NHT dalam penerapannya mempunyai beberapa
tujuan. Menurut Jelatu, Amul, Jeramat, & Jundu, (2019:13) mengemukakan
tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan
tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural: Bertujuan untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman: Bertujuan agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan sosial: Bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa.
(c) Karakteristik
Menurut Syamsu, (2018:85) karakteristik pembelajaran Number Head
Together, yaitu :
1. Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok ini diperoleh jika
kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan.
2. Pertanggung jawaban individu, pertanggungjawaban ini
menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling
membentu dalam belajar.
3. Kesempatan yang sama untuk berhasil, setiap siswa baik yang
berprestasi rendah atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan
yang terbaik bagi kelompoknya.

6
(d) Sintaks
Menurut Mulyono & Setyo, (2019:116) tipe NHT (Numbered Head
Together) adalah salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan
langkah sebagai berikut:
1. Mengarahkan.
2. Membuat kelompok heterogen dan tiap siswa, memiliki nomer tertentu.
3. Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok
sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor
siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama
4. Mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan nomor siswa yang
sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas.
5. Mengadakan kuis individual dan membuat skor
perkembangan tiap siswa.
6. Mengumumkan hasil kuis dan memberikan reward.
Menurut Muliandari, (2019:134) sebagai pengganti pertanyaan langsung
kepada seluruh kelas, guru menggunakan 4 langkah struktur Number Heads
Together yaitu :
1. Langkah -1 : Penomoran; Guru membagi siswa ke dalam kelompok
beranggotakan 3 sampai 5 orang secara heterogen dan kepada setiap
anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.
2. Langkah -2 : Pengajuan pertanyaan; Guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dan spesifik
dalam bentuk kalimat tanya.
3. Langkah -3 : Berpikir Bersama Siswa menyatakan pendapat terhadap
jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya
mengetahui jawaban tersebut.
4. Langkah -4 : Pemberian Jawaban; Guru menyebut nomor tertentu
kemudian siswa yang nomornya dipanggil mengacungkan tangannya
dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
(e) Kelebihan dan Kelemahan NHT
Menurut Pahlevi et al., (2019:11)pembelajaran kooperatif tipe
NHT mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

7
1) Kelebihan
a) Setiap siswa dalam belajar menjadi siap semua.
b) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
c) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
2) Kelemahan
a) Kemungkinan nomor yang sudah dipanggil, dipanggil lagi oleh
guru.
b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Dari kelebihan dan kelemahan di atas dapat disimpulkan bahwa
NHT tidak cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena
membutuhkan waktu yang lama, namun proses pembelajaran siswa
tidak hanya sekedar paham dengan konsep yang diberikan, tetapi juga
memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya.
Siswa juga belajar untuk mengemukakan pendapat dan menghargai teman.

2
PENDEKATAN
Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum, dan
prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalis data, menarik kesimpulan dan mengkomuniksikan konsep,
hukum, atau prinsip yang ditemukan. Diharapkan dalam pembelajaran
saintifik ini, dapat mendorong peserta didik agar lebih aktif dalam
mencari tahu berbagai sumber informasi dengan melalui kegiatan
observasi, sehingga bukan sekedar dari apa yang sudah diberi tahu oleh guru.
STRATEGI
Strategi Heuristik
Strategi heuristik merupakan strategi pembelajaran yang menghendaki siswa
untuk terlibat aktif dalam proses pengolahan pesan-pesan belajar (tujuan
pembelajaran). Strategi ini lebih berpusat pada siswa (student centre) dan

8
bertujun untuk mengembangkan kemampuan intelektual, berpikir kritis, dan
memecahan masalah para siswa (Akyuninah, 2017:55).
Dalam staretgi heuristik, peranan guru adalah: menciptakan suasana
berpikir sehingga murid berani bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan
masalah, sebagai fasilitator dalam pemebelajaran dan penelitian, sebagai rekan
diskusi siswa dalam klasifikasi dan pencarian alternatif pemecahan pemecahan
masalah, dan sebagai pembimbing penelitian, pendorong keberanian berpikir
alternatif dalam pemecahan masalah. Sementara peranan siswa adalah
mengambil prakarsa dalam pencarian masalah dan pemecahan masalah, pelaku
aktif dalam belajar melakukan penelitian, penjelajah tentang masalah dan
metode pemecahan masalah, serta penemuan pemecahan masalah (Putra,
Purwanti, & Khoiriyah, 2018:40).
METODE
Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok adalah cara pembelajaran dimana siswa
dalam kelas dibagi dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompok
dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditetapkan untuk diselesaikan secara bersama-sama. Pada
umumnya materi pelajaran yang harus dikerjakan secara bersama-sama dalam
kelompok itu diberikan atau disiapkan oleh guru (Hamzah, 2019:25).
Materi itu harus cukup kompleks isinya dan cukup luas ruang lingkupnya
sehingga dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang cukup memadai bagi
setiap kelompok. Materi hendaknya membutuhkan bahan dan informasi
dari berbagai sumber untuk pemecahannya. Masalah yang bisa
diselesaikan hanya dengan membaca satu sumber saja tentu tidak cocok
untuk ditangani melalui kerja kelompok. Kelompok dapat dibentuk
berdasarkan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, perbedaan
bakat dan minat belajar, jenis kegiatan, materi pelajaran, dan tujuan yang
ingin dicapai. Berdasarkan tugas yang harus diselesaikan, siswa dapat
dibagi atas kelompok paralel yaitu setiap kelompok menyelesaikan tugas
yang sama, dan kelompok komplementer dimana setiap kelompok berbeda-
beda tugas yang harus diselesaikan.

9
b. Tujuan
Metode kerja kelompok yang digunakan dalam suatu strategi
pembelajaran bertujuan untuk :
1) Memecahkan masalah pembelajaran melalui proses kelompok
2) Mengembangkan kemampuan bekerjasama di dalam kelompok
MODEL
Make a Macth
Menurut Lesta, (2019:36) Make a macth merupakan model pembelajaran
kooperatif yang menggunakan kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu
berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
(a) Teori Belajar
Teori yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori
konstruktivisme, seperti yang diungkapkan oleh (Urfany, Afifah, &
Nuryani, 2020:111), bahwa pembelajaran yang bernaung dalam teori
konstuktivisme adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Teori pembelajaran konstruktivisme berpendapat bahwa orang
menghasilkan pengetahuan dan membentuk makna berdasarkan
pengalaman mereka. Dalam konstruktivisme, pembelajaran
direpresentasikan sebagai proses konstruktif di mana pelajar membangun
ilustrasi internal pengetahuan, interpretasi pengalaman pribadi. Pengajaran
konstruktivisme didasarkan pada pembelajaran yang terjadi melalui
keterlibatan aktif siswa dalam konstruksi makna dan pengetahuan (Sugrah,
2019:121).
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yaitu Make a Match, yakni
bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari
empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen.

10
(b) Tujuan model pembelajran Make a Match
Tujuan dari pembelajaran dengan model Make a Match adalah untuk
melatih peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya
terhadap suatu materi pokok. Menurut Sukhairi, (2019:10) menyatakan
bahwa siswa dilatih berpikir cepat dan menghafal cepat sambil
mengananalisis dan berinteraksi sosial. Lesta, (2019:37) menyatakan
bahwa tujuan model pembelajaran Make a Match yaitu menciptakan
hubungan baik antara guru dengan siswa, dengan cara mengajak siswa
bersenang-senang sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
(c) Karakteristik model pembelajaran Make a Match
Menurut Wiyanti, (2019:4) menyatakan bahwa karakteristik model
pembelajaran Make a Match yaitu:
1. Mengajak siswa bermain sambil belajar
2. Membuat siswa menjadi aktif, kreatif dan inovatif
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan
teman-temannya dan meningkatkan motivasi belajar siswa
(d) Sintaks model pembelajaran Make A Macth
Menurut Sukhairi, (2019:12) langkah-langkah pembelajaran pada
pembelajaran make a macth sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau
topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal
dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.
3. Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu
yang dipegang.
4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu
yang cocok dengan kartunya (jawaban soal).
5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokan kartuya sebelum
batas waktu diberi point.
6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7. Kesimpulan.

11
(e) Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe make a macth ini yaitu
siswa mencari pasangan sambil belajar mengennai suatu konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan. Dan tekhnik ini bisa digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe make a macth
ini yaitu tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai
pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban, maupun penilai
mengetahui dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan-
jawaban yang mereka pasangkan sudah cocok. Demikian halnya bagi
peserta didik kelompok penilai. Mereka juga belum mengetahui pasti
apakah penilaian mereka benar atas pasangan pertanyaan-jawaban
(Wuryaningsih, 2019:48)

3
PENDEKATAN
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada peserta didik (Student
Centered Approach)

Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa


(student centered approach), dimana pada pendekatan jenis ini guru
melakukan pendekatan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berperan aktif dalam proses pembelajaran. Sistem pembelajaran yang banyak
melibatkan peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Selama
pembelajaran guru hanya berperan sebagai fasilitator, pembimbing, dan
pemimpin (Ali, 2019:73). Kelebihan pendekatan ini yaitu peserta didik
memperoleh kebebasan yang bertanggungjawab dalam menentukan
pengalaman belajarnya dan memanfaatkan fasilitas yang ada. Selain itu
kompetensi yang dicapai luas dan mendalam serta tidak mudah dilupakan,
karena siswa menkontruksikan sendiri yang dipelajari dengan bimbingan dan
arahan guru. Sedangkan kelemahannya alokasi waktu yang kurang efisien dan
guru tidak dapat mengetahui kompetemnsi yang diharapkan, serta tuntutan
silabus yang sulit dipenuhi sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam
kalender akademik.

12
STRATEGI
Strategi pembelajaran kontekstual (CTL)
Strategi pembelajaran kontekstual (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang di pelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Huda, Hikmawati, & Kosim,
2019:63)
METODE
Metode Discovery Learning
Menurut (Mardiani, Dewi, Zahara, & Handoko, 2019:67) Discovery
Learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri. Dalam sistem
belajar mengajar ini guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak
berbentuk final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan
menemukan sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan
masalah. Dengan menggunakan metode discovery learning ini diharapkan siswa
dapat menemukan fakta melalui pengalaman–pengalamannya dan
meningkatkan penalaran logis siswa.
MODEL
Model pembelajaran SAVI
Model pembelajaran SAVI lebih berorientasi pada peserta
didik yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan
melibatkan semua indera sehingga akan berpengaruh besar pada
pembelajaran. Model pembelajaran SAVI adalah metode pembelajaran
yang melibatkan seluruh anggota tubuh dari gerakan tubuh,
pendengaran, kemampuan membayangkan, dan mampu bersifat
cendikia atau berkait dengan kemampuan merenungkan, merumuskan,
dan menghubungkan dengan memfungsikan pikiran secara baik dan
benar (Saraswati & Maulana, 2019:64).
Metode atau model pembelajaran yang melibatkan seluruh anggota
tubuh untuk digunakan dalam menyambungkan pikiran dan gerakan
secara baik dan benar. Dave Meier (Anas & Syafitri, 2019:39-40) menyajikan
suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam
proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal

13
dengan model SAVI, yaitu Somatic (belajar dengan bergerak dan berbuat),
Audiotory (Belajar dengan berbicara dan mendengar), Visual (Belajar
dengan mengamati dan menggambarkan)dan Intellectual (belajar dengan
merenung, berpikir dan menyelesaikan masalah). Model pembelajaran SAVI
merupakan cara belajar alami karena melibatkan kelima indra yang kita
miliki. Adapun model pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan
dikelompokkan dalam empat tahap.
(a) Teori Belajar
Teori yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori
konstruktivisme, seperti yang diungkapkan oleh (Urfany, Afifah, &
Nuryani, 2020:111), bahwa pembelajaran yang bernaung dalam teori
konstuktivisme adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya
dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut
dengan bantuan orang lain, sehingga teori ini memberikan keaktifan
terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri. Teori pembelajaran konstruktivisme
berpendapat bahwa orang menghasilkan pengetahuan dan membentuk
makna berdasarkan pengalaman mereka. Dalam konstruktivisme,
pembelajaran direpresentasikan sebagai proses konstruktif di mana pelajar
membangun ilustrasi internal pengetahuan, interpretasi pengalaman
pribadi. Pengajaran konstruktivisme didasarkan pada pembelajaran yang
terjadi melalui keterlibatan aktif siswa dalam konstruksi makna dan
pengetahuan (Sugrah, 2019:121).
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran
SAVI lebih berorientasi pada peserta didik yang menggabungkan

14
gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan melibatkan semua indera
sehingga akan berpengaruh besar pada pembelajaran.
(b) Prinsip-prinsip model pembelajaran SAVI
Dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Acclerated
Learning, maka prinsipnya juga sejalan dengan Acclerated Learning. Meier
(Rahmawati, 2017:22) mengajukan sejumlah prinsip pokok dengn
menggunkan SAVI, yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
2. Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkomsumsi
3. Kerja sama membantu proses pembelajaran
4. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara
simultan
5. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan
umpan balik
6. Emosi positif sangat membantu pembelajaran
7. Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis
(c) Karakteristik Model Pembelajaran SAVI
Menurut Puspitasari, Purnanto, & Hermahayu, (2018:142) karakteristik
pembelajaran SAVI sebagai berikut :
1. Somatic
Somatic berasal dari bahasa Yunani yakni soma yang artinya tubuh
(dalam prikosomatik) ini menunjukan taktil, kinestetik pebelajaran langsung
serta menggunakan dan menggerakan tubuh anda saat belajar. Karakteristik
orang kinestetik : a) Berbicara denga perlahan, b) Menanggapi perhatian
fisik, c) Menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka, d) Berdiri
dekat ketika berbicara dengan orang, e) Selalu berorientasi pada fisik dan
banyak gerak, f) Mempunyai perkembagan awal otot-otot yang besar, g)
Belajar melalui manipulasi dan praktik h) Menghafal dengan cara berjalan
dan melihat, i) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca, j)
Banyak menggunakan isyarat tubuh, k) Tidak dapat duduk diam untuk
waktu yang lama.
2. Auditory

15
Menurut Meier pendengaran kita sangat kuat dari yang kita sadari,
bahkan telingan kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi
bahkan tanpa kesadaran kita. Orang-orang terdahulu biasa mentransfer ilmu
dan informasi melalui auditorial sebebelum adanya kemajuan zaman seperti
sekarang sekarang. Peserta didik dengan pendengaran yang kuat akan belajar
menggunakan suara, dialog, membaca keras, mendengarkan, mengingat, dan
mengulangi suara dikepala mereka. Karakteristik orang auditory: a)
Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja, b) Mudah terganggu oleh
keributan, c) Menggerakan bibir mereka dan mengucapkan tulisan dibuku
ketika membaca, d) Sennag membacca dengan keras dan mendengarkan, e)
Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara, f)
Merasa kesulitan utnuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita, g) Berbicara
dalam irama yang terpola, h) Biasanya pembicara yang fasih, i) Lebih suka
music daripada seni, j) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa
yang didiskusikan dari pada yang dilihat, k) Suka berbicara, suka berdiskusi,
dan menjelaskan sesuatu panjang lebar
3. Visual
Menurut Meirer ketajaman visual didalam otak manusia berdasarkan
ilmuwan saraf menyatakan bahwa 90% masukan indra otak berdasarkan
masukan citra visual. Didalam otak lebih banyak perangkat untuk
menangkap informasi berupa visual. Dalam hal pembelajaran siswa yang
belajar secara visual akan lebih mudah dalam memahami suatu pelajaran.
Karakteristik orang visual : a) Rapi dan teratur b) Berbicara dengan cepat c)
Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik d) Teliti terhadap detail e)
Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi f)
Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka g) Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar h)
Mengingat dengan asosiasi visual i) Biasanya terganggu oleh keributan j)
Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis,
dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

4. Intelektual

16
Menurut Meier kata “intelektual” menjelaskan mengenai apa yang
peserta didik lakukan didalam pikirannya untuk merefleksikan pengalaman
dan menciptakan makna. Proses ini merupakan bagian yang mencerminkan,
menciptakan, memecahkan masalah.39 Karakteristik Intelektual: a)
Memecahkan masalah b) Menganalisis pengalaman c) Mengerjakan
perencanaan strategis d) Mencari dan menyaring informasi e) Merumuskan
pertanyaan f) Menerapkan gagasan-gagasan baru
(d) Sintaks Model Pembelajaran SAVI
Menurut Nurfitriyanti, (2018:5) langkah-langkah model pembelajaran
SAVI, yaitu:
1. Tahap Persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada tahap ini pendidik membangkitkan minat peserta didik
memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan
datang dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar
2. Tahap Penyampaian (kegiatan inti)
Pada tahap ini pendidik hendaknya membantu peserta didik
menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik,
menyenangkaan, relevan, melibatkan pancaindera, dan cocok untuk
semua gaya belajar.
3. Tahap Pelatihan (kegiatan inti)
Pada tahap ini pendidik hendaknya membantu peserta didik
mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru
dengan berbagai cara.
4. Tahap Penampilan Hasil (kegiatan penutup)
Pada tahap ini pendidik hendaknya membantu peserta didik
menerapkan dan memperluas pengetahuan atau
keterampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil belajar akan
melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat.
(e) Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran SAVI
Kelebihan model pembelajaran SAVI menurut Sudarwanti & Harini,
(2018:92) antara lain:
1. Membangkitkan kecerdasan terpadu peserta didik secara

17
penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas
intelektual.
2. Memupuk kerja sama karena peserta didik yang lebih pandai
diharapkan dapat membantu yang kurang pandai.
3. Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik, dan juga
belajar secara efektif.
4. Mampu membangkitkan kreativitas dan meningkatkan
kemampuan psikomotorik peserta didik.
5. Merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar.
Kekurangan model pembelajaran SAVI menurut Sudarwanti & Harini,
(2018:92) antara lain:
1. Pendekatan ini menuntut adanya pendidik yang sempurna
sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI
secara utuh.
2. Karena peserta didik terbiasa diberi informasi terlebih dahulu
sehingga kesulitan menemukan gagasannya sendiri.
3. Membutuhkan waktu yang lama terutama bila peserta didik memiliki
kemampuan lemah.
4. Pendekatan ini tidak dapat diterapkan untuk semua materi dalam
pembelajaran matematika.

18
DAFTAR PUSTAKA

Akyuninah, U. D. (2017). Pengaruh Strategi Heuristic Vee terhadap Kemampuan


Disposisi Matematis pada Materi. INSPIRAMATIKA:Jurnal Inovasi
Pendidikan Dan Pembelajaran Matematika, 3(1), 53–62.
Ali, F. A., Jehadus, E., & Fedi, S. (2019). Pengembangan Metode Diskusi
Bermuatan Presentasi Sistem Rotasi pada Mata Kuliah Trigonometri.
Journal of Medives : Journal of Mathematics Education IKIP Veteran
Semarang, 3(2), 293–305, https://doi.org/10.31331/medivesveteran.v.
Ali, S. S. (2019). Problem Based Learning: A Student-Centered Approach.
English Language Teaching, 12(5), 73. https://doi.org/10.5539/elt.v12n5p73
Anas, N., & Syafitri, K. (2019). Pengaruh Model Savi (Somatic, Auditory, Visual
Intellectual) Terhadap Hasil Belajar. NIZHAMIYAH, 9(1), 37–47.
Huda, N., Hikmawati, & Kosim. (2019). Pengaruh Pendekatan Kontekstual
Berbantuan Alat Peraga Terhadap Penguasaan Konsep Dan Kemampuan
Pemecahan Masalah Fisika. J. Pijar MIPA, 14(1), 62–72, DOI:
10.29303/jpm.v14i1.958. https://doi.org/10.29303/jpm.v14i1.958
Idris. (2019). Penerapan Strategi Pembelajaran Interaktif dalam Meningkatkan
Hasil Belajar IPA di Kelas VI SD. JIP: Jurnal Ilmiah PGMI, 5(1), 84–94.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Jelatu, S., Amul, M. I., Jeramat, E., & Jundu, R. (2019). Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap Kemampuan
Penalaran Matematika. JPMI (Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia),
4(1), 12–17. https://doi.org/10.26737/jpmi.v4i1.869
Lesta, R. (2019). Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia melalui Pendekatan
Metode Inkuiri Model Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas V SD
Negeri 008 Pulau Lancang. GERAM (GERAKAN AKTIF MENULIS), 7(1),
33–42. https://doi.org/10.25299/geram.2019.vol7(1).2645
Mardiani, S., Dewi, P., Zahara, R., Handoko, S., (2019). Penerapan Metode
Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Logis
Peserta Didik. JP2EA: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Ekonomi
Akuntansi, 5(1), 64–73.
Muliandari, P. T. V. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Head Together) terhadap Hasil Belajar Matematika.
International Journal of Elementary Education, 3(2), 132–140.
https://doi.org/10.22202/jl.2017.v3i1.1902
Mulyono, M., & Setyo, A. A. (2019). Komparasi Keefektifan antara model
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan tipe Snowball Throwing dalam
Pembelajaran Geometri Analitik. E-Journal Qalam : Jurnal Ilmu
Kependidikan, 7(2), 115. https://doi.org/10.33506/jq.v7i2.373
Mustamin, S. H. (2019). Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Melalui

19
Metode Diskusi Pada Siswa Kelas VII MTs N 1 Makasar. Lentera
Pendidikan, 22(1), 180–192.
Nurfitriyanti, M. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran SAVI terhadap
Pemahaman Konsep Matematika Melalui Berpikir Kreatif. Jurnal
MathEducation Nusantara, 1(2), 1–11.
Pahlevi, A., Damayani, A. T., & Kiswoyo. (2019). Keefektifan Model
Pembelajaran Number Head Together (NHT) Berbantu Media Puzzle
terhadap Hasil Belajar Matematika. International Journal of Elementary
Education., 3(1), 9–15.
Puspitasari, A., Purnanto, A. W., & Hermahayu, H. (2018). Pengaruh Model
Pembelajaran Savi (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectual) Dengan
Media Hide Dan Seek Puzzle Terhadap Hasil Belajar Ipa. Edukasi: Jurnal
Pendidikan, 10(2), 137–148. https://doi.org/10.31603/edukasi.v10i2.2545
Putra, L. V., Purwanti, K. Y., & Khoiriyah, I. S. A. (2018). Pembelajaran
Matematika Model Tutor Sebaya dengan Strategi Heuristik Vee.
JANACITTA : Journal of Primary and Children’s Education, 1(2), 38–44.
Rahmawati, N. K. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Matematika
Menggunakan Model Savi dan Vak pada Materi Himpunan terhadap Prestasi
Belajar Siswa Kelas VII. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 5(2), 21–24.
Saraswati, & Maulana, N. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran SAVI
(Somantik, Auditori, Visual Dan Intelektual) Terhadap Kemampuan Menulis
Karangan Argumentasi Siswa SMA. MENDIDIK: Jurnal Kajian Pendidikan
Dan Pengajaran, 5(1), 62–70.
Sudarwanti, S., & Harini, E. (2018). Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran
Tai Dibanding Dengan Model Pembelajaran Savi Terhadap Hasil Belajar
Matematika. UNION: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 6(1), 91–98.
https://doi.org/10.30738/.v6i1.2012
Sugrah, N. (2019). Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam
Pembelajaran Sains. Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 19(2),
121–138. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Sukhairi. (2019). Operasi Hitung Perkalian dan Pembagian melalui Model
Pembelajaran Make A Macht di Kelas III Semester 1 SD Negeri
Kedungsugih 01 Kecamatan Pagerbarang Kabupaten Tegal. Dialektika P.
Matematika, 6(1), 9–17.
Syamsu, F. D. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered
Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata
Pelajaran IPA Materi Sifat Sifat Benda Kelas III SD Negeri Suak Pandan
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. BIOnatural, 5(1), 83–92.
Urfany, N., Afifah, A., & Nuryani, N. (2020). Teori Konstruktivistivisme dalam
Pembelajaran. Pandawa : Jurnal Pendidikan Dan Dakwah, 2(1), 109–116.
Wiyanti, S. (2019). Pokok Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Sampai 20

20
melalui Model Pembelajaran Make A Macht Dikelas I Semester I SDN
Jatiwangi 02 Kecamatan Pagerbarang Kabupaten Tegal. Dialektika P.
Matematika, 6(1), 1–8.
Wuryaningsih, S. (2019). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Menentukan
Nilai FPB dan KPK Dua Bilangan atau Lebih Mengunakan Metode Make A
Macht pada Mata Pelajaran Matematika Kelas VI Semester 1 SDN Pesarean
01 Tahun Pelajaran 2017/2018. Dialektika P. Matematika, 6(1), 47–54.

21

Anda mungkin juga menyukai