Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Latar Belakang

Remaja dapat menjadi aset potensi bagi suatu negara di masa depan apabila negara
dan masyarakat bisa menjamin agar seluruh remaja di suatu negara memiliki kesehatan yang
baik, tumbuh dan berkembang dengan baik, dan terbebas dari berbagai macam permasalahan
yang mengancam. Untuk mewujudkan remaja yang sehat, tangguh, tumbuh dan berkembang
dengan baik, produktif serta mampu bersaing, tentunya diperlukan upaya-upaya untuk
meningkatkan dan membina kesehatan remaja yang melibatkan semua pihak termasuk orang
tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Selain untuk meningkatkan kualitas remaja, saat
ini juga masih terdapat banyak masalah kesehatan pada remaja. Hal ini juga tentunya harus
mendapat perhatian dan solusi untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Salah satu upaya
yang dilakukan pemerintah yang dimotori oleh Kementerian Kesehatan RI adalah
memperkenalkan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang diadopsi dari WHO
sejak tahun 2003 yang berbasis di Puskesmas.
Program PKPR merupakan model pelayanan kesehatan baik fisik maupun mental
dengan prinsip dapat terakses oleh semua golongan remaja, menyenangkan, menerima remaja
dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan
terkait dengan kesehatan, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan. Jenis kegiatan
dalam PKPR adalah pemberian informasi dan edukasi, pelayanan klinis medis termasuk
pemeriksaan penunjang, konseling, pendidikan keterampilan hidup sehat, pelatihan Peer
Counselor/Konselor sebaya dan pelayanan rujukan sosial dan medis.
Remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah penduduk yang berusia
10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2014, remaja adalah penduduk yang berusia 10-18 tahun, dan menurut Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana (BKKBN) remaja adalah penduduk yang berusia 10-24 tahun dan
belum menikah (InfoDATIN Reproduksi Remaja, 2019).
Berdasarkan proyeksi penduduk 2010-2035 jumlah penduduk di Indonesia akan
mencapai 271,07 juta jiwa pada 2020 (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan
Pusat Statistik, 2013) dan 45,1 juta jiwa diantaranya adalah remaja pada tahun 2019 (Badan
Pusat Statistik, 2019).
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju masa dewasa, dimana
anak-anak mengalami pertumbuhan cepat disegala bidang. Remaja tidak lagi anak-anak baik
bentuk jasmani, sikap, cara berpikir, dan bertindak, tetapi tidak pula orang dewasa yang telah
matang (Zakiah Drajat, 2016). Remaja yang merupakan masa peralihan atau transisi
perkembangan mental, fisik, dan reproduksi manusia itu dapat berdampak pada status
kesehatan (SDKI KRR, 2017). Dampak ini diantaranya ialah perilaku merokok, minum
minuman beralkohol, seks pranikah, kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi,
penyalahgunaan NAPZA, HIV/AIDS, dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
Hasil Survei Demografi Dan Kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI KRR, 2017)
menunjukkan bahwa persentase pria belum kawin 15-19 tahun yang mulai merokok sebelum
berumur 15 tahun, meningkat dari 52% pada tahun 2007, menjadi 57% pada tahun 2017.
Sama seperti perilaku merokok, kenaikan persentase juga terjadi pada perilaku minum
minuman beralkohol. Dalam sepuluh tahun terakhir, persentase wanita yang pertama kali
minum alkohol pada umur kurang dari 14 meningkat dari 10% pada tahun 2007, menjadi
17% pada tahun 2017, kenaikan persentase ini juga terjadi pada pria yaitu dari 9% pada tahun
2007 menjadi 11% pada tahun 2017 (SDKI KRR, 2017).
Kenaikan persentase juga terjadi pada perilaku umur pertama kali berhubungan
seksual pada usia 15-19 tahun, yaitu meningkat dari 59% pada tahun 2012 menjadi 74% pada
tahun 2017. Hal ini juga terjadi pada perubahan umur terbanyak pada usia 18-19 menjadi
usia 17-18 sebagai umur terbanyak pertama kali berhubungan seksual (SDKI, 2017).
SDKI Kesehatan Reproduksi Remaja (2017) juga menunjukkan pada wanita belum
kawin, 16,4% dari 74 responden dan pada pasangan pria belum kawin 7,4% dari 279
responden pernah mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD). Sementara itu, 77% pria
dan 75% wanita remaja mengetahui informasi tentang HIV/AIDS dari sekolah atau guru,
50% pria dan 54% wanita mengetahui dari TV, sedangkan hanya 8% pria dan 12% wanita
remaja mengetahui dari petugas kesehatan.
Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan pada kelompok umur 15-19 mengalami kenaikan
persentase yaitu 1,12% pada tahun 2015 menjadi 1,51% pada tahun 2016 dan 1,73% pada
tahun 2017 (Ditjen P2P (SIHA), 2017).
Dari berbagai permasalahan kesehatan yang terjadi pada remaja, sangat dibutuhkan
implementasi program PKPR di puskesmas agar dapat menanggulangi permasalahan tersebut.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang
kesehatan reproduksi dan perilaku hidup sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas bagi remaja (Kementerian Kesehatan, 2016).
Kementerian Kesehatan RI merancang pedoman Standar Nasional PKPR (SN PKPR)
pada tahun 2009 lalu disosialisasikan pada tahun 2010 dan dilakukan uji coba kelayakan pada
tahun 2012. Kementerian Kesehatan RI menetapkan 5 standar dalam SN PKPR yaitu Sumber
Daya Manusia (SDM), fasilitas kesehatan, remaja, jejaring, dan manajemen kesehatan. SN
PKPR dapat digunakan sebagai panduan dalam menentukan kategori kemampuan Puskesmas
dalam melaksanakan PKPR (paripurna, optimal, atau minimal), serta menjadi alat evaluasi
untuk mengetahui kelemahan serta pendukung pelaksanaan PKPR.
Hingga akhir tahun 2014 terdapat 81,9% kabupaten/kota yang memiliki minimal 4
puskesmas PKPR dan 2.999 dari 9.731 puskesmas (31%) yang mampu melaksanakan PKPR.
Cakupan kabupaten/kota yang mampu melaksanakan PKPR terus meningkat, namun masih
dibawah target yaitu 90% pada akhir tahun 2014. Pada akhir tahun 2019, ditargetkan 45%
puskesmas di Indonesia telah menyelenggarakan program PKPR (InfoDATIN Reproduksi
Remaja, 2019).
Di Sumatera Utara, capaian cakupan puskesmas menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja tahun 2018 menunjukkan bahwa dari 580 jumlah puskesmas, hanya 290
puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Tiga kabupaten/kota
yang paling banyak puskesmasnya melakukan pelayanan kesehatan remaja yaitu Deli
Serdang sebanyak 34 puskesmas (100%), Mandailing Natal sebanyak 26 puskesmas (100%)
dan Serdang Bedagai sebanyak 20 puskesmas (100%). Sedangkan kabupaten/kota yang tidak
ada sama sekali puskesmasnya yang sudah melakukan program PKPR yaitu Binjai, Nias
Utara dan Nias Selatan (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2018).
Kota Binjai memiliki 8 puskesmas, yaitu Puskesmas Binjai Kota, Puskesmas
Rambung, Puskesmas Kebun Lada, Puskesmas Tanah Tinggi, Puskesmas H. Hasan,
Puskesmas Binjai Estate, Puskesmas Jati Makmur, dan Puskesmas Bandar Sinembah (Kota
Binjai Dalam Angka 2019). Namun, belum ada satupun puskesmas yang melaksanakan
program PKPR. Padahal, di Kota Binjai jumlah rokok(batang) yang dihisap perminggu oleh
penduduk berumur 5-17 tahun sebulan terakhir menunjukkan 75,83% sebanyak 7-20
rokok(batang) dan 24,19% sebanyak 36-70 rokok(batang) (Profil Anak Sumatera Utara,
2018). Hal ini menunjukkan bahwa program PKPR seharusnya diimplementasikan di
puskesmas Kota Binjai mengingat terdapat masalah kesehatan remaja disana.
Belum adanya puskesmas di Kota Binjai yang mengimplementasikan program PKPR
dapat disebabkan oleh beberapa kendala, diantaranya adalah petugas puskesmas yang belum
mendapat pelatihan tentang PKPR, tidak tersedia anggaran yang mendukung untuk
mengimplementasikan program PKPR, kurangnya fasilitas untuk mendukung implementasi
program PKPR seperti tidak adanya ruangan khusus untuk melakukan konsultasi atau buku-
buku kespro, banyaknya program lain yang harus dijalankan puskesmas sehingga kurang
dapat fokus pada program PKPR, dan kurangnya sosialisasi tentang program PKPR sehingga
baik remaja maupun petugas puskesmas tidak tahu akan adanya program ini.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Friskarini dan Manalu (2016)
mengenai implementasi program PKPR di tingkat puskesmas DKI Jakarta, didapatkan bahwa
pelaksanaan program PKPR di puskesmas DKI Jakarta tidak berjalan maksimal karena
adanya beberapa hambatan, seperti: 1) jumlah dan jenis SDM sangat kurang karena mutasi;
2) berhadapan dengan orangtua dengan emosi tinggi pada masalah remaja; 3) belum semua
sekolah mau bekerjasama dalam melaksanakan PKPR; 4) tidak ada ruangan tersendiri
sehingga sulit melakukan pelayanan terutama dalam pelaksanaan konseling(tidak
konsentrasi); 5) banyaknya pekerjaan sehingga kurang dapat fokus pada PKPR; 6) masih
banyak remaja yang belum mengetahui tentang program pelayanan khususnya para remaja
yang ada di puskesmas; dan 7) keterbatasan dana untuk penyelenggaraan kegiatan PKPR di
beberapa puskesmas akhirnya melakukan penarikan biaya untuk melakukan konsultasi.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fani (2016) tentang faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan program PKPR di puskesmas Kabupaten Gunung
Kidul, didapatkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh yaitu komunikasi, staf, informasi,
fasilitas, disposisi, penerapan SOP, dan fragmentasi.
Berdasarkan dari latar belakang diatas penulis mengangkat bahasan penelitian dengan
judul : “Implementasi dan Determinan Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) di Puskesmas Kota Binjai Tahun 2021”

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi program PKPR menurut standar SDM Kesehatan di puskesmas
Kota Binjai tahun 2021?
2. Bagaimana implementasi program PKPR menurut standar fasilitas kesehatan di
puskesmas Kota Binjai tahun 2021?
3. Bagaimana implementasi program PKPR menurut standar remaja di puskesmas Kota
Binjai tahun 2021?
4. Bagaimana implementasi program PKPR menurut standar jejaring di puskesmas Kota
Binjai tahun 2021?
5. Bagaimana implementasi program PKPR menurut standar manajemen kesehatan di
puskesmas Kota Binjai tahun 2021?
6. Apa saja yang menjadi determinan pelaksanaan program PKPR di Puskesmas Kota Binjai
tahun 2021?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum. Tujuan dilakukannya program PKPR di puskesmas adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan
perilaku hidup sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi remaja.
Tujuan Khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengeksplorasi implementasi program PKPR menurut standar SDM
Kesehatan.
2. Untuk mengeksplorasi implementasi program PKPR menurut standar fasilitas
kesehatan.
3. Untuk mengeksplorasi implementasi program PKPR menurut standar remaja.
4. Untuk mengeksplorasi implementasi program PKPR menurut standar jejaring.
5. Untuk mengeksplorasi implementasi program PKPR menurut standar manajemen
kesehatan.
6. Untuk mengeksplorasi determinan pelaksanaan program Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja di Puskesmas Kota Binjai tahun 2021.

Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam implementasi
program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) kedepannya bagi Puskesmas
di Kota Binjai.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk mengatasi berbagai
determinan pelaksanaan program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
kedepannya bagi Puskesmas di Kota Binjai.
3. Bagi institusi pendidikan, diharapkan hasil penelitian dapat menambah referensi
yang ada di perpustakaan, menambah relasi dan jaringan terkait penelitian, dan
sebagai masukan dalam proses belajar mengajar.
4. Bagi peneliti, dapat mengaplikasikan dan mengembangkan wawasan yang telah
diperoleh dari proses belajar terkait ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai