di Bursa Efek Indonesia selama periode 2012 sampai dengan 2014 yang
45
Data outlier (4) sampel
Data penelitian setelah outlier 190 sampel
Sumber : www.idx.co.id, diolah peneliti
46
46
terdapat 97 perusahaan.
statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan dalam pengujian model hipotesis
(mean), standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum selama periode
penelitian. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.2 yang menyajikan secara
jelas variabel independen dari penelitian ini yaitu set peluang investasi,
institutional dan variabel dependen yaitu kebijakan hutang. Tabel 4.2 diatas
adalah deskriptif variabel setelah dilakukan data outlier. Data observasi awal
sebanyak 194 berkurang sebanyak 4 data sehingga nilai N akhir menjadi 190.
47
Tabel 4.2
DESKRIPTIF VARIABEL PENELITIAN
1. Kebijakan Hutang
total hutang dengan total aset. Semakin besar rasio ini maka semakin besar
penggunaan dana melalui hutang yang digunakan untuk membiayai investasi aset
perusahaan. Tabel 4.2 diatas menunjukkan nilai mean untuk variabel kebijakan
hutang sebesar 0,463824 dengan standar deviasi sebesar 0,249424. Nilai mean
untuk variabel kebijakan hutang berada diatas nilai standar deviasi yang artinya
bahwa variasi data untuk variabel kebijakan hutang lebih homogen atau tidak
Tabel 4.3
RINGKASAN VARIABEL KEBIJAKAN HUTANG
Kebijakan Hutang
Tahun
Min Max Mean
2013 0.031922 1.395261 0.461884
2014 0.041337 1.40692 0.446225
Sumber : data diolah, Lampiran 2
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa kebijakan hutang selama dua tahun periode
perusahaan manufaktur. Nilai kebijakan hutang tertinggi tahun 2013 dimiliki PT.
Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) sebesar 1,395261 sedangkan nilai kebijakan
hutang terendah tahun 2013 dimiliki PT. Jembo Cable Company Tbk (JECC)
sebesar 0,031922. PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) juga menempati posisi
nilai tertinggi sebesar 1,40692 di tahun 2014 sedangkan di posisi terendah dimiliki
PT. Jaya Pari Steel Tbk (JPRS) sebesar 0,041337. Secara keseluruhan perusahaan
sampel (N) memiliki kebijakan hutang yang baik. Hal tersebut ditunjukkan
Variabel IOS (Investment Opportunity Set) atau set peluang investasi diukur
proksi berbasis harga dan proksi berbasis investasi yang terdiri dari rasio market
(MVABVA), rasio firm value to book value of PPE (VPPE), Capital Addition to
49
asets book value ratio (CEBVA), dan Capital Addition to asets market value ratio
(CEMVA).
Cara menentukan nilai set peluang investasi atau IOS yaitu dengan
dengan cara mendefinisikan satu set kesamaan variabel atau dimensi yang sering
disebut faktor. Jadi analisis faktor adalah meringkas (summarize) informasi yang
ada dalam variabel asli (awal) menjadi satu set dimensi yang baru atau variate
(factor). Hal ini dapat dilakukan dengan cara menentukan sturuktur lewat data
summarization atau lewat data reduction (pengurangan data). Berikut hasil dari
pengolahan data :
Tabel 4.4
ANALISIS FAKTOR
Df 10
Sig. .000
Sumber : data olahan SPSS
dapat dilakukan analisis faktor karena sudah memenuhi syarat diatas 0,50. Nilai
Bartlett’s test of sphericity juga signifikan pada 0,05. Jadi dapat disimpulkan
menjadi dua faktor (nilai eigenvalue > 1 menjadi faktor). Faktor 1 mampu
Component Matrixa
Component
1 2
Component
1 2
jelas bahwa yang mengelompok pada faktor 1 adalah MVEBVE, MVABVA, dan
VPPE dan faktor 2 adalah CEBVA, dan CEMVA. Pada rotated component matrix
dapat dilihat faktor 1 adalah MVEBVE sebesar 0,889, MVABVA sebesar 0,935
dan VPPE sebesar 0,815. Pada faktor 2 dapat dilihat bahwa CEBVA sebesar
0,920 dan CEMVA sebesar 0,907. Penentuan nilai proksi gabungan dari variabel
set peluang investasi didasarkan pada penjumlahan kedua faktor, yaitu faktor 1
berikut :
F2 = (0,920*CEBVA) + (0,907*CEMVA)
diperoleh dari hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Kemudian
tertinggi sebesar 81,920727 dan nilai terendah sebesar -5,960857. Nilai mean
untuk variabel IOS berada dibawah nilai standar deviasi yang artinya bahwa
variasi data untuk variabel IOS lebih heterogen atau lebih bervariasi. Dapat
Tabel 4.5
RINGKASAN VARIABEL IOS
IOS (fact_sum)
Tahun
Min Max Mean
2012 -5,9608 81,9207 10,8907
2013 -1,0413 76,6141 10,3471
Sumber : data diolah, Lampiran 3
untuk pengukuran lima proksi tunggal menjadi satu proksi gabungan yaitu set
rincian nilai maksimum dan minimum dari nilai keseluruhan atas komponen
Nilai set peluang investasi tertinggi tahun 2012 dimiliki PT. Hanjaya
Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) sebesar 81,9207 sedangkan nilai set peluang
investasi terendah tahun 2012 dimiliki PT. Yana Prima Hasta Persada Tbk
(YPAS) sebesar -5,9608. PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) juga
posisi terendah dimiliki PT. Apac Citra Centertex Tbk (MYTX) sebesar -1,0413.
53
Secara keseluruhan perusahaan sampel (N) memiliki nilai set peluang yang tinggi
dengan nilai mean yang tinggi diatas 1. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
memiliki tingkat investasi yang tinggi dimana banyaknya aset yang ditanamkan
perusahaan.
3. Pertumbuhan Perusahaan
dimana membagi selisih antara total aset tahun ini dan tahun sebelumnya dibagi
dengan total aset tahun sebelumnya. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa variabel
0,220786 dengan standar deviasi sebesar 0,391589. Nilai mean tersebut berada
dibawah nilai standar deviasi yang artinya bahwa variasi data untuk variabel
Tabel 4.6
RINGKASAN VARIABEL PERTUMBUHAN PERUSAHAAN
GROWTH
Tahun
Min Max Mean
2012 -0,4278 0,6291 0,1601
2013 -0,3413 3,7799 0,2814
Sumber : data diolah, Lampiran 2
tahun 2012 dimiliki PT. Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) sebesar 0,6291
sedangkan nilai pertumbuhan perusahaan terendah tahun 2012 dimiliki PT. Alaska
54
Industrindo Tbk (ALKA) sebesar -0,4278. PT. Hanson International Tbk (MYRX)
menempati posisi nilai tertinggi sebesar 3,7799 di tahun 2013 sedangkan di posisi
terendah dimiliki PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) sebesar -0,3413. Hasil
4. Struktur Aset
dengan total aset. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa variabel struktur aset nilai
tertinggi sebesar 0,948050 dan nilai terendah sebesar 0,021485. Nilai mean untuk
variabel struktur aset sebesar 0,357243 dengan standar deviasi sebesar 0,206921.
Nilai mean tersebut berada diatas nilai standar deviasi yang artinya bahwa variasi
data untuk variabel struktur aset lebih homogen atau tidak bervariasi. Dapat
Tabel 4.7
RINGKASAN VARIABEL STRUKTUR ASET
STRUKTUR ASET
Tahun
Min Max Mean
2012 0,0214 0,9480 0,3631
2013 0,0286 0,8962 0,3514
Sumber : data diolah, Lampiran 2
nilai tertinggi dimiliki oleh PT. Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk. (KBRI)
pada tahun 2012 sebesar 0,9480 sedangkan nilai terendah sebesar 0,0214 pada
55
tahun 2012 yang dimiliki oleh PT. Alaska Industrindo Tbk. (ALKA). PT. Kertas
Basuki Rachmat Indonesia Tbk. (KBRI) juga menempati posisi nilai tertinggi
sebesar 0,8962 di tahun 2013 sedangkan di posisi terendah dimiliki PT. Multi
sampel (N) memiliki struktur aset yang baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan
melihat rata-rata struktur aset sebesar 0,35, sehingga dapat disimpulkan bahwa
perusahaan mempunyai struktur aset yang baik dengan nilai proporsi aset tetap
5. Retained Earning
jika mempunyai laba ditahan negatif atau defisit. Didalam tabel 4.2, variabel laba
ditahan menunjukkan bahwa terdapat 157 sampel yang mempunyai laba ditahan
positif atau sama dengan 82,63 persen dari keseluruhan sampel, sedangkan 33
sampel lainnya mempunyai laba ditahan negatif (defisit) atau sama dengan 17,37
Tabel 4.8
RINGKASAN VARIABEL RETAINED EARNING
RETAINED EARNING
Tahun
Kategori 1 Kategori 0
2012 77 81,05 % 18 18,95 %
2013 80 84,21 % 15 15,79 %
Sumber : data diolah, Lampiran 2
positif pada tahun 2012 dengan 81,05 persen sedangkan yang dikategorikan 0 atau
56
mempunyai laba ditahan negatif pada tahun 2012 terdapat 18 sampel perusahaan
mempunyai laba ditahan positif di tahun 2013 dengan 84,21 persen sedangkan
yang dikategorikan 0 atau mempunyai laba ditahan negatif pada tahun 2013
6. Kepemilikan Institutional
institusional yang ada dibagi dengan saham yang beredar. Tabel 4.2 menunjukkan
bahwa nilai tertingi variabel kepemilikan institutional sebesar 0,989583 dan nilai
0,557782 dengan standar deviasi sebesar 0,260105. Nilai mean tersebut berada
diatas nilai standar deviasi kepemilikan institutional yang artinya bahwa variasi
data untuk variabel kepemilikan institutional lebih homogen atau tidak bervariasi.
Tabel 4.9
RINGKASAN VARIABEL KEPEMILIKAN INSTITUTIONAL
KEPEMILIKAN INSTITUTIONAL
Tahun
Min Max Mean
2012 0,0005 0,9895 0,5540
2013 0,0193 0,9895 0,5615
Sumber : data diolah, Lampiran 2
tahun 2012-2013, nilai tertinggi sebesar 0,9895 dimiliki oleh PT. Bentoel
pada tahun 2012 yang dimiliki oleh PT. Sepatu Bata Tbk. (BATA). PT. Bentoel
57
sebesar 0,9895 di tahun 2013 sedangkan di posisi terendah dimiliki PT. Keramika
institutional sebesar lebih dari 50%. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
perusahaan.
A. Uji Normalitas
variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak. Jika terdapat normalitas data maka nilai residual akan dapat terdistribusi
normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah nilai residual berdistribusi normal
atau tidak yaitu dengan menggunakan analisis statistik dan analisis grafik.
Tabel 4.10
HASIL UJI NORMALITAS AWAL
SET PELUANG INVESTASI, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, STRUKTUR
ASET, LABA DITAHAN, KEPEMILIKAN INSTITUTIONAL TERHADAP
KEBIJAKAN HUTANG
Unstandardized
Residual
N 194
a,b
Normal Parameters Mean ,0000000
Std. Deviation ,36255015
Most Extreme Differences Absolute ,143
Positive ,143
Negative -,101
Test Statistic ,143
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000c
Tabel 4.10 menunjukkan hasil output pada pengujian normalitas data pada
set peluang investasi, pertumbuhan perusahaan, struktur aset, laba ditahan, dan
dapat dilihat bahwa jumlah data observasi selama tahun 2012-2014 sebanyak 194
memiliki nilai kolmogorov-smirnov Z sebesar 0,143 dan nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) sebesar 0,000. Nilai tersebut berada < 0,05 yang menunjukkan bahwa data
cara mengkonversi nilai data dalam skor standardized atau biasa disebut dengan z-
score.
59
Kasus penelitian dengan sampel kecil (kurang dari 80) maka standar skor
dengan nilai ≥ 2,5 sedangkan sampel besar standar skor untuk data outlier dengan
Tabel 4.11
HASIL UJI OUTLIER RES 1
Casewise Diagnosticsa
Tabel 4.11 menyajikan hasil uji outlier dengan sampel awal sebesar 194.
Peneliti melakukan penghapusan data sampel dengan membuang data dengan nilai
standar deviasi kisaran sebesar > 3. Data sampel yang terdeteksi oleh outlier
berjumlah empat data yakni data pada nomer urut 1, 38, 98, dan 135 dari 194
sampel. Data yang terhapus adalah data perusahaan PT. Primarindo Asia
Infrastructure Tbk. (BIMA) dan PT. Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk.
(JKSW). Sehingga dapat diketahui bahwa total sampel setelah outlier pertama
Tabel 4.12
HASIL UJI NORMALITAS AKHIR
SET PELUANG INVESTASI, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, STRUKTUR
ASET, LABA DITAHAN, KEPEMLIKAN INSTITUTIONAL TERHADAP
KEBIJAKAN HUTANG
Unstandardized
Residual
N 190
a,b
Normal Parameters Mean ,0000000
Std. Deviation ,21845551
Most Extreme Differences Absolute ,054
Positive ,054
Negative -,037
Test Statistic ,054
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
dengan menggunakan data sampel sejumlah 190. Berdasarkan hasil uji tersebut
dapat dilihat bahwa yang dilakukan dengan membuang data outlier menghasilkan
sebesar 0,200. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) tersebut berada > 0,05 yang
B. Uji Multikolonieritas
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel
61
Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar variabel
Tabel 4.13
HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS
Coefficientsa
besaran korelasi antar variabel independen dimana hanya variabel IOS yang
mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel struktur aset dengan tingkat
korelasi sebesar 0,353 atau sekitar 35,3%. Oleh karena korelasi ini masih dibawah
95%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolonieritas yang serius.
independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada
korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil
perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang
sama yakni tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari
62
10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel
C. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier ada
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang baik adalah
regresi yang bebas dari autokorelasi. Adapun cara yang digunakan untuk
mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi salah satunya dengan menggunakan uji
Tabel 4.14
HASIL UJI AUTOKORELASI
Model Summaryb
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai DW sebesar 1,776 yang akan
jumlah sampel data 190 (n) dan jumlah variabel independen 5 (k=5). Berikut
TABEL 4.15
TABEL DURBIN-WATSON TEST BOUND
k=5
n du
Dl
15 0,562 2,220
. . .
. . .
. . .
100 1,571 1,780
150 1,665 1,802
190 1,708 1,816
Sumber : (Imam Ghozali, 2013), Lampiran 5
Maka nilai DW 1,776 lebih kecil dari batas atas (du) 1,816 dan lebih besar
dari batas bawah (dl) 1,708. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada keputusan
untuk menolak H0 yang menyatakan bahwa tidak ada keputusan untuk menolak
D. Uji Heteroskedastisitas
pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
Tabel 4.16
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Hasil tampilan tabel 4.16
menunjukkan bahwa variabel independen IOS dan laba ditahan yang signifikan
secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai absolut Res (Abs_Res). Hal
ini terlihat dari probabilitas signifikansinya dibawah tingkat kepercayaan 5%. Jadi
variabel kedalam fungsi regresi. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk
tergantungnya. Analisis hasil uji regresi linier berganda akan diuraikan sebagai
berikut :
65
kebijakan hutang apakah fit dengan data penelitian sehingga data tersebut dapat
digunakan atau model regresi sudah tepat. Hasil analisis uji statistik F disajikan
Tabel 4.17
HASIL ANALISIS UJI F
ANOVAa
Analisis tabel 4.17 hasil uji F atau Anova menunjukkan nilai F hitung 11,173
dengan tingkat signifikansi 0,000. Nilai signifikansi tersebut < 0,05 yang artinya
H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa data tersebut dapat dikatakan memenuhi
penilaian data yang fit sehingga dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Jadi dapat disimpulkan hasil uji F menunjukkan model regresi baik (fit).
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai (R 2) yang kecil berarti
66
sangat terbatas. Nilai (R2) yang mendekati satu berarti variabel independen dapat
independen. Hasil analisis uji koefisien determinasi disajikan dalam tabel 4.15.
Tabel 4.18
HASIL UJI KOEFISIEN DETERMINASI (R2)
Model Summaryb
Tabel 4.18 menunjukkan besarnya nilai Adjusted R Square sebesar 0,212 yang
artinya bahwa hanya 21,2% variasi kebijakan hutang dapat dijelaskan oleh variasi
set peluang investasi, pertumbuhan perusahaan, struktur aset, laba ditahan, dan
diluar model. Nilai standard error of the estimate (SEE) sebesar 0,2214037. Nilai
SEE ini menunjukkan bahwa semakin kecil nilai SEE akan membuat model
3. Uji Statistik t
dengan yang dihipotesiskan oleh peneliti. Uji ini juga digunakan untuk
probabilitas ≥ 0,05 maka H0 diterima sedangkan jika nilai probabilitas < 0,05
maka H0 ditolak.
Tabel 4.19
HASIL UJI T
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa terdapat dua variabel independen yang ada
pada model regresi yaitu set peluang investasi (IOS) dan pertumbuhan perusahaan
(GROWTH) yang tidak signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai signifikansi
untuk set peluang investasi sebesar 0,073 dan pertumbuhan perusahaan sebesar
0,995. Hasil nilai signifikansi kedua variabel tersebut berada > 0,05. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi pada penelitian kebijakan
hutang dipengaruhi oleh struktur aset, laba ditahan dan kepemilikan institutional
1. Konstanta sebesar 0,511 yang artinya bahwa jika variabel independen (set
2. Koefisien regresi struktur aset sebesar 0,223 yang menyatakan bahwa setiap
3. Koefisien regresi laba ditahan sebesar – 0,214 yang menyatakan bahwa setiap
diperoleh dengan tingkat signifikansi sebesar 0,073 lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05. Nilai t hitung sebesar – 1,805 dan tidak bernilai positif maka
kebijakan hutang.
diperoleh dengan tingkat signifikansi sebesar 0,995 lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05. Nilai t hitung sebesar – 0,006 dan bernilai negatif maka H0
69
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,009 lebih kecil dari taraf signifikansi
0,05. Nilai t hitung sebesar 2,624 dan bernilai positif maka H0 ditolak.
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikansi
0,05. Nilai t hitung sebesar – 4,922 dan bernilai negatif maka H0 ditolak.
diperoleh dengan tingkat signifikansi sebesar 0,030 lebih kecil dari taraf
signifikansi 0,05. Nilai t hitung sebesar 2,814 dan bernilai positif maka H0
kebijakan hutang.
4.3 Pembahasan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2012-2014. Berikut ini hasil
Tabel 4.20
HASIL PENGUJIAN VARIABEL INDEPENDEN
Penelitian ini terdiri dari lima hipotesis yang intinya untuk menguji
pengujian yang telah dilakukan sebelumnya maka hasilnya akan dibahas sesuai
dengan rumusan masalah serta hipotesis yang telah diajukan berdasarkan teori dan
hasil penelitian terdahulu. Lima hipotesis yang diuji, dapat disimpulkan bahwa
ada tiga hipotesis yang diterima. Hipotesis yang bisa dibuktikan oleh peneliti
adalah hipotesis yang menguji pengaruh struktur aset terhadap kebijakan hutang,
keputusan investasi dengan kombinasi aset yang dimiliki dan pilihan investasi
dimasa yang akan datang. Set peluang investasi tidak dapat diobservasi tetapi
harus diproksikan. Penelitian ini menggunakan proksi harga dan proksi investasi.
71
Perusahaan yang mempunyai peluang investasi yang tinggi akan membuat hutang
signifikansi sebesar 0,073 lebih besar dari 0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis pertama tidak terpenuhi yaitu set peluang investasi tidak dapat
investasi semakin rendah maka semakin tinggi kebijakan hutang. Berikut ini data
Tabel 4.21
RINGKASAN HASIL STATISTIK DESKRIPTIF SET PELUANG INVESTASI
DAN KEBIJAKAN HUTANG
bahwa perusahaan yang memiliki nilai set peluang investasi yang tinggi yaitu
sebesar 12,53213 ditahun 2012 memiliki nilai kebijakan hutang yang rendah
sebesar 0,031922 ditahun 2013 adalah perusahaan Jembo Cable Company Tbk
72
dengan kode perusahaan JECC, dan ditahun 2013 set peluang investasi sebesar
13,50041 dan kebijakan hutang ditahun 2014 sebesar 0,041337 adalah perusahaan
Jaya Pari Steel Tbk dengan kode perusahaan JPRS. Sebaliknya, penelitian ini juga
menunjukkan bahwa nilai set peluang investasi yang rendah sebesar -5,27977
ditahun 2012 memiliki nilai kebijakan hutang yang tinggi sebesar 1,04942 ditahun
2013 adalah perusahaan Apac Citra Centertex Tbk dengan kode perusahaan
MYTX, dan ditahun 2013 set peluang investasi sebesar 2,365253 dan kebijakan
hutang ditahun 2014 sebesar 0,816834 adalah perusahaan Mulia Industrindo Tbk
semakin tinggi tidak berarti bahwa perusahaan tersebut memiliki kebijakan hutang
yang tinggi hanya karena dianggap bahwa nilai set peluang investasi tinggi dan
nilai kebijakan hutang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya fluktuasi yang
tidak konsisten dan tidak sesuai teori bahwa naik turunnya set peluang investasi
dan kebijakan hutang, maka set peluang investasi tidak berpengaruh positif
tersebut melakukan investasi akan tetapi memiliki free cash flow dan aset in place
Berdasarkan teori bahwa set peluang investasi memiliki pengaruh signifikan dan
hubungan yang positif. Yang artinya semakin tinggi set peluang investasi maka
Secara keseluruhan jika dilihat dari rata-rata set peluang investasi , maka nilai
rata-rata set peluang investasi untuk perusahaan manufaktur pada tahun 2012-
persen yang memiliki set peluang investasi diatas rata-rata, sedangkan yang
128 sampel atau 67,37 persen. Jika dibandingkan dengan rata-rata kebijakan
hutang untuk perusahaan manufaktur pada tahun 2013-2014 sebesar 0,4638. Dari
50,53 persen yang memiliki nilai diatas rata-rata, sedangkan yang memiliki nilai
disimpulkan bahwa tinggi rendahnya nilai set peluang investasi tidak dapat
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fury (2011) dan Yulius
terhadap kebijakan hutang. Namun hasil penelitian hubungan set peluang investasi
74
Temuan ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan peluang investasi yang tinggi
peluang investasi yang tinggi akan mempunyai debt rasio yang lebih rendah dan
sebaliknya perusahaan dengan set peluang investasi yang rendah akan mempunyai
dengan sumber daya yang dimiliki bisa menghasilkan kinerja yang baik.
Pertumbuhan perusahaan diukur dengan menggunakan selisih total asset tahun ini
dengan tahun sebelumnya dibagi dengan total asset tahun sebelumnya. Perusahaan
signifikansi sebesar 0,995 lebih besar dari 0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis kedua tidak terpenuhi yaitu pertumbuhan perusahaan tidak dapat
perusahaan semakin tinggi maka semakin tinggi kebijakan hutang. Berikut ini
Tabel 4.22
RINGKASAN HASIL STATISTIK DESKRIPTIF PERTUMBUHAN
PERUSAHAAN DAN KEBIJAKAN HUTANG
yaitu sebesar -0,0025 ditahun 2012 memiliki nilai kebijakan hutang yang rendah
sebesar -0,5536 dan kebijakan hutang ditahun 2014 sebesar 0,041337 adalah
perusahaan Jaya Pari Steel Tbk dengan kode perusahaan JPRS. Sebaliknya,
penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan perusahaan yang tinggi
sebesar 0,563416 ditahun 2012 memiliki nilai kebijakan hutang yang tinggi
sebesar 0,721751 ditahun 2013 adalah perusahaan Yana Prima Hasta Persada Tbk
sebesar 3,271854 dan kebijakan hutang ditahun 2014 sebesar 0,957376 adalah
tinggi tidak berarti perusahaan tersebut memiliki kebijakan hutang yang rendah
kinerja yang baik sehingga tidak perlu membutuhkan dana pihak ketiga. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya fluktuasi tidak konsisten dan tidak sesuai teori bahwa
pertumbuhan yang baik akan mempunyai kinerja yang baik. Hal ini berarti
oleh manajemen dalam hal penggunaan dana yang tidak sesuai dengan tujuan
kegiatan operasional yang tidak sesuai tujuan. Hal ini berarti bahwa penggunaan
menghasilkan kinerja yang baik yang berdampak pada pertumbuhan yang tinggi.
dan hubungan yang negatif. Yang artinya semakin tinggi pertumbuhan perusahaan
dengan 126 sampel atau 66,32 persen. Jika dibandingkan dengan rata-rata
96 sampel atau 50,53 persen yang memiliki nilai diatas rata-rata, sedangkan yang
memiliki nilai dibawah rata-rata sebanyak 49,47 persen. Sehingga dari penjelasan
dapat menentukan apakah kebijakan hutang perusahaan akan tinggi atau rendah.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Pancawati (2012) yang
kebijakan hutang. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulius
akan mempunyai debt rasio yang tinggi dan sebaliknya perusahaan dengan
untuk memperoleh hutang. Struktur aset yang dijaminkan adalah aset tetap. Aset
tetap perusahaan dijadikan sebagai jaminan bagi kreditur sehingga struktur aset
diukur dengan menggunakan proporsi nilai asset tetap dari total asset suatu
perusahaan. Perusahaan yang mempunyai nilai aset tetap yang tinggi akan
struktur asset yang rendah maka akan membuat hutang perusahaan berkurang, ini
signifikansi sebesar 0,009 lebih kecil dari 0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis ketiga terpenuhi yaitu struktur asset dapat mempengaruhi positif
terhadap kebijakan hutang. Artinya bahwa struktur aset rendah maka semakin
rendah kebijakan hutang. Berikut ini data yang dapat mendukung hasil pada
Tabel 4.23
RINGKASAN HASIL STATISTIK DESKRIPTIF STRUKTUR ASET DAN
KEBIJAKAN HUTANG
bahwa perusahaan yang memiliki nilai struktur asset yang tinggi yaitu sebesar
0,709988 ditahun 2012 memiliki nilai kebijakan hutang yang tinggi sebesar
1,044942 ditahun 2013 adalah perusahaan Apac Citra Centertex Tbk dengan kode
perusahaan MYTX, dan ditahun 2013 struktur asset sebesar 0,772784 dan
menunjukkan bahwa nilai struktur asset yang rendah sebesar 0,101789 ditahun
2012 memiliki nilai kebijakan hutang yang rendah sebesar 0,031922 ditahun 2013
adalah perusahaan Jembo Cable Company Tbk dengan kode perusahaan JECC,
dan ditahun 2013 struktur asset sebesar 0,088683 dan kebijakan hutang ditahun
2014 sebesar 0,186733 adalah perusahaan Kedaung Indag Can Tbk dengan kode
perusahaan KICI.
proporsi asset tetap yang tinggi berarti bahwa perusahaan tersebut memiliki
kebijakan hutang yang tinggi karena asset tetap digunakan perusahaan sebagai
jaminan untuk kreditur. Hal ini menunjukkan bahwa adanya fluktuasi yang
80
konsisten dan sesuai teori bahwa naik turunnya struktur asset dan kebijakan
aset yang tinggi akan mempunyai peluang untuk jaminan penggunaan hutang
dalam hal membutuhkan dana. Hal ini berarti perusahaan menggunakan hutang
Secara keseluruhan jika dilihat dari rata-rata struktur aset, maka nilai rata-rata
struktur aset untuk perusahaan manufaktur pada tahun 2012-2013 sebesar 0,3572.
struktur aset diatas rata-rata, sedangkan yang memiliki struktur aset dibawah rata-
rata sebanyak 55 perusahaan dengan 110 sampel atau 57,90 persen. Jika
pada tahun 2013-2014 sebesar 0,4638. Dari 190 sampel perusahaan manufaktur
terdapat 48 perusahaan dengan 96 sampel atau 50,53 persen yang memiliki nilai
diatas rata-rata, sedangkan yang memiliki nilai dibawah rata-rata sebanyak 49,47
persen. Sehingga dari penjelasan ini disimpulkan bahwa tinggi rendahnya nilai
struktur aset akan menentukan apakah kebijakan hutang perusahaan akan tinggi
atau rendah.
81
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulius (2011) dan Yeniatie
kebijakan hutang. Nilai struktur aset yang tinggi akan lebih mudah mendapatkan
pinjaman dengan jaminan berupa aset tetap. Kepemilikan aset tetap yang besar
penggunaan hutang. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ahadiyah
terhadap kebijakan hutang sejalan dengan teori pecking order yang menyatakan
bahwa struktur aset berhubungan positif dengan hutang. Temuan ini menunjukkan
menerbitkan ekuitas. Penggunaan hutang harus disertai dengan struktur aset yang
tinggi berupa aset tetap yang digunakan sebagai syarat jaminan bagi kreditur.
Perusahaan dengan struktur aset yang tinggi maka akan semakin tinggi
penggunaan hutangnya.
Retained earning merupakan salah satu sumber dana yang paling penting
dimana dana tersebut milik perusahaan sendiri, sehingga biaya modalnya lebih
akumulasi laba yang merupakan hak para pemegang saham, sehingga semakin
banyak dana yang dialokasikan ke retained earning, maka laba yang dibayarkan
dana pihak ketiga. Sebaliknya apabila perusahaan yang mempunyai struktur asset
signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan
rendah maka semakin rendah kebijakan hutang. Berikut ini data yang dapat
Tabel 4.24
RINGKASAN HASIL STATISTIK DESKRIPTIF RETAINED EARNING DAN
KEBIJAKAN HUTANG
bahwa perusahaan yang memiliki nilai laba ditahan positif ditahun 2012 memiliki
nilai kebijakan yang tinggi sebesar 0,06788 ditahun 2013 adalah perusahaan KMI
Wire and Cable Tbk dengan kode perusahaan KBLI, dan ditahun 2013 laba
ditahan positif dan kebijakan hutang ditahun 2014 sebesar 0,044505 adalah
ini juga menunjukkan bahwa nilai laba ditahan negatif ditahun 2012 memiliki
83
nilai kebijakan hutang yang tinggi sebesar 1,04942 ditahun 2013 adalah
perusahaan Apac Citra Centertex Tbk dengan kode perusahaan MYTX, dan
ditahun 2013 laba ditahan negatif dan kebijakan hutang ditahun 2014 sebesar
1,40692 adalah perusahaan Sumalindo Lestari Jaya Tbk dengan kode perusahaan
SULI.
tinggi berarti bahwa perusahaan tersebut memiliki kebijakan hutang yang rendah
karena dianggap bahwa nilai laba ditahan tinggi dan nilai kebijakan hutang
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa adanya fluktuasi yang konsisten dan sesuai
dengan teori bahwa naik turunnya laba ditahan dan kebijakan hutang, maka
pertumbuhan. Semakin besar laba yang tidak dibayarkan sebagai dividen maka
semakin banyak sumber dana internal untuk melakukan pendanaan dan tidak
baik yang berdampak pada pencapaian laba yang tinggi. Hal ini berarti bahwa
pencapaian laba yang tinggi akan meningkatkan dividen yang dibayarkan. Akan
sebagai dividen untuk digunakan sebagai pendanaan di masa yang akan datang.
Sumber dana intenal yang ada dapat mengurangi penggunaan hutang dalam hal
84
sumber penggunaan dana. Yang artinya semakin tinggi laba ditahan maka
memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. Akan tetapi hal
ini bertentangan dengan data mengenai laba ditahan. Data pada lampiran 3
menunjukkan bahwa data yang dikategorikan 1 untuk variabel laba ditahan lebih
variasi data untuk variabel laba ditahan menjadi lebih heterogen atau lebih
yang tinggi dan menyebabkan data menjadi tidak akurat. Hasil ini sesuai dengan
teori.
yang mempunyai laba ditahan positif 0,214 lebih rendah daripada hutang
perusahaan yang mempunyai laba ditahan negatif atau defisit. Jadi dengan kata
lain hutang perusahaan yang mempunyai laba ditahan positif 21,4 persen lebih
negatif atau defisit. Terdapat 79 perusahaan dengan 157 sampel atau 82,63 persen
yang mempunyai laba ditahan positif, sedangkan yang memiliki laba ditahan
pada tahun 2013-2014 sebesar 0,4638. Dari 190 sampel perusahaan manufaktur
terdapat 48 perusahaan dengan 96 sampel atau 50,53 persen yang memiliki nilai
diatas rata-rata, sedangkan yang memiliki nilai dibawah rata-rata sebanyak 49,47
85
persen. Sehingga dari penjelasan ini disimpulkan bahwa positif atau negatif nilai
digunakan sebagai investasi dan sumber dana internal. Sumber dana internal yang
besar dapat digunakan sebagai reinvestasi dan tidak banyak menggunakan hutang.
Kepemilikan aset tetap yang besar dan adanya penawaran pemberian kemudahan
laba ditahan terhadap kebijakan hutang sejalan dengan teori pecking order yang
menyatakan bahwa laba ditahan berhubungan negatif dengan hutang. Temuan ini
memilih internal equity yakni laba ditahan dan depresiasi untuk membiayai
dana internal belum mencukupi dan mempunyai risiko yang besar. Perusahaan
dengan laba ditahan yang tinggi maka akan semakin berkurang penggunaan
hutangnya.
signifikansi sebesar 0,030 lebih kecil dari 0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan
institutional semakin rendah maka semakin rendah kebijakan hutang. Berikut ini
Tabel 4.25
RINGKASAN HASIL STATISTIK DESKRIPTIF KEPEMILIKAN
INSTITUTIONAL DAN KEBIJAKAN HUTANG
bahwa perusahaan yang memiliki nilai kepemilikan institutional yang tinggi yaitu
sebesar 0,864249 ditahun 2012 memiliki nilai kebijakan hutang yang tinggi
sebesar 0,945808 ditahun 2013 adalah perusahaan Alam Karya Unggul Tbk
sebesar 0,989583 dan kebijakan hutang ditahun 2014 sebesar 1,136271 adalah
yang rendah sebesar 0,086914 ditahun 2012 memiliki nilai kebijakan hutang yang
rendah sebesar 0,06788 ditahun 2013 adalah perusahaan KMI Wire and Cable
Tbk dengan kode perusahaan KBLI, dan ditahun 2013 kepemilikan institutional
sebesar 0,019301 dan kebijakan hutang ditahun 2014 sebesar 0,100209 adalah
semakin tinggi berarti bahwa perusahaan tersebut memiliki kebijakan hutang yang
tinggi karena dianggap nilai kepemilikan institutional tinggi dan nilai kebijakan
hutang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya fluktuasi yang konsisten dan
sesuai dengan teori bahwa naik turunnya kepemilikan institutional dan kebijakan
hutang.
pengaruh signifikan dan hubungan yang positif. Yang artinya semakin tinggi
88
2012-2013 sebesar 0,5577. Terdapat 53 perusahaan dengan 106 sampel atau 55,79
96 sampel atau 50,53 persen yang memiliki nilai diatas rata-rata, sedangkan yang
memiliki nilai dibawah rata-rata sebanyak 49,47 persen. Sehingga dari penjelasan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Eva Larasati (2011) yang
kabar buruk bagi investor karena penerbitan saham baru akan menambah jumlah
lembar saham sehingga laba per saham akan menurun. Investor lebih menyukai
penggunaan hutang untuk pencairan dana perusahaan. Hal ini dikarenakan dengan
penggunaan hutang maka hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Yulius (2011) yang
89
terhadap kebijakan hutang. Hal ini dikarenakan sebagian investor tidak terlalu
memperhatikan hasil akhir yaitu perusahaan dengan kinerja yang bagus yang
dilihat dari laba, dan kemampuan membayar hutang. Hasil penelitian hubungan
penggunaan hutangnya.