SISTEM KARDIOVASKULER
MODUL 2
“SESAK NAPAS”
OLEH :
KELOMPOK 17
PEMBIMBING :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Setelah
melalui proses PBL dan diskusi beberapa kali.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih juga kami
hanturkan kepada tutor kami yang telah membimbing kami dalam proses PBL sampai
dengan proses penyelesaian ini. Dan terima kasih juga kepada teman-teman yang
telah berpartisipasi dalam mengumpulkan informasi sampai pada pembuatan laporan
ini.
Dalam pembuatan laporan ini, kami berharap dapat memberikan informasi dan
penjelasan mengenai penyakit dalam sistem Kardiovaskuler
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan
laporan ini. Untuk itu, kami mohon maaf, dan kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.
SKENARIO
Ny.A usia 50 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak napas berat dirasakan sejak
napas berat disarakan sejak 1 hari terakhir. Sesak memberat bila pasien terlentang dan
lebih nyaman dengan posisi duduk. Keluhan berat bila pasien bergerak ataupun
beraktivitas.
Tekanan darah saat masuk 160/100 mmHg pernapasan 40x /menit, Sa 02 90%
Informasi tambahan yang didapatkan yaitu ada keluhan sesak napas berat, walaupun
dengan aktivitas ringan, yang sudah dialami sejak 1 minggu terakhir. Keluhan disertai
dengan bengkak pada kaki, kadang diserai terbangun tengah malam karena pasien
tidak minum obat teratur.
Pada pemeriksaan ditemukan adanya rhonki basah halus pada seluruh lapangan paru.
Nadi reguler dan tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 139 x/menit, terdapat bendungan
vena leher +8 cm H20 pada posisi 45 derjat. Ictus cordis teraba di linea axillaris
anterior kiri/ ruang interkostal V.
KATA SULIT
KATA KUNCI
1. Perempuan, 50 thn
2. Sesak napas sejak 1 hari terakhir
3. Memberat bila terlentang, lebih nyaman dalam posisi duduk
4. Keluhan memberat bila beraktivitas
5. Tekanan darah 160/100 mmHg
6. Pernapasan 40x/menit
7. SaO2 90%
8. Bengkak pada kaki
9. Tidak minum obat teratur
10. Pemeriksaan fisik: rhonki basah halus pada lapangan paru, nadi 130 x/menit,
bendungan vena leher +8 cm H2O pada posisi 45 derajat.
11. Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri atau intercostalis V
12. Radiologi: CTR 0,59 dan Kerley B Lines
PERTANYAAN
Tepi kiri jantung di sebelah cranial pada tepi caudal pars cartilagnis
costa II sinister, yaitu 1 cm di sebelah lateral tepi sternum.
Tepi kiri di sebelah caudal berada pada ruang intercostalis 5, yaitu
kira-kira 9 cm di sebelah kiri linea mediana atau 2 cm di sebelah
medial medioclavicularis sinistra.
Tepi kanan di sebelah cranial berada pada tepi cranials pars cartilagnis
costa III dextra, kira-kira 1 cm dari tepi lateral sternum.
Tepi kana di sebelah caudal berada pada pars cartilagnis costa VI
dextra, kira-kira 1 cm di lateral sternum.
Innervasi jantung
Vascularisasi jantung
Seluruh myocardium mendapat suplai darah dari arteri coronaria dextra dan
arteri coronaria sinistra. Dimana arteri coronaria sinister bercabang menjadi
arteri coronaria sinister ramus interventricularis anterior dan arteri coronaria
sinister ramus circumflexa. Sementara arteri coronaria dextra bercabang
menjadi arteri coronaria dextra ramus marginalis dan arteri coronaria dextra
ramus interventricularis posterior.
Sebagian besar vena cordis seperti vena cardiac magna, vena cardiaca media,
vena posterior ventriculi sinistri, vena cardiac parva, dan vena oblique atria
sinistri bermuara kedalam sinus coronaries, kecuali vena cordis anterior yang
berada pada fecies anterior ventriculus dexter dan bermuara langsung kedalam
atrium dextrum.
HISTOLOGI KARDIOVASKULER
FISIOLOGI KARDIOVASKULER
A. Sistem sirkulasi
1. Sirkulasi sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari arteri pulmonalis. Dari atrium kiri
kemudian mengalir ke ventrikel kiri melalui katup bicuspidalis. Dari
ventrikel kiri menuju aorta melalui katup aorta. Lalu darah disalurkan
keseluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol, dan kapiler yang
kemudian menyatu membentuk vena-vena. Kemudian vena-vena tersebut
mengembalikan darah ke vena cava superior dan vena cava inferior yang
bermuara kedalam atrium dextra.
2. Sirkulasi pulmonal
Darah dari atrium kanan mengalir ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis. Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir meleawti
katup pulmonal kedalam arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis bercabang
menjadi arteri pulmonalis kiri dan kanan yang masing-masing masuk
kedalam paru-paru kiri dan kanan.
Di paru-paru arteri pulmonalis bercabang berkali-kali menjadi arteriole
dan kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluran pernapasan
melalui sebuah alveolus. Semua kapiler-kapiler menyatu kembali menjadi
venule. Dan venule menjadi vena. Vena-vena menyatu membentuk vena
pulmonaris yang besar. Darah mengalir kembali ke atrium kiri untuk
menyelesaikan siklus aliran darah.
3. Sirkulasi koroner
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa
oksigen yang cukup untuk otot jantung. Arteri koroner menerima 5% dari
curah jantung dan biasa meningkat mencapai 25% bila diperlukan.
Seluruh myocardium mendapat suplai darah dari arteri coronaria
dextradan arteri coronaria sinistra. Dimana arteri coronaria sinister
bercabang menjadi arteri coronaria sinister ramus interventricularis
anterior dan arteri coronaria sinister ramus circumflexa. Sementara arteri
coronaria dextra bercabang menjadi arteri coronaria dextra ramus
marginalis dan arteri coronaria dextra ramus interventricularis posterior.
Sebagian besar vena cordis seperti vena cardiac magna, vena cardiaca
media, vena posterior ventriculi sinistri, vena cardiac parva, dan vena
oblique atria sinistri bermuara kedalam sinus coronaries, kecuali vena
cordis anterior yang berada pada fecies anterior ventriculus dexter dan
bermuara langsung kedalam atrium dextrum.
Referensi:
Gejala klinik tergantung dari jumlah cairan dan kecepatan penimbunan cairan
dalam kavum perikardium.
Penatalaksanaan
Edem paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru
yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepaat sehingga terjadi
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia.
Penyebab yang tersering dari edema paru-paru adalah kegagalan ventrikel kiri
akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis. Edema paru-
paru yang disebabkan kelainan pada jantung ini disebut juga
edemaparukardiogenik, sedangkan edema paru yang disebabkan selain
kelainan jantung disebut edema paru non kardiogenik.
Edem paru non kardiogenik Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari
transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang
interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada
jantung. Walaupun edema paru dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun
dalam tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap merupakan temuan yang
menakutkan. Terjadinya edema paru seperti di atas dapat diakibatkan oleh
berbagai sebab, diantaranya seperti pada tabel di bawah ini.
Beberapa penyebab edeme paru non kardiogenik
Tidak langsung
a. Sepsis
b. Trauma berat
c. Syok hipovolemik
d. Transfusi darah berulang
e. Luka bakar
f. Pankreatitis
g. Koagulasi intravaskular diseminata
h. Anafilaksis
2. Peningkatan tekanan kapiler paru
Sindrom kongesti vena
a. Pemberian cairan yang berlebih
b. Transfusi darah
c. Gagal ginjal
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai
dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta
permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi
ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan
memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang
peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke
sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan.
Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari
kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang
dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein.
Manifestasi Klinis
Gejala paling umum dari pulmonary edem adalah sesak nafas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara
perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari
pulmonary edem akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah
lelah, lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan
aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea),
kepeningan atau kelemahan.
Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
- Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena
terbukanya saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.
- Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun
hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat
sedikit perubahan saja.
- Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Pada keadaan ini morphin harus
digunakan dengan hati-hati.
Edem paru yang terjadi setelah infark miokard akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edem paru walaupun tekanan kapiler paru normal,
yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxgenase atau cyclic
nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edem paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler. Pada manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut
dan edem paru, tekanan kapiler parunya normal. Hal ini mungkin disebabkan
lambatnya pembersihan cairan edem secara radiografi meskipun tekanan
kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita
terjadi peningkatan permeabilitas alveolus kapiler parus ekunder oleh karena
adanya isi sekuncup yang reendah seperti pada cardiogenic shock lung.
Edem paru kardiogenik ini merupakan spektrum klinis Acute Heart Failure
Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai: munculnya gejala dan tanda
secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal.
European Society of Cardiology (ESC) membagi AHFS menjadi 6 klasifikasi
yaitu:
ESC 1 : Acute decompensated Heart Failure
Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edem paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronik.
Edem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada
kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang
menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang
yang akan tenggelam.
Khas pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan penyakit ini
berbedabeda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita sering
sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau
perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan
riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi
yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin
sianosis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji
etiologi edem paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan
hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa
gas darah, enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic
Peptide (BNP). BNP dan prekursornya pro BNP dapat digunakan sebagai
rapid test untuk menilai edem paru kardiogenik pada kondisi gawat
darurat. Kadar BNP plasma berhubungan dengan pulmonary artery
occlusion pressure, left ventricular end-diastolic pressure dan left
ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien gagal jantung, kadar
pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai prediktor gagal jantung pada
pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan spesifitas 93%
(Lorraine et al) . Richard dkk melaporkan bahwa nilai BNP dan Pro BNP
berkorelasi dengan LV filling pressure (pasquate 2004). Pemeriksaan
BNP ini menjadi salah satu tes diagnosis untuk menegakkan gagal
jantung kronis berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi gagal jantung
kronik Eropa dan Amerika. Bukti penelitian menunjukan bahwa pro
BNP/BNP memiliki nilai prediksi negatif dalam menyingkirkan gagal
jantung dari penyakit penyakit lainnya.
- Radiologi
Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,
pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan
adanya garis kerley A, B dan C akibat edema instrestisial atau alveolar
seperti pada gambaran ilustrasi (Cremers 2010, harun n saly 2009). Lebar
pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax postero-anterior terlihat pada
90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85% ditemukan
80% pada kasus edem paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7
mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter > 10 mm sudah pasti
terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax telentang dikatakan
abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos
> 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan
menggambarkan adanay overload cairan.
Garis kerley A merupakan garis linier panjang yang membentang dari
perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose
antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis
pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut
kostofrenikus yang menggambarkan adanya edem septum interlobuler.
Garis kerley C berupa garis pendek, bercabang pada lobus inferior namun
perlu pengalaman untuk melihatnya karena terlihat hampir sama dengan
pembuluh darah.
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru
kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada
keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara
radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah
teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru,
seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film.
- Ekhokardiografi
Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan
fungsi katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edem
paru.
- EKG
Pemeriksaan EKG bias ormal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan
krisis hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edem paru kardiogenik tetapi yang
non iskemik biasanya menunjukan gambaran gelombang T negative yang
melebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam
24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab
dari non iskemik ini belum diketahui tetapi beberapa keadaan yang
dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding,
peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis
kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolic atau
katekolamin.
- Katerisasi Pulmonal
Pengukuran tekanan baji pulmonal (pulmonary artery occlusion
pressure/PAOP) dianggap sebagai pemeriksaan baku emas untuk
menentukan penyebab edem paru akut.
Penatalaksanaan
a. Supportif
Mencari dan menterapi penyebabnya. Yang harus dilakukan adalah :
- support kardiovaskular
- terapi cairan
- renal support
- pengelolaan sepsis
b. Ventilasi
Menggunakan ventlasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS net
Prognosis