Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PBL

SISTEM KARDIOVASKULER
MODUL 2
“SESAK NAPAS”

OLEH :
KELOMPOK 17
PEMBIMBING :

dr. A. Tenri Sanna, Sp.THT


ANGGOTA :
Muhammmad Farid Jamal 11020160049
Amirullah 11020160113
Ninadiyah Nurul Azizah 11020160118
S. Ahmad Gufran Idrus 11020160125
Siti Aerisia Dewi Fortuna L. 11020160130
Ummu Mir`atul Qinayah 11020160137
Ratri Ayu Imran 11020160144
Sonia Esmareta 11020160148
Ahmad Nabani 11020160150
Sri Anggreni Sardi 11020160167
Nur Rahma Amiruddin 11020160173

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Setelah
melalui proses PBL dan diskusi beberapa kali.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih juga kami
hanturkan kepada tutor kami yang telah membimbing kami dalam proses PBL sampai
dengan proses penyelesaian ini. Dan terima kasih juga kepada teman-teman yang
telah berpartisipasi dalam mengumpulkan informasi sampai pada pembuatan laporan
ini.

Dalam pembuatan laporan ini, kami berharap dapat memberikan informasi dan
penjelasan mengenai penyakit dalam sistem Kardiovaskuler

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan
laporan ini. Untuk itu, kami mohon maaf, dan kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.
SKENARIO

Ny.A usia 50 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak napas berat dirasakan sejak
napas berat disarakan sejak 1 hari terakhir. Sesak memberat bila pasien terlentang dan
lebih nyaman dengan posisi duduk. Keluhan berat bila pasien bergerak ataupun
beraktivitas.

Tekanan darah saat masuk 160/100 mmHg pernapasan 40x /menit, Sa 02 90%

Informasi tambahan yang didapatkan yaitu ada keluhan sesak napas berat, walaupun
dengan aktivitas ringan, yang sudah dialami sejak 1 minggu terakhir. Keluhan disertai
dengan bengkak pada kaki, kadang diserai terbangun tengah malam karena pasien
tidak minum obat teratur.

Pada pemeriksaan ditemukan adanya rhonki basah halus pada seluruh lapangan paru.
Nadi reguler dan tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 139 x/menit, terdapat bendungan
vena leher +8 cm H20 pada posisi 45 derjat. Ictus cordis teraba di linea axillaris
anterior kiri/ ruang interkostal V.

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran Rontgen dada menunjukan CTR


0,59 dan kerley B lines.

KATA SULIT

Tidak ditemukan kata sulit.

KATA KUNCI

1. Perempuan, 50 thn
2. Sesak napas sejak 1 hari terakhir
3. Memberat bila terlentang, lebih nyaman dalam posisi duduk
4. Keluhan memberat bila beraktivitas
5. Tekanan darah 160/100 mmHg
6. Pernapasan 40x/menit
7. SaO2 90%
8. Bengkak pada kaki
9. Tidak minum obat teratur
10. Pemeriksaan fisik: rhonki basah halus pada lapangan paru, nadi 130 x/menit,
bendungan vena leher +8 cm H2O pada posisi 45 derajat.
11. Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri atau intercostalis V
12. Radiologi: CTR 0,59 dan Kerley B Lines

PERTANYAAN

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari pernapasan?


2. Bagaimana hubungan antara keluhan pasien dengan posisi terlentang
dan duduk?
3. Apa yang menyebabkan keluhan semakin memberat pada saat
beraktivitas?
4. Apa saja penyakit kardiovaskuler dan non-kardiovaskuler yang
menyebabkan sesak nafas?
5. Apa hubungan antara tekanan darah yang meningkat dengan sesak
napas yang dialami?
6. Apa saja diagnosis banding dari scenario?
7. Bagaimana penanganan awal dari skennario?
8. Apa yang menyebabkan edema tugkai?
9. Bagaimana manifestasi sesak pada kardiovaskuler dan non
kardiovaskuler?
10. Bagaimana kesimpulan dari diagnosa pada skenario?
JAWABAN PERTANYAAN

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari pernapasan?


ANATOMI KARDIOVASKULER
Jantung merupakan organ muscular yang berbentuk conus sebesar kepalan
tangan, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada diantara kedeua
pulmo. Dibungkus oleh suatu selaput yang disebut pericardium dan
menempati mediastinum medium. Pada orang dewasa ukuran cor adalah
panjang 12 cm, lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. pada pria berat cor adalah 280-
340 gram dan pada wanita 230-280 gram.
Jantung terdiri atas empat ruangan yaitu 2 ruangan berdinding tipis yang
disebut atrium kanan dan atrium kiri. Serta 2 ruangan berdinding tebal yang
disebut ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
 Pada bagian atrium kanan merupakan bagian yang berfungsi
menampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Kemudian darah
dipompakan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis.
 Atrium kiri merupakan bagian yang menampung darah kaya oksigen
dari vena pulmonalis. Kemudian dialirkan ke ventirkel kiri melewati
katup bicuspidalis.
 Ventrikel kanan merupakan bagian yang menerima darah dari atrium
kanan dan dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis.
 Ventrikel kiri merupakan bagian yang menerima darah dari atrium kiri
dan akan dipompakan keseluruh tubuh melalui aorta.
Lokalisasi jantung

Proyeksi jantung pada dinding ventral thorax adalah sebagai berikut :

 Tepi kiri jantung di sebelah cranial pada tepi caudal pars cartilagnis
costa II sinister, yaitu 1 cm di sebelah lateral tepi sternum.
 Tepi kiri di sebelah caudal berada pada ruang intercostalis 5, yaitu
kira-kira 9 cm di sebelah kiri linea mediana atau 2 cm di sebelah
medial medioclavicularis sinistra.
 Tepi kanan di sebelah cranial berada pada tepi cranials pars cartilagnis
costa III dextra, kira-kira 1 cm dari tepi lateral sternum.
 Tepi kana di sebelah caudal berada pada pars cartilagnis costa VI
dextra, kira-kira 1 cm di lateral sternum.
Innervasi jantung

Innervasi jantung dibagi menjadi innervasi intrinsic yaitu system pengantar


rangsang, dan innervasi extrinsic yang dibentuk oleh saraf sympathies dan
parasympathis. Serabut-serabut sympathies berasal dari dua sumber, yaitu
secara langsung berasal dari ganglion cervical. Ganglion cervical adalah
ganglion paravertebrale yang merupakanbagian dari truncus sympathicus,
terdiri dari ganglion cervical inferius. Sementara serabut-serabut saraf
parasympathis berasal dari nrvus vagus. Serabut-serabut saraf sympathies dan
parasympathis tersebut diatas membentuk plexus cardiacus.

Vascularisasi jantung

Seluruh myocardium mendapat suplai darah dari arteri coronaria dextra dan
arteri coronaria sinistra. Dimana arteri coronaria sinister bercabang menjadi
arteri coronaria sinister ramus interventricularis anterior dan arteri coronaria
sinister ramus circumflexa. Sementara arteri coronaria dextra bercabang
menjadi arteri coronaria dextra ramus marginalis dan arteri coronaria dextra
ramus interventricularis posterior.

Sebagian besar vena cordis seperti vena cardiac magna, vena cardiaca media,
vena posterior ventriculi sinistri, vena cardiac parva, dan vena oblique atria
sinistri bermuara kedalam sinus coronaries, kecuali vena cordis anterior yang
berada pada fecies anterior ventriculus dexter dan bermuara langsung kedalam
atrium dextrum.

HISTOLOGI KARDIOVASKULER

Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu endokardium, miokardium, dan


epikardium.
1. Endokardium, merupakan bagian dalam dari atrium dan ventrikel.
Bagian ini terdiri dari beberapa lapisan yaitu :
 Endothelium : selapis sel-sel gepeng
 Subendothelium : langsung di bawah endothelium (anyaman
penyambung).
 Elastiko muskularis : suatu lapisan yng tebal terdiri dari serabut
elastic, kolagen, dan otot polos.
 Subendokardial : merupakan bagian yang paling luar, terdiri dari
anyaman penyambung jarang yang mengandung pembuluh darah
dan serabtu elastic dan kolagen.
2. Myokardium
Miokardium merupakan bagian yang paling tebal yang terdiri dari sel-sel
otot jantung. Pada ventrikel kiri lapisan miokardiumnya lebih tebal
daripada ventrikel kanan. Hal ini disebabkan karena ventrikel kiri
memiliki fungsi untuk memompakan darah dari jantung ke seluruh tubuh.
3. Epikardium
Epikardium merupakan lapisan paling luar, bagian ini tersusun dari
anyaman penyambung jarang. Pada lapisan ini ditemukan potongan-
potongan saraf dan juga terdapat jaringan lemak.

FISIOLOGI KARDIOVASKULER

A. Sistem sirkulasi
1. Sirkulasi sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari arteri pulmonalis. Dari atrium kiri
kemudian mengalir ke ventrikel kiri melalui katup bicuspidalis. Dari
ventrikel kiri menuju aorta melalui katup aorta. Lalu darah disalurkan
keseluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol, dan kapiler yang
kemudian menyatu membentuk vena-vena. Kemudian vena-vena tersebut
mengembalikan darah ke vena cava superior dan vena cava inferior yang
bermuara kedalam atrium dextra.
2. Sirkulasi pulmonal
Darah dari atrium kanan mengalir ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis. Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir meleawti
katup pulmonal kedalam arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis bercabang
menjadi arteri pulmonalis kiri dan kanan yang masing-masing masuk
kedalam paru-paru kiri dan kanan.
Di paru-paru arteri pulmonalis bercabang berkali-kali menjadi arteriole
dan kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluran pernapasan
melalui sebuah alveolus. Semua kapiler-kapiler menyatu kembali menjadi
venule. Dan venule menjadi vena. Vena-vena menyatu membentuk vena
pulmonaris yang besar. Darah mengalir kembali ke atrium kiri untuk
menyelesaikan siklus aliran darah.
3. Sirkulasi koroner
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa
oksigen yang cukup untuk otot jantung. Arteri koroner menerima 5% dari
curah jantung dan biasa meningkat mencapai 25% bila diperlukan.
Seluruh myocardium mendapat suplai darah dari arteri coronaria
dextradan arteri coronaria sinistra. Dimana arteri coronaria sinister
bercabang menjadi arteri coronaria sinister ramus interventricularis
anterior dan arteri coronaria sinister ramus circumflexa. Sementara arteri
coronaria dextra bercabang menjadi arteri coronaria dextra ramus
marginalis dan arteri coronaria dextra ramus interventricularis posterior.
Sebagian besar vena cordis seperti vena cardiac magna, vena cardiaca
media, vena posterior ventriculi sinistri, vena cardiac parva, dan vena
oblique atria sinistri bermuara kedalam sinus coronaries, kecuali vena
cordis anterior yang berada pada fecies anterior ventriculus dexter dan
bermuara langsung kedalam atrium dextrum.
Referensi:

- Putz. Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 21. Jakarta: EGC.


Halaman 53.
- Hastuti. 2007. Bahan Ajar Histologi Kardiovaskuler. Makasasr.
Halaman 5-13
2. Bagaimana hubungan antara keluhan pasien dengan posisi terlentang
dan duduk?
Sesak adalah kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernafas. Penyebab sesak
kronik adalah antara lain gagal jantung,penyakitparu,efusipleura,asma,ansietas
dan obesitas. Sedangkan sesak akut disebabkan oleh
edemparu,pneumotoraks,emboli paru, dan lain-lain. Orthopnea adalah sesak
yang terjadi saat baring dan biasanya muncul sebagai manifestasi dari
penyakit gagal jantung. Kondisi ini biasanya membaik dengan perubahan
posisi menjadi duduk tegak atau menggunakan tambahan bantal saat
tidur.kondisi ini timbul akibatcairan yang berasal dari sirkulasi splanknik dan
ekstremitas bawah dan memasuki sirkulasi utama pada saat posisi berbaring
sehingga terjadi peningkatan tekanan pada pembuluh pulmonal.
Sesaknapas, jika di lihatsecaraanatomi, menandakan terdapat 4 faktor yang
dapat menyebabkansesaknapas, yaitudarianatomijalannapasnya, jaringanparu
(alveoli), cardiovascular, dandinding thorax.
Keempatfactorinimengambilperananpentingdalamrespirasi.
a. Jalannapas
Kemungkinanadanya tumor, ataumukus yang
banyakpadabatukkronissehinggamucusiniakanmenutupi atau
menyumbatjalannapas, ataupadapenderitaasma.
b. Jaringanparu (alveoli)
Biasanya yang paling seringdisebabkanadanya edema
paruataupadapleuranyaterisicairan atau
udarasehinggamenyebabkansesaknapas.
c. Cardiovascular
Mungkinterjadinyadekompcor,sehinggajantung tidak bisa
memompadenganbaik.
d. Dinding thorax
Mungkinotot-otot
yangberperandalamsystemrespirasiterganggusepertiterkenaracun (curare),
atauterlalubanyaktimbunan CO₂ di paru (asidosisrespiratorik)
Sesak napas dapat memberatsaatterlentang,
sesaknapasterjadikarenagangguanpertukaran gas yang
berhubungandenganperembesancairan,kongestiparuakibatsekunderdariperuba
hanmembranekapiler alveoli danretensicairanintertestial.
Ketidakefektifanpolanapasiniberhubungandenganpengembanganparu yang
tidak optimal, danadanyakelebihancairan di paru. Hal tersebutjugalah yang
menyebabkanmengalamisesaknapassewaktutidur (ortopnea).
Bilatidurdenganposisikepala yang hampersejajardenganbadan, cairan yang
adadiparuakanmenutupiseluruhparusehinggaakanmengakibatkansesaknapas.
Sedangkan, sesak napasdapat membaiksaat dudukkarenadalamposisikepala
yang
lebihtinggidaribadantersebuttidakakanmenyebabkantertutupnyaseluruhbagian
paruolehcairandanmemudahkanalirandarahdari atrium kirikeventrikelkiri.
Referensi :
- Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine. M. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Velume 1. Jakarta: EGC.
- Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteram Universitas Indonesia.
- Rilantono.2016.Penyakit Kardiovaskuler(PKV). Badan Penerbit
FKUI: Jakarta. Halaman 44
3. Apa yang menyebabkan keluhan semakin memberat pada saat
beraktivitas?
Secara fisiologis, jantung memompa darah ke seluruh tubuh pada semua
organ. Ketika tubuh beraktivitas, otot skelet yang bekerja sehingga sel otot
butuh oksigen berlebih. Jantung makin bekerja keras untuk memompa darah,
tapi karena pada pemeriksaan terdapat bendungan (kongestif) sehingga aliran
darah tidak lancar, hal ini berakibat pula pada kesulitan dalam pengambilan
oksigen di paru. Penderita mengalami sesak napas (dispnea) yang merupakan
manifestasi paling umum dari gagal jantung.
Dispnea yang bisa timbul dengan segera dan kadang cukup berat, Karena
kegagalan jantung dalam memompa darah yang cukup, sehingga terjadi
iskemia jaringan dan menimbulkan sensasi “air hunger” ditambah kelelahan
otot yang luar biasa sebagai akibat dari iskemia otot sehingga membatasi
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik. 
Dan gejala tersebut terjadi pada si penderita. Sesak napas disebabkan oleh
peningkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru-paru yang
mengurangi kelenturan paru-paru. Tahanan aliran udara juga menimbulkan
dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru-paru yang berkisar dari kongesti
vena paru-paru sampai edema interstisial dan akhirnya ke edema alveolar,
maka dispnea berkembang secara progesif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea pada posisi
berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-
bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.
Referensi:
- Price, Sylvia. A, Lorraine, M.. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.
- Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta: EGC.

4. Apa saja penyakit kardiovaskuler dan non-kardiovaskuler yang


menyebabkan sesak nafas?
Penyakitkardiovaskular yang menyebabkan sesak napas diantaranya adalah:
a. Gagal Jantung kongestif (Congestive Heart Failure),
adalahketidakmampuanjantungmemompadarahdalamjumlah yang
cukupuntukmemenuhikebutuhanjaringanterhadapoksigendannutrient.
b. Angina Pectoris Stabil, adalahsuatusindromaklinisberupa rasa
tidaknyaman di dada, rahang, bahu, punggung, ataulengan yang
timbulsaataktifitasatau stress emosional
yangberkurangdenganistirahatataunitrogliserin.
c. SindromKoronerAkut, adalah kondisi di mana
alirandarahmenujukejantungberkurangsecaratiba–tiba.
d. Efusi Pericardial, adalahsuatukondisi yang
ditandaidenganadanyajumlahcairan yang tidak normal di
antarajantungdankantung yang mengelilinginya.
e. Miokarditis, adalah kondisi di mana lapisandindingjantungbagiantengah
(miokardium) mengalamiperadanganatauinflamasi.
f. Pericarditis, adalahkondisijantung yang
biasanyaditandaidenganperadangankantungdisekitarjantung
(perikardium).

Sedangkan penyakit non kardiovaskular yang dapat menyebabkan sesak


napas adalah:

a. Asma, adalahpenyakitinflamasi (radang)


kroniksalurannapasmenyebabkanpeningkatanhiperesponsifjalannapas
yang menimbulkangejalaepisodicberulangberupamengi
(napasberbunyingik-ngik), sesaknafas, dada
terasaberatdanbatukbatukterutamamalammenjelangdinihari.
b. Efusi pleura, adalah kondisi yang ditandaiolehpenumpukancairan di
antaradualapisan pleura.
c. Bronchitis, adalahinfeksipadasaluranpernapasanutamadariparu-
paruataubronkus yang
menyebabkanterjadinyaperadanganatauinflamasipadasalurantersebut.
d. Emfisema, adalahsuatuperubahananatomisparu yang
ditandaidenganmelebarnyasecara abnormal saluranudarabagian distal
bronkus terminal, yang disertaikerusakandindingalveolus 
atauperubahananatomisparenkimparu yang ditandaipelebarandinding
alveolus, duktusalveolaris dandestruksidinding alveolar.
e. Pneumonia, adalahsalahsatupenyakitinfeksisaluranpernafasanakut,
yaituterjadiperadanganatauiritasipadasalahsatuataukeduaparu, yang
disebabkanolehinfeksi.
f. Emboli paru,
adalahpenyumbatanpembuluhdarah paruakibatlepasnyagumpalansumbat
anpadapembuluhdarahbalikdi bagiantubuh lain (trombosis vena dalam).

Referensi :Rasmin,Menaldi. Aniwidyaningsih,wahju.


PendekatanKhususSesakNapas.
DepartemenPulmonologi&IlmuKedokteranRespirasi FK UI RS
Persahabatan. Jakarta.

5. Apa hubungan antara tekanan darah yang meningkat dengan sesak


napas yang dialami?
Hipertensi mengacu pada peningkatan tekanan darah sistemik yang
menaikkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri ke aorta.
Akibatnya, beban kerja jantung bertambah. Sebagai mekanisme
kompensasinya, terjadinya hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi. Akan tetapi, lama-kelamaan terjadi dilatasi atau payah
jantung atau gagal jantung. Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen pada
miokard akibat hipertrofi ventrikel dan meningkatkan beban kerja jantung,
serta diperparah oleh aterosklerosis koroner yang menyebabkan infark
miokard. Gagal jantung menurunkan curah jantung (suplai darah menurun)
sehingga terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya,
denyut jantung dipercepat. Akan tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan
tekanan atrium yang menuju ke peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang
menyebabkan edema paru. Edema paru dapat berimbas pada terjadinya
dispnea.
Referensi :Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine. M. 2006. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Velume 1. Jakarta: EGC.
6. Apa saja diagnosis banding dari scenario?
GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( Congestive Heart Failure )
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien.Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal
jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1) Kelainan otot jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam),
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf
dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan
fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah
peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga
menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergic.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung
sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya
dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak
tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada
awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron,
serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan
tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak
segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi
sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis
(hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada
penyakitkoroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.20
Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi
ventrikel.
Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik
dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.
Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi
CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan
iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi
kelistrikan jantung.Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan
aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung
mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel
menurun.
WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan
fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan
seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah
disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan
persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi
jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harusmenyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan
masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan.Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
Komplikasi
1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan
pemberian warfarin.
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan
dosis ditinggikan.
4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.
Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis.
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik
diet dan istirahat.
Terapi Farmakologi
1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
2) Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
3) Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4) Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh
darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena.
6) Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.
Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan
seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
Referensi:
- Muttaqin, arif. 2013. Pengantar Asuhan Kedokteran klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
- Noer,S et al. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
- Wilson Lorraine M. 2013. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit). Jakarta : EGC.
- Brunner & Suddart. 2016. Buku Ajar Kedokteran Bedah. Edisi 10.
Vol. 2. Jakarta : EGC.
EFUSI PERIKARDIUM
Efusi perikardium adalah penumpukan cairan abnormal dalam ruang
perikardium. Ini dapat disebabkan oleh berbagai kelainan sistemik, lokal atau
idiopatik. Cairan tersebut dapat berupa transudat, eksudat, pioperikardium,
atau hemoperikardium. Efusi pericardium bisa akut atau kronis, dan lamanya
perkembangan memiliki pengaruh besar terhadap gejala-gejala pasien.
Perikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan dalam atau lapisan serosa dan
lapisan luar atau fibrosa. Bentuk lapisan fibrosa perikardium seperti botol dan
berdekatan dengan diafragma, sternum dan kartílago kosta. Lapisan serosa
lebih tipis dan berdekatan dengan permukaan jantung. Perikardium berfungsi
sebagai barier proteksi dari infeksi atau inflamasi organ-organ sekitarnya.
Jumlah normal cairan perikardium 15-50ml, disekresi oleh sel mesotelial.
Akumulasi abnormal cairan dalam ruangan pericardium dapat menimbulkan
efusi pericardium dan selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan
perikardium, penurunan cardiac output dan hipotensi (tamponade jantung).
Akumulasi cairan yang sangat cepat akan mempengaruhi hemodinamik.
Etiologi
Penyebab terjadinya efusi perikardium antara lain:
 Inflamasi dari perikardium (pericarditis) sebagai suatu respon dari
penyakit,injury atau gangguan inflamasi lain pada perikardium. Jumlah
efusi pericardium dapat bervariasi tetapi biasanya tidak banyak, bisa
keruh tetapi tidak pernah purulen. Bila berlangsung lama maka dapat
menyebabkan adhesi perikardium visceral dan parietal.
 Penyebab spesifik:
1. Infeksi dari Virus, bakterial, jamur dan parasit
2. Inflamasi dari perikardium yg idiopatik
3. Inflamasi dari pericardium akibat operasi jantung (Dressler's
syndrome)
4. Gangguan Autoimmune, seperti rheumatoid arthritis atau lupus
5. Produksi sampah dari darah akibat gagal ginjal (uremia)
6. Hypothyroidism
7. HIV/AIDS
8. Penyebaran kanker (metastasis)
9. Kanker dari pericardium yang berasal dari jantung
10. Terapi radiasi untuk kanker
Patofisiologi
Pada kasus efusi perikardial metastasis perikardial multipel lebih sering
dijumpai pada perikardium parietalis dibandingkan dengan pericardium
viseralis. Tumor ini secara langsung dapat mensekresi cairan (eksudat), tetapi
dapat juga menghalangi aliran limfe. Adanya tumor, timbunan cairan serta
penebalan perikardium akan mengganggu gerak jantung. Penimbunan cairan
akan mengganggu pengisian diastolic ventrikel kanan sehingga menurunkan
stroke volume. Hal ini diimbangi oleh mekanisme kompensasi berupa
takikardia dan peningkatan kontraksi miokardium. Tetapi jika mekanisme
kompensasi ini dilewati, curah jantung (cardiac output) menurun maka akan
terjadi gagal jantung, syok sampai kematian.
Bila volume cairan melebihi "penuh" di tingkat perikardium itu, efusi
perikardiummengakibatkan tekanan pada jantung dan terjadi
CardiacTamponade (tamponade jantung) yaitu terjadinya kompresi jantung
akibat darahatau cairan menumpuk di ruang antara miokardium dan
pericardium. Kompresi tersebut menyebabkan fungsi jantung menurun.
Tamponade jantung yang merupakan kompresi jantung yang cepat atau
lambat, akibat akumulasi cairan, pus, darah, bekuan atau gas di
pericardium menyebabkan peningkatan tekanan intraperikardial yang sangat
mengancam jiwa dan fatal jika tidak terdeteksi. Pada tamponade jantung
terjadi penurunan pengisian darah saat diastolik karena otot jantung tidak
mampu melawan peningkatan tekanan intraperikardial. Terdapat 3 fase
perubahan hemodinamik.
Fase 1:
Peningkatan cairan perikardial meningkatkan tekanan pengisian ventrikel.
Pada fase ini tekanan ventrikel kanan dan kiri tetap lebih tinggi daripada
tekanan intraperikardial.
Fase 2:
Peningkatan tekanan intraperikardial melebihi tekanan pengisian ventrikel
kanan, sehingga curah jantung turun.
Fase 3:
Tercapai keseimbangan antara peningkatan tekanan intraperikardial dengan
tekanan ventrikel kiri sehingga terjadi gangguan curah jantung yang berat.
Manifestasi Klinis
Banyak pasien dengan efusi perikardial tidak menunjukkan gejala.
Kondisi ini sering ditemukan ketika pasien melakukan foto dada x-ray atau
echocardiogram untuk mendiagnosa penyakit lain. Awalnya, perikardium
dapat meregang untuk menampung kelebihan cairan. Oleh karena itu, tanda
dan gejala terjadinya penyakitmungkin akan terjadi ketika sejumlah besar
cairan telah terkumpul. Jika gejala muncul, maka kemungkinan akan
terdeteksi dari kelainan organ disekitarnya, seperti paru-paru dan lambung.
Gejala juga dapat terjadi karena gagal jantung diastolic. Biasanya gejala
yang timbul pada efusi pericardial:
 Dada seperti ditekan dan terasa sakit
 Sesak napas
 Rasa mual
 Perut terasa penuh dan kesulitan menelan
Sedangkan gejala efusi perikardial yang menyebabkan tamponade jantung
yaitu:

 Kebiruan pada bibir dan kulit


 Penderita mengalami syok
 Perubahan status mental

Gejala klinik tergantung dari jumlah cairan dan kecepatan penimbunan cairan
dalam kavum perikardium.

Penatalaksanaan

Terapi untuk efusi perikardial maligna terdiri dari :

a. Terapi non-spesifik atau simtomatik


 Perikardiosentesis terapeutik
Tindakan ini merupakan tindakan darurat pada tamponade
jantung. Disini dapat dipasang pig tail cathether selama 2-3 hari.
Selama itu penderita harus diberi antibiotika. Perikardiotomi
subxiphoidea dapat dilakukan dibawah anestesi lokal. Angka
kekambuhan sekitar 6-12%.
 Pembuatan pericardial window
Tindakan ini memerlukan torakotomi dan dilakukan drainase dari
kavum perikardium ke kavum pleura. Angka kekambuhan sekitar 5-
20%.
 Perikardiodesis
 Disini dilakukan pemberian tetrasiklin, thiothepa atau bleomisin
ke dalam kavum perikardium untuk melengketkan perikard.
Tetrasikin 500 mg dalam 25 ml salin dimasukkan dalam 2-3 menit,
atau bleomisin 30 unit dalam 20 ml salin.
 Perikardiektomi
Disini sebagian besar pericardium diangkat sehingga angka
kekambuhan kecil, tetapi mortalitas dan morbiditas lebih besar.
Perikardiektomi terutama dilakukan pada perikarditis konstriktif.
b. Terapi spesifik
Terapi ini ditujukkan untuk mengatasi kanker yang menjadi penyebab
efusi tersebut seperti dilakukan kemoterapi dan radioterapi.

Rerensi: Wakano, Rizky Amalia. 2017. Referat Efusi Perikardium.


Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran: Banjarmasin

EDEMA PARU AKUT

Edem paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru
yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepaat sehingga terjadi
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia.

Edem paru didefinisikan sebagai akumulasi cairan di interstisial dan alveolus.


Penyebab edem paru:

- Kardiogenik atau edem paru hidrostatik atau edem hemodinamik.


Kausa: infark miokars, hipertensi, penyakit jantung katup, eksaserbasi
gagal jantung sistolik/ diastolik dan lainnya.
- Nonkardiogenik/ edem paru permeabilitas meningkat. Kausa: ALI dan
ARDS Walaupun penyebab kedua jenis edem paru tersebut berbeda,
namun membedakannya terkadang sulit karena manifestasi klinisnya
yang mirip.
Kemampuan membedakan penyebab edem paru sangat penting karena
berimplikasi pada penanganannya yang berbeda.

Edema paru-paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa


secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Jika
edema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam waktu singkat.

Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik


dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada
nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat
diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti pada
pneumonia, atau karena gangguan lokal proses oksigenasi.

Penyebab yang tersering dari edema paru-paru adalah kegagalan ventrikel kiri
akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis. Edema paru-
paru yang disebabkan kelainan pada jantung ini disebut juga
edemaparukardiogenik, sedangkan edema paru yang disebabkan selain
kelainan jantung disebut edema paru non kardiogenik.

Edema paru nonkardiogenik adalah penimbunan cairan pada jaringan


interstisial paru dan alveolus paru yang disebabkan selain oleh kelainan
jantung.

Etiologi dan Faktor Pencetus

Edem paru non kardiogenik Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari
transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang
interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada
jantung. Walaupun edema paru dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun
dalam tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap merupakan temuan yang
menakutkan. Terjadinya edema paru seperti di atas dapat diakibatkan oleh
berbagai sebab, diantaranya seperti pada tabel di bawah ini.
Beberapa penyebab edeme paru non kardiogenik

1. Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)


Secara langsung
a. Aspirasi asam lambung
b. Tenggelam
c. Kontusio paru
d. Pnemonia berat
e. Emboli lemak
f. Emboli cairan amnion
o Inhalasi bahan kimia
o Keracunan oksigen

Tidak langsung

a. Sepsis
b. Trauma berat
c. Syok hipovolemik
d. Transfusi darah berulang
e. Luka bakar
f. Pankreatitis
g. Koagulasi intravaskular diseminata
h. Anafilaksis
2. Peningkatan tekanan kapiler paru
Sindrom kongesti vena
a. Pemberian cairan yang berlebih
b. Transfusi darah
c. Gagal ginjal

Edema paru neurogenik


Edema paru karena ketinggian tempat (Altitude)

3. Penurunan tekanan onkotik


a. Sindrom nefrotik
b. Malnutrisi
4. Hiponatremia

Patofisiologi dan Patogenesis

Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai
dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta
permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi
ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan
memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang
peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke
sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan.
Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari
kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang
dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein.

Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru:

1. Membran kapiler alveoli


Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke
dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe.
Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute
dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Studi eksperimental
membuktikan bahwa hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi
paru sama dengan sirkulasi sistemik.
Q(iv-int)=Kf[(Piv-Pint) – df(Iiv-Iint)]
Keterangan:
Q = kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstisial
Piv = tekanan hidrostatik intravascular
Pint = tekanan hidrostatik interstisial
Iiv = tekanan osmotik koloid intravascular
Iint = tekanan osmotik koloid interstisial
Df = koefisien refleksi protein
Kf = kondukstan hidraulik
2. Sistem Limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan
cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di
daerah interstisial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan
kemampuan dari interstisium alveolar ini, cairan lebih sering meningkat
jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran
limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui
dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada
pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem
limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem
limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-
rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem
limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk
mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang dapat
mencegah terjadinya edem. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya
edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan
terkompresi.

Edem Paru Kardiogenik

Edem paru kardiogenik atau edem volume overload terjadi karena


peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan
peningkatan filtrasi cairan transvaskular, ketika tekanan interstisial paru lebih
besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceral
yang menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel tetap
normal, maka cairan edem ayng meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan
protein yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal
biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri.
Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-25 mmHg) menyebabkan edema
di perimikrovaskuler dan ruang interstisial peribronkovaskular. Jika tekanan
atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan edem akan menembus
epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut akan menimbulkan
lingkaran set Edem paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum
klinis Acute Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS ini didefinisikan sebagai
munculnya gejala dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi
jantung yang tidak normal. Secara patofisiologi edem paru kardiogenik
ditandai dengan transudai cairan dengan kandungan protein yang rendah ke
paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler
paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas
dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan
kemampuan difusi, hiposemia dan sesak nafas. Seringkali keadaan ini
berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda. Dikatakan pada stage 1
distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat peningkatan
tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di paru dan
meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan
ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi
inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup. Apabila keadaan
berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edem interstisial diakibatkan
peningkatan cairan pada daerah interstisial yang longgar dengan jaringan
perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan mengakibatkan
hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan petanda septum
interlobuler (garis kerley B). Pada derajat ini akan terjadi kompetisi untuk
memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan peningkatan
jumlah cairan di daerah di interstisium yang longgar tersebut, dan akan terjadi
pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan refleks
nronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi aka
mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi
yang semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya,
beratnya hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji
kapiler paru. Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipneaPada
proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadi stage 3 dari edem paru
tersebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia
yang berat dan seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini
terjadi akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan
mengandung darah, yang seringkali dibatukkan keluar oleh si pasien. Secara
keseluruhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang di bawah
normal. Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat perfusi dari
alveoli yang telah terisi cairan. Walaupun hiperkapnea yang terjadi pada
awalnya, tetapi apabila keadaan semakin memburuk maka dapat terjadi
hiperkapnea dengan asidosis respiratorik akut apalagi bila pasien sebelumnya
telah menderita penyakit paru obstruktif kronik. Dalam hal ini terapi morfin
yang telah diketahui memiliki efek depresi pada pernafasan, apabila akan
dipergunakan harus dengan pemantau yang ketat. Edem paru kardiogenik
disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik maka sebaliknya edem paru
nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah
paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam
interstisial paru dan alveolus. Cairan edem paru nonkardiogenik memiliki
kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk
dilewati oleh moleku besar seperti protein plasma. Banyaknya cairan edem
tergantung pada luasnya edem interstisial, ada atau tidak adanya cidera pada
epitel alveolar dan acute lung injury di mana terjadi cedera epitel alveolar
yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk menghilangkan cairan
alveolar.

Manifestasi Klinis

Gejala paling umum dari pulmonary edem adalah sesak nafas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara
perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari
pulmonary edem akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah
lelah, lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan
aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea),
kepeningan atau kelemahan.

Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:

- Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena
terbukanya saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.
- Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun
hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat
sedikit perubahan saja.
- Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Pada keadaan ini morphin harus
digunakan dengan hati-hati.

Edem paru yang terjadi setelah infark miokard akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edem paru walaupun tekanan kapiler paru normal,
yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxgenase atau cyclic
nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edem paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler. Pada manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut
dan edem paru, tekanan kapiler parunya normal. Hal ini mungkin disebabkan
lambatnya pembersihan cairan edem secara radiografi meskipun tekanan
kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita
terjadi peningkatan permeabilitas alveolus kapiler parus ekunder oleh karena
adanya isi sekuncup yang reendah seperti pada cardiogenic shock lung.

Edem paru kardiogenik ini merupakan spektrum klinis Acute Heart Failure
Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai: munculnya gejala dan tanda
secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal.
European Society of Cardiology (ESC) membagi AHFS menjadi 6 klasifikasi
yaitu:
ESC 1 : Acute decompensated Heart Failure

ESC 2 : Hypertensive acute heart failure

ESC 3 : Pulmonary oedema

ESC4 : Cardiiogenik shock’

ESC 5 : High output failure AHF pada sepsis

ESC 6 : Right heart failure

Bila edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik


maka sebaiknya, edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkaan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan
dan protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edem paru
nonkardiogenik memiliki kadar protein kadar proein tinggi karena membran
pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh protein plasma.
Akumulasi cairan edem ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan
filtrasi cairan ke dalam paru dan kecepaan cairan tersebu dikeluarkan dari
alveoli dan interstisial.

Diagnosis

Tampilan klinis edem paru kardiogenik dan nonkardiogenik mempunyai


beberapa kemiripan.

Anamnesis

Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edem paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronik.
Edem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada
kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang
menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang
yang akan tenggelam.
Khas pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan penyakit ini
berbedabeda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita sering
sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau
perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan
riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi
yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin
sianosis

Pemeriksaan Fisik

Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau


teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau
sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela
interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif
intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk
yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada
pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau
lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan
gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem perifer, akral dingin
dengan sianosis (sda). Dan pada edem paru non kardiogenik didapatkan khas
bahwa Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada
pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian
bawah dada.

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji
etiologi edem paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan
hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa
gas darah, enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic
Peptide (BNP). BNP dan prekursornya pro BNP dapat digunakan sebagai
rapid test untuk menilai edem paru kardiogenik pada kondisi gawat
darurat. Kadar BNP plasma berhubungan dengan pulmonary artery
occlusion pressure, left ventricular end-diastolic pressure dan left
ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien gagal jantung, kadar
pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai prediktor gagal jantung pada
pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan spesifitas 93%
(Lorraine et al) . Richard dkk melaporkan bahwa nilai BNP dan Pro BNP
berkorelasi dengan LV filling pressure (pasquate 2004). Pemeriksaan
BNP ini menjadi salah satu tes diagnosis untuk menegakkan gagal
jantung kronis berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi gagal jantung
kronik Eropa dan Amerika. Bukti penelitian menunjukan bahwa pro
BNP/BNP memiliki nilai prediksi negatif dalam menyingkirkan gagal
jantung dari penyakit penyakit lainnya.
- Radiologi
Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,
pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan
adanya garis kerley A, B dan C akibat edema instrestisial atau alveolar
seperti pada gambaran ilustrasi (Cremers 2010, harun n saly 2009). Lebar
pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax postero-anterior terlihat pada
90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85% ditemukan
80% pada kasus edem paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7
mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter > 10 mm sudah pasti
terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax telentang dikatakan
abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos
> 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan
menggambarkan adanay overload cairan.
Garis kerley A merupakan garis linier panjang yang membentang dari
perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose
antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis
pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut
kostofrenikus yang menggambarkan adanya edem septum interlobuler.
Garis kerley C berupa garis pendek, bercabang pada lobus inferior namun
perlu pengalaman untuk melihatnya karena terlihat hampir sama dengan
pembuluh darah.
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru
kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada
keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara
radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah
teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru,
seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film.
- Ekhokardiografi
Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan
fungsi katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edem
paru.
- EKG
Pemeriksaan EKG bias ormal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan
krisis hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edem paru kardiogenik tetapi yang
non iskemik biasanya menunjukan gambaran gelombang T negative yang
melebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam
24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab
dari non iskemik ini belum diketahui tetapi beberapa keadaan yang
dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding,
peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis
kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolic atau
katekolamin.
- Katerisasi Pulmonal
Pengukuran tekanan baji pulmonal (pulmonary artery occlusion
pressure/PAOP) dianggap sebagai pemeriksaan baku emas untuk
menentukan penyebab edem paru akut.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan edem paru non kardiogenik:

a. Supportif
Mencari dan menterapi penyebabnya. Yang harus dilakukan adalah :
- support kardiovaskular
- terapi cairan
- renal support
- pengelolaan sepsis
b. Ventilasi
Menggunakan ventlasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS net

Penatalaksanaan edem paru kardiogenik:

Sasarannya adalah mencapai oksigenasi adekuat, memelihara stabilitas


hemodinamik dan mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload
dan afterload. Sistematikanya :

- Posisi setengah duduk


- Oksigen terapi
- Morphin IV 2,5 mg
- Diuretik
- Nitroglyserin
- Inotropik

Bukti penelitian menunjukan bahwa pilihan terapi yang terbaik adalah


vasodilator intravena sedini mungkin (Nitroglyserin, nitropruside) dan
diuretika dosis rendah. Nitrogliserin merupakan terapi lini pertama pada
semua pasien AHF dengan tekanan darah sistolik > 95-100 mmHg dengan
dosis 20 mikrogram/min sapai 200 mikrogram/min (rekomendasi ESC IA).
Bahkan dosis yang sangat rendah (< 0,5 mikogram/kg/min) dari nitroglycerin
akan menurunkan LVED dan LVES tanpa turunnya tekanan darah dan perfusi
perifer. Bila dibandingkan dengan diuretik maka nitroglycerin memiliki
beberapa keuntungan yaitu lebih efektif dalam mengontrol edem paru berat
dengan profil hemodinamik yang lebih stabil. Penurunan wall stress dan
LVEDP yang leih cepat tanpa menurunkan CO.

Prognosis

Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan faktor penyebab/pencetus yang


dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
mekanisme terjadinya edema paru nonkardiogenik akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru, perbaikan pengobatan, dan teknik ventilator tetapi
angka mortalitas pasien masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien
yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi
pada proses difusi gas/udara. Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan
cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama.

Referensi: dr. Huldani. 2014. Referat Edem Paru Akut. Universitas


Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran: Banjarmasin.

7. Bagaimana penanganan awal dari skennario?


Penatalaksanaan awal yang dapat diberikan ialah:
1. Tirah baring
2. Suplemen O2 harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <dari 95% atau yang mengalami depresi respirasi
3. Suplemen O2 dapat diberikan pada 6 jam pertama tanpa
mempertimbangkan saturasi O2
4. Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan
jantung pada pasien

Referensi: Buku Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular


Indonesia (PERKI).

8. Apa yang menyebabkan edema tugkai?


Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan
volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan
beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu
diastolic, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium
kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan
aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus
berlanjut,maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat
terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya
tekanan dalam sirkulasi yang meninggi.Keadaan yang terakhir ini merupakan
hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru
(sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah,maka
akan meransang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan
mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemempuannya, dan bila
beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan,
sehingga pada akhirnya terjadi akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan.
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada
daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan,tekanan dan volume akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan
ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada
waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium
kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan
hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke
dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada
vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan
hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan
hepatomegali).Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan
sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai
bawah dan asites.
Referensi: Saunders WB. 2000.Goldman: Cecil Textbook of Medicine
Edisi 21. W. B. Company. Halaman 74-80.

9. Bagaimana manifestasi sesak pada kardiovaskuler dan non


kardiovaskuler?
Sesak nafas yaitu ungkapan rasa/sensasi yang dialami individu dengan
keluhan tidak enak/tidak nyaman bernapas. Atau kondisi dimana seseorang
mengalami kesulitan dalam bernapas atau tidak cukup mendapat asupan
udara.
A. Sesak nafas pada peyakit kardiovaskuler.
Sesak nafas karena penyakit jantung karena kongesti vena pulmonalis.
Adanya tekanan vena pulmonalis, yang normalnya berkisar 5mmHg. Jika
meningkat seperti pada penyakit katup mitral dan aorta atau disfungsi
ventrikel kiri, vena pulmonalis akanteregang dan dinding bronkus terjepit
dan mengalami edema, menyebabkan batuk iritatif non produktif dan
mengi. Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan
melebihitekanan onkotik plasma (sekitar 25mmHg), jaringan paru menjadi
lebih kaku karenaedema intertisial (peningkatan kerja otot pernafasan
untuk mengembangkan paru dantimbul dispnu), transudate akan
terkumpul dalam alveoli yang mengakibatkan edema paru.Selain itu,
pasien dapat mengalami ortopnea atau paroxymal nocturnal
dyspnea.Edema paru akut adalah manifestasi paling dramatis dari
kelebihan overload vena paru- paru dan dapat terjadi pada infark miokard
baru atau pada tahap terakhir dari kegagalanventrikel kiri kronis.
Kardiovaskular penyebab dispnea di antaranya adalah penyakitkatup
(stenosis mitral dan insufisiensi terutama aorta), arrhythmia paroksismal
(sepertiatrial fibrilasi), efusi perikardial dengan tamponade, hipertensi
sistemik atau paru-paru,kardiomiopati, dan miokarditis.Asupan atau
administrasi cairan pada pasien dengan gagalginjal oliguri juga
kemungkinan dapat berperan pada terjadinya kongesti paru dan dyspnea.
B. Sesak nafas pada penyakit non-kardiovaskuler.
Penyakit paru yang merupakan kategori utama lain penyebab terjadinya
dyspnea , diantaranya adalah asma bronkial, penyakit paru obstruktif
kronik, emboli paru, pneumonia, efusi pleura, pneumotoraks, pneumonitis
alergi, dan fibrosis interstisial. Selain itu, dyspnea mungkin terjadi pada
demam dan kondisi hipoksia serta berhubungandengan beberapa kondisi
kejiwaan seperti kecemasan dan gangguan panik. Diabeticketoacidosis
jarang menyebabkan dypsnea namun pada umumnya
menyebabkan pernafasan lambat dan dalam (pernafasan Kussmaul. Lesi
serebral atau perdarahanintrakranial mungkin terkait dengan hiperventilasi
kuat dan kadang-kadang napas tidak teratur periodik disebut pernafasan
Biot. Hipoperfusi cerebral dari sebab apapun jugadapat mengakibatkan
periode hiperventilasi dan apnea disebut respirasi Cheyne-
Stokes,meskipun mungkin tidak ada kesulitan bernapas dirasakan oleh
pasien.Pemeriksaan thorax dapat menunjukan peningkatan diameter
anteroposterior, tingkat pernapasan tinggi, kelainan bentuk tulang
belakang seperti kyphosis atau scoliosis, buktitrauma dan penggunaan otot
aksesori untuk bernapas. Kyphosis dan scoliosis bisamenyebabkan
pembatasan paru. Auskultasi paru-paru memberikan informasi
mengenaikarakter dan simetri nafas suara seperti rales, ronki, suara tumpul
atau mengi. Rales ataumengi dapat mengindikasikan gagal jantung
kongestif, dan ekspirasi mengi saja dapat mengindikasikan penyakit paru-
paru obstruktif.

KARDIAK NON KARDIAK


Patofisiologi Gangguan fungsi pompa Peradangan pada paru dan
jantung dalam mengisi dan ditandai dengan gangguan
memompa darah dari paru. aliran udara dalam saluran
pernapasan
Gejala -Muncul saat beraktivitas dan -Sesak nafas disertai bunyi
membaik saat beristirahat, tambahan (Mengi/Wheezing)
kadang memberat saat tidur -Sesak tidak dipengaruhi
terlentang aktivitas, dan sering disertai
-Denyut jantung tak teratur gejala lain yaitu batuk dan
-Disertai bengkak pada demam
tungkai
-Disertai keringat dingin

Hasil -Murmur -Peningkatan diameter


Pemeriksaan -Suara jantung tambahan anteroposterior.
-Kelainan detak/irama jantung -Tingkat pernapasan tinggi
-Mempengaruhi tekanan -Kelainan bentuk tulang
darah belakang
-Tidak mempengaruhi tekanan
darah
Penatalaksanaan Mengurangi beban jantung, -Jika penyebabnya bakteri
dengan obat golongan diberikan antibiotic
diuretic. -Jika penyebabnya virus
diberikan antivirus
Referensi : Joewono, B.S. 2003, IlmuPenyakitJantung, Airlangga
University Press, Surabaya.

10. Bagaimana kesimpulan dari diagnosa pada skenario?


Diagnosis
Berdasarkangejala yang terdapatdalam scenario maka diagnosis yang
tepatuntukNy.AadalahGagalJantug.
Kesimpulan
Berdasarkangejala-gejala yang terdapatpada scenario
makadapatdisimpulkanbahwaNy.AmenderitapenyakitGagal Jantung dengan
komplikasi. Gejalakhas yang dimilikiolehGagal Jantung
adalahsesaknapasmemberatsaatberaktivitasberatmaupunaktivitasringan,
atausedangberistirahat,edematungkai sertaterdapatkerley B lines yang
dimanasemuagejalakhastersebutterdapatdalam scenario.
Penyakitgagaljantungmerupakanpenyakit yang tergolongsangatberbahaya,
karenamenyerang organ vital
daritubuhmanusia.Olehkarenaituharussegeraditangani,
apabilatidaksegeraditanganimakaakandapatmenyebabkankematianbagisipende
rita.
DAFTAR PUSTAKA

1. Putz. Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 21. Jakarta: EGC.


Halaman 53.
Hastuti. 2007. Bahan Ajar Histologi Kardiovaskuler. Makasasr.
Halaman 5-13
2. Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine. M. 2006. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Velume 1.
Jakarta: EGC.
Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteram Universitas
Indonesia.
Rilantono.2016.Penyakit Kardiovaskuler(PKV). Badan
Penerbit FKUI: Jakarta. Halaman 44

3. Price, Sylvia. A, Lorraine, M.. Wilson. 1995. Patofisiologi:


Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
4. Rasmin,Menaldi. Aniwidyaningsih,wahju.
PendekatanKhususSesakNapas.
DepartemenPulmonologi&IlmuKedokteranRespirasi FK UI RS
Persahabatan. Jakarta
5. Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine. M. 2006. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Velume 1.
Jakarta: EGC.
6. Muttaqin, arif. 2013. Pengantar Asuhan Kedokteran klien
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba
Medika.
Noer,S et al. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.

Wilson Lorraine M. 2013. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit). Jakarta : EGC.

Brunner & Suddart. 2016. Buku Ajar Kedokteran Bedah. Edisi


10. Vol. 2. Jakarta : EGC.

Wakano, Rizky Amalia. 2017. Referat Efusi Perikardium.


Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran:
Banjarmasin.

dr. Huldani. 2014. Referat Edem Paru Akut. Universitas


Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran: Banjarmasin.

7. Buku Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia


(PERKI).
8. Saunders WB. 2000.Goldman: Cecil Textbook of Medicine
Edisi 21. W. B. Company. Halaman 74-80.
9. Joewono, B.S. 2003, IlmuPenyakitJantung, Airlangga
University Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai