Anda di halaman 1dari 44

MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH UMUM


Ayo kita kupas tuntas ilmu bedah sampai akar-akarnya..!!!

Ingat Mau paham


ilmu ilmu bedah
ABCDE? dari A
sampe Z???

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPORT

Airway dengan kontrol servikal


a. Penilaian
1. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
2. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

Obstruksi
jalan nafas

Penatalaksana
Parsial Total an?

See saw Tanpa alat Dengan alat


Gargling Crowing Snoring
breathing

Triple airway Suction,Orofa


manuver ringeal tube,
ETT

b. Pasang airway definitif sesuai indikasi


1. Fiksasi leher
2. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada
gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
c. Evaluasi

Berani Sepenuh Hati 134 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Breathing
a. Penilaian
1. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan control servikal in-line immobilisasi
2. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
3. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks
simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
4. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5. Auskultasi thoraks bilateral
b. Pengelolaan
1. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( NRM 11-12 liter/menit)
2. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
3. Menghilangkan tension pneumothorax dekompresi
4. Menutup open pneumothorax  kasa kedap udara dengan plester di tiga sisi
5. Memasang pulse oxymeter
c. Evaluasi

Circulation Dengan Kontrol Perdarahan


a. Penilaian
1. Mengetahui sumber perdarahan eksternal
yang fatal
2. Mengetahui sumber perdarahan internal
3. Periksa nadi : kecepatan, kualitas,
keteraturan, pulsus paradoksus.
4. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri
besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
5. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda
sianosis.
6. Periksa tekanan darah

b. Pengelolaan
1. Penekanan langsung pada sumber perdarahan
eksternal
2. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk
intervensi bedah serta konsultasi pada ahli
bedah.
3. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar
sekaligus mengambil sampel darah untuk

Berani Sepenuh Hati 135 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta
Analisis Gas Darah (BGA).
4. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
5. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
6. Cegah hipotermia
c. Evaluasi

Disability
a. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
b. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
c. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

Exposure/Environment
a. Buka pakaian penderita
b. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

KONDISI PENILAIAN (Pemeriksaan PENGELOLAAN


Fisik)
Tension pneumothorax Deviasi trakeal Dekompresi jarum
Distensi vena leher Torakostomi selang
Hipersonor
Bising nafas (-)
Massive hemothorax + Deviasi trakeal Akses vena
Vena leher kolaps Perbaikan volume
Perkusi: dullness Konsultasi bedah
Bising nafas (+) Tube thoracostomy
Cardiac tamponade Distensi vena leher Perikardiosintesis
Bunyi jantung jauh Akses vena
Ultrasound Perbaikan volime
Perikardiotomi
Thorakotomi

SUMBATAN JALAN NAPAS AKIBAT BENDA ASING (TERSEDAK)

Lokasi benda asing


Gejala klinis setinggi laring:
 Stridor
 Suara serak
 Obstruksi total

Berani Sepenuh Hati 136 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Gejala Klinis setinggi trakea:


– Palpatory thud serta audible slap
 lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien tidur terlentang dengan mulut terbuka 
saat batuk 

 Audible slap: suara hentakan di trakea, pita suara atau subglotis 

 Palpatory thud: teraba hentakan di trakea pars servikal 
– Mengi (asthmatoid wheeze) 

 dapat didengar pada saat pasien membukamulut dan tidak ada hubungannya dengan penyakit asma bronchial

Gejala klinis setinggi bronkus:


 Suara napas berkurang
 Wheezing unilateral
 Batuk
TETANUS

Merupakan toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh Clostridium tetani
ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat dengan gejala klinisklinis
a. Riwayat luka dengan gejala klinis kejang, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile).
b. Kultur: C. tetani (+).
c. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria
d. Derajat
1. Mild: Trismus dengan spasme ringan, tanpa atau dengan disfagia ringan
2. Moderate: Trismus sedang, dengan kekakuan yang meningkat, spasme ringan atau sedang dalam jangka waktu
singkat., gangguan pernafasan ringan (RR > 30), dan disfagia ringan.
3. Severe: Trismus berat, spasme pada seluruh tubuh, kejang refleks (+), RR >40, periode apnea (+), disfagia berat, dan
takikardia >120.
4. Very severe: grade III dengan adanya gangguan otonom hebat, terutama pada sistem kardiovaskular. Ditemukan
adanya hipertensi dan takikardia berat yang bergantian dengan hipotensi dan bradikardia relatif.

Tatalaksana
1. Pemberian antitoksin tetanus
2. Penatalaksanaan luka
3. Pemberian antibiotika
4. Penanggulangan kejang
5. Perawatan penunjang
6. Pencegahan komplikasi

1. Manajemen Luka untuk mencegah tetanus


• Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan debridemen.
• Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan.
• TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat
diberikan.
• Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan.
Keparahan luka bukan faktor penentu pemberian Tig

Berani Sepenuh Hati 137 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

2. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.


3. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya-ruangan redup dan tindakan terhadap penderita.
4. Diet cukup kalori dan protein
– 3500-4500 kalori per hari
– 100-150 gr protein
– Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral
5. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
6. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan respon klinis. Diazepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari.
– Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis 0,5 mg/kgBB/kali i.v. perlahan-
lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian Diazepam per
oral (sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis maksimal diazepam 240 mg/hari.
– Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis
diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa
kurarisasi.
– Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada gangguan saraf otonom.
7. ATS atau HTIG
– Skin tes untuk hipersensitif
– Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat
– Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.
– Jika memakai HTIG, dosis yang dipakai ialah 3000-6000 IM dosis tunggal 

8. Eliminasi bakteri
– DOC: Penisilin berikan prokain penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari.
– Alergi penisilin Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama 10 hari
– dapat mengeradikasi Clostridium tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya.
9. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas
– Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazol dapat diberikan, terutama bila penderita alergi penisilin
– Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis
– Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari
– Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.
10. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama
– Dilakukan bersamaan dengan antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda
– Dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuskular diberikan 24 jam pertama.
11. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
12. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

Pencegahan komplikasi
Anoksia otak dengan
– Pemberian antikejang, sekaligus mencegah laringospasme,
– Jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi (pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan rakheotomi
berencana, pemberian oksigen.
Pneumonia
– membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika.
– Fraktur vertebra: pemberian antikejang yang memadai.

Berani Sepenuh Hati 138 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH TORAKS DAN KARDIOVASKULAR

TRAUMA THORAKS

Hemotoraks
Terkumpulnya darah pada ruang pleura, terjadi karena laserasi pembuluh darah di rongga dada. Penimbunan darah pada
rongga dada ini akan mendesak jantung dan pembuluh darah di ronggga dada. Ruang pleura dapat menampung hinggga 1,5
L darah di masing-masing kavum thorax.
Sumber perdarahan: A. intercostalis atau a. mamaria interna (85%), a. torakalis interna, parenkim paru dan jantung.
Perdarahan jarang melibatkan pembuluh darah besar seperti arkus aorta, vena azygos, dan vena cava.
Klinis: Sesak napas, Nyeri, Frothy, Bloody Sputum, Takikardi, Takipnoe, Gerakan dada tertinggal saat ekspirasi, Fremitus
melemah, Suara napas melemah, Anxiety/Restlessness, syok, Flat Neck Veins

Tatalaksana
a. ABC’s with c-spine control, resusitasi cairan (Darah yang di rongga pleura menyebabkan berkurangnya volume paru,
empyema, dan kerusakan diafragma)
b. WSD: preventif, diagnosis, kuratif
c. Indikasi torakotomi :
 3-5 cc/kgbb/jam dalam 3 jam berturut
 >5 cc/kg bb dalam 1 jam

Pneumothorax
Parameter Pneumothorax
Open Pneumothorax Closed Pneumothorax Tension Pneumothorax
Etiologi Trauma → Hubungan Primer → Pecahnya bleb Mekanisme ventil
rongga pleura dengan Sekunder → Trauma
atmosfer
Klinis Luka terbuka pada dada Riw. batuk lama JVP meningkat
Sesak nafas progresif Nyeri dada Hipotensi menetap
Emfisema subkutis Sesak nafas Suara nafas menghilang
Sucking chest wound Suara nafas menghilang Perkusi hipersonor
Perkusi hipersonor
Penatalaksanaan Primary survey Primary survey Primary survey
Occlusive dressing (Plester Airway control Needle thoracosinthesis
3 sisi) WSD High flow oxygen
WSD WSD

Tatalaksana dilakukan denan Needle Decompression pada sela iga II/III garis midclavikula dilakukan Insersi iv cath 14 G/ lebih
pada tepi atas costa III/IV. Hindari insersi pada tepi bawah krn terdapat N.A.V intercostalis

Flail Chest
Keadaan yang terjadi apabila terjadi fraktur iga segmental pada dua atau lebih iga dengan atau tanpa kontusio paru. Pada
kelainan ini terdapat gerakan napas yang paradoksal, yang mengakibatkan nyeri dan gangguan pernapasan. Tatalaksana
utama pada Flail chest adalah pengendalian nyeri dengan analgesic dan blok intercostal. Pasien dengan Flail chest dapat
dipulangkan bila tidak ada distress pernapasan setelah observasi 24 jam. Pada umumnya tidak diperlukan fiksasi khusus
untuk fraktur iga.

Kontusio Paru
Kontusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada Paru yang ditandai dengan hemoragi dan edema setempat.
Ro thoraks: menunjukkan gambaran Infiltrat, tanda infiltrat kadang tidak muncul dalam 12-24 jam. Tatalaksananya bersifat
suportif.

Hemopneumotoraks
Adanya pneumotoraks dan hemotoraks secara bersamaan. Ditandai dengan adanya air-fluid level pada foto thoraks.
Tatalaksana definitive adalah dengan pemasangan WSD.

Tamponade Jantung
Akumulasi darah/cairan pada rongga pericardium dengan etiologi : neoplasma dan perdarahan pada: Trauma dada, Ruptur
dinding ventrikel, Diseksi aorta.

Berani Sepenuh Hati 139 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Pada pemeriksaan akan didapatkan Trias Beck :


a. Hipotensi
b. JVP meningkat
c. Suara jantung menjauh (Muffling heart sound)
Pada PF ditemukan pulsus parodoksus.

Tata laksana
a. ABC’s dengan c-spine control
b. High Flow oxygen
c. Cardiac Monitor
d. IV access besar
e. Pericardiocentesis
f. Bedah : pericardial window

LIMB ISCHEMIA

Penyakit Arteri Perifer Akibat Oklusi


Kalau dilihat dari onsetnya, limb ischemia dapat dibagi menjadi keadaan akut dan keadaan kronik dengan gejala sebagai
berikut yaitu:

Insufisiensi Arteri Akut Insufisiensi Arteri Kronik


Perubahan temperatur dengan garis batas yang sangat jelas Atrofi muskulatur
Ekstremitas pucat pada posisi istirahat Bulu kaki rontok
Nyeri dan parestesia Kuku hipetrofi dan pertumbuhan lambat
Sensasi menurun Nadi lemah
Sianosis dengna batas tegas dan blanching (pucat pada Vena superfisial menciut
penekanan) Pengisian kapiler melambat
Sianosis dengan batas tegas tanpa blanching Pucat lebih lama dengan elevasi
Parese hingga paralisis Ulkus
Muskulus spastik dan keras Claudicatio intermitten

Penyakit arteri akibat vasospasme: Fenomena Raynaud


Spasme otot polos vaskular
 Vasospastik arteri digitalis yang biasanya terjadi saat temperatur dingin/ stress emosional  respons simpatik
• Patogenesis: Vasospasme  vasokonstriksi ekstrem  obliterasi lumen vaskular  menghambat aliran darah.
• Predominan: Wanita 20-40 tahun
Karaktersitik tiga fase perubahan warna :
1. Memucat karena aliran darah terhambat.
2. Sianosis akibat akumulasi lokal hemoglobin terdesaturasi
3. Memerah akibat kembalinya aliran darah

Berani Sepenuh Hati 140 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Vaskulitis
Berikut adalah beberapa penyakit arteri yang disebabkan oleh inflamasi

TROMBOSIS VENA DALAM

Trombosis pada sistem vena dalam, mengakibatkan gangguan aliran balik vena sehingga terjadi gejala klinis yang khas.

Faktor Risiko
• Usia lanjut (>40 thn)
• Riwayat tromboemboli sebelumnya
• Pasca operasi, pasca trauma
• Imobilisasi lama
• Gagal jantung kongestif
• Pasca MCI
• Paralisis tungkai bawah
• Penggunaan estrogen
• Kehamilan atau pasca melahirkan
• Varises
• Obesitas
• Sindrom antibodi antifosfolipid
• Hiperhomosisteinemia

Gejala Klinis
– Nyeri pada betis unilateral
– Tungkai bengkak unilateral/ bilateral
– Hiperemis
– Nyeri bertambah pada dorsofleksi pasif (Homan’s Sign)

Pemeriksaan Fisik
– Rasa tidak nyaman saat palpasi ringan betis bagian bawah
– Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial teraba, distensi vena, diskolorasi,
sianosis

Berani Sepenuh Hati 141 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Pemeriksaan penunjang
– Lab : kadar FDP meningkat, titer D dimer meningkat
– Radiologis: ultrasonografi kompresi, CT scan dengan injeksi kontras, venografi

Terapi
– Elevasi kaki, pembalut elastik
– Antikoagulan
– thrombektomi pada kasus tertentu

Berani Sepenuh Hati 142 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH DIGESTIF

PERITONITIS

Adalah inflamasi pada rongga peritoneum, dapat terjadi karena iritasi atau infeksi pada peritoneum. Dapat dibagi menjadi
tipe:
a. Primer: disebabkan penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke peritoneum. Sangat jarang terjadi <1%. Biasanya pada
pasien dengan asites. Akumulasi cairan pada rongga abdomen menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme
b. Sekunder: disebabkan oleh iritasi bakteri/darah//enzim/cairan bilier yang dihasilkan saluran cerna ke peritoneum, bisa
karena perforasi atau perdarahan.
Gejala Klinis dapat berupa Nyeri abdomen, Demam, Mual dan muntah, Kembung , Takipnoe, takikardi, Defans
musculaire, Bising usus menurun, RT : nyeri tekan, TIA meningkat

APPENDISITIS

Penentuan Appendisitis ini disesuaikan berdasarkan skor Alvarado, seperti berikut:

Alvarado score ≥ 6 menunjukkan adanya appendisitis akut

HERNIA

Hernia adalah: keluarnya isi suatu rongga masuk ke dalam rongga lainnya, pada bidang bedah lazimnya mengacu pada
keluarnya isi rongga peritoneum menuju rongga lainnya, yang paling umum adalah hernia inguinalis, dimana isi rongga
peritoneum keluar menuju subkutis atau hingga ke skrotum. Menurut rute perjalanannya, hernia inguinalis dibagi menjadi:
a. Indirek/lateralis: mengikuti kanalis inguinalis. Karena kelemahan annulus inguinalis lateral (pada dewasa) atau adanya
prosesus vaginalis persistent (pada anak). Khas pada tipe ini hernia dapat mencapai skrotum
b. Direk/medialis: Timbul karena adanya defek atau kelemahan pada fasia transversalis dari trigonum Hasselbach

Tipe Hernia Definisi

Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual/spontan

Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia

Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia  tanda-tanda iskemik usus:
bengkak, nyeri, merah, demam

Berani Sepenuh Hati 143 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Lokasi Hernia

Hernia Inguinalis vs Hernia Femoralis

Hernia Femoralis Hernia Inguinalis

Terletak di inferolateral Terletak di supero-


ligamentum inguinal dan medial dari
tuberculum pubicum ligamentum inguinal &
tuberculum pubicum

Lebih banyak dialami Lebih banyak dialami


perempuan laki-laki

Isi kantong hernia: Isi kantong hernia:


omentum usus

Lebih sering mengalami Lebih jarang


strangulasi mengalami strangulasi

Hernia Inguinalis Lateralis (Indirek) vs Hernia Inguinalis Medialis (Direk)

Hernia Indirek/ Hernia Inguinalis Hernia Direk/ Hernia Inguinalis


Lateralis (HIL) Medialis (HIM)
Usia pasien Usia berapapun, terutama muda Lebih tua
Penyebab Dapat kongenital Didapat
Bilateral 20 % 50 %
Penonjolan saat batuk Oblik Lurus
Tidak segera mencapai ukuran Mencapai ukuran terbesar dengan
Muncul saat berdiri
terbesarnya segera
Reduksi saat berbaring Dapat tidak tereduksi segera Tereduksi segera
Penurunan ke skrotum Sering Jarang
Leher kantong Sempit Lebar
Strangulasi Tidak jarang Tidak biasa
Hubungan dengan pembuluh darah
Lateral Medial
epigastric inferior

Pemeriksaan Hernia Inguinalis & Hernia Femoralis

Berani Sepenuh Hati 144 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia congenital pada umbilicus yang hanya ditutup peritoneum dan kulit, berupa
penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilicus. Angka kejadian hernia ini lebih tinggi
pada bayi premature. Dapat menutup sendiri pada usia 4 sampai 5 tahun, bila tidak harus ditutup dengan tindakan bedah.

ILEUS

Ileus adalah hambatan pasase pada usus. Berdasarkan tipe kelainannya dapat dibagi menjadi:
a. Ileus obstruksi Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena adanya kelainan struktural sehingga menghalangi
gerak peristaltik usus.
b. Ileus paralitikKelainan fungsional atau terjadinya paralisis gerak peristaltik usus

Pada pemeriksaan klinis akan terdapat Bising Usus :High pitched (metallic sound) dan meningkat (obstruksi), menghilang
(paralitik), Darm kontur yaitu terlihatnya bentuk usus pada dinding abdomen, Darm Steifung yaitu terlihatnya gerakan
peristaltik pada dinding abdomen
Pemeriksaan penunjang yang dapat kamu lakukan adalah dengan Radiologi Abdomen 3 posisi (Tegak, Supine, LLD)  Step-
ladder arrangement, herringbone pada ileus obstruksi

Tatalaksana
a. Resusitasi ABC bila pasien tidak stabil
1. Air way (O2 60-100%)
2. Infus 2 akses vena bila dibutuhkan dengan cairan kristaloid
b. FIDA  Fasting, Infussion, Decompression, Antibiotic
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemasangan kateter urin, monitor output urin setiap jambalans cairan ketat
3. Follow-up hasil lab dan Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
4. Perawatan di intermediate care
5. Rectal tubes hanya dilakukan pada Sigmoid volvulus.
c. Operasi emergency bila:
1. Ada strangulasi, contoh: hernia
2. Ada tanda-tanda peritonitis yang disebabkan karena perforasi atau iskemia

HEMOROID

Grading hemoroid interna:


• Grade I hemorrhoids project into the anal canal and often bleed but do not prolapse
• Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining or defecating but reduce spontaneously
when straining ceases (ie, return to their resting point by themselves)
• Grade III hemorrhoids protrude spontaneously or with straining and require manual reduction (ie, require manual
effort for replacement into the anal canal)
• Grade IV hemorrhoids chronically prolapse and cannot be reduced; these lesions usually contain both internal
and external components and may present with acute thrombosis or strangulation

Tatalaksana:
Treatment for internal hemorrhoids by grade:
• Grade I hemorrhoids
– conservative medical therapy and avoidance of nonsteroidal anti- inflammatory drugs (NSAIDs) and spicy
or fatty foods
– Conservative therapy:
Berani Sepenuh Hati 145 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD

• Increased fiber intake and adequate fluids  reducing both prolapse and bleeding
• Avoid straining and limit their time spent on the commode
• Topical and systemic analgesics; proper anal hygiene
• a short course of topical steroid cream
• Grade II or III hemorrhoids
– initially treated with nonsurgical procedures, rubber band ligation, sclerotherapy, and infrared
coagulation
– Rubber band Ligation is the treatment of choice for second- degree hemorrhoids, and it is a reasonable
first-line treatment for third-degree hemorrhoids
• Very symptomatic grade III and grade IV hemorrhoids
– surgical hemorrhoidectomy, or stapled
– Very symptomatic gr. III�  continous bleeding, intractable pain, large hemoroid gr. III
• Treatment of grade IV internal hemorrhoids or any incarcerated or gangrenous tissue requires prompt surgical
consultation

Berani Sepenuh Hati 146 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH ORTHOPAEDI

SINDROMA KOMPARTEMEN

Adalah peningkatan tekanan intra kompartemen (> 30 mmHg) suatu ruang anatomi tertutup yang dibatasi oleh dinding yang
relatif kaku sehingga mengganggu sirkulasi ke distal dari kompartemen tersebut. Kompartemen yang biasa terlibat adalah
kompartemen anterior dan deep posterior pada tungkai, kompartemen volar dari antebrachii.

Etiologi: Fraktur tertutup, Cedera jaringan lunak, Cedera vaskuler/post ischemic reperfusion injury, Kompresi ekstremitas
saat terjadi gangguan kesadaran, Luka bakar grade 3, pemasangan gips yang sirkuler dan terlalu ketat.

Penting diingat..!!
Klinis yaitu 6P : Pain, Pallor, Pulseless, Paresthesia, Paralysis, Poikilothermia. Tekanan kompartemen dapat diperiksa
dengan menggunakan selang intravena, stopcock threeway, spuit, dan manometer raksa.

Tata laksana Turunkan tekanan intra kompartemen: fasciotomi, escharotomi, buka gips

FRAKTUR

Adalah kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.Etiologi
a. Penyebab trauma: langsung dan tidak langsung.
1. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dapat mengakibatkan fraktur di tempat itu
2. Trauma tidak langsung bilamana titik tumpu berbenturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
b. Fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma adalah fraktur patologis  fraktur dari tulang yang
patologik akibat suatu proses

Klinis
Deskripsi fraktur
a. Lokasi (Site): diafisis, metafisis, epifisis, atau intraarticular. Bila terdapat dislokasi sendi dapat dikatakan fracture-
dislocation.
b. Perluasan (Extent): komplit atau tidak komplit.
1. Fraktur komplit : garis patah melalui penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada
foto.
2. Fraktur tidak komplit apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
c. Bentuk dan jumlah garis patah (Configuration) :transversal, oblik, atau spiral. Simpel, multipel, comminuted fracture
d. Kedudukan / hubungan fragmen fraktur satu sama lain: undisplaced atau displaced.
e. Hubungan fraktur dengan lingkungan luar
1. Fraktur tertutup: kulit yang melapisi tulang masih intak,
2. Fraktur terbuka: terdapat hubungan antara tulang dengan lingkungan luar
f. Komplikasi: tidak terjadi komplikasi maupun terjadi komplikasi. Komplikasi yang terjadi bisa lokal atau sistemik.

Pemeriksaan fisis
a. Pemeriksaan umum  dicari kemungkinan komplikasi umum
b. Pemeriksaan status lokalis
1. Look (Inspeksi)
a) Pembengkakan  daerah tulang yang patah biasanya membengkak
Berani Sepenuh Hati 147 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD

b) Deformitas
i. Lihat adanya penonjolan yang abnormal
ii. Tampak angulasi ke lateral atau angulasi anterior
iii. Adanya rotasi ke luar
iv. Pemendekan lengan
2. Feel (Palpasi) Nyeri lokal, nyeri tekan dan nyeri sumbu, keadaan neurovaskular distal pada arteri radialis dan
ulnaris. Pemeriksaan ulang untuk mengetahui adanya sindrom kompartemen.
3. Move ( Gerak)
a) Krepitasi terjadi bila tulang yang patah digerakkan
b) Nyeri bila digerakkan baik pada gerakan aktif maupun pasif
c) gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion (ROM) dan kekuatan.
d) Gerakan yang tidak normal.
4. Functio laesa Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur antebrachii lengan bawah tidak dapat diangkat dan tidak
dapat berjalan.

FRAKTUR KHAS
a. Colles
1. Dinner-Fork Deformity:
2. Fraktur pada bagian distal radius dengan displacement segmen fraktur ke arah dorsal
3. Terjadi akibat telapak tangan menumpu berat badan ketika terjatuh
b. Smith
1. Fraktur pada bagian distal radius dengan displacement segmen fraktur ke arah ventral
2. Terjadi akibat punggung tangan menumpu berat badan ketika terjatuh
3. Typical deformity : Garden Spade
c. Galeazzi
1. Fraktur shaft radius distal + dislokasi sendi radioulnar dengan fragmen distal angulasi ke dorsal.
2. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
3. Akibat trauma langsung pada wrist, khususnya pada aspek dorsolateral atau akibat jatuh dengan outstreched hand
dan pronasi forearm.
4. Nyeri pada wrist atau midline forearm dan diperberat oleh penekanan pada distal radioulnar.
d. Monteggia
1. Fraktur ulna proksimal + dislokasi sendi radioulnar proksimal
2. Klinis: sendi siku bengkak, deformitas, ROM terbatas karena nyeri khususnya supinasi & pronasi
3. Kaput radius biasanya dapat di palpasi
4. Sering terjadi cedera n.radialis; Posterior Intraosseus nerve

Kiri ke kanan: colles, smith, galeazzi, monteggia

Berani Sepenuh Hati 148 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

FRAKTUR TERBUKA

Prinsip Tatalaksana:
1. Pembersihan luka  irigasi dengan NaCl fisiologis
secara mekanis  mengeluarkan benda asing yg
melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati
(debrideman) pada kulit, jaringan subkutaneus,
lemak, fasia otot dan fragmen tulang yg lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna
atau eksterna
4. Penutupan kulit
– Jika diobati dalam periode emas (6 – 7
jam) sebaiknya kulit ditutup
– kulit tegang  tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
– Antibiotik diberikan sebelum, pada saat
dan sesudah operasi
6. Tetanus

DISLOKASI PANGGUL & BAHU

Dislokasi yaitu saat bonggol sendi keluar dari mangkuk sendi. Dislokasi yang paling sering adalah:
a. Panggul
1. Posterior Hip
a) Nyeri pada lutut dan sendi bagian belakang
b) Sering terjadi pada orang yang duduk di mobil dan lutut terbentur dashboard
c) Kaki terlihat memendek dan dalam posisi fleksi, endorotasi dan adduksi
2. Anterior Hip
a) Nyeri pada sendi panggul
b) Pada pasien yang mengendarai motor dalam posisi mengangkang
c) Kaki dalam posisi eksorotasi, ekstensi, dan abduksi
b. Bahu (D. Glenohumeralis)
1. Dislokasi Anterior
a) Lengkung (contour) bahu berobah,
b) Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna
c) Teraba caput humeri di bag anterior
d) Back anestesi  Gangguan n. axillaris
2. Dislokasi Posterior
a) Lengan dipegang di depan dada
b) Adduksi
c) Rotasi interna
d) Bahu tampak lebih datar (flat and squared off)

Tatalaksananya dilakukan dengan Reduksi tertutup dengan sedasi

OSTEOMIELITIS

Peradangan pada tulang dan sumsum tulang(bone marrow) disebabkan oleh kuman. Patogenesis osteomielitis dapat melalui
3 cara yaitu hematogen, adanya fokus infeksi dan inokulasi langsung dari bakteri. Gejala: gejala nonspesifik, Demam,
Menggigil, Malaise, Letargi, Iritabilitas, dan tanda radang klasik: tumor, runor, kalor, dolor. Etiologi: Staphylococcus aureus
(Bakteri penyebab yang paling sering ditemukan terutama pada osteomielitis hematogen), Pseudomonas (IV drugs users)
dan Enterobacteriaceae, anaerobe gram-negative bacilli (lebih jarang). Osteomielitis akut hematogenus memiliki predileksi
pada metafisis tulang panjang.

Berani Sepenuh Hati 149 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

RUPTUR TENDON ACHILLES

Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo Achilles atau cedera yangmempengaruhi bagian bawah belakang kaki.
Klasifikasi:
• Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari 50%, biasanya diobati dengan manajemen konservatif
• Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya diobati dengan
akhir-akhir anastomosis
• Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3 sampai 6 cm
• Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat lebih 6 cm (neglected)

Manifestasi Klinik Ruptur Tendo Achilles


1. Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang pergelangan kaki atau betis
2. Bengkak, kaku dan memar
3. Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit
4. Tumit tidak bisa digerakan turun naik.
5. Pasien mungkin menggambarkan sensasi ditendang di bagian belakang kaki.
6. Nyeri bisa berat.
7. Nyeri lokal, bengkak dengan gamblang sepanjang tendon
Achilles dekat lokasi penyisipan, dan kekuatan plantar
flexion lemah
8. Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian
belakang pegelangan kakiatau betis
9. Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan
kelemahan di dekat tumit.
10. Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon
sekitar 2 cm di atas tulang tumit.
11. Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik atau “push off”
kaki terluka ketika berjalan.
12. Pasien merasa seolah-olah ia telah dipukul tepat pada
tumitnya dan tidak bisa berjinjit.
13. Apabila ada robekan,suatu celah dapat dilihat dan terasa 5 cm diatas insersio tendon.
14. Plantar flexi kaki akan lemah dan tidak disertai dengan gerakan tendon

Tatalaksana
• Terapi fisik
– Pengobatan konservatif  Boot orthosis
– Percutaneous Surgery
– Open Surgical Repair
• Terapi obat NSAIDs
– Ibuprofen dan Asetaminofen

ANKLE SPRAIN

Terjadi pada ligamen di ankle, yaitu


ligament talofibular anterior,
ligament calcaneofibular, dan
ligament talofibular posterior.
Gejala berupa nyeri, bengkak,
spasme otot, akral dingin atau
paresthesia (bila neurovaskuler
terganggu).
Gejala khas berupa nyeri saat
dilakukan inversi. Umumnya
diagnosis ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Berani Sepenuh Hati 150 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

RUPTUR ACL & PCL

Anterior Cruciatum Ligament adalah salah satu dari empat major ligament di lutut. ACL berfungsi sebagai stabilitator dan
pembatas gerak pada lutut. 80% kasus ruptur ligament terjadi pada ACL. Penyebab ruptur ACL adalah karena trauma. Gejala:
Popping sound, bengkak dan nyeri, lutut tidak stabil. Lutut bisa fleksi, tetapi tidak bisa ekstensi.

Pemeriksaan Cedera Anterior


Cruciatum Ligamen

Pemeriksaan Cedera Posterior


Cruciatum Ligamen

CEDERA MENISKUS

Sering terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada bola basket, sepak bola atau bulu
tangkis. Mekanisme cedera meniscus: akibat gerakan berputar dari sendi lutut, akibat gerakan squat atau fleksi
(menekuknya) sendi lutut yang berlebihan.

Apley test:
Positif bila ada nyeri dan bunyi “kIik”.
Putar kaki ke eksorotasikompresi pada meniscus lateralis.
Putar kaki endorotasikompresi pada meniscus medialis.

Berani Sepenuh Hati 151 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

McMurray Test:
Tungkai bawah ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasi provokasi nyeri
pada meniscus medial dan bunyi
“kIik”.

Gerakan tungkai bawah ekstensi


disertai dengan tekanan ke varus
dan endorotasi provokasi
nyeri pada meniscus lateral dan
bunyi “kIik”.

EPICONDYLITIS

TENNIS ELBOW (LATERAL EPICONDYLITIS)


Gejala klinis:
– Nyeri pada origo otot-otot lengan bawah, terutama extensor carpi radialis brevis.
– Lokasi nyeri biasanya 5mm distal dan sedikit ke arah anterior dari epicondilus lateral humeri.
– Nyeri disertai dengan keterbatasan ekstensi pergelangan tangan dan ekstensi jari jemari.
– Nyeri atau terasa terbakar pada sisi lateral siku, weak grip strength.

GOLFER’S ELBOW (MEDIAL EPICONDYLITIS)


Gejala klinis:
• Etiologi: Micro-tears dari origo otot-otot fleksor-pronator lengan bawah, seperi flexor carpi ulnaris.
• Akibat olahraga yang sifatnya throwing/ racquets.
• Nyeri memberat saat fleksi dan pronasi. Nyeri juga dirasakan saat menekuk pergelangan tangan dan menggenggam.

Berani Sepenuh Hati 152 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH ANAK

KELAINAN KONGENITAL TRAKTUS GI TRACT

Merupakan gangguan saluran cerna yang muncul akibat gangguan konggenital dengan gejala muntah berlebihan dan tidak
bisa buang air besar. Mau tau jenis-jenis kasusnya??

Disorder Clinical Presentation Radiologic Finding

Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus)


Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation
Barium Enema: a transition zone
since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention,
that separates the small- to
poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis.
normal-diameter aganglionic
Hirschprung RT: Explosive stools .
bowel from the dilated bowel
Criterion standard full-thickness rectal biopsy.
above
Treatment  remove the poorly functioning aganglionic bowel and create
an anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel
(with or without an initial diversion)

Anal opening (-), The anal opening in the wrong place, abdominal
Knee chest position /
distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula
invertogram: to determined the
(perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler).
Anal Atresia distance of rectum stump to the
Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the
skin (anal dimple)
rectum ending in a blind pouch.
High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula

Abdomen plain:
Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus Single Bubble Sign
Hypertrophic functional gastric outlet obstruction Caterpillar Sign
Pyloric Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive Barium meal:
sign).Vomiting  occur after every feeding, starts 3-4 weeks of age Mushroom sign, string sing,
double tract sign, shoulder sign
Plain chest X-ray with a NGT:
Congenitally interrupted esophagus
coiled NGT at upper pouch (the
Esophagus Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,. Bluish
tube has not reached the
Atresia coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings
stomach)
Coughing, gagging, and choking, respiratory distress, Poor feeding
“The Gasless Abdomen”
Duodenal Atresia : Double bubble
Malformation where there is a narrowing or absence of a portion of the
sign
Intestine Atresia intestine.
Jejunal Atresia: Tripple bubble
Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious vomiting
sign

HIRSCHPRUNG

 Suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari spinchter ani interna kearah proksimal dengan panjang
yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rectum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus. Tidak terdapat ganglion Meisner dan Auerbach.
 Manifestasi klinis:
 Keterlambatan evakuasi mekonium
 Muntah hijau
 Distensi abdomen
 Darm contour / darm steifung
 Radiologi  BNO (herring bone,
dilatasi usus, empty rectum),
Enema (Zona transisi)
 Prinsip tatalaksana:
 mengatasi obstruksi,
 mencegah terjadinya enterocolitis
 membuang segmen aganglionik
 mengembalikan kontinuitas usus

Berani Sepenuh Hati 153 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ATRESIA ANI
 Klasifikasi
o Berdon
 Letak Tinggi
Distal rectum berakhir di atas muskulus levator ani (>1.5cm dengan kulit luar)
 Letak Rendah
Distal rectum melewati musculus levator ani (jarak <1.5cm dari kulit luar)
o Stephen
 Letak Tinggi
Distal rectum terletak di atas garis pubococcygeal
 Letak Rendah
Distal rectum di bawah garus pubococcygeal

 Tatalaksana Awal  puasa, IV fluid, antibiotic, evaluasi adakah defek yang menancam nyawa dengan NGT,
pemeriksaan Echo, USG Urinalisis, dll

 Tatalaksana setelah 24 jam

Berani Sepenuh Hati 154 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ATRESIA ESOFAGUS

 Anatomical discontinuity of esophagus with or with out communication with trachea.


 Klasifikasi (VOGT):
o Type 1: absent esophagus (Esophageal agenesis; very rare, and not included in the classification by Gross)
o Type 2: EA without tracheoesophageal fistula (TEF).
o Type 3: EA with fistula:
 3a. EA with proximal TEF
 3b. EA with distal TEF
 3c. EA with proximal & distal TEF.
o Type 4: isolated TEF with intact esophagus.
 Radiologic findings: Plain chest X-ray with a NGT: coiled NGT at upper pouch (the tube has not reached the stomach),
“The Gasless Abdomen”

HYPERTROPHIC PYLORIC STENOSIS

 The pylorus become abnormally thickened and manifests as obstruction to gastric emptying
 Classic presentation:
o Bayi 3-6 minggu
o Mengalami muntah segera setelah makan, tidak berwarna hijau (non-bilious) dan sering kali
proyektilMuntah proyektil
o Terlihat lapar dan makan setelah muntah (a "hungry vomiter")
 Palpable mass : Paling mudah teraba segera setelah muntah karena sebelumnya tertutupi oleh antrum yang
distensi atau otot abdomen yang menegang (biasanya teraba di tengah epigastrium di bawah hepar)
 Radiologic Finding: BNO: Single Bubble Sign, Caterpillar Sign, Barium meal: Mushroom sign, string sing, double tract
sign

GASTROSKISIS VS OMPHALOCELE

GASTROSKISIS
Defek pada dinding anterior abdomen (biasanya di sebelah kanan) sehingga organ abdomen keluar melalui defek tersebut.
Tidak terdapat selaput yang melapisi dan ukuran defek biasanya kurang dari 4 cm.
Tatalaksana
a. Bungkus dengan kasa lembab dan rujuk ke dokter bedah untuk dilakukan penutupan
b. Pimary Closure :Usus dikembalikan ke dalam rongga abdomen dan defek langsung ditutup dalam satu kali operasi
c. Staged Closure :Pendekatan bertahap untuk memperbaiki defek, rata-rata 5 sampai 10 hari

OMPHALOCELE
Tipe lain dari defek dinding abdomen  Usus, hati, dan terkadang organ lain tetap berada di luar abdomen di dalam
sebuah kantong karena adanya defek pada perkembangan otot dinding abdomen. Melibatkan tali pusat (umbilical cord).
Tatalaksana Operasi harus ditunda sampai bayi stabil, selama selaput ompfalokel masih intak

INVAGINASI

• Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus


• Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan (crying spells), nyeri, Lethargy
• Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
• Paling sering usia 6 - 12 bulan
• Biasanya jenis kelamin laki-laki
• Portio-like ketika RT

Trias gejala intususepsi:


• vomiting
• abdominal pain : colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the abdomen,kicking the air, In between
attacks, calm and relieved
• blood per rectum /currant jelly stool

Berani Sepenuh Hati 155 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Ultrasound dapat ditemukan tanda:


• Target sign /doughnut sign)
• Pseudokidney sign
• Crescent in a doughnut sign

VOLVULUS

Berani Sepenuh Hati 156 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH ONKOLOGI

KANKER KOLOREKTAL

• Etiologi: Idiopatik Kolon kanan Kolon kiri Rektum


• Faktor predisposisi
Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis
o Polyposis familial
Karena Karena
o Defisiensi Imunologi Nyeri
penyusupan obstruksi
Tenesmus
o Inflamatory bowel disease: Kolitis Konstipasi Tenesmi terus-
ulseratifa, granulomatosis Defekasi Diare
progresif menerus
o Diet (rendah serat, tinggi protein hewani,
Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang
lemak dan karbohidrat refined)
Darah pada Samar atau
mengakibatkan perubahan pada flora Samar Makroskopis
feses makroskopis
feces dan perubahan degradasi garam- Perubahan
garam empedu atau hasil pemecahan Feses Normal Normal
bentuk
protein dan lemak, dimana sebagian dari Dispepsia Sering Jarang Jarang
zat-zat ini bersifat karsinogenik.
Memburuknya
Hampir selalu Lambat Lambat
KU
Anemia Hampir selalu Lambat Lambat
Pemeriksaan penunjang
• Barium enema: constricting “apple core” lesion
• Biopsi
• Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA 242, CA 19-9
• uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di jaringan.
• Endoskopi
• Imaging: MRI, CT scan, transrectal ultrasound

Terapi: Pembedahan, Kemoterapi, Radioterapi

TUMOR PAYUDARA

Berikut ini adalah beberapa diagnosis banding massa di payudara.

Tumors Onset Feature

Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),


Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
Breast cancer 30-menopause
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass

They are solid, round, rubbery lumps that move freely


Fibroadenoma
< 30 years in the breast when pushed upon and are usually
mammae
painless.

lumps in both breasts that increase in size and


Fibrocystic mammae 20 to 40 years tenderness just prior to menstrual bleeding.
occasionally have nipple discharge

Localized breast erythema, warmth, and pain. May be


Mastitis 18-50 years
lactating and may have recently missed feedings.fever.

intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,


smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
Philloides Tumors 30-55 years
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.

occurs mainly in large ducts, present with a serous or


Duct Papilloma 45-50 years
bloody nipple discharge

Berani Sepenuh Hati 157 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Stadium Ca Mammae

Penentuan diagnosisnya dapat ditegakkan dengan biopsi. Ini dia perbedaan macam-macam biopsi.

Types of Biopsy Definitions

Excisional biopsy Bila seluruh massa atau area yang dicurigai dapat diangkat

Bila hanya sebagian jarinngan sebagai sampel, yang dapat diangkat, dengan
Incisional biopsy or core biopsy
tetap mempertahankan gambaran histologis jaringan dan sel yang diambil

Bila sampel jaringan atau cairan diambil dengan jarum tanpa mempertahankan
Needle aspiration biopsy
gambaran histologisnya

Berani Sepenuh Hati 158 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

KANKER TULANG

Berani Sepenuh Hati 159 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

TUMOR JINAK INTEGUMEN DAN JARINGAN IKAT

Diagnosis Histologic
Lipoma Soft mass, pseudofluctuant with a slippery edge

Atherom cyst/ Occur when a pilosebaceous unit or a sebaceous gland becomes blocked. Skin Color is
sebaceous cyst usually normal, and there is a punctum (comedo, blackhead) on the dome

Developmental cyst often present at birth or noted in young children. May have a doughy
consistency.
Dermoid Cyst Histologic Lined by orthokeratinized, stratified squamous epithelium surrounded by a
connective tissue wall. Hair follicles, sebaceous glands, and sweat glands may be seen in the
cyst wall. The lumen is usually filled with keratin.

A raised nodule on the skin of the face or neck. HistologicLined by keratinizing epithelium
Epidermal Cyst
the resembles the epithelium of the skin

Degenerasi kistik jaringan periartikuler, kapsul sendi, atau pembungkus tendo. Tumor
Ganglion cyst jaringan lunak tersering pada tangan dan Pergelangan Tangan (60 %). Prediposisi dorsal
manus. Menempel pada Kapsul, tendon, atau tendon sheath

Berani Sepenuh Hati 160 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH PLASTIK

LUKA BAKAR

Penyebab luka bakar yaitu terjadi kontak langsung dengan api, cairan panas, gas, bahan kimia, listrik, atau radiasi yang
mengakibatkan cedera. Berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi:

Penting diingat: Penentuan luas luka bakar ini dengan Rule of 9, yang luas telapak tangannya adalah 1%

Luas luka bakar untuk bayi dan anak


• Bayi berusia sampai satu tahun
– Luas permukaan kepala dan leher berkisar 18%
– Luas permukaan tungkai berkisar 14%.
• Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di atas usia satu
tahun, maka ukuran kepala berkurang sekitar 1% dan ukuran
tungkai bertambah 0. 5%
– Proporsi dewasa tercapai saat seorang anak mencapai usia
sepuluh tahun
– Usia 10 thn penambahan ukuran tungkai dipindahkan ke
genitalia dan perineum 1%

Tatalaksana
a. Umum/ Non Medikamentosa
1. Didinginkan menggunakan air dalam suhu 10-250C selama 30
menit setelah terkena luka bakar. Luka perlu dibersihkan dari
jaringan mati lalu ditutup dengan dressing.
2. Irigasi  luka bakar kimia

Berani Sepenuh Hati 161 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

b. Indikasi rawat:
1. Luka bakar derajat dua atau tiga lebih dari 10% TBSA pada pasien di bawah 10 tahun atau lebih dari 50 tahun
2. Luka bakar derajat dua lebih dari 20% TBSA pada usia berapapun.
3. Luka bakar derajat tiga lebih dari 5% TBSA pada usia berapapun
4. Luka bakar yang signifikan pada wajah, tangan, kaki, alat kelamin, atau perineum
5. Luka bakar karena tersengat listrik / petir
6. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia
7. Trauma inhalasi, trauma mekanis, atau penyakit medis lain yang sudah ada sebelumnya
8. Luka bakar yang membutuhkan dukungan sosial, emosional, atau rehabilitasi jangka panjang, terutama apabila
dicurigai terdapat kekerasan pada anak.

c. Medikamentosa
1. Penatalaksanaan awal: ABCDEF (A = airway, B = breathing, C = circulation, D = disability, E = expose, F = fluid).
2. Evaluasi luka bakar  luas dan derajat luka bakar
3. Resusitasi cairan:
4mL Ringer laktat x kgBB x % luas luka bakar
Dihabiskan selama 24 jam pertama  ½ volume dimasukkan dalam 8 jam pertama paska luka bakar, sisanya dalam
16 jam berikut. Selanjutnya pada 24 jam kedua apabila pemenuhan kebutuhan cairan belum tercapai dapat
menggunakan koloid. Pemantauan resusitasi cairan dengan pemantauan jumlah urine (N = 0,5-1 cc/kg/jam).

Indikasi Resusitasi Cairan pada Luka Bakar


o American Burn Association
 LB derajat II >10% (usia <10 tahun atau usia >50 tahun)
 LB derajat II >20% (usia 10-50 tahun)
4. Obat anti nyeri:
a. Narkotika IV pada luka bakar berat.
b. Patient-controlled analgesic (PCA) pasien sadar penuh.
5. Profilaksis tetanus.
6. Escharotomy dan fasiotomiluka bakar konstriksi.
7. Pencangkokan kulit.

KOMPLIKASI

a. Trauma Inhalasi akibat inhalasi asap dan zat iritatif lainnya,dapat mengakibatkan terjadinya trakeobronkitis dan
pneumonitis akut. Tanda-tanda: Rambut hidung yang terbakar, Luka bakar pada wajah, Sputum berkarbon, Serak, Bunyi
stridor, Level karboksihemoglobin melebihi 15% setelah 3 jam posteksposure. Terapi awal : O2 100%, Pemasangan ETT
segera
b. Keloid dan Hipertropik Skar
Keloid adalah keadaan dimana bekas luka timbul meninggi, tumbuh melampaui batas luka asli sedangkan hipertropik
skar adalah keadaan mirip keloid tapi penebalan tidak melebihi batas luka asli.
c. Kontraktur
Luas kulit yang hilang pada luka terbuka mengecil karena terjadi penurunan konsentrik ukuran luka. Kontraksi yang
berlebihan ini kemudian berkembang menjadi kontraktur. Pencegahan: menutup luka sedini mungkin dengan split-skin
graft. Terapi: bedah Dilakukan setelah masa penyembuhan aktif (>1 tahun) dan dilakukan secara bertahap

LABIOPALATOSCHISIS

 Ini adalah kelainan bawaan dalam bentuk ketidakutuhan (celah) pada bibir akibat gangguan proses penyatuan sisi kiri
dan kanan janin saat di dalam kandungan. Celah dapat terbatas pada bibir, namun tidak jarang celah meluas sampai ke
gusi dan langit-langit rongga mulut. Seringkali terjadi kelainan sumbing bibir ini ada bersamaan dengan kelainan-
kelainan bawaan lahir lainnya.
 Penyebab kelainan ini sampai kini belum bisa diidentifikasi pasti, namun menilik sebaran penderita kebanyakan berasal
dari golongan ekonomi lemah, diduga kuat faktor gizi saat kehamilan serta faktor kelelahan atau cedera fisik saat
kehamilan memiliki pengaruh besar menciptakan kelainan ini pada janin dalam kandungan.
 Untuk persyaratan operasi labioskisis, prosedur kelayakan yang sering digunakan ialah dengan menggunakan prinsip
Milliard’s Rule of Ten, yakni:
o Berat badan anak lebih dari 10 pounds (sekitar 5kg)
o Usia anak lebih dari 10 minggu
Berani Sepenuh Hati 162 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD

o Hb anak minimal 10gr%


o Leukosit anak kurang dari 10.000
 Bila persyaratan operasi tersebut belum terpenuhi maka beberapa edukasi yang perlu diberikan kepada orang tua
selagi perbaikan kondisi anak, antara lain:
o Memberi minum secara hati-hati agar anak tidak tersedak
o Celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak
terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang rahang atas yang tidak semestinya, karena jika hal ini terjadi tindakan
koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna
o Imunisasi anak tetap terprogram sesuai jadwal
 Secara normal, anak mulai berlatih bicara pada usia 5-6 bulan dan terus berkembang sampai usia 2 tahun saat
kemampuan bicara anak akan lengkap dan berhenti. Atas pertimbangan itu, operasi bibir (labioplasty) ideal bila
dilakukan pada usia 3-6 bulan sampai 2 tahun. Jika koreksi anatomi bibir sudah sempurna pada usia 6 bulan, pengucapan
huruf bibir (B, F, M, P, V, W) tidak terganggu. Bila koreksi anatomi bibir dilakukan lewat dari usia 2 tahun maka ada risiko
pengucapan huruf bibir tak sempurna dan menetap.
 Tahap berikutnya bila ada celah langit-langit, operasi langit-langit (palatoplasty) harus dilakukan sebelum usia 2 tahun,
dengan waktu ideal sebelum usia 18 bulan. Hal ini terkait apabila diperlukan operasi ulangan (bilamana tersisa celah
pada operasi sebelumnya) dapat tuntas dilakukan sebelum usia 2 tahun. Keterlambatan koreksi anatomi langit-langit
menyebabkan anak akan sengau secara permanen.
 Segera setelah operasi langit-langit program harus berlanjut dengan terapi wicara (speech therapy) untuk melatih anak
bicara tanpa sengau dan mengucapkan huruf-huruf yang baik. Tanpa terapi wicara, anak akan tetap sengau dan terbiasa
melafalkan pengucapan yang salah meskipun celah pada langit-langit sudah tertutup rapat.
 Untuk penderita bibir sumbing dan celah langit-langit yang datang untuk operasi ketika usia sudah melebihi batas usia
optimal, keberhasilan operasi hanya mencapai tujuan estetis anatomi bibir dan langit-langit saja sedangkan secara fungsi
perbaikan pengucapan tidak akan tercapai, seperti suara yang tetap sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak
sempurna. Tindakan terapi wicara (speech therapy) pun tidak akan banyak bermanfaat.

USIA TINDAKAN
0 – 1 minggu Tidur terlentang, pemberian nutrisi dengan kepala miring
1 – 2 minggu Pasang obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok posisi
½ duduk atau memakai dot lubang kearah bawah agar mencegah aspirasi
10 minggu Labioplasty, dengan memenuhi Rules of ten:
Usia 10 minggu, berat 10 pon, Hb>10g%, Leukosit<10.000
1,5 – 2 tahun Palatoplasty, karena bayi mulai bicara
2 – 4 tahun Speech therapy
4 – 6 tahun Velopharyngoplasty
Mengembalikan fungsi katup yang dibentuk m. tensor veli palatini & m.levator veli palatini untuk bicara
konsonan, latihan dengan cara meniup
6 – 8 tahun Orthodonsi (pengaturan lengkung gigi)
8 – 9 tahun Alveolar bone grafting
Dari tulang crista iliaca, sebelum gigi caninus tumbuh
9 – 17 tahun Orthodonsi ulang
17 – 18 tahun Cek simetrisasi mandibula dan maxila

Jenis Kelainan Pada Labiopalatoskisis

Unilateral InkomplIt Unilateral Komplit Bilateral Komplit

PHIMOSIS

 Prepusium penis yang tidak dapat diretraksi ke proksimal sampai korona glandis.
 Dialami sebagian besar bayi karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Adhesi tersebut mulai
terpisah seiring bertambah usia.
Berani Sepenuh Hati 163 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD

 Bila tidak ada keluhan, masih dapat dianggap fisiologis hingga usia 3-4 tahun.
 Komplikasi yang sering ditimbulkan adalah balanitis, postitis. balanopostitis.
 Tatalaksana: Dexamethasone 0.1% (1-2 bulan) untuk retraksi spontan, dorsum insisi (sudah tidak banyak dipakai) bila
telah ada komplikasi, sirkumsisi (tatalaksana definitif)

PARAPHIMOSIS

 Keadaan prepusium tidak dapat ditarik kembali dan terjepit di sulkus koronarius.
 Merupakan keadaan gawat darurat bila terjadi obstruksi vena superfisial yang menimbulkan edema dan nyeri sehingga
terjadi nekrosis glans penis.
 Tatalaksana:
o Mengembalikan prepusium secara manual dengan memijat glans penis selama 3-5 menit untuk mengurangi
edema.
o Bila tidak berhasil, perlu dilakukan dorsum insisi.
o Setelah edema dan reaksi inflamasi hilang  sirkumsisi.

EPISPADIA

Epispadia adalah keadaan ketika OUE berada di dorsum penis.


Manifestasi lain dapat berupa Penis lebar, pendek dan
melengkung keatas (dorsal chordee), Penis menempel pada
tulang pelvis, Tulang simfisis terpsah lebar (simfisiolitik). Dapat
diklasifikasikan menjadi tipe:
 Glanular
 Penile
 Penopubic

HYPOSPADIA

Keadaaan dimana OUE berada pada ventral penis akibat adanya


meatus uretra ektopik, inkomplit prepusium dan adanya chordae.

Perlu diingat..!!
Pada hypospadia dan epispadia, sirkumsisi merupakan suatu
kontraindikasi. Hal ini karena kulit prepusium akan digunakan untuk
repair defek.

Berani Sepenuh Hati 164 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH SARAF

TRAUMA KEPALA

Berdasarkan pemeriksaan CT Scan dapat dibagi menjadi


a. Perdarahan epidural
Terjadi akibat rupture a.meningea media sehingga lapisan duramater terlepas dari cranium. Gejala klinis ditandai
dengan penurunan kesadaran dengan lucid interval.Nyeri kepala semakin memberat, mual, muntah, bingung.
Pemeriksaan CT scan akan tampak gambaran bikonveks atau lentikular. Tatalaksana operativedilakukan jika hematom
> 40 cc with midline shifting in temporal / frontal / parietal atau Hematom > 30 cc on posterior fossa with signs of brain
stem compression.
b. Perdarahan subdural
Terjadi akibat rupture bridging vein sehingga menimbulkan perdarahan di bawah dura menekan serebri. Gejala
klinisyang timbul adalah nyeri kepala progresif, peningkatan TIK sampai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan CT
Scan akan tampak crescent shape/semilunar/bikonkaf.
c. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan fokal yang timbul di daerah subarachnoid, biasanya didasari dengan adanya aneurisma pada pembuluh
darah berry. Pada CT scan akan tampak lesi hiperdens yang mengikuti girus seerebri yang berdekatan dengan hematom.
Gejala klinis yang muncul adalah kaku kuduk, muntah, kejang, penurunan kesadaran
d. Perdarahan Intraserebral
Akibat terkumpulnya darah secara fokal yang diakibatkan oleh renggangan pembuluh darah intraparenkim otak. Gejala
klinis seperti stroke hemoragik yaitu koma, hemiplegia, Babinski, nafas irregular. Tatalaksana operative dilakukan bila
terjadi penurunan kesadaran, trias cushing dan deficit neuro.

Berdasarkan patofisiologi, cedera kepala dapat dibagi menjadi.


a. Komosio serebri: tidak ada jaringan otak yang rusak tapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat (pingsan < 10 mnt) atau
amnesia pasca cedera kepala.
b. Kontusio serebri: terdapat kerusakan jaringan otak. Disertai dengan pingsan > 10 mnt atau terdapat lesi neurologik yg
jelas.
c. Laserasi serebri: terdapat kerusakan otak yg luas dan robekan duramater serta fraktur tulang.

Pembagian trauma kepala berdasarkan GCS


 GCS 13-15 Cedera kepala ringan. CT scan dilakukan bila ada lucid interval dan riwayat kesadaran menurun.
 GCS 9-12 Cedera kepala sedang. Biasanya disertai dengan gangguan organ lain. Harus dilakukan pemeriksaan CT
Scan
 GCS 3-8 Cedera kepala berat disertai dengan cedera multipel. Tinadakan intubasi untuk menstabilkan airway.

FRAKTUR BASIS CRANII

 Fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang membentuk


bagian dasar tengkorak
 Secara topografi anatomik, fraktur basis cranii terbagi atas
beberapa jenis:
o Fraktur basis cranii fossa anterior
o Fraktur basis cranii fossa media
o Fraktur basis cranii fossa posterior
 Fraktur pada masing-masing fossa akan menimbulkan
manifestasi klinis yang berbeda-beda
 Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior
o Dibatasi oleh: Os. Spenoid, processus clinoidalis
anterior dan jagum spenoidalis.
o Manifestasi gejala terjadi perlahan dalam 12-24 jam.
o Tanda klinis:
 Ekimosis periorbita (Racoon eyes)
 Gangguan n.olfactorius (anosmia)
 Rhinorea e.c CSF leak  halo sign (+)
 Gangguan n.optikus (penurunan visus)

Berani Sepenuh Hati 165 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

 Fraktur Basis Cranii Fossa Media


o Dibatasi oleh: Os. Temporalis, processus clinoidalis posterior, dan dorsum sellae.
o Tanda klinis:
 Ekimosis mastoid (battle sign)
 Otorrea e.c CSF leak  halo sign (+)
 Hemotimpanum
 Penurunan visus
 25% terjadi gangguan pada N.VII dan N. VIII

 Fraktur Basis Cranii Fossa Posterior


o Merupakan bagian dasar dari kompartemen infratentorial
o Tandanya tidak terlalu khas namun dapat menimbulkan kematian segera akibat penekanan batang otak.

SYOK SPINAL, SYOK NEUROGENIK,


& CEDERA MEDULA SPINALIS

SYOK SPINAL
o Supresi temporer dari semua aktifitas reflex dibawah lesi
o Hilangnya seluruh aktifitas reflex yang berada dibawah lesi (penurunan reflex, penurunan sensasi, paralisis tipe
flaksid)
o Bersifat transien, ketika reflex bulbocavernosus kembali, syok spinal berakhir (keadaan ini dapat berlangsung dalam
hitungan hari hingga bulanan)
o Fase syok spinal:

SYOK NEUROGENIK
o Hilangnya tonus vasomotor dan simpatis yang dapat berakibat gangguan hemodinamik
o Akan ditemukan hipotensi, bradikardi, dan poikilotermia
o Terjadi pada mereka yang mengalami cedera medulla spinalis di atas T5

Perbedaan Syok Spinal dan Syok Neurogenik

Spinal Shock Neurogenic Shock


BP Hypotension Hypotension
Pulse Bradycardia Bradycardia
Reflexes / Bulbocavernosus
Absent Variable/independent
Reflex
Motor Flaccid Paralysis Variable/independent
Time ~48-72 hours immediately after spinal cord injury
Disruption of autonomic pathway
Peripheral neurons become
leads to loss of sympathetic tone and
Mechanism temporarily unresponsive to
decreased systemic vascular
brain stimuli.
resistance.

Klasifikasi American Spinal Injury Association/ ASIA 2011 (modifikasi dari klasifikasi FRANKEL 1970) pada Cedera Medula
Spinalis

Berani Sepenuh Hati 166 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ASIA Impairment Scale FRANKEL


No motor or sensory
No motor or sensory function is preserved in the
A Complete Complete function below level of
sacral segments S4-S5.
lesion
No motor function, but
Sensory function preserved but not motor
some sensation
B Incomplete function is preserved below the neurological level Sensory only
preserved below level of
and includes the sacral segments S4-S5.
lesion
Motor function is preserved below the
Some motor function
neurological level, and more than half of key Motor
C Incomplete without practical
muscles below the neurological level have a useless
application
muscle grade less than 3.
Motor function is preserved below the
neurological level, and at least half of key muscles Useful motor function
D Incomplete Motor useful
below the neurological level have a muscle grade below level of lesion
of 3 or more.
Normal motor and
sensory function, may
E Normal Motor and sensory function are normal. Recovery
have reflex
abnormalities

Manajemen Cedera Medula Spinalis


 Airway and Breathing Support
 IV Fluid jika diperlukan (Normo Saline 0.9%)
 Immobilisasi (spinal board / cervical collar )
 Metil Prednisolon dosis tinggi:

Waktu Bolus Maintenance (per jam)

< 3 Jam 30 mg/KgBB dalam 15 menit 5.4mg/KgBB/Jam (selama 24 jam)

3 – 8 Jam 30 mg/KgBB dalam 15 menit 5.4mg/KgBB/jam (selama 48 jam)


> 8 Jam Tidak perlu diberikan Tidak perlu diberikan

INCOMPLETE CORD SYNDROMES

Berani Sepenuh Hati 167 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Conus medullaris syndrome Cauda equina syndrome


Vertebral level L1-L2 L2-sacrum
Spinal level Sacral cord segment and roots Lumbosacral nerve roots
Presentation Sudden and bilateral Gradual and unilateral
Radicular pain Less severe More severe
Low back pain More Less
Motor strength Symmetrical, less marked More marked asymmetric areflexic
hyperreflexic distal paresis of LL, paraplegia, atrophy more common
fasciculation
Reflexes Ankle jerks affected Both knee and ankle jerks affected

Sensory Localized numbness to perianal Localized numbness at saddle area,


area or saddle area, symmetrical asymmetrical, unilateral
and bilateral
Sphincter dysfunction Early urinary and fecal incontinence Tend to present late

Impotence Frequent Less frequent

Berani Sepenuh Hati 168 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

ILMU BEDAH UROLOGI

TRAUMA URETRA

• Curiga adanya trauma pada traktus urinarius bag.bawah,


bila:
 Terdapat trauma disekitar traktus urinarius
terutama fraktur pelvis
 Retensi urin setelah kecelakaan
 Darah pada muara OUE
 Ekimosis dan hematom perineal

Trauma uretra
Parameter
Anterior Posterior
Lokasi Distal diafragma uretrogenitalis Proximal diafragma uretrogenitalis
Penyebab Straddle injury, instrumentasi Fraktur pelvis
Darah dari OUE, Sleeve’s haematom, Darah dari OUE, floating prostate,
Tanda klinis
Butterfly haematom haematom pada daerah pubis
Pemeriksaan Rethrograde urethrografi Urethrogram
Sistostomi Sistostomi
Terapi
Repair langsung Repair 3-4 hari kemudian

TRAUMA BULI

• 86% trauma buli berkaitan dengan trauma abdomen (KLL, jatuh dari ketinggian)
• 90% berhubungan dengan fraktur pelvis.
• Sebaliknya hanya 9 – 16 % fraktur pelvis yg disertai ruptur buli.
• Terdiri dari kontusio buli, ruptur buli extraperitoneal, ruptur intraperitoneal, ruptur interstitial, hematom perivesika
• Mekanisme Cedera
Berani Sepenuh Hati 169 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD

o Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat
buli-buli penuh.
o Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
• Tanda dan gejala
o Hematuria, dapat merupakan gejala tunggal (pada 95% ruptur buli)
o Nyeri perut bawah
o Kesulitan berkemih
o Produksi urin menurun
o pad ruptur intraperitoneal terdapat tanda peritonitis, sedangkan pada ruptur ekstraperitoneal tidak
ditemukan
• Pemeriksaan radiologis
o Cystography
o CT scan cystography
• Tatalaksana:
o Ruptur intraperitoneal: repair dengan bedah
o Ruptur ekstraperitoneal: bisa konservatif, drainase kateter (sembuh dalam waktu 3 minggu)

TRAUMA GINJAL

• Cedera di daerah pinggang, punggung dan dada bawah dengan nyeri


• Hematuri (gross /mikroskopik)
• Fraktur costa bagian bawah atau proc. Spinosus vertebra.
• Kadang disertai syok
• Sering disertai cedera organ lain
• Klasifikasi:
o Grade I : kontusio dan subkapsular hematom
o Grade II : laserasi kortek dan perirenal hematom
o Grade III : laserasi dalam hingga kortikomedulari junction
o Grade IV : laserasi menembus kolekting sistem
o Grade V : trombosis arteri renalis,avulsi pedikel dan shattered kidney.
• Grade I dan II merupakan cedera minor yang meliputi 85% kasus
• Grade III, IV, dan V merupakan cedera mayor yang meliputi 15% kasus

Berani Sepenuh Hati 170 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA (BPH)

 BPH adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang sifatnya tidak ganas. Pembesaran prostat jinak diakibatkan
sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya mulai dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.
 Salah satu hipotesa yang dipercaya menjadi penyebab BPH ini adalah teori dehidrotestosteron. Dimana
ketidakseimbangan antara estrogen dan testosterone mengakibatkan terjadinya interaksi pada stroma-epitel dan
berkurangnya kematian sel prostat. Meskipun sebenarnya patofisiologi penyebab BPH secara jelas belum diketahui
dengan pasti.
 Kelenjar prostat terdiri atas 3 jaringan yakni epitel/glandular, stroma/otot polos, dan kapsul. Jaringan stromal dan kapsul
ini ditempeli oleh reseptor adrenergik.
 Manifestasi klinis BPH meliputi gejala:
o Obstruktif: hesitansi, intermitensi, terminal dribbling, weak stream, rest urine
o Iritatif: frekuensi, urgensi, nocturia, dysuria.
 Hasil scoring IPSS tersebut dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penatalaksanaan:
o Mild: cukup dilakukan watchful waiting
o Moderate: medikamentosa (golongan alfa blocker atau golongan 5 alfa reduktase inhibitor) dan evaluasi lebih
lanjut
o Severe: Pembedahan

Derajat BPH
1. Obstruktif tetapi kandung kemih masih mengeluarkan urin sampai habis.
2. masih tersisa urin 60-150 cc.
3. setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.
4. retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan urin menetes secara periodik.

Berani Sepenuh Hati 171 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

KARSINOMA PROSTAT

 Bentuk keganasan prostat yang tersering adalah Adenokarsinoma prostat, bentuk lain yang jarang adalah: sarkoma (0,1-
0,2%), karsinoma urotelial (1-4%), limfoma dan leukemia. Oleh karena itu, terminologi Kanker prostat mengacu pada
Adenokarsinoma prostat.
 Faktor resikonya antara lain: usia diatas 40 tahun, ras (afro-amerika lebih rentan), riwayat keluarga, gaya hidup, merokok,
dan riwayat mutasi genetic pada gen BRCA1 dan BRCA2.
 Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Kecurigaan akan meningkat dengan adanya gejala lain seperti:
nyeri tulang, fraktur patologis ataupun penekanan sumsum tulang. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan PSA usia 50 tahun,
sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga dianjurkan untuk pemeriksaan PSA lebih awal yaitu 40 tahun.
 Pemeriksaan utama dalam menegakkan Kanker prostat adalah anamnesis perjalanan penyakit, pemeriksaan colok
dubur, PSA serum serta ultrasonografi transrektal/ transabdominal.
 Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah
> 0.2 ml. Jika terdapat kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-benjol, maka kecurigaan
tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat.
 PSA adalah serine-kalikrein protease yang hampir seluruhnya diproduksi oleh sel epitel prostat. Pada prakteknya PSA
adalah organ spesifik namun bukan kanker spesifik (juga dijumpai pada BPH, prostatitis). Kadar PSA secara tunggal adalah
variabel yang paling bermakna dibandingkan colok dubur atau TRUS
 Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar secara internasional. Nilai baku PSA di Indonesia saat ini
yang dipakai adalah 4ng/ml.
 Modalitas operasi, radiasi, dan kemoterapi menjadi pilihan dalam penanganan kanker prostat.

TORSIO TESTIS

Berani Sepenuh Hati 172 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

 Torsio atau terpeluntirnya corda spermatika sehingga


menyebabkan darah tidak dapat mengalir ke testis
ipsilateral
 Normalnya testis kiri memiliki letak lebih rendah
daripada testis kanan, namun pada penderita torsio
testis akan ditemukan posisi testis kiri sama atau bahkan
lebih tinggi dari testis kanan
 Bell-claper deformity merupakan salah satu kelainan
anatomi kongeital yang kerap menjadi faktor resiko
terjadinya torsio testis, dimana testis tidak melekat
secara adekuat pada skrotum sehingga memungkinkan
testis bergerak bebas dan rentan memutar atau
memeluntir.
 Pada pasien akan ditemukan nyeri hebat mendadak,
nyeri tidak menghilang apabila skrotum diangkat (phren
sign negative), dan dapat ditemukan blue dot sign.
 Prinsip tatalaksana:
o Analgetik
o Manajemen Awal: Manual detorsi
o Manajemen Definitif: Bedah detorsi
o Jika sudah nekrosis maka dilakukan orkidektomi

EPIDIDIMORCHITIS

 Merupakan inflamasi akut yang terjadi pada testis dan epididymis yang
memiliki ciri yakni nyeri hebat dan terdapatnya pembengkakan di daerah
belakang testis yang juga disertai skrotum yang bengkak dan memerah.
 Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri ataupun virus. Virus yang
paling sering ialah mumps (virus gondong), sekitar 25% pria yang mengalami
parotitis (gondongan), akan mengalami orkitis pada masa pubernya.
 Selain mumps, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh bakteri seperti gonore
atau klamidia, maka dari itu penyakit ini juga berhubungan dengan infeksi
menular seksual.
 Pada orkitis akan ditemukan Phren Sign Positive, yakni nyeri terasa berkurang (membaik) saat skrotum diangkat, hal ini
yang membedakan dengan torsio testis.
 Manajemen Epididimo-orkitis:
o Apabila penyebabnya bakteri, maka diberikan antibiotic.
o Apabila penyebabnya virus, cukup simtomatik dan suportif saja.
o Skrotum diangkat dan dikompres dingin.
o Sebaiknya bed rest

PROSTATITIS

Berani Sepenuh Hati 173 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Category I (acute bacterial prostatitis):


The patient typically complains of:
• Urinary frequency, urgency, and dysuria.
• Obstructive voiding complaints including hesitancy, poor interrupted stream, strangury, and even acute urinary
retention are common. Tenesmus.
• Perineal and suprapubic pain
• Associated pain or discomfort of the external genitalia.
• Significant systemic symptoms including fever, chills, malaise, nausea and vomiting, and even frank septicemia
with hypotension

Category II (chronic bacterial prostatitis):


• 5 – 15% of Prostatitis
• Recurrent UTI’s in 25 – 40%
• May be asymptomatic between episodes or have a long history of CPPS (chronic pelvic pain syndrome)

Category IIIA (CPPS Inflammatory):


• Pain – Perineum, suprapubic and penile but can be testes, groin and lower back.
• Pain during or after ejaculation.
• LUTS (storage and voiding symptoms)
• Erectile dysfunction is increased.
• Symptoms present for > 3 months.

Category IIIB (CPPS non bacterial):


• Same presenting features as IIIa, but < 10 WB Cell’s per Field on Expressed Prostatic secretion.

BALANITIS DAN POSTITIS

 Balanitis adalah peradangan pada


glans penis
 Postitis adalah peradangan pada
kulup
 Radang pada glans dan kulup penis
dapat juga terjadi bersamaan, yang
disebut sebagai balanopostitis.
 Pria yang mengalami balanopostitis
mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica
obliterans, fimosis, parafimosis, dan
kanker di kemudian hari.
 Faktor resiko utama penyakit ini ialah
hygiene genital yang buruk dan
seringnya terjadi pada mereka yang
memiliki fimosis.
 Penderita akan merasa nyeri dan gatal pada awalnya, hingga warna kepala penis kemerahan dan membengkak.
 Pengobatan Balanopostitis dengan menjaga kebersihan area kepala penis dan pemberian antibiotiK.

BATU SALURAN KEMIH

Suatu kondisi didapatkannya batu di dalam saluran kemih (mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior).

Gejala Klinis yang timbul adalah:


a. nyeri/kolik yang tergantung pada posisi atau letak batu. Batu di bagian ginjal akan menimbulkan nyeri di
costovertebraagle. Batu di ureterakan menimbulkan nyeri di bagian selangkangan, batu di bagian vesika menimbulkan
nyeri pangkal penis/klitoris.
b. disuria, nyeri saat kencing.
c. Retensi urin, anuria

Berani Sepenuh Hati 174 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

d. Hematuria seringkali dikeluhkan akibat trauma pada mukosa saluran kencing, yang terkadang didapatkan dari
pemeriksaaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.
e. Demam, jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan urologi. Hal lain yang
sering dikeluhkan adalah terjadinya retensi urine jika didapatkan batu pada uretra atau leher buli.

Pemeriksaan yang dapat kamu lakukan untuk batu saluran kemih ini adalah:
a. Foto polos abdomen (BNO/ KUB), bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih
b. Intravenous Pyelography (IVP), menilai anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-
opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Kontraindikasi IVP: a). alergi terhadap
bahan kontras, b). faal ginjal yang menurun (kreatinin >2 mg/dl), c).wanita hamil
c. USG, bila pasien kontraindikasi dilakukan IVP, Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli
(gambaran echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal

Jenis Batu Radio-Opasitas


Kalsium Opak
MAP/Struvit Semiopak
Urat/Sistin Non opak

Foto BNO

USG

Tata laksana
a. Fase akut :
1. Kolik  analgetik (NSAID merupakan drug of choice)
2. Demam/sepsis drainage: perirenal abses, pyonephrosis
3. Retensi urin  kateterisasi, cystostomi

b. Eliminasi batu:
1. Nefrolitiasis  open nefrektomi, PCNL, ESWL

Berani Sepenuh Hati 175 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

2. Ureterolitiasis  medikamentosa (konservatif), ESWL, Ureteroskopi, Dormia


3. Vesicolithiasis  litotripsi
4. Uretrolitiasis (batu di uretra)  ekstraksi langsung jika terlihat, banyak minum, atau didorong ke vesica

c. Farmakologis
1. untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, diharapkan batu dapat keluar spontan
2. Kortikosteroid prednisolon 25 mg peroral selama 5-10 hari.
3. Calcium Antagonis (Ca Channel Blockers) nifedipin 30 mg slow release selama 5-10 hari.
4. Alpha Adrenergic Blockers (α blockers) Tamsulosin 0,4 mg peroral.

d. Nonfarmakologis:
1. Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani
2. Batu urat: diet rendah asam urat
3. Minum banyak (2,5 l/hari) bila fungsi ginjal masih baik

INKONTINENSIA URI

Salah satu penyakit dalam yang ditandai dengan terjadinya pengeluaran urin secara involunter. inkontinensia uri ini dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. Inkontinensia uretra
1. Kelainan uretral: obesitas, multiparitas, persalinan sulit, fraktur pelvis, pascaprostatektomi
2. Kelainan kandung kemih: kelainan detrusor neuropatik atau nonneuropatik, infeksi, sistitis interstisial, batu kandung
kemih, atau tumor.
3. Kelainan nonurinarius: gangguan mobilitas atau fungsi mental.
b. Inkontinensia nonuretra
1. Fistula urinarius: vesikovagina
2. Ektopia ureter: ureter berlanjut ke uretra (biasanya ureter dupleks).

Klinis
a. Inkontinensia stress: kebocoran
terjadi ketika tekanan infraabdomen
melebihi tekanan uretra (misalnya
batuk, mengedan)
b. Inkontinensia urgensi:
ketidakstabilan otot detrusor
idiopatik menyebabkan peningkatan
tekanan intravesika dan kebocoran
urine
c. Inkontinensia overflow: kerusakan
pada serat eferen dari reflex sakralis
menyebabkan atonia kandung kemih.
d. Inkontinensia fungsional: tidak
terkendalinya pengeluaran urin
akibat faktor-faktor di luar saluran
kemih. Penyebab tersering adalah
demensia berat, masalah
muskuloskeletal berat, faktor
lingkungan yang menyebabkan
kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.

VARIKOKEL

• Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena
spermatika interna.
• Varikokel merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita
varikokel.
• Etiologi:

Berani Sepenuh Hati 176 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

o hilangnya mekanisme pompa otot atau atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif
pleksus pampiniformis.
o Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
o Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan dengan kedalam v.
spermatika interna kiri.
o Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
o Tekanan v. spermatika interna meningkat
o Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.

• Gejala klinis:
o Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang
mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
o Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman.
o Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi dimana
varikokel terdapat.

• Pemeriksaan fisik dan penunjang:


o Pemeriksaan dilakukan dgn pasien dalam posisi berdiri, perhatikan keadaan skrotum kemudian dilakukan
palpasi  bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung (bag of worms) yang berada di
sebelah kranial testis, adanya distensi kebiruan dari dilatasi vena.
o Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi dengan manuver valsava.
o Pemeriksaan auskultasi: Stetoskop Doppler  mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus
pampiniformis.
o Alat orkidometer: Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis
o Pemeriksaaan analisa sperma

 Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal terkait dengan atrofi testikular
ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus segera dioperasi dengan
tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi testis.

Disorders Etiology Clinical


Sudden onset of severe testicular pain followed by
Testicular torsion Intra/extra-vaginal torsion inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal upset
with nausea and vomiting.
Congenital anomaly, blood
accumulation of fluids around a testicle, swollen
Hidrocele blockage in the spermatic cord
testicle,Transillumination +
Inflammation or injury
Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is often
Varicocoele Vein insufficiency
described as feeling like a bag of worms
persistent patency of the
Hernia skrotalis Mass in scrotum when coughing or crying
processus vaginalis
Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other area,
hidden or palpated as a mass in
Chriptorchimus Congenital anomaly
inguinal.Complication:esticular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia

HIDROKEL

• Penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis.
• Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.
• Pemeriksaan fisik:
Adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistik
Transiluminasi (+)
• Indikasi Operasi :
hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah,
indikasi kosmetik,
hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Berani Sepenuh Hati 177 | O p t i m a p r e p

Anda mungkin juga menyukai