Obstruksi
jalan nafas
Penatalaksana
Parsial Total an?
Breathing
a. Penilaian
1. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan control servikal in-line immobilisasi
2. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
3. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks
simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
4. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5. Auskultasi thoraks bilateral
b. Pengelolaan
1. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( NRM 11-12 liter/menit)
2. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
3. Menghilangkan tension pneumothorax dekompresi
4. Menutup open pneumothorax kasa kedap udara dengan plester di tiga sisi
5. Memasang pulse oxymeter
c. Evaluasi
b. Pengelolaan
1. Penekanan langsung pada sumber perdarahan
eksternal
2. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk
intervensi bedah serta konsultasi pada ahli
bedah.
3. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar
sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta
Analisis Gas Darah (BGA).
4. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
5. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
6. Cegah hipotermia
c. Evaluasi
Disability
a. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
b. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
c. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
Exposure/Environment
a. Buka pakaian penderita
b. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
Merupakan toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh Clostridium tetani
ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat dengan gejala klinisklinis
a. Riwayat luka dengan gejala klinis kejang, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile).
b. Kultur: C. tetani (+).
c. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria
d. Derajat
1. Mild: Trismus dengan spasme ringan, tanpa atau dengan disfagia ringan
2. Moderate: Trismus sedang, dengan kekakuan yang meningkat, spasme ringan atau sedang dalam jangka waktu
singkat., gangguan pernafasan ringan (RR > 30), dan disfagia ringan.
3. Severe: Trismus berat, spasme pada seluruh tubuh, kejang refleks (+), RR >40, periode apnea (+), disfagia berat, dan
takikardia >120.
4. Very severe: grade III dengan adanya gangguan otonom hebat, terutama pada sistem kardiovaskular. Ditemukan
adanya hipertensi dan takikardia berat yang bergantian dengan hipotensi dan bradikardia relatif.
Tatalaksana
1. Pemberian antitoksin tetanus
2. Penatalaksanaan luka
3. Pemberian antibiotika
4. Penanggulangan kejang
5. Perawatan penunjang
6. Pencegahan komplikasi
Pencegahan komplikasi
Anoksia otak dengan
– Pemberian antikejang, sekaligus mencegah laringospasme,
– Jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi (pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan rakheotomi
berencana, pemberian oksigen.
Pneumonia
– membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika.
– Fraktur vertebra: pemberian antikejang yang memadai.
TRAUMA THORAKS
Hemotoraks
Terkumpulnya darah pada ruang pleura, terjadi karena laserasi pembuluh darah di rongga dada. Penimbunan darah pada
rongga dada ini akan mendesak jantung dan pembuluh darah di ronggga dada. Ruang pleura dapat menampung hinggga 1,5
L darah di masing-masing kavum thorax.
Sumber perdarahan: A. intercostalis atau a. mamaria interna (85%), a. torakalis interna, parenkim paru dan jantung.
Perdarahan jarang melibatkan pembuluh darah besar seperti arkus aorta, vena azygos, dan vena cava.
Klinis: Sesak napas, Nyeri, Frothy, Bloody Sputum, Takikardi, Takipnoe, Gerakan dada tertinggal saat ekspirasi, Fremitus
melemah, Suara napas melemah, Anxiety/Restlessness, syok, Flat Neck Veins
Tatalaksana
a. ABC’s with c-spine control, resusitasi cairan (Darah yang di rongga pleura menyebabkan berkurangnya volume paru,
empyema, dan kerusakan diafragma)
b. WSD: preventif, diagnosis, kuratif
c. Indikasi torakotomi :
3-5 cc/kgbb/jam dalam 3 jam berturut
>5 cc/kg bb dalam 1 jam
Pneumothorax
Parameter Pneumothorax
Open Pneumothorax Closed Pneumothorax Tension Pneumothorax
Etiologi Trauma → Hubungan Primer → Pecahnya bleb Mekanisme ventil
rongga pleura dengan Sekunder → Trauma
atmosfer
Klinis Luka terbuka pada dada Riw. batuk lama JVP meningkat
Sesak nafas progresif Nyeri dada Hipotensi menetap
Emfisema subkutis Sesak nafas Suara nafas menghilang
Sucking chest wound Suara nafas menghilang Perkusi hipersonor
Perkusi hipersonor
Penatalaksanaan Primary survey Primary survey Primary survey
Occlusive dressing (Plester Airway control Needle thoracosinthesis
3 sisi) WSD High flow oxygen
WSD WSD
Tatalaksana dilakukan denan Needle Decompression pada sela iga II/III garis midclavikula dilakukan Insersi iv cath 14 G/ lebih
pada tepi atas costa III/IV. Hindari insersi pada tepi bawah krn terdapat N.A.V intercostalis
Flail Chest
Keadaan yang terjadi apabila terjadi fraktur iga segmental pada dua atau lebih iga dengan atau tanpa kontusio paru. Pada
kelainan ini terdapat gerakan napas yang paradoksal, yang mengakibatkan nyeri dan gangguan pernapasan. Tatalaksana
utama pada Flail chest adalah pengendalian nyeri dengan analgesic dan blok intercostal. Pasien dengan Flail chest dapat
dipulangkan bila tidak ada distress pernapasan setelah observasi 24 jam. Pada umumnya tidak diperlukan fiksasi khusus
untuk fraktur iga.
Kontusio Paru
Kontusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada Paru yang ditandai dengan hemoragi dan edema setempat.
Ro thoraks: menunjukkan gambaran Infiltrat, tanda infiltrat kadang tidak muncul dalam 12-24 jam. Tatalaksananya bersifat
suportif.
Hemopneumotoraks
Adanya pneumotoraks dan hemotoraks secara bersamaan. Ditandai dengan adanya air-fluid level pada foto thoraks.
Tatalaksana definitive adalah dengan pemasangan WSD.
Tamponade Jantung
Akumulasi darah/cairan pada rongga pericardium dengan etiologi : neoplasma dan perdarahan pada: Trauma dada, Ruptur
dinding ventrikel, Diseksi aorta.
Tata laksana
a. ABC’s dengan c-spine control
b. High Flow oxygen
c. Cardiac Monitor
d. IV access besar
e. Pericardiocentesis
f. Bedah : pericardial window
LIMB ISCHEMIA
Vaskulitis
Berikut adalah beberapa penyakit arteri yang disebabkan oleh inflamasi
Trombosis pada sistem vena dalam, mengakibatkan gangguan aliran balik vena sehingga terjadi gejala klinis yang khas.
Faktor Risiko
• Usia lanjut (>40 thn)
• Riwayat tromboemboli sebelumnya
• Pasca operasi, pasca trauma
• Imobilisasi lama
• Gagal jantung kongestif
• Pasca MCI
• Paralisis tungkai bawah
• Penggunaan estrogen
• Kehamilan atau pasca melahirkan
• Varises
• Obesitas
• Sindrom antibodi antifosfolipid
• Hiperhomosisteinemia
Gejala Klinis
– Nyeri pada betis unilateral
– Tungkai bengkak unilateral/ bilateral
– Hiperemis
– Nyeri bertambah pada dorsofleksi pasif (Homan’s Sign)
Pemeriksaan Fisik
– Rasa tidak nyaman saat palpasi ringan betis bagian bawah
– Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial teraba, distensi vena, diskolorasi,
sianosis
Pemeriksaan penunjang
– Lab : kadar FDP meningkat, titer D dimer meningkat
– Radiologis: ultrasonografi kompresi, CT scan dengan injeksi kontras, venografi
Terapi
– Elevasi kaki, pembalut elastik
– Antikoagulan
– thrombektomi pada kasus tertentu
PERITONITIS
Adalah inflamasi pada rongga peritoneum, dapat terjadi karena iritasi atau infeksi pada peritoneum. Dapat dibagi menjadi
tipe:
a. Primer: disebabkan penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke peritoneum. Sangat jarang terjadi <1%. Biasanya pada
pasien dengan asites. Akumulasi cairan pada rongga abdomen menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme
b. Sekunder: disebabkan oleh iritasi bakteri/darah//enzim/cairan bilier yang dihasilkan saluran cerna ke peritoneum, bisa
karena perforasi atau perdarahan.
Gejala Klinis dapat berupa Nyeri abdomen, Demam, Mual dan muntah, Kembung , Takipnoe, takikardi, Defans
musculaire, Bising usus menurun, RT : nyeri tekan, TIA meningkat
APPENDISITIS
HERNIA
Hernia adalah: keluarnya isi suatu rongga masuk ke dalam rongga lainnya, pada bidang bedah lazimnya mengacu pada
keluarnya isi rongga peritoneum menuju rongga lainnya, yang paling umum adalah hernia inguinalis, dimana isi rongga
peritoneum keluar menuju subkutis atau hingga ke skrotum. Menurut rute perjalanannya, hernia inguinalis dibagi menjadi:
a. Indirek/lateralis: mengikuti kanalis inguinalis. Karena kelemahan annulus inguinalis lateral (pada dewasa) atau adanya
prosesus vaginalis persistent (pada anak). Khas pada tipe ini hernia dapat mencapai skrotum
b. Direk/medialis: Timbul karena adanya defek atau kelemahan pada fasia transversalis dari trigonum Hasselbach
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual/spontan
Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia tanda-tanda iskemik usus:
bengkak, nyeri, merah, demam
Lokasi Hernia
Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia congenital pada umbilicus yang hanya ditutup peritoneum dan kulit, berupa
penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilicus. Angka kejadian hernia ini lebih tinggi
pada bayi premature. Dapat menutup sendiri pada usia 4 sampai 5 tahun, bila tidak harus ditutup dengan tindakan bedah.
ILEUS
Ileus adalah hambatan pasase pada usus. Berdasarkan tipe kelainannya dapat dibagi menjadi:
a. Ileus obstruksi Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena adanya kelainan struktural sehingga menghalangi
gerak peristaltik usus.
b. Ileus paralitikKelainan fungsional atau terjadinya paralisis gerak peristaltik usus
Pada pemeriksaan klinis akan terdapat Bising Usus :High pitched (metallic sound) dan meningkat (obstruksi), menghilang
(paralitik), Darm kontur yaitu terlihatnya bentuk usus pada dinding abdomen, Darm Steifung yaitu terlihatnya gerakan
peristaltik pada dinding abdomen
Pemeriksaan penunjang yang dapat kamu lakukan adalah dengan Radiologi Abdomen 3 posisi (Tegak, Supine, LLD) Step-
ladder arrangement, herringbone pada ileus obstruksi
Tatalaksana
a. Resusitasi ABC bila pasien tidak stabil
1. Air way (O2 60-100%)
2. Infus 2 akses vena bila dibutuhkan dengan cairan kristaloid
b. FIDA Fasting, Infussion, Decompression, Antibiotic
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemasangan kateter urin, monitor output urin setiap jambalans cairan ketat
3. Follow-up hasil lab dan Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
4. Perawatan di intermediate care
5. Rectal tubes hanya dilakukan pada Sigmoid volvulus.
c. Operasi emergency bila:
1. Ada strangulasi, contoh: hernia
2. Ada tanda-tanda peritonitis yang disebabkan karena perforasi atau iskemia
HEMOROID
Tatalaksana:
Treatment for internal hemorrhoids by grade:
• Grade I hemorrhoids
– conservative medical therapy and avoidance of nonsteroidal anti- inflammatory drugs (NSAIDs) and spicy
or fatty foods
– Conservative therapy:
Berani Sepenuh Hati 145 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD
• Increased fiber intake and adequate fluids reducing both prolapse and bleeding
• Avoid straining and limit their time spent on the commode
• Topical and systemic analgesics; proper anal hygiene
• a short course of topical steroid cream
• Grade II or III hemorrhoids
– initially treated with nonsurgical procedures, rubber band ligation, sclerotherapy, and infrared
coagulation
– Rubber band Ligation is the treatment of choice for second- degree hemorrhoids, and it is a reasonable
first-line treatment for third-degree hemorrhoids
• Very symptomatic grade III and grade IV hemorrhoids
– surgical hemorrhoidectomy, or stapled
– Very symptomatic gr. III� continous bleeding, intractable pain, large hemoroid gr. III
• Treatment of grade IV internal hemorrhoids or any incarcerated or gangrenous tissue requires prompt surgical
consultation
SINDROMA KOMPARTEMEN
Adalah peningkatan tekanan intra kompartemen (> 30 mmHg) suatu ruang anatomi tertutup yang dibatasi oleh dinding yang
relatif kaku sehingga mengganggu sirkulasi ke distal dari kompartemen tersebut. Kompartemen yang biasa terlibat adalah
kompartemen anterior dan deep posterior pada tungkai, kompartemen volar dari antebrachii.
Etiologi: Fraktur tertutup, Cedera jaringan lunak, Cedera vaskuler/post ischemic reperfusion injury, Kompresi ekstremitas
saat terjadi gangguan kesadaran, Luka bakar grade 3, pemasangan gips yang sirkuler dan terlalu ketat.
Penting diingat..!!
Klinis yaitu 6P : Pain, Pallor, Pulseless, Paresthesia, Paralysis, Poikilothermia. Tekanan kompartemen dapat diperiksa
dengan menggunakan selang intravena, stopcock threeway, spuit, dan manometer raksa.
Tata laksana Turunkan tekanan intra kompartemen: fasciotomi, escharotomi, buka gips
FRAKTUR
Adalah kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.Etiologi
a. Penyebab trauma: langsung dan tidak langsung.
1. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dapat mengakibatkan fraktur di tempat itu
2. Trauma tidak langsung bilamana titik tumpu berbenturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
b. Fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma adalah fraktur patologis fraktur dari tulang yang
patologik akibat suatu proses
Klinis
Deskripsi fraktur
a. Lokasi (Site): diafisis, metafisis, epifisis, atau intraarticular. Bila terdapat dislokasi sendi dapat dikatakan fracture-
dislocation.
b. Perluasan (Extent): komplit atau tidak komplit.
1. Fraktur komplit : garis patah melalui penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada
foto.
2. Fraktur tidak komplit apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
c. Bentuk dan jumlah garis patah (Configuration) :transversal, oblik, atau spiral. Simpel, multipel, comminuted fracture
d. Kedudukan / hubungan fragmen fraktur satu sama lain: undisplaced atau displaced.
e. Hubungan fraktur dengan lingkungan luar
1. Fraktur tertutup: kulit yang melapisi tulang masih intak,
2. Fraktur terbuka: terdapat hubungan antara tulang dengan lingkungan luar
f. Komplikasi: tidak terjadi komplikasi maupun terjadi komplikasi. Komplikasi yang terjadi bisa lokal atau sistemik.
Pemeriksaan fisis
a. Pemeriksaan umum dicari kemungkinan komplikasi umum
b. Pemeriksaan status lokalis
1. Look (Inspeksi)
a) Pembengkakan daerah tulang yang patah biasanya membengkak
Berani Sepenuh Hati 147 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD
b) Deformitas
i. Lihat adanya penonjolan yang abnormal
ii. Tampak angulasi ke lateral atau angulasi anterior
iii. Adanya rotasi ke luar
iv. Pemendekan lengan
2. Feel (Palpasi) Nyeri lokal, nyeri tekan dan nyeri sumbu, keadaan neurovaskular distal pada arteri radialis dan
ulnaris. Pemeriksaan ulang untuk mengetahui adanya sindrom kompartemen.
3. Move ( Gerak)
a) Krepitasi terjadi bila tulang yang patah digerakkan
b) Nyeri bila digerakkan baik pada gerakan aktif maupun pasif
c) gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion (ROM) dan kekuatan.
d) Gerakan yang tidak normal.
4. Functio laesa Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur antebrachii lengan bawah tidak dapat diangkat dan tidak
dapat berjalan.
FRAKTUR KHAS
a. Colles
1. Dinner-Fork Deformity:
2. Fraktur pada bagian distal radius dengan displacement segmen fraktur ke arah dorsal
3. Terjadi akibat telapak tangan menumpu berat badan ketika terjatuh
b. Smith
1. Fraktur pada bagian distal radius dengan displacement segmen fraktur ke arah ventral
2. Terjadi akibat punggung tangan menumpu berat badan ketika terjatuh
3. Typical deformity : Garden Spade
c. Galeazzi
1. Fraktur shaft radius distal + dislokasi sendi radioulnar dengan fragmen distal angulasi ke dorsal.
2. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
3. Akibat trauma langsung pada wrist, khususnya pada aspek dorsolateral atau akibat jatuh dengan outstreched hand
dan pronasi forearm.
4. Nyeri pada wrist atau midline forearm dan diperberat oleh penekanan pada distal radioulnar.
d. Monteggia
1. Fraktur ulna proksimal + dislokasi sendi radioulnar proksimal
2. Klinis: sendi siku bengkak, deformitas, ROM terbatas karena nyeri khususnya supinasi & pronasi
3. Kaput radius biasanya dapat di palpasi
4. Sering terjadi cedera n.radialis; Posterior Intraosseus nerve
FRAKTUR TERBUKA
Prinsip Tatalaksana:
1. Pembersihan luka irigasi dengan NaCl fisiologis
secara mekanis mengeluarkan benda asing yg
melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati
(debrideman) pada kulit, jaringan subkutaneus,
lemak, fasia otot dan fragmen tulang yg lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna
atau eksterna
4. Penutupan kulit
– Jika diobati dalam periode emas (6 – 7
jam) sebaiknya kulit ditutup
– kulit tegang tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
– Antibiotik diberikan sebelum, pada saat
dan sesudah operasi
6. Tetanus
Dislokasi yaitu saat bonggol sendi keluar dari mangkuk sendi. Dislokasi yang paling sering adalah:
a. Panggul
1. Posterior Hip
a) Nyeri pada lutut dan sendi bagian belakang
b) Sering terjadi pada orang yang duduk di mobil dan lutut terbentur dashboard
c) Kaki terlihat memendek dan dalam posisi fleksi, endorotasi dan adduksi
2. Anterior Hip
a) Nyeri pada sendi panggul
b) Pada pasien yang mengendarai motor dalam posisi mengangkang
c) Kaki dalam posisi eksorotasi, ekstensi, dan abduksi
b. Bahu (D. Glenohumeralis)
1. Dislokasi Anterior
a) Lengkung (contour) bahu berobah,
b) Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna
c) Teraba caput humeri di bag anterior
d) Back anestesi Gangguan n. axillaris
2. Dislokasi Posterior
a) Lengan dipegang di depan dada
b) Adduksi
c) Rotasi interna
d) Bahu tampak lebih datar (flat and squared off)
OSTEOMIELITIS
Peradangan pada tulang dan sumsum tulang(bone marrow) disebabkan oleh kuman. Patogenesis osteomielitis dapat melalui
3 cara yaitu hematogen, adanya fokus infeksi dan inokulasi langsung dari bakteri. Gejala: gejala nonspesifik, Demam,
Menggigil, Malaise, Letargi, Iritabilitas, dan tanda radang klasik: tumor, runor, kalor, dolor. Etiologi: Staphylococcus aureus
(Bakteri penyebab yang paling sering ditemukan terutama pada osteomielitis hematogen), Pseudomonas (IV drugs users)
dan Enterobacteriaceae, anaerobe gram-negative bacilli (lebih jarang). Osteomielitis akut hematogenus memiliki predileksi
pada metafisis tulang panjang.
Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo Achilles atau cedera yangmempengaruhi bagian bawah belakang kaki.
Klasifikasi:
• Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari 50%, biasanya diobati dengan manajemen konservatif
• Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya diobati dengan
akhir-akhir anastomosis
• Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3 sampai 6 cm
• Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat lebih 6 cm (neglected)
Tatalaksana
• Terapi fisik
– Pengobatan konservatif Boot orthosis
– Percutaneous Surgery
– Open Surgical Repair
• Terapi obat NSAIDs
– Ibuprofen dan Asetaminofen
ANKLE SPRAIN
Anterior Cruciatum Ligament adalah salah satu dari empat major ligament di lutut. ACL berfungsi sebagai stabilitator dan
pembatas gerak pada lutut. 80% kasus ruptur ligament terjadi pada ACL. Penyebab ruptur ACL adalah karena trauma. Gejala:
Popping sound, bengkak dan nyeri, lutut tidak stabil. Lutut bisa fleksi, tetapi tidak bisa ekstensi.
CEDERA MENISKUS
Sering terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada bola basket, sepak bola atau bulu
tangkis. Mekanisme cedera meniscus: akibat gerakan berputar dari sendi lutut, akibat gerakan squat atau fleksi
(menekuknya) sendi lutut yang berlebihan.
Apley test:
Positif bila ada nyeri dan bunyi “kIik”.
Putar kaki ke eksorotasikompresi pada meniscus lateralis.
Putar kaki endorotasikompresi pada meniscus medialis.
McMurray Test:
Tungkai bawah ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasi provokasi nyeri
pada meniscus medial dan bunyi
“kIik”.
EPICONDYLITIS
Merupakan gangguan saluran cerna yang muncul akibat gangguan konggenital dengan gejala muntah berlebihan dan tidak
bisa buang air besar. Mau tau jenis-jenis kasusnya??
Anal opening (-), The anal opening in the wrong place, abdominal
Knee chest position /
distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula
invertogram: to determined the
(perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler).
Anal Atresia distance of rectum stump to the
Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the
skin (anal dimple)
rectum ending in a blind pouch.
High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula
Abdomen plain:
Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus Single Bubble Sign
Hypertrophic functional gastric outlet obstruction Caterpillar Sign
Pyloric Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive Barium meal:
sign).Vomiting occur after every feeding, starts 3-4 weeks of age Mushroom sign, string sing,
double tract sign, shoulder sign
Plain chest X-ray with a NGT:
Congenitally interrupted esophagus
coiled NGT at upper pouch (the
Esophagus Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,. Bluish
tube has not reached the
Atresia coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings
stomach)
Coughing, gagging, and choking, respiratory distress, Poor feeding
“The Gasless Abdomen”
Duodenal Atresia : Double bubble
Malformation where there is a narrowing or absence of a portion of the
sign
Intestine Atresia intestine.
Jejunal Atresia: Tripple bubble
Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious vomiting
sign
HIRSCHPRUNG
Suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari spinchter ani interna kearah proksimal dengan panjang
yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rectum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus. Tidak terdapat ganglion Meisner dan Auerbach.
Manifestasi klinis:
Keterlambatan evakuasi mekonium
Muntah hijau
Distensi abdomen
Darm contour / darm steifung
Radiologi BNO (herring bone,
dilatasi usus, empty rectum),
Enema (Zona transisi)
Prinsip tatalaksana:
mengatasi obstruksi,
mencegah terjadinya enterocolitis
membuang segmen aganglionik
mengembalikan kontinuitas usus
ATRESIA ANI
Klasifikasi
o Berdon
Letak Tinggi
Distal rectum berakhir di atas muskulus levator ani (>1.5cm dengan kulit luar)
Letak Rendah
Distal rectum melewati musculus levator ani (jarak <1.5cm dari kulit luar)
o Stephen
Letak Tinggi
Distal rectum terletak di atas garis pubococcygeal
Letak Rendah
Distal rectum di bawah garus pubococcygeal
Tatalaksana Awal puasa, IV fluid, antibiotic, evaluasi adakah defek yang menancam nyawa dengan NGT,
pemeriksaan Echo, USG Urinalisis, dll
ATRESIA ESOFAGUS
The pylorus become abnormally thickened and manifests as obstruction to gastric emptying
Classic presentation:
o Bayi 3-6 minggu
o Mengalami muntah segera setelah makan, tidak berwarna hijau (non-bilious) dan sering kali
proyektilMuntah proyektil
o Terlihat lapar dan makan setelah muntah (a "hungry vomiter")
Palpable mass : Paling mudah teraba segera setelah muntah karena sebelumnya tertutupi oleh antrum yang
distensi atau otot abdomen yang menegang (biasanya teraba di tengah epigastrium di bawah hepar)
Radiologic Finding: BNO: Single Bubble Sign, Caterpillar Sign, Barium meal: Mushroom sign, string sing, double tract
sign
GASTROSKISIS VS OMPHALOCELE
GASTROSKISIS
Defek pada dinding anterior abdomen (biasanya di sebelah kanan) sehingga organ abdomen keluar melalui defek tersebut.
Tidak terdapat selaput yang melapisi dan ukuran defek biasanya kurang dari 4 cm.
Tatalaksana
a. Bungkus dengan kasa lembab dan rujuk ke dokter bedah untuk dilakukan penutupan
b. Pimary Closure :Usus dikembalikan ke dalam rongga abdomen dan defek langsung ditutup dalam satu kali operasi
c. Staged Closure :Pendekatan bertahap untuk memperbaiki defek, rata-rata 5 sampai 10 hari
OMPHALOCELE
Tipe lain dari defek dinding abdomen Usus, hati, dan terkadang organ lain tetap berada di luar abdomen di dalam
sebuah kantong karena adanya defek pada perkembangan otot dinding abdomen. Melibatkan tali pusat (umbilical cord).
Tatalaksana Operasi harus ditunda sampai bayi stabil, selama selaput ompfalokel masih intak
INVAGINASI
VOLVULUS
KANKER KOLOREKTAL
TUMOR PAYUDARA
Stadium Ca Mammae
Penentuan diagnosisnya dapat ditegakkan dengan biopsi. Ini dia perbedaan macam-macam biopsi.
Excisional biopsy Bila seluruh massa atau area yang dicurigai dapat diangkat
Bila hanya sebagian jarinngan sebagai sampel, yang dapat diangkat, dengan
Incisional biopsy or core biopsy
tetap mempertahankan gambaran histologis jaringan dan sel yang diambil
Bila sampel jaringan atau cairan diambil dengan jarum tanpa mempertahankan
Needle aspiration biopsy
gambaran histologisnya
KANKER TULANG
Diagnosis Histologic
Lipoma Soft mass, pseudofluctuant with a slippery edge
Atherom cyst/ Occur when a pilosebaceous unit or a sebaceous gland becomes blocked. Skin Color is
sebaceous cyst usually normal, and there is a punctum (comedo, blackhead) on the dome
Developmental cyst often present at birth or noted in young children. May have a doughy
consistency.
Dermoid Cyst Histologic Lined by orthokeratinized, stratified squamous epithelium surrounded by a
connective tissue wall. Hair follicles, sebaceous glands, and sweat glands may be seen in the
cyst wall. The lumen is usually filled with keratin.
A raised nodule on the skin of the face or neck. HistologicLined by keratinizing epithelium
Epidermal Cyst
the resembles the epithelium of the skin
Degenerasi kistik jaringan periartikuler, kapsul sendi, atau pembungkus tendo. Tumor
Ganglion cyst jaringan lunak tersering pada tangan dan Pergelangan Tangan (60 %). Prediposisi dorsal
manus. Menempel pada Kapsul, tendon, atau tendon sheath
LUKA BAKAR
Penyebab luka bakar yaitu terjadi kontak langsung dengan api, cairan panas, gas, bahan kimia, listrik, atau radiasi yang
mengakibatkan cedera. Berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi:
Penting diingat: Penentuan luas luka bakar ini dengan Rule of 9, yang luas telapak tangannya adalah 1%
Tatalaksana
a. Umum/ Non Medikamentosa
1. Didinginkan menggunakan air dalam suhu 10-250C selama 30
menit setelah terkena luka bakar. Luka perlu dibersihkan dari
jaringan mati lalu ditutup dengan dressing.
2. Irigasi luka bakar kimia
b. Indikasi rawat:
1. Luka bakar derajat dua atau tiga lebih dari 10% TBSA pada pasien di bawah 10 tahun atau lebih dari 50 tahun
2. Luka bakar derajat dua lebih dari 20% TBSA pada usia berapapun.
3. Luka bakar derajat tiga lebih dari 5% TBSA pada usia berapapun
4. Luka bakar yang signifikan pada wajah, tangan, kaki, alat kelamin, atau perineum
5. Luka bakar karena tersengat listrik / petir
6. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia
7. Trauma inhalasi, trauma mekanis, atau penyakit medis lain yang sudah ada sebelumnya
8. Luka bakar yang membutuhkan dukungan sosial, emosional, atau rehabilitasi jangka panjang, terutama apabila
dicurigai terdapat kekerasan pada anak.
c. Medikamentosa
1. Penatalaksanaan awal: ABCDEF (A = airway, B = breathing, C = circulation, D = disability, E = expose, F = fluid).
2. Evaluasi luka bakar luas dan derajat luka bakar
3. Resusitasi cairan:
4mL Ringer laktat x kgBB x % luas luka bakar
Dihabiskan selama 24 jam pertama ½ volume dimasukkan dalam 8 jam pertama paska luka bakar, sisanya dalam
16 jam berikut. Selanjutnya pada 24 jam kedua apabila pemenuhan kebutuhan cairan belum tercapai dapat
menggunakan koloid. Pemantauan resusitasi cairan dengan pemantauan jumlah urine (N = 0,5-1 cc/kg/jam).
KOMPLIKASI
a. Trauma Inhalasi akibat inhalasi asap dan zat iritatif lainnya,dapat mengakibatkan terjadinya trakeobronkitis dan
pneumonitis akut. Tanda-tanda: Rambut hidung yang terbakar, Luka bakar pada wajah, Sputum berkarbon, Serak, Bunyi
stridor, Level karboksihemoglobin melebihi 15% setelah 3 jam posteksposure. Terapi awal : O2 100%, Pemasangan ETT
segera
b. Keloid dan Hipertropik Skar
Keloid adalah keadaan dimana bekas luka timbul meninggi, tumbuh melampaui batas luka asli sedangkan hipertropik
skar adalah keadaan mirip keloid tapi penebalan tidak melebihi batas luka asli.
c. Kontraktur
Luas kulit yang hilang pada luka terbuka mengecil karena terjadi penurunan konsentrik ukuran luka. Kontraksi yang
berlebihan ini kemudian berkembang menjadi kontraktur. Pencegahan: menutup luka sedini mungkin dengan split-skin
graft. Terapi: bedah Dilakukan setelah masa penyembuhan aktif (>1 tahun) dan dilakukan secara bertahap
LABIOPALATOSCHISIS
Ini adalah kelainan bawaan dalam bentuk ketidakutuhan (celah) pada bibir akibat gangguan proses penyatuan sisi kiri
dan kanan janin saat di dalam kandungan. Celah dapat terbatas pada bibir, namun tidak jarang celah meluas sampai ke
gusi dan langit-langit rongga mulut. Seringkali terjadi kelainan sumbing bibir ini ada bersamaan dengan kelainan-
kelainan bawaan lahir lainnya.
Penyebab kelainan ini sampai kini belum bisa diidentifikasi pasti, namun menilik sebaran penderita kebanyakan berasal
dari golongan ekonomi lemah, diduga kuat faktor gizi saat kehamilan serta faktor kelelahan atau cedera fisik saat
kehamilan memiliki pengaruh besar menciptakan kelainan ini pada janin dalam kandungan.
Untuk persyaratan operasi labioskisis, prosedur kelayakan yang sering digunakan ialah dengan menggunakan prinsip
Milliard’s Rule of Ten, yakni:
o Berat badan anak lebih dari 10 pounds (sekitar 5kg)
o Usia anak lebih dari 10 minggu
Berani Sepenuh Hati 162 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD
USIA TINDAKAN
0 – 1 minggu Tidur terlentang, pemberian nutrisi dengan kepala miring
1 – 2 minggu Pasang obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok posisi
½ duduk atau memakai dot lubang kearah bawah agar mencegah aspirasi
10 minggu Labioplasty, dengan memenuhi Rules of ten:
Usia 10 minggu, berat 10 pon, Hb>10g%, Leukosit<10.000
1,5 – 2 tahun Palatoplasty, karena bayi mulai bicara
2 – 4 tahun Speech therapy
4 – 6 tahun Velopharyngoplasty
Mengembalikan fungsi katup yang dibentuk m. tensor veli palatini & m.levator veli palatini untuk bicara
konsonan, latihan dengan cara meniup
6 – 8 tahun Orthodonsi (pengaturan lengkung gigi)
8 – 9 tahun Alveolar bone grafting
Dari tulang crista iliaca, sebelum gigi caninus tumbuh
9 – 17 tahun Orthodonsi ulang
17 – 18 tahun Cek simetrisasi mandibula dan maxila
PHIMOSIS
Prepusium penis yang tidak dapat diretraksi ke proksimal sampai korona glandis.
Dialami sebagian besar bayi karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Adhesi tersebut mulai
terpisah seiring bertambah usia.
Berani Sepenuh Hati 163 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD
Bila tidak ada keluhan, masih dapat dianggap fisiologis hingga usia 3-4 tahun.
Komplikasi yang sering ditimbulkan adalah balanitis, postitis. balanopostitis.
Tatalaksana: Dexamethasone 0.1% (1-2 bulan) untuk retraksi spontan, dorsum insisi (sudah tidak banyak dipakai) bila
telah ada komplikasi, sirkumsisi (tatalaksana definitif)
PARAPHIMOSIS
Keadaan prepusium tidak dapat ditarik kembali dan terjepit di sulkus koronarius.
Merupakan keadaan gawat darurat bila terjadi obstruksi vena superfisial yang menimbulkan edema dan nyeri sehingga
terjadi nekrosis glans penis.
Tatalaksana:
o Mengembalikan prepusium secara manual dengan memijat glans penis selama 3-5 menit untuk mengurangi
edema.
o Bila tidak berhasil, perlu dilakukan dorsum insisi.
o Setelah edema dan reaksi inflamasi hilang sirkumsisi.
EPISPADIA
HYPOSPADIA
Perlu diingat..!!
Pada hypospadia dan epispadia, sirkumsisi merupakan suatu
kontraindikasi. Hal ini karena kulit prepusium akan digunakan untuk
repair defek.
TRAUMA KEPALA
SYOK SPINAL
o Supresi temporer dari semua aktifitas reflex dibawah lesi
o Hilangnya seluruh aktifitas reflex yang berada dibawah lesi (penurunan reflex, penurunan sensasi, paralisis tipe
flaksid)
o Bersifat transien, ketika reflex bulbocavernosus kembali, syok spinal berakhir (keadaan ini dapat berlangsung dalam
hitungan hari hingga bulanan)
o Fase syok spinal:
SYOK NEUROGENIK
o Hilangnya tonus vasomotor dan simpatis yang dapat berakibat gangguan hemodinamik
o Akan ditemukan hipotensi, bradikardi, dan poikilotermia
o Terjadi pada mereka yang mengalami cedera medulla spinalis di atas T5
Klasifikasi American Spinal Injury Association/ ASIA 2011 (modifikasi dari klasifikasi FRANKEL 1970) pada Cedera Medula
Spinalis
TRAUMA URETRA
Trauma uretra
Parameter
Anterior Posterior
Lokasi Distal diafragma uretrogenitalis Proximal diafragma uretrogenitalis
Penyebab Straddle injury, instrumentasi Fraktur pelvis
Darah dari OUE, Sleeve’s haematom, Darah dari OUE, floating prostate,
Tanda klinis
Butterfly haematom haematom pada daerah pubis
Pemeriksaan Rethrograde urethrografi Urethrogram
Sistostomi Sistostomi
Terapi
Repair langsung Repair 3-4 hari kemudian
TRAUMA BULI
• 86% trauma buli berkaitan dengan trauma abdomen (KLL, jatuh dari ketinggian)
• 90% berhubungan dengan fraktur pelvis.
• Sebaliknya hanya 9 – 16 % fraktur pelvis yg disertai ruptur buli.
• Terdiri dari kontusio buli, ruptur buli extraperitoneal, ruptur intraperitoneal, ruptur interstitial, hematom perivesika
• Mekanisme Cedera
Berani Sepenuh Hati 169 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD
o Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat
buli-buli penuh.
o Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
• Tanda dan gejala
o Hematuria, dapat merupakan gejala tunggal (pada 95% ruptur buli)
o Nyeri perut bawah
o Kesulitan berkemih
o Produksi urin menurun
o pad ruptur intraperitoneal terdapat tanda peritonitis, sedangkan pada ruptur ekstraperitoneal tidak
ditemukan
• Pemeriksaan radiologis
o Cystography
o CT scan cystography
• Tatalaksana:
o Ruptur intraperitoneal: repair dengan bedah
o Ruptur ekstraperitoneal: bisa konservatif, drainase kateter (sembuh dalam waktu 3 minggu)
TRAUMA GINJAL
BPH adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang sifatnya tidak ganas. Pembesaran prostat jinak diakibatkan
sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya mulai dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.
Salah satu hipotesa yang dipercaya menjadi penyebab BPH ini adalah teori dehidrotestosteron. Dimana
ketidakseimbangan antara estrogen dan testosterone mengakibatkan terjadinya interaksi pada stroma-epitel dan
berkurangnya kematian sel prostat. Meskipun sebenarnya patofisiologi penyebab BPH secara jelas belum diketahui
dengan pasti.
Kelenjar prostat terdiri atas 3 jaringan yakni epitel/glandular, stroma/otot polos, dan kapsul. Jaringan stromal dan kapsul
ini ditempeli oleh reseptor adrenergik.
Manifestasi klinis BPH meliputi gejala:
o Obstruktif: hesitansi, intermitensi, terminal dribbling, weak stream, rest urine
o Iritatif: frekuensi, urgensi, nocturia, dysuria.
Hasil scoring IPSS tersebut dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penatalaksanaan:
o Mild: cukup dilakukan watchful waiting
o Moderate: medikamentosa (golongan alfa blocker atau golongan 5 alfa reduktase inhibitor) dan evaluasi lebih
lanjut
o Severe: Pembedahan
Derajat BPH
1. Obstruktif tetapi kandung kemih masih mengeluarkan urin sampai habis.
2. masih tersisa urin 60-150 cc.
3. setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.
4. retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan urin menetes secara periodik.
KARSINOMA PROSTAT
Bentuk keganasan prostat yang tersering adalah Adenokarsinoma prostat, bentuk lain yang jarang adalah: sarkoma (0,1-
0,2%), karsinoma urotelial (1-4%), limfoma dan leukemia. Oleh karena itu, terminologi Kanker prostat mengacu pada
Adenokarsinoma prostat.
Faktor resikonya antara lain: usia diatas 40 tahun, ras (afro-amerika lebih rentan), riwayat keluarga, gaya hidup, merokok,
dan riwayat mutasi genetic pada gen BRCA1 dan BRCA2.
Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Kecurigaan akan meningkat dengan adanya gejala lain seperti:
nyeri tulang, fraktur patologis ataupun penekanan sumsum tulang. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan PSA usia 50 tahun,
sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga dianjurkan untuk pemeriksaan PSA lebih awal yaitu 40 tahun.
Pemeriksaan utama dalam menegakkan Kanker prostat adalah anamnesis perjalanan penyakit, pemeriksaan colok
dubur, PSA serum serta ultrasonografi transrektal/ transabdominal.
Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah
> 0.2 ml. Jika terdapat kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-benjol, maka kecurigaan
tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat.
PSA adalah serine-kalikrein protease yang hampir seluruhnya diproduksi oleh sel epitel prostat. Pada prakteknya PSA
adalah organ spesifik namun bukan kanker spesifik (juga dijumpai pada BPH, prostatitis). Kadar PSA secara tunggal adalah
variabel yang paling bermakna dibandingkan colok dubur atau TRUS
Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar secara internasional. Nilai baku PSA di Indonesia saat ini
yang dipakai adalah 4ng/ml.
Modalitas operasi, radiasi, dan kemoterapi menjadi pilihan dalam penanganan kanker prostat.
TORSIO TESTIS
EPIDIDIMORCHITIS
Merupakan inflamasi akut yang terjadi pada testis dan epididymis yang
memiliki ciri yakni nyeri hebat dan terdapatnya pembengkakan di daerah
belakang testis yang juga disertai skrotum yang bengkak dan memerah.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri ataupun virus. Virus yang
paling sering ialah mumps (virus gondong), sekitar 25% pria yang mengalami
parotitis (gondongan), akan mengalami orkitis pada masa pubernya.
Selain mumps, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh bakteri seperti gonore
atau klamidia, maka dari itu penyakit ini juga berhubungan dengan infeksi
menular seksual.
Pada orkitis akan ditemukan Phren Sign Positive, yakni nyeri terasa berkurang (membaik) saat skrotum diangkat, hal ini
yang membedakan dengan torsio testis.
Manajemen Epididimo-orkitis:
o Apabila penyebabnya bakteri, maka diberikan antibiotic.
o Apabila penyebabnya virus, cukup simtomatik dan suportif saja.
o Skrotum diangkat dan dikompres dingin.
o Sebaiknya bed rest
PROSTATITIS
Suatu kondisi didapatkannya batu di dalam saluran kemih (mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior).
d. Hematuria seringkali dikeluhkan akibat trauma pada mukosa saluran kencing, yang terkadang didapatkan dari
pemeriksaaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.
e. Demam, jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan urologi. Hal lain yang
sering dikeluhkan adalah terjadinya retensi urine jika didapatkan batu pada uretra atau leher buli.
Pemeriksaan yang dapat kamu lakukan untuk batu saluran kemih ini adalah:
a. Foto polos abdomen (BNO/ KUB), bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih
b. Intravenous Pyelography (IVP), menilai anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-
opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Kontraindikasi IVP: a). alergi terhadap
bahan kontras, b). faal ginjal yang menurun (kreatinin >2 mg/dl), c).wanita hamil
c. USG, bila pasien kontraindikasi dilakukan IVP, Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli
(gambaran echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal
Foto BNO
USG
Tata laksana
a. Fase akut :
1. Kolik analgetik (NSAID merupakan drug of choice)
2. Demam/sepsis drainage: perirenal abses, pyonephrosis
3. Retensi urin kateterisasi, cystostomi
b. Eliminasi batu:
1. Nefrolitiasis open nefrektomi, PCNL, ESWL
c. Farmakologis
1. untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, diharapkan batu dapat keluar spontan
2. Kortikosteroid prednisolon 25 mg peroral selama 5-10 hari.
3. Calcium Antagonis (Ca Channel Blockers) nifedipin 30 mg slow release selama 5-10 hari.
4. Alpha Adrenergic Blockers (α blockers) Tamsulosin 0,4 mg peroral.
d. Nonfarmakologis:
1. Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani
2. Batu urat: diet rendah asam urat
3. Minum banyak (2,5 l/hari) bila fungsi ginjal masih baik
INKONTINENSIA URI
Salah satu penyakit dalam yang ditandai dengan terjadinya pengeluaran urin secara involunter. inkontinensia uri ini dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. Inkontinensia uretra
1. Kelainan uretral: obesitas, multiparitas, persalinan sulit, fraktur pelvis, pascaprostatektomi
2. Kelainan kandung kemih: kelainan detrusor neuropatik atau nonneuropatik, infeksi, sistitis interstisial, batu kandung
kemih, atau tumor.
3. Kelainan nonurinarius: gangguan mobilitas atau fungsi mental.
b. Inkontinensia nonuretra
1. Fistula urinarius: vesikovagina
2. Ektopia ureter: ureter berlanjut ke uretra (biasanya ureter dupleks).
Klinis
a. Inkontinensia stress: kebocoran
terjadi ketika tekanan infraabdomen
melebihi tekanan uretra (misalnya
batuk, mengedan)
b. Inkontinensia urgensi:
ketidakstabilan otot detrusor
idiopatik menyebabkan peningkatan
tekanan intravesika dan kebocoran
urine
c. Inkontinensia overflow: kerusakan
pada serat eferen dari reflex sakralis
menyebabkan atonia kandung kemih.
d. Inkontinensia fungsional: tidak
terkendalinya pengeluaran urin
akibat faktor-faktor di luar saluran
kemih. Penyebab tersering adalah
demensia berat, masalah
muskuloskeletal berat, faktor
lingkungan yang menyebabkan
kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
VARIKOKEL
• Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena
spermatika interna.
• Varikokel merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita
varikokel.
• Etiologi:
o hilangnya mekanisme pompa otot atau atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif
pleksus pampiniformis.
o Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
o Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan dengan kedalam v.
spermatika interna kiri.
o Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
o Tekanan v. spermatika interna meningkat
o Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
• Gejala klinis:
o Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang
mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
o Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman.
o Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi dimana
varikokel terdapat.
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal terkait dengan atrofi testikular
ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus segera dioperasi dengan
tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi testis.
HIDROKEL
• Penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis.
• Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.
• Pemeriksaan fisik:
Adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistik
Transiluminasi (+)
• Indikasi Operasi :
hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah,
indikasi kosmetik,
hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.