Anda di halaman 1dari 246

Ilmu Bedah

Sandhy Arya Pratama, dr., M. Kes.


TRAUMATOLOGI

ORTHOPEDI

VASCULAR

ONKOLOGI

DIGESTIV

UROLOGI

NEUROLOGI SURGERY
`

Bedah
Traumatologi
Triase
 Merah (segera) = tidak akan bertahan tanpa terapi segera, punya
kemungkinan selamat
 Kuning (observasi) = perlu observasi (& mungkin triase ulang).
Sekarang stabil, tidak dalam bahaya maut. Butuh perawatan.
Dalam kondisi normal akan segera ditangani.
 Hijau (tunggu) = “walking wounded”; butuh terapi setelah pasien
kritis ditangani
 Putih (dismiss) = luka minor, tidak perlu penanganan dokter
 Hitam (expectant) = meninggal/luka sangat ekstensif sehingga
tidak bisa selamat dengan terapi yang tersedia
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-line immobilization
Indikasi Airway definitif
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition


C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
a) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b) Mengetahui sumber perdarahan internal
c) Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
d) Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
e) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
f) Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah.
c) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia
subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
d) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e) Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien
fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f) Cegah hipotermia
3. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor
GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek
cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi,
ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita, periksa jejas
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
Luka bakar grade
 Luka bakar superfisial (grade I): eritema, nyeri
 Grade II dangkal: merah muda-merah, bulla (-)/(-), basah, nyeri
(++), CRT (+)
 Grade II dalam: merah-keputihan, bulla (+)/(-), lembab, nyeri
(+), CRT (-)
 Grade III (full-thickness): kering, eschar, nyeri (-),
khaki/abu/hitam
Terapi luka bakar
 Diagnosis: luka bakar dengan trauma inhalasi
 Riwayat terperangkap dalam ruang tertutup
 Batuk, sputum berjelaga, serak, sesak progresif, luka bakar pada
wajah, rambut wajah/hidung terbakar
 Terapi: ingat ABCDE. Untuk trauma inhalasi sebaiknya segera
intubasi. Selain itu: aggressive pulmonary toilet, bronkodilator,
membersihkan sekresi
Terapi luka bakar akut

 Jauhkan dari sumber panas, irigasi dengan air


mengalir
 Airway: intubasi bila curiga trauma inhalasi,
stabilisasi leher
 Breathing: O2 100% dengan NRM
 Circulation: IV line, mulai resusitasi cairan bila luka
bakar minimal derajat 2 dan luas >15% pada
dewasa dan >10% pada anak
 Disability: GCS
 Exposure: lepaskan pakaian & perhiasan, selimuti,
nilai luas & dalam luka bakar menyeluruh
 Fluid: perhitungkan kebutuhan cairan, kateter urin
untuk memantau
 Analgesik
 Secondary surgery
 Rujuk bila ada indikasi, termasuk trauma inhalasi
• 4 x % luas luka bakar
x BB
Formula • 50 % habis dalam 8
jam pertama
baxter • 50 % berikutya habis
dalam 16 jam
berikutnya
Clostridium Perfingens

 Keywords: Keluhan kaki berbau busuk, riw tertusuk


beling, keluar nanah dan kehitaman  gangren
(nekrosis/kerusakan jaringan karena bakteri
anaerob)
 Clostridial gas gangrene akibat Clostridium
perfingens
 Dapat disebabkan trauma, post operasi, ataupun
spontan
 Dalam prosesnya harus terjadi inokulasi jaringan
dan oksigen yang rendah
 Clostridium dificile
 Bakteri gram positif anaerobic, spore-forming rods (bacilli),
penyebab diare, biasanya muncul akibat penggunaan antibiotik
spektrum luas
 Clostridium botulinum
 Anaerobik gram positif batang
 Menyebabkan botulism  kelainan neurologik akut yang
menyebabkan neuroparalisis
 Dapat melalui makanan (makanan kaleng/pengawet) atau luka
 Clostridium perfringens:  Clostridium tetani:
 Anaerob, gram +, rod-  Anaerob, gram +, rod-
shaped, spore shaped, endospore
 Tennis racket/drumstick
appearance
 Staphylococcus:  Streptococcus
 Facultative anaerob,
pyogenes:
gram +, round  Aerob, gram +, round
 Grape-like clusters
Trauma Thorax
Hemothorax

 Etiologi : Trauma tumpul thorax

 Gejala : sesak, nyeri dada, syok

 Inspeksi : Gerakan dada tertinggal


 Palpasi : Vocal Fremitus menurun
 Perkusi : Redup
 Auskultasi : Vesikuler menurun

Ro thorax : Air fluid level, radioopaque


Hemopneumothorax
• Hemopneumotoraksakumulasi darah dan udara di dalam
rongga pleura.
 Terapi :
 Amankan ABC (pasang Control Servikal bila perlu)
 Resusitasi cairan bila syok
 Posisi Left Lateral Decubitus
 Rujuk untuk dilakukan WSD (Definitif) atau lakukan
dekompresi jarum / chest tube (Bila ada indikasi)
Open Pneumothorax
 Etiologi : Luka penetrasi
 Gejala : sesak, nyeri tajam, empisema subkutis,
red bubble, suara mendesis
 Inspeksi : Gerakan dada tertinggal
 Palpasi : Vocal Fremitus menurun
 Perkusi : Hipersonor
 Auskultasi : Vesikuler menurun

 Tindakan awal : Plester 3 sisi


 Tindakan Definitif : WSD
Tension Pneumothorax
 Etiologi : Trauma tumpul

 Gejala : sesak, nyeri,


 Inspeksi : Gerakan dada tertinggal
 Palpasi : Vocal Fremitus menurun
 Perkusi : Hipersonor
 Auskultasi : Vesikuler menurun

 Khas : JVP meningkat, hipotensi, Trakea terdorong

 Tindakan Darurat :
 Needle decompression(Thoracosintesis) atau chest tube
 Atasi Syok
Simple Pneumothorax
Flail Chest

 Fraktur segmental pada 3 costae yang


berdekatan di ≥2 titik

 Gejala : nyeri dada, gerak dada paradoksal

 Kadang disertai Contusio Paru


 Gejala : sesak, batuk, nyeri dada dan dahak
berbusa
 Ro thorax : Corakan kasar pada paru
http://emedicine.medscape.com/article/433779
Flail chest:
FLAIL CHEST • Beberapa tulang iga
• Beberapa garis fraktur pada
satu tulang iga

The first rib is often fractured


posteriorly (black arrows). If multiple
Fraktur segmental dari tulang-tulang iga yang rib fractures occur along the midlateral
berdekatan, sehingga ada bagian dari dinding (red arrows) or anterior chest wall
dada yang bergerak secara independen (blue arrows), a flail chest (dotted
black lines) may result.
http://emedicine.medscape.com/

Treatment
ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation  rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade (pericardial
Effusion)
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batuk • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
• Dicurigai Tamponade jantung:
– Echocardiography
– Pericardiocentesis
• Dilakukan segera untuk
diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis
– Sering kali merupakan pilihan
terbaik saat terdapat kecurigaan
adanya tamponade jantung atau
terdapat penyebab yang
diketahui untuk timbulnya
tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Bedah
Orthopedi
Sprain dan Strain
 Sprain dan strain biasanya terjadi dalam tekanan fisik. Situasi
dimana otot dipaksa melakukan gerakan yang mereka belum
siap atau melebihi lingkup gerak otot yang normal, seperti
melingkar atau memutar pergelangan kaki.
 Cedera dapat terjadi dalam insiden tekanan tunggal atau secara
bertahap setelah banyaknya pengulangan gerakan. Cedera
terjadi biasanya saat otot tendon atau ligamen dalam
peregangan yang berlebihan, menyebabkan kerusakan pada
otot, tendon, atau serat ligamen.
Sprain/”Keseleo”

 Sprain dan Strain adalah cedera


olahraga/muskuloskeletal yang paling sering
terjadi. Perbedaan pada bagian yang terkena
 Sprain Cedera yang terjadi karena regangan
berlebihan atau terjadi robekan pada ligamen
(penghubung antar tulang)
 Strain Cedera yang terjadi karena regangan
berlebihan atau terjadi robekan pada otot
maupun tendon (penghubung tulang dan otot)
Treatment: RICE + R

 Rest
 Ice
 Compression
 Elevation
 Referal &
Rehabilitation
Fraktur Klavikula
Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3
tengah klavikula)
• Fraktur pada bagian tengah clavicula
• Lokasi yang paling sering terjadi
fraktur, paling banyak ditemui

Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula


Fraktur klavikula lateral dan ligament
korako-kiavikula, yang dapat dibagi:
– type 1: undisplaced jika ligament intak
– type 2: displaced jika ligamen korako-
kiavikula ruptur.
– type 3: fraktur yang mengenai sendi
akromioklavikularis.

Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal


clavicula. Fraktur yang paling jarang
terjadi Tx : Arm Sling (undisplaced)
Figure of Eight
(Displaced)
Dis.Bahu (D.Glenohumeralis)
• Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis
• Etio : 99% trauma

• Pembahagian

• Dis. Anterior (98 %)


• Dis.Posterior (2 %)

• Dis. Inferior

• Mekanisme Trauma
• Puntiran sendi bahu tiba-tiba
• Tarikan sendi bahu tiba-tiba

• Tarikan & puntiran tiba-tiba


Dislokasi Anterior
 Lengkung (contour) bahu berobah,

 Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna

 Teraba caput humeri di bag anterior

 Prominent acromion, sulcus sign

 Back anestesi  ggn n axilaris

 Radiologis  memperjelas Diagnosis

 Rontgen Foto

 CT Scan
Sulcus Sign test
• a shoulder stability
examination to determine
if there is anterior or
multidirectional instability
observed between the
acromion and the humeral Prominent
head. acromion
• With the arm straight and
relaxed to the side of the
patient, the elbow is
grasped and traction is Sulcus
applied in an inferior Sign
direction
Dislokasi Posterior:
Klinis
• Lengan dipegang di
depan dada
• Adduksi
• Rotasi interna
• Bahu anterio tampak
lebih datar (flat and
squared off)
 Fraktur Radius – Ulna
 Fraktur Colles: Fraktur radius distal dengan angulasi pergelangan
tangan ke arah posterior. Deformitas pada fraktur ini berbentuk
seperti sendok makan (dinner fork deformity).

 Fraktur Smith: fraktur angulasi ke arah anterior (volar), karena itu sering
disebut reverse Colles fracture.
Fraktur Radius – Ulna

 Fraktur Colles: Fraktur radius distal dengan angulasi


pergelangan tangan ke arah dorsal. “dinner fork
deformity”
 Fraktur Smith: fraktur radius distal dengan angulasi
pergelangan tangan ke arah volar/anterior. “reverse
Colles fracture”.
 Fraktur Galeazzi: fraktur radius distal disertai dislokasi (disruption)
sendi radius ulna distal.
 Fraktur Monteggia: fraktur proksimal ulna disertai dislokasi
(disruption) sendi radius.
Fraktur Monteggia:
Fraktur sepertiga proksimal
ulna dan dislokasi kepala
radius
Fraktur Galeazzi:
Fraktur radius dengan
dislokasi sendi
radioulnar
Colles
Fraktur Salter-Harris

 Fraktur pada lempeng pertumbuhan tulang


(epifisis)
 Urutan fraktur dari yang paling sering terjadi
 Radius-ulna distal (75%)
 Tulang karpal (10%)
 Os. scaphoideum (60-70%): jempol posisi “hitch-hiking”
 Os. lunatum: nyeri dengan kompresi jari 3
 Os. triquetrum: akibat jatuh dengan posisi tangan
deviasi ulnar
 Tulang karpal lainnya
Ruptur ligamentum cruciatum anterior

 Klinis : keluhan nyeri pada lutut kanan.

 Pada pemeriksaan fisik didapatkan anterior


drawer test (+) dan terdengar bunyi “plop” pada
lututnya.
Strain Cedera yang terjadi karena regangan
berlebihan atau terjadi robekan pada otot maupun
tendon (penghubung tulang dan otot)
Dislokasi HIP

 Dislokasi posterior (90%): pemendekan tungkai, rotasi internal,


adduksi
 Dislokasi anterior: pemendekan, rotasi eksternal, abduksi
 Ligamen yg rusak pada dislokasi posterior: iliofemoral
Fraktur Femur
• Etiologi:
– Fraktur yang disebabkan trauma yang berat
– Fraktur spontan / patologik : tumor tulang
primer atau sekunder, mieloma multipel,
kista tulang, osteomielitis, osteoporosis,
– Fraktur stress/fatigue :fraktur march pada
metatarsal, fraktur tibia pada penari balet,
fraktur fibula pada pelari jarak jauh.
• Subtipe:
– Fraktur collum femur
– Fraktur caput femur
– Fraktur subtrochanter
– Fraktur introchanter
– Fraktur shaft femur
– Fraktur distal femur
http://orthoinfo.aaos.org
Fraktur Collum Femur
• Terjadi di sebelah proksimal linea
intertrochanter pada intraskapsular
sendi panggul.
• Insiden: Lansia (spontan, steoporosis
senilis).
• Metode penanganan: Reduksi
tertutup/terbuka & fiksasi interna,
protesis caput femoris.
• Waktu penyembuhan tulang: 12-16
minggu.
• Durasi rehabilitasi: 15-30 minggu.
Fraktur Sub-Throcanter
• Terjadi antara trochanter minor
dan di dekat 1/3 proksimal
corpus femur.
• Insiden: Benturan kuat dan
perluasan dari fraktur
intertrochanter ke distal pada
lansia.
• Metode penanganan: Batang
Intramedular, Sekrup kompresi &
plat samping (side plate).
• Waktu penyembuhan tulang: 12-
16 minggu.
• Durasi rehabilitasi: 16-20
minggu.
Fraktur Shaft Femur
• Shaft  bagian lurus dari Os.
Femur.
• Dapat terjadi pada proksimal,
medial, distal dari shaft femur.
• Insiden: high energy collision
(motor vehicle crash, gunshot)
• Metode penangan:
– Fiksasi eksternal  terapi
sementara (perbaikan KU sebelum
menjalani ORIF).
– ORIF (intramedullary nail, plates &
screws). Jarang ditangani non-
operatif.
• Waktu penyembuhan: 4-6 bulan.
Fraktur Distal Femur
• Dimulai dari suprakondilar ke arah
distal.
• Insiden: terjadi pada lansia atau
anak-anak yang mengalami high
energy injuries.
• Metode penanganan:
– Non surgery: skeletal traction,
casting & bracing (jarang
digunakan)
– Surgery: fiksasi eksternal
(temporary) dan ORIF, knee
replacement.
• Waktu penyembuhan: fraktur
distal femur  severe injury.
Bergantung pada tingkat usia,
nutrisi, dsv
 Klasifikasi Fraktur Gustillo-anderson
 I. Open, clean, luka <1cm.
 II. Open, luka >1cm.
 III. Open, luka >10cm, kotor, kerusakan jar lunak luas, pemb
darah, saraf.
 A. Open, luas, bisa menutup patahan tulang
 B. Open, soft tissue loss, bone expose
 C. Open, kerusakan pemb darah utama & saraf.

 Th: early antibiotik dlm 3jam, debridement dlm 6jam, primary


closure dlm 72jam, early skeletal stabilization.
 Mal union: tulang yang patah menyatu dalam waktu yang
tepat (3-6 bulan) dengan posisi yang tidak tepat
 Delayed union: penyatuan yang tertunda, yaitu patah tulang
yang tidak menyatu dalam waktu 3-6 bulan, tidak terlihat
atau hanya sedikit pertumbuhan tulang yang baru,.
 Non union artinya tidak menyatu atau tidak ada penyatuan,
non union merupakan kasus lanjutan dari delayed union. Jadi,
bila patah tulang tidak menyatu dalam waktu 6-8 bulan
dinamakan non union.
Resusitasi Cairan
Penanganan Fraktur

1. Tempat kejadian (Injury Disarter) 


Masyarakat, Sosial worker, Polisi, petugas
medis dll
2. Pra Hospital (Transportation)
3. Hospital  Emergency Room, Operating
Room, ICU, Ward Care
4. Rehabilitasi  Physical, Psycological
Emergency Orthopaedi
 Jika tak ditolong segera  bisa terjadi †

1. Fraktur terbuka

 Fraktur disertai hancurnya jaringan (Major crush injury)


 Fraktur dengan amputasi

2. Fraktur dengan ggn neurovaskuler (Compartmen Syndrome)

3. Dislokasi sendi
Pertolongan Pertama (First Aid)
 Life Saving  ABCD
 Obstructed Airway
 Shock : Perdarahan Interna /External
Balut tekan, IV fluid
 Limb Saving
 Reliave pain Splint & analgetic
 Pergerakan fragmen fr
 Spasme otot
 Udema yang progresif.
 Transportasi penderita Dont do harm
Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R
 R 1 = Recognizing = Diagnosa
 Anamnesa, PE, Penunjang
 R 2 = Reduction = Reposisi
 Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum fraktur
 R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi
 Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi
 R 4 = Rehabilitation
 Mengembalikan fungsi kesemula
Retaining (Imobilisasi)
 Mempertahankan hasil reposisi sampai tulang menyambung
 Kenapa ssd reposisi harus retaining

 Manusia bersifat dinamis

 Adanya tarikan tarikan otot

 Agar penyembuhan lebih cepat

 Menghilangkan nyeri
Cara Retaining (Imobilisasi)
 Isitrahat

 Pasang splint / Sling

 Casting / Gips

 Traksi  Kulit atau tulang

 Fiksasi pakai inplant (ORIF)


Sling / Splint
 Sling : Mis Arm Sling

 Splint/ Pembidaian
Cara Imobilisasi
 Casting / Gips

 Hemispica gip

 Long Leg Gip

 Below knee cast

 Umbrical slab
Retaining (Imobilisasi)
Traksi

 Cara imobilisasi dengan menarik

bahagian proksimal dan distal secara

terus menerus.

1. Kulit

2. Tulang
Retaining (Imobilisasi)
 Fiksasi pakai inplant
■ Internal fikasasi

■ Plate/ skrew

■ Intra medular nail  Kuntsher Nail

■ Ekternal fiksasi
Osteomielitis akut
 Keyword:
 riwayat trauma, bengkak, edema, hiperemis, gambaran soft tissue
swelling, reaksi periosteal, gambaran radiolusen dikelilingi sklerotik
Osteomielitis
 Infeksi pada tulang
 Penyebab: trauma (47%), insufisiensi vaksular mis. DM (34%),
penyebaran hematogen (19%)
 Tanda/gejala: riwayat trauma/operasi, tanda peradangan pada
lokasi kelainan, deformitas, gejala konstitusional (demam, malaise)
 Foto polos: kelainan dapat baru terlihat setelah 5-7 hari  hasil
negatif tidak dapat mengeksklusi osteomyelitis
 Reaksi Periosteal, Soft Tissue Swelling, cortical thickening, hilangnya
struktur trabekular, osteolisis, pembentukan tulang baru
 Terapi: antibiotik (4-6 minggu), operasi bila kerusakan jaringan
lunak luas
Spondilosis

 Gejala : Nyeri leher, punggung, pinggang


(tergantung lokasi kelainan)

 Ro vertebrae :
 Osteofit (bone spur)
 Penyempitan celah sendi
Spondilitis tuberkulosa
 Keyword: nyeri punggung, abses, massa, riwayat berobat 6 bulan
tidak teratur, gibbus

 Spondilitis tuberkulosa
 Akibat penyebaran TB dari situs infeksi lain.
 Menyerang segmen anterior vertebra  destruksi tulang  kolaps
vertebra (gibbus)  kifosis
 Pembentukan abses dapat menekan kanalis spinalis  kompresi
medspin  defisit neurologis
 Tanda/gejala: nyeri punggung kronik, tanda neurologis (parestesi,
paraparesis/plegi), deformitas vertebra, abses paraspinal
 Penyakit autoimun yang sering mengenai
sendi sakroileum dengan gambaran
bamboo spine
Spondilolistesis

 Bergesernya salah satu susunan vertebrae.


Osteoporosis

 Definisi: gangguan tulang progresif yang ditandai


dengan penurunan massa dan densitas tulang dan
menyebabkan tulang rapuh sehingga risiko fraktur
meningkat
 Etiologi:
 Primer: postmenopausal
 Sekunder: penyalahgunaan steroid, dll

 Patof: ketidakseimbangan pembentukan dan


resorpsi tulang (Tingginya reabsorbsi osteoklas)

 Diagnosis: Bone Densitometri < 2.5 SD


Osteoporosis
Osteoporosis Tipe 1 (POSTMENOPAUSAL)
• affects primarily trabecular bone
• 5 years after menopause
• weight-bearing bones fractures vertebrae, ankle, and distal radiu

optimized by optima
Osteoporosis
Tanda dan Gejala
• Seringnya tanpa
gejala – silent
disease
• Gejala lain yang
dapat muncul
Nyeri punggung
Fraktur patologis
Penurunan tinggi
badan
Imobilisasi
Kifosis bertambah
Fraktur Kompresi pada Osteoporosis
• Wedge fractures –
collapse of the
anterior or posterior
of the vertebral body

• Biconcave
fractures – collapse of
the central portion of
both vertebral body
endplates

• Crush fractures –
collapse of entire
vertebral body
 Osteomalacia: pelunakan tulang akibat defisiensi vitamin D atau
gangguan tubuh dalam menggunakan vitamin D
 Gejala:
 Fraktur tanpa trauma signifikan
 Kelemahan otot
 Nyeri tulang luas, terutama di pinggul
 Pemeriksaan: darah (vitamin D, kalsium, fosfat), bone x-ray &
bone density test (pseudofractures, bone loss, and bone
softening)
 Terapi: suplemen vit D, kalsium, fosfor
 Penyakit Paget:
 Tulang bertumbuh abnormal dan rapuh, nyeri
 Ada peningkatan alkalin fosfatase
 Umumnya hanya pada satu regio tulang
 X ray: Osteolisis (radiolusensi), pembentukan tulang
berlebihan, blade of grass (V-shaped), cotton wool
Fraktur Le Fort
 I: fraktur transversal melalui sinus maksila→ memisahkan
proc alveolaris, palatum, proc pterigoid
 II: fraktur piramida melewati maksila, inferior & medial
orbita, nasal→ memisahkan alveolus maksila, medial
orbita, nasal
 III: fraktur melewati sutura zigomatikus, dasar orbita,
sutura nasofrontalis→ tulang wajah terpisah dari cranium
Bedah
Vaskular
Sindrom Kompartemen

Terutama high-velocity injuries, fraktur


tulang panjang, crush injuries, luka
penetrasi (trauma arteri), trauma
vena
5P (pd stadium lanjut): Pain,
Parestesia, Pallor, Pulselessness,
Poikilothermia
Tanda awal yg paling konsisten: pe↓
diskriminasi 2-titik
Palpasi: teraba keras
Tindakan :
Fasciotomi
Raynaud’s disease
 Keywords: nyeri, pucat, sianosis bila terpapar suhu dingin

 Raynaud’s disease
 Vasospasme rekuren akibat kelainan fungsional pembuluh darah,
biasanya dipicu stres emosional dan suhu dingin
 Bentuk serangan: pemicu (dingin)  vasospasme (pucat, biru,
nyeri)  reflow (hiperemia)
 Muncul simetris di ujung jari kaki dan tangan, tidak ada nekrosis,
CRP normal
 PF umumnya normal, boleh di-challenge dengan suhu dingin
DVT

 Adanya trombus pada vena dalam yang


menghalangi aliran darah ke jantung
 Komplikasi: pulmonary embolism
 Gejala: nyeri, swelling, kemerahan, hangat, dan
terjadi unilateral.
Buerger disease =
thromboangiitis obliterans
 Karakteristik:
 progressive inflamasi dan trombosis pada arteri dan
vena kecil dan sedang pada tangan dan kaki
 Asosiasi kuat dengan penggunaan rokok
 Gejala: Claudicatio Intermittent, unremitting
ischemic ulcerations, dan gangrene pada jari kaki
dan tangan, nadi di bagian distal teraba lemah
Acute Limb Ischemia

 Terjadi penurunan aliran darah secara tiba-tiba


pada ekstremitas
 Dapat terjadi akibat emboli atau trombosis
 Limb ischaemia diklasifikasikan berdasarkan onset
dan beratnya penyakit
Acute
Limb
Ischemia
Varicose Vein

 Pelebaran vena yang sering terjadi di vena


superfisial, dan yang banyak terjadi di ekstremitas
bawah
 Akibat inkompetensi katup vena  stasis aliran
darah  edema ekstremitas  perubahan
sekunder pada kulit: iskemik, dermatitis stasis,
ulserasi.
Varicose Vein
Gejala:
 Kaki terasa berat
 Kaki bengkak terutama
sore hari
 Telangiektasia (pelebaran
vena) berwarna abu-abu
kebiruan
 Gatal
 Mudah berdarah
Phlebitis

 Inflamasi vena, terutama pada kaki


 Gejala:
 Eritema dan hangat
 Nyeri sepanjang vena
 Edema
 Jika terjadi akibat blood clot atau trombus,
disebut thrombophlebitis.
 Phlebitis ada yang mengenai vena superfisial dan
vena dalam. Thrombophlebitis pada vena dalam,
disebut sebagai DVT.
Venous vs Arterial Ulcer

Venous ulcer Arterial Ulcer


 Shallow  Full thickness wound

 Punched out appearance


 Superficial  Wound edges are smooth

 Irregular shape  Individual may complain of painnocturnally; pain can be


relieved by lowering the leg below heart level (i.e. dangling leg
over the edge of the bed).
 Small to large  Individuals prefer to sleep in a chair which impacts negatively
on healing potential
 Painful related Located mainly on thelateral foot, but can occur anywhere on
toedema, phlebitis, or infection

the lower leg or foot

Lower extremities cool to touch


Usually appear on the lower leg


and ankle  Skin is pale, shiny, taut, and thin

 Periwound skin pale


 Frequently the individual Minimal to no hair
developscontact dermatitis

 growth on lower limbs

 Hemosiderin staining  Minimal drainage

 Lipodermatosclerosis  Wound bed contains bright red granulation tissue

 May be secondary toperipheral arterial disease


 NYAMAN BILA DI GANTUNG DI NYAMAN BILA DIGANTUNG DIBAWAH
ATAS

Limphedema

 Klinis : Extremitas atas/ bawah bengkak tanpa


tanda peradangan (kalor, rubor,dolor, fungsio
laesa)

 Riwayat melakukan operasi yang melibatkan


pengangkatan KGB. Misal mastektomi radikal
(pengangkatan payudara).

 Vital sign dalam batas normal. Ditemukan non


pitting edema.
Bedah
Onkologi
Limfoma
Limfoma Non-
Limfoma Hodgkin Hodgkin
 Superfisial  Difus
(servikal/supraklavikular)
 nodal dan ekstranodal,
 Menyebar teratur dari menyebar tidak
satu nodus ke nodus beraturan
berikutnya
 Gejala tergantung
 Ada gejala organ yang terkena
konstitusional (demam, (kembung, nyeri tulang)
keringat malam,
penurunan berat  Gejala konstitusional
badan) lebih jarang
 Didominasi oleh sel  Didominasi oleh sel
Reed-Sternberg limfosit besar
Multipel Mieloma

 Multipel mieloma: kanker yang berasal dari sel


plasma di bone marrow
 Gejala: pucat, nyeri punggung, gangguan
perdarahan, lemas (anemia), demam
 Pemeriksaan: darah perifer lengkap (eritrosit ↓,
leukosit ↓, trombosit ↓)
 Xray: gambaran litik punched out
Punched out
 Leukemia: kanker yang berasal dari blood-
forming tissue seperti bone marrow
 Menyebabkan produksi sel darah dalam jumlah
besar
 Acute myeloid leukemia (AML): ↑ abnormal
myeloblasts, red blood cells, or platelets
 Acute lymphoblastic leukemia (ALL): ↑
lymphoblasts, B lymphocytes, atau T lymphocytes
Tumor Marker
 Tumor marker
 CA 19-9: pankreas
 -feto protein: hepar, testis, ovarium
 PSA: prostat
 CA-153: Ca mammae
 CA-125: Ca ovarium
 CEA: Ca Kolon (untuk prognosis, bukan diagnosis)
AFP (Alfa-fetoprotein)
SI Units
Nonpregnant female 0–15 ng/mL 0–15 μg/L
Pregnant
2 months <75 ng/mL <75 μg/L
3 months <130 ng/mL <130 μg/L
4 months <210 ng/mL <210 μg/L
5 months <300 ng/mL <300 μg/L
6 months <400 ng/mL <400 μg/L
AFP juga dapat meningkat
7 months <450 ng/mL <450 μg/L pada sirosis dan hepatitis
8 months <450 ng/mL <450 μg/L
9 months <400 ng/mL <400 μg/L
Immediately <375 ng/mL <375 μg/L AFP paling spesifik sebagai
postpartum penanda tumor jika
Adult males 0–15 ng/mL 0–15 μg/L
Children kadarnya > 1000 ng/mL
Premature infant Up to 158,000 ng/mL Up to 158,000 μg/L
Full-term infant
0–14 days 5000–105,000 ng/mL 5000–105,000 μg/L
2 weeks–1 month 100–10,000 ng/mL 10–10,000 μg/L
2 months 40–1000 ng/mL 40–1000 μg/L
3 months 11–300 ng/mL 11–300 μg/L
4 months 5–200 ng/mL 5–200 μg/L
5 months 0–90 ng/mL 0–90 μg/L
≥ 6 months 0–15 ng/mL 0–15 μg/L
KNF

 Keywords: Massa jaringan lunak di leher, hidung


tersumbat, telinga kanan terasa tersumbat,
mimisan, dan sering tersedak, penurunan berat
badan. Radiologi: massa pada jaringan lunak di
daerah nasofaring
 Diagnosis: susp Ca Nasofaring
 Lokasi paling sering untuk kanker nasofaring
adalah: Fossa rosenmuller
 Ca mammae = curiga bila massa keras, ireguler, terfiksasi
 Disertai perubahan ukuran/bentuk payudara (asimetri
payudara), perubahan kulit (bengkak, penebalan, radang,
edema/peau d’ orange), abnormalitas puting (retraksi, inversi,
bloody discharge, ulserasi), massa aksila
 Fibroadenoma mammae (FAM)
 Massa kenyal, berbatas tegas, mobile, tanpa tanda peradangan
 Tumor Phyllodes
 Berasal dari sel periduktal
 80-85% jinak, sisanya ganas
 Massa keras, berbatas tegas, mobile, kulit permukaan tipis dan
mengkilat, vena dapat terlihat, ukuran bisa mencapai 30 cm
 Ca mammae
 Massa keras, permukaan tidak rata/bernodul, tidak berbatas tegas,
immobile, peau d’orange, retraksi puting, nipple discharge, ulserasi
 Fibrokistik (fibrocystic breast changes)
 Akibat hiperproliferasi jaringan ikat
 Massa kenyal, permukaan rata, batas tegas, muncul berkaitan
dengan siklus menstruasi
 Lipoma
 Tumor jinak jaringan lemak
Osteosarkoma
 Tumor ganas mesenkimal yang menunjukkan diferensiasi
osteoblasik
 Usia dekade kedua
 Predileksi benjolan di proksimal tibia atau distal femur.
 X-ray: sun-burst appearance, Codman’s triangle
Kondrosarkoma

 Keganasan tulang yg memproduksi kartilago


 Usai tua (dekade 5 dan 6), pada tulang axial
 Xray: lesi lusen dengan kalsifikasi di dalamnya
Kondrosarkoma
Ewing Sarkoma
 Kanker di tulang / jaringan lunak
 Biasanya di pelvis dan tulang panjang (femur)
 Genetik, usia anak-anak & remaja (10-20th)
 Temuan:
 Nyeri dengan bengkak di tulang, demam
 Anemia, leukositosis, LED ↑
 Xray: Destruksi tulang dg batas tidak jelas. Pembentukan tulang
reaktif baru oleh periosteum berlapis2  Onion Skin, Sun burst
Osteokondroma
 Ossification in the
peritendinous tissues
 Terdapat pada metafisis
 Tidak nyeri dan sering kali tidak
teraba benjolan
 Rontgen : Cauliflower (bunga kol)
OSTEOCLASTOMA (Giant Cell
Carcinoma)
Bubble Soap
Appearance
Lipoma
Kista Ganglion

 Massa Kistik yang terletak pada persendian.


Lipoma Kista ateroma Kista dermoid Ganglion
• Deposisi lemak • Sumbatan muara • Kelainan embrional di • Degenerasi kistik
dibawah kulit kelenjar sebasea daerah fusi embrional jaringan periartikuler,
• Sering pada laki> 40 • Klinis: massa kistik • Klinis: massa kapsul sendi atau
thn dengan puncta, tidak konsistensi kistik, pembungkus tendon
• Klinis: mobile, massa nyeri, tidak mobile tidak mobile • Wanita> laki-laki
padat-lunak batas (menempel ke kulit (menempel ke dasar), • Klinis: massa
tegas, permukaan atas) sewarna kulit konsistensi kenyal,
licin, berkapsul • Predileksi: kulit yang • Predileksi: dahi, sudut batas tegas, tidak
• Predileksi: seluruh banyak mengandung luar mata, kepala mobile terfiksir ke
tubuh kelenjar sebasea • Tatalaksana: kapsul tendon. Massa
• Tatalaksana: • Tatalaksana • Eksisi dapat membesar
• Bedah eksisi • Eksisi dengan aktifitas,
• Ekstirpasi dapat menghilang
spontan
• Predileksi:
pergelangan tangan
(dorsal manus)
• Tatalaksana:
• Imobilisasi
• Injeksi
hialorudinase
• Diseksi
tonotome
• Aspirasi ganglion
Bedah Digestiv
AKALASIA
 Akalasia adalah kondisi di mana
kerongkongan (esofagus) kehilangan
kemampuan untuk mendorong makanan
dari mulut ke perut
 Gejala: Disfagia, Sakit dada (bertambah
parah setelah makan), Nyeri pada ulu hati,
Muntah yang menetes dari mulut, BB turun
tanpa sebab yang jelas.
Atresia Esofagus
ATRESIA ESOFAGUS Penunjang
 bisa disertai fistula  X-ray polos: cari udara di
trakeoesofageal. Paling sering bawah diafragma untuk
(85%) fistul antara trakea dan menilai ada fistul
esofagus distal. trakeoesofageal distal atau
tidak, single bubble
 Komplikasi: aspirasi
 Esofagogram : Fistula (+)
 Cari anomali lain (VACTeRL)
Gejala dan tanda
 Ibu polihidramnion (karena
tidak ditelan fetus) Tata laksana
 Bayi liurnya banyak, tersedak Rehidrasi dan Bedah (definitif)
saat minum
 Cari anomali kongenital lain
(sindrom VACTeRL)
note
Atresia: tidak terbentuk sempurna
Stenosis: pnyempitan saluran
Esofagogram
Hernia Diafragmatika

HERNIA DIAFRAGMATIKA Penunjang


menyebabkan hipoplasia  Analisis gas darah
pulmonal dan hipertensi
pulmonal (karena gangguan  X-ray toraks
perkembangan paru saat
masa fetus)
Tata laksana
 Intubasi
Gejala dan tanda
 Dekompresi NGT
 Gangguan napas, sianosis
 Definitif: (bedah)

PF
 Abdomen skafoid
 Bunyi napas menurun
 Bising usus ditoraks
HPS
HIPERTROFI STENOSIS PILORUS
adalah hipertrofi lapisan otot
pilorus gaster, menyebabkanPF
obstruksi Teraba massa epigastrium
“zaitun/olive”

Gejala dan tanda Penunjang


  USG: tebal dan panjang
Muntah nonbilier progresif
mulai usia 4 minggu pilorus
 BNO : Single Bubble
(kisaran onset 2-6 minggu)
setiap setelah makan (<3
 Enema barium:, string
jam), kalau berat bisa sign.
proyektil
 Di awal penyakit, nafsuTata laksana
makan baik dan bayi Piloromiotomi
terlihat sehat. Namun jika
dibiarkan, bayi bisa
dehidrasi.
HPS – Penunjang

• USG merupakan gold standard


• Barium meal digunakan bila tidak terdapat tenaga USG terlatih
Atresia Duodenum

ATRESIA DUODENUM Penunjang


 25-40% kasus terjadi X-ray abdomen: double-
pada bayi dengan bubble sign tanpa adanya
sindrom Down udara distal dari atresia

Gejala dan tanda Tata laksana


 Muntah bilier sejak lahir  Awal:
 Abdomen skafoid,  Awasi status hidrasi dan
dapat ditemukan nutrisi
distensi epigastrium  Dekompresi lambung
 Definitif:
duodenoduodenostomi
Ileus
 Klinis: kembung, muntah, tidak bisa BAB dan buang angin
 Jenis:
 obstruksi: (etio : Invaginasi, volvulus, hernia,dll)
 PF: distensi abdomen, bising usus meningkat, metallic sound
 Foto polos: usus membesar, gambaran step ladder (air-fluid level),
fish bone appearance
 Paralitik (Post operasi, hipokalemia, peritonitis)
 Sering terjadi pascaoperasi
 PF: distensi abdomen, bising usus menghilang
 Foto polos: usus penuh udara, dilatasi usus proximal-distal
Step ladder

Herring bone
Air fluid level memanjang
Ileus paralitik
Intususepsi (Invaginasi)

INTUSUSEPSI PF
Invaginasi sebuah segmen usus ke  Massa berbentuk sosis di kuadran
lumen usus sebelahnya kanan atas
 Kekosongan di kuadran kanan
bawah (Dance’s sign)
Gejala dan tanda
 Trias intususepsi: Muntah, nyeri
abdomen, BAB darah bercampur Penunjang
mukus (red currant jelly stool)
USG abdomen: target sign
 Letargi
 Nyeri bersifat kolik. Pada bayi:
menangis melengking dan fleksi Tatalaksana
pinggang saat nyeri.
 Enema terapeutik: hanya jika
 Penyebab idiopatik
 Bukan invaginasi usus halus-usus
halus
 Tidak ada perforasi atau peritonitis

 Bedah
Volvulus

 Keywords
 S: anak tahun, perut kembung, muntah hijau, nyeri
perut, tidak bisa buang angin, tidak bisa BAB
 O: Abdomen: I: cembung, P: massa (-), defans (-),
nyeri tekan (+), P: timpani, A: bising usus meningkat
 Pada pasien terdapat tanda-tanda ileus obstruktif
dan muntah hijau (bilier) menandakan obstruksi
terletak di bagian distal dari ampula Vateri di
duodenum. Pada kasus ini kemungkinan
disebabkan oleh volvulus.
 Volvulus
Volvulus

VOLVULUS PF : tidak spesifik


adalah terpuntirnya
segmen usus, bisa
Penunjang
menyebabkan obstruksi
dan/atau nekrosis.  X-ray: coffee bean sign
(volvulus sigmoid)
 Barium meal: bird’s beak
Gejala dan tanda
sign, corkscrew
 Muntah bilier appearance
 Nyeri abdomen akut
(awalnya kolik, lama-
Tata laksana
lama menetap)
Bedah
Hernia – Diagnosis,
Tatalaksana
PF Penunjang
Masukkan jari dari skrotum ke Tidak rutin dilakukan, kecuali ada
arah kanalis inguinalis. Bila hernia komplikasi atau untuk
menyentuh ujung jari, maka menyingkirkan diagnosis
hernia tersebut adalah indirek. banding.
Bila hernia menyentuh sisi jari,
maka hernia tersebut adalah
hernia direk. Tata laksana
 Reduksi manual kalau belum
Hernia femoralis teraba di bawah strangulata
ligamentum inguinal.  Kalau gagal: herniorafi

Terapi pilihan adalah watchful


waiting, karena rendahnya risiko
inkarserasi dan tingginya insiden
nyeri pasca-herniorafi.
Hernia – Klasifikasi
Lokasi
TIPE HERNIA MENURUT LOKASI
Hernia inguinal
Hub. dgn arteri Bisa Awitan
Tipe Definisi epigastrik mencapai (umumnya
inferior skrotum? )

Akibat tidak tertutupnya cincin inguinal


Indirek interna. Viscera masuk melalui cincin Lateral Ya Kongenital
tersebut dan bisa mencapai skrotum.

Masuk dari titik lemah pada fasia


Direk Medial Tidak Dewasa
dinding abdomen (segitiga Hesselbach)

Hernia femoralis
masuk melalui kanalis femoralis (di bawah kanalis
inguinalis)
Test Keterangan
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.

Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
Appendisitis Akut

 Keywords
 Nyeri perut kanan bawah, muntah, nyeri memberat
jika berjalan dan batuk
 Demam, nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen (+),
psoas sign (+), obturator sign (+)
Apendisitis Akut –
Patofisiologi
 Obstruksi lumen apendiks  bendungan mukus 
peningkatan tekanan intralumen  menghambat
aliran limfe  edema, diapedesis bakteri dan
ulserasi mukos (apendisitis akut fokal  nyeri
epigastrium)
 Peradangan meluas dan mengenai peritoneum
 nyeri perut kanan bawah  appendisitis
supuratif akut
 Aliran arteri terganggu  infark dinding apendiks
 gangren  appendisitis gangrenosa
 Dinding rapuh  perforasi  apendisitis perforasi
Apendisitis – ALVARADO
SCORE
 Apendisitis point pain 2
 Leukositosis (>10.000) 2
 Vomit 1
 Anorexia 1
 Rebound tenderness phenomenon 1
 Abdominal migrate pain 1
 Temp (>37,5) 1
 Observasi diff. Count (netrofil segmen >72%)

1-4  dipertimbangkan apendisitis akut


5-6  possible
7-9  apendisitis akut
Peritonitis

Gejala : nyeri seluruh lapangan perut, mual,


muntah.

PF ditemukan defans muskular/perut papan,


cheese board phenomenon, Bising usus
menghilang

Tindakan : NGT dan cairan (awal). Laparotomi


(definitif)
Udara bebas Pneumoperitoneum
subdiafragma disertai berbentuk semilunar
diafragma letak tinggi pada perforasi usus /
 Divertikulosis
 Infeksi pada divertikulum (herniasi mukosa kolon ke
seluruh lapisan dinding kolon membentuk kantung)
 Nyeri perut kiri atau kanan bawah tergantung lokasi
kelainan , nyeri seperti kram, perubahan pola
defekasi, demam
 Bila terisi pus dapat teraba massa
Morbus Hirschprung
(Megacolon)
adalah tidak adanya ganglion di Penunjang
kolon distal, menyebabkan
obstruksi fungsional.  Barium enema: ditemukan
zona transisional
 Biopsi rektum (definitif)
Gejala dan tanda
 Keterlambatan pengeluaran
mekonium >24 jam Tata laksana
 Pada anak yang lebih tua:  Prekolostomi: Hidrasi dan
konstipasi kronik dekompresi gaster
 Tidak ada enkopresis  Awal: kolostomi
(membedakan dengan  Terapi definitif setelah BB
konstipasi fungsional) >10kg: Rectosigmoidectomi
dilanjutkan dengan
anastomosis koloanal
PF
 Distensi abdomen
 Feses menyemprot saat RT
Aganglionik
Atresia Ani

ATRESIA ANUS/ANUS PF
IMPERFORATA
 Cari fistul perineum
banyak disertai kelainan
 Periksa abdomen,
kongenital lain.
genitalia, rektum, dan
vertebra untuk kelainan
Gejala dan tanda
Tidak keluar mekonium >24 Penunjang
jam
Invertogram

Tatalaksana
Bedah
Invertogram pada Atresia
Ani
Hemoroid – Klasifikasi,
Etiologi,
 Klasifikasi Patofisiologi
 Hemoroid interna
 Patofisiologi
 Asal pl. vena hemoroidalis
 Hemoroid interna
superior dan media terjadi akibat sumbatan
 2/3 atas anus aliran darah sistem
porta yang
 Permukaan mukosa menyebabkan
(epitel torak) terbentuknya kolateral
pad v.hemoroidalis
 Hemoroid eksterna superior
 Hemoroid eksterna
 Asal pl. Vena hemoroidalis terjadi akibat robeknya
inferior v.hemoroidalis inferior
sehingga terbentuk
 1/3 bawah anus hematoma subkutis
 Permukaan kulit (epitel yang kebiruan, kenyal-
keras dan nyeri
gepeng)
 Etiologi
 Kelainan organik: sirosis
Derajat Hemoroid interna
1. Berdarah menetes
2. Beonjolan keluar, masuk
spontan
3. Benjolan keluar, masuk
dengan bantuan
4. Benjolan tidak dapat
dimasukkan

Th: derajat I :edukasi, diet tinggi


serat, pola hidup sehat

Terapi definitif : Hemoroidektomi


NEC

ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS PF
kegawatdaruratan GI paling Bising usus menurun
umum pada neonatus

Penunjang
Gejala dan tanda
X-ray polos: pneumatosis
 Umumnya pada bayi intestinalis (udara di dalam
prematur di minggu ke-2 dinding usus)
atau ke-3
 Gejala GI non-spesifik
Tata laksana
 Distensi abdomen
 NPO (nutrisi parenteral)
 Eritema dinding abdomen
 Dekompresi NGT
 Hematokezia
 Antibiotik
 Bedah jika ada perforasi atau
nekrosis
Kelainan kongenital
lainnya
 Omfalokel :
tidak terdapat dinding abdomen namun usus masih
tertutup selaput peritoneum
 Gastroskisis :
usus terburai tanpa tertutup selaput peritoneum
 Duktus urakus persisten:
keluar urin dari umbilikus
 Hernia Umbilikalis : Benjolan lunak pada umbilikus
Bedah Urologi
Batu Saluran Kemih

 Berdasarkan lokasi :
 Nephrolithiasis : Nyeri pinggang ,Nyeri ketok CVA,
terkadang disertai hematuria.
 Ureterolithiasis :
 1/3 proximal : Nyeri pinggang menjalar ke perut
 1/3 medial : Nyeri pinggang menjalar ke simphisis
 1/3 distal : Nyeri pinggang menjalar ke paha dan
ujung penis.
 Vesicolithiasis : BAK terpengaruh perpindahan posisi
 Uretrolithiasis : Nyeri di sepanjang penis
Batu Saluran Kemih

 Batu kalsiumradioopaq
 80% mengandung ca.oksalat,ca.fosfat
 Etio:hiperkalsiuri,hiperoksalouri,hiperurikosuria,hipositrat
uria,hipomagnesiuria
 Batu struvit (MAP) Semiopaque
 batu infeksi gol.urea splitter
 Batu asam urat (Radiolusen)
 pasien gout, staghorn
 IVP : filling defect
 USG : acoustic shadow (terutama untuk wanita
hamil, alergi kontras, CKD)
 Batu jenis lain
BNO IVP
USG
 Tatalaksana :
 Bila ukuran batu < 2 cm : ESWL (Extracorporal Shock
Wave Lithotripsy)
 Bila ukuran batu > 2 cm : Lithotomi
 Obat pemecah batu : K-Sitrat, Bic Nat.
Benigna Prostat Hiperplasia
 Pasien laki-laki > 50 tahun dengan keluhan kesulitan
BAK tanpa gejala ke arah keganasan, pikirkan
kemungkinan BPH.

 Gejala pada BPH adalah Gejala obstruksi LUTS (lower


urinary tract symptoms):
 Gejala Obstruksi (hesitansi, pancaran miksi lemah,
intermitensi, miksi tidak puas, menetes setelah miksi,
atau retensi urin total),
 Gejala iritasi (frekuensi, nokturi, urgensi, disuri).

 PF: Rectal touche ditemukan prostat membesar,


konsistensi kenyal, simetris
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
 Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

 Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

 Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

 Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
 Terapi :
 Bila tidak ada Hipertensi : a blocker selektif
(tamsulosin)
 Bila ada Hipertensi : a blocker non selektif (Prasozin,
doxasozin)

 Bila ada hematuria/ PSA ↑


: 5-alfa reduktase
inhibitor (Finasteride)
 tindakan bedah (TURP, TUIP, prostatektomi)
Ca prostat

 Tumor ganas yang berasal dari sel kelenjar prostat


 Nyeri berkemih, hematuria, dan ada klinis khas
keganasan yaitu BB turun drastis dan anemia.
 RT: pembesaran asimetris kelenjar prostat,
konsistensi keras dan bernodul (benjol-benjol)
 ↑ PSA (normal <4)
 Terapi: kemoterapi, radioterapi, dll (sesuai stadium)
Kelainan kongenital pada
genital
 Fimosis: preputium tidak dapat diretraksi, tidak
sakit dan nyeri saat berkemih, perlu mengedan
dan sebelum berkemih ada gelembung di penis
 Parafimosis: preputium menjepit batang penis,
saat diretraksi tidak dapat dikembalikan lagi,
merupakan keadaan emergency dalam urologi
 Hipospadia: orifium uretra eksterna tidak berada
di ujung glans penis, tetapi di bagian bawah
(ventral), keluhan pasien: kencing menetes
 Epispadia: OUE pada bagian atas (dorsal) penis
Fimosis
 Tatalaksana
 Fimosis : Sirkumsisi (elektif)
 Parafimosis : Dorsumsisi (cito)
 Epispadia: Rujuk untuk operasi
rekonstruksi saluran
 Hipospadia : Rujuk untuk operasi
rekonstruksi saluran
Ruptur Urethra
 Gejala dan tanda:
– Perineum terbentur  Dapat menyebabkan straddle injuries
– Hematuria
– Tidak bisa BAK
– Terdapat darah di meatus (meatal bleeding)
 Ruptur uretra anterior : hematom pada penis atau hematoma
kupu-kupu (robekan pada korpus spongiosum)
 Ruptur uretra posterior : High riding prostat/floating prostat
(prostat melayang)
 Kontraindikasi : pemasangan kateter
Floating prostat

Butterfly hematom
Ruptur Vesika

Akibat terbenturnya simphisis


Gejala :
 Hematuria
 Hematom simphisis
Pemeriksaan

• Ruptur uretra anterior : urethrography retrograde

 Ruptur uretra posterior : uretrocystogram


 Retrograde pyelogram: injeksi kontras ke
ureter utk liat ginjal dan ureter  uretra
tidak tampak
 Anterograde pyelogram  injeksi kontras
dari darah untuk melihat ureter dan ginjal
 Uretrocystogram  injeksi kontras dari
uretra untuk liat bocor di mana (pada
vesika dan uretra)
CT Scan non contrast
Trauma ginjal grade I

Tidak ada jejas parenkim ginjal

Hematom Subkapsular

Ginjal Normal
CT Scan non contrast
Trauma ginjal grade II

Laserasi Korteks Ginjal

Hematom Perirenal

CT Scan non contrast


Trauma ginjal grade III

Panah merah menunjukan


Laserasi dalam hingga kortiko-medulari junction
CT Scan non contrast
Trauma ginjal grade IV

Laserasi mencapai collecting duct

Huruf U: menggambarkan
eksravasi urine ke peritoneal

CT Scan non contrast


Trauma ginjal grade V

Perdarahan intraperiotenal masif

Laserasi mengenai arteri


renalis

Gambaran perfusi ginjal


menurun
Hidrokel

 Kumpulan dari cairan serosa akibat defek atau


iritasi di tunika vaginalis skrotum
 Gejala dan tanda:
 Pembesaran skrotum  Biasanya tidak nyeri
 Pemeriksaan trasluminasi positif
Hidrocele
Varikokel

 Merupakan dilatasi pleksus venosus pampiniformis


dan vena spermatik internal
 Pasien datang dengan keluhan infertilitas
 PF : teraba massa seperti cacing pada skrotum
 Tatalaksana : Operasi
Spermatokel
 Spermatokel adalah kista yang berisi
sperma yang berasal dari bagian atas
epididimis, diduga terjadi akibat sumbatan
pada saluran dalam epididimis.
 Pasien datang dengan keluhan infertil
 Pada pemeriksaan testis teraba benjolan di
bagian posterosuperior.
 Pada pemeriksaan testis teraba benjolan di
bagian posterosuperior. Transiluminsi (-).
Epididimitis dan Orchitis

 Gejala :
 Nyeri pada skrotum
 Bengkak skrotum

Pemeriksaan fisik :
 Epididimitis : (Phren Sign +)
 Orchitis : (Phren Sign -)
Torsio testis

Gejala :
 Nyeri pada testis secara tiba-tiba
 riwayat terkena bola/benda lain/trauma tumpul
 Mual dan muntah

PF :
 Teraba salah satu testis lebih tinggi/lebih
horizontal/transversal.
 Phren sign (-)

Tatalaksana : Operasi cito kurang dari 6 jam.


Cryptorchidism
(Undensensus Testis)
 Kelainan kongenital paling sering pada genitalia
pria
 Pada kasus langka dapat terjadi pada dewasa
muda
 Dapat unilateral (2/3) & bilateral (1/3)
 Insidens 3% bayi aterm dan 30% bayi prematur
 80% kasus membaik pada usia 1 tahun (paling
sering dalam usia 3 bulan pertama)
 Normalnya, testis turun pada masa gestasi 8-14
minggu
Cryptorchidism: lokasi
testis
1. Sepanjang jalur turunnya testis mulai dari
retroperitoneal, tepat di bawah ginjal, hingga
cincin inguinal
2. Kanalis inguinalis (90%)
3. Ektopik (subkutan paha, perineum, skrotum
sebelahnya, kanalis femoralis)
4. Tidak berkembang (hipoplastik) atau abnormal
(disgenetik)
5. Tidak ada (anorchia)
Komplikasi
 Penurunan kesuburan
 Peningkatan risiko kanker testis,
infertilitas
 Peningkatan risiko torsio testis, hernia
inguinal
Cryptorchidism:
Penatalaksanaan
 Usia 4-6 bulan:
Mulai dapat dilakukan Orchipexy
Pada prinsipnya, operasi dapat dilakukan sedini
mungkin namun karena 80% membaik sendiri
sblm usia 1 th.
 Terapi hormon HCG
(10x dalam 5 mgg)
Bedah Saraf
Klasifikasi cedera kepala (GCS)
Ringan : 13-15
Sedang : 9-12
Berat : <8 (Wajib pasang intubasi)
Komosio serebri,

 Disebut juga gegar otak atau


concussion,
 adalah bentuk trauma otak yang
paling ringan
 Biasanya disebabkan oleh kegiatan olahraga
 Tidak berhubungan dengan penurunan kesadaran
berat,
 pada komosio GCS berkisar antara 13-15.
 Pasien umumnya hanya mengalami kebingungan
atau amnesia yang sembuh sendiri dalam waktu 2-
3 hari.
 Pada CT Scan tidak akan ditemukan kelainan,
karena komosio adalah sebuah kelainan
fungsional, bukan anatomis
Kontusio serebri

 Adalah keadaan dimana terdapat memar


pada otak
 Terdapat batas yang agak rancu antara
kontusio dengan perdarahan intraserebral,
 namun umumnya disepakati selama volume
darah masih di bawah 2/3 dari daerah yang
mengalami jejas, maka masih digolongkan
kontusio
 Biasanya disebabkan oleh trauma yang lebih
berat, misalnya KLL
 Berhubungan dengan penurunan kesadaran
yang lebih berat (pasien ini GCS-nya 8)
 Pada CT Scan akan ditemukan kelainan
berupa hiperdensitas yang tidak semencolok
perdarahan intraserebral
Epidural Hematom

 Robeknya a.meningia media (75% berhubungan


dengan trauma kranial)
 Interval lusid: tidak sadar  sadar  tidak sadar
 CT scan: hiperdens konveks
 Komplikasi: herniasi
• Tata laksana:
 intubasi,
 elevasi kepala,
 manitol (jika MAP > 90 mmHg + TIK meningkat),
 hiperventilasi (bila TIK tidak terkontrol),
 fenitoin (mencegah kejang)
 rujuk bedah
Subdural Hematom

 Robeknya vena (bridging vein) (sering pada


alkoholik dan orang tua)
 Penurunan kesadaran berjalan lambat
 CT scan: hiperdens konkaf (bulan sabit/crescent)
 Prognosis EDH lebih baik daripada SDH, karena
pada EDH jaringan otak umumnya tidak terganggu
• Tata laksana:
 oksigenasi adekuat,
 sedatif (kalau TIK meningkat),
 manitol (kalau ada herniasi), hiperventilasi ringan,
 antikonvulsan (mencegah kejang)
 rujuk bedah
Sub Arachnoid Hematom

 Umumnya karena ruptur aneurisma atau AVM


 Manifestasi klasik: nyeri kepala berat mendadak
(Thunder Clap) disertai tanda-tanda iritasi
meningeal (kaku kuduk/brudzinski)
 Pemeriksaan: CT  hiperdens di ruang-ruang
subarachnoid (mis. cisterna suprasellar, fissura Sylvii)
 Tatalaksana:
 beta-blocker IV (jika MAP >130 mmHg), karena tidak
meningkatkan TIK
 bedah untuk mencegah perdarahan ulang
Perdarahan intraventrikular

 Gejala mirip dengan stroke pendarahan, tapi


morbiditas dan modalitas lebih tinggi
 Pemeriksaan: CT  hiperdens dalam ventrikel
Fraktur Basis Cranii
Fraktur Basis Lokasi Fraktur Gejala Klinis
Cranii
Fosa Anterior os.frontal, Ekimosis periorbita/racoon eyes
os.etmoidalis, Anosmia
os.sfenoid Rhinorea  LCS bocor  uji Halo Sign (+)
(lesser wings)
Fosa Media os.sfenoid, Battle sign
os.temporalis Otorea  LCS bocor  uji Halo Sign (+)
Hemotimpanum
Paresis N.VII dan N.VIII
Karotid-carvernous fistula
Fosa Posterior os.oksipital, Hematoma
os.parietal Battle sign
 Tatalaksana
 Oksigen
 Elevasi kepala
 Manitol
 Rujuk
 JANGAN PASANG NGT (KONTRA INDIKASI)
Hernia nukleus pulposus

 Di antara vertebra ada bantalan diskus


intervertebra yang tersusun dari
 Annulus fibrosus: membentuk cincin yang
melingkari diskus
 Nukleus pulposus: bagian dalam diskus
 Berfungsi sebagai shock absorber

 Kerusakan annulus  materi nukleus bocor 


iritasi saraf  gejala nyeri yg merambat,
kelemahan, refleks menurun
 Tanda/gejala: nyeri episodik menjalar dipicu
aktivitas, kekakuan

 Manuver Lasegue: tarikan pada nervus


sciatica/ischiadica
 (+) bila nyeri menjalar ke kaki, menandai adanya
iritasi akar nervus ischiadica di area lumbal

 Terapi: konservatif, analgetik, operatif


Sindrom cauda equina

 kompresi ekstrim atau inflamasi berat saraf di bagian bawah spinal canal.

 Gejala :
 Ischialgia
 Kelemahan otot
 Kelemahan kontrol BAK dan BAB (inkontinensia)

 PF :
 Laseque (+)
 Kelemahan kekuatan otot

 Kegawatdaruratan bedah  jika terlambat dapat mengakibatkan


kerusakan permanen fungsi bowel and bladder control, dan paralisis tungkai
bawah.
terimakasih

JIKA KAMU TIDAK TAHAN


PEDIHNYA BELAJAR,
MAKA KAMU HARUS
TAHAN PEDIHNYA TIDAK
LULUS UKMPPD

Anda mungkin juga menyukai