ENDAHULUAN
1
sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan
yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi
yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki
fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier.
Semakin tinggi tingkat kemakmuran dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan, maka
tuntutan terhadap ketiga fungsi bahan pangan tersebut akan semakin tinggi pula.
Antioksidan.
Banyak jenis antioksidan alami terdapat di berbagai bahan pangan, antara lain
kelompok karotenoid dan flavonoid (Marsono, 2007; Subroto, 2008). Ada beberapa
macam karotenoid, terdapat pada bahan pangan misalnya wortel, labu kuning, ketela
rambat (beta karoten), jeruk, telur, jagung (lutein, zeaxantine), serta tomat, semangka dan
anggur (lycopene). Antioksidan kelompok karotenoid telah diklaim memiliki efek
menyehatkan antara lain (i) dapat menetralkan radikal bebas yaitu suatu senyawa yang
dapat merusak sel dan mengakibatkan timbulnya penyakit kanker, (ii) meningkatkan
pertahanan oksidasi, (iii) membantu menyehatkan mata, (iv) membantu meningkatkan
kesehatan prostat, serta membantu mencegah timbulnya penyakit jantung (Anonim, 2006
dalam Marsono, 2007).
Antioksidan kelompok flavonoids antara lain berupa senyawa-senyawa antosianin,
flavanols, flavonones, flavonols serta proanthocyanidin. Jenis antioksidan ini banyak
terdapat pada buah-buahan (berry, cerry, anggur dan apel), teh, coklat, bawang merah,
brokoli dan kacang tanah. Efek kesehatan yang bisa ditimbulkan menurut Marsono
(2007) antara lain : (i) meningkatkan pertahanan antioksidan tubuh, (ii) memperbaiki
fungsi otak, (iii) menjaga kesehatan jantung, (iv) menetralkan radikal bebas. Isoflavon
(daidzein, genistein) banyak terdapat di dalam kedelai dapat membantu mempertahankan
kesehatan tulang dan otak serta meningkatkan kekebalan.
Vitamin C dan vitamin E merupakan dua jenis vitamin antioksidan yang terdapat
banyak pada buah-buahan dan biji-bijian sangat bagus untuk menetralkan radikal bebas,
meningkatkan kesehatan tulang dan jantung serta meningkatkan kekebalan tubuh.
Vitamin E memiliki fungsi antioksidan yang signifikan pada membran sel dan lipoprotein.
Menurut Subroto (2008) salah satu jenis mineral yang bersifat antioksidan yaitu
selenium (Se) yang terdapat pada bahan pangan seperti ikan, daging merah, biji-bijian,
bawang putih, hati dan telur berfungsi untuk menetralkan radikal bebas yang dapat
merusak sel, dan meningkatkan kekebalan tubuh. Epigallocatechin gallate (EGCG)
adalah komponen bioaktif paling dominan dalam teh yang bermanfaat bagi
kesehatan.(Khomsan, 2006). Sebagai antioksidan yang kuat, EGCG mempunyai
kemampuan mengusir radikal bebas dan juga berfungsi untuk antiatherogenic,
antithrombotic dan antimicrobial.
PUFA
PUFA merupakan komponen bioaktif yang banyak terdapat pada bahan pangan
hewani. PUFA khususnya asam lemak Omega 3, banyak terdapat dalam salmon, tuna,
minyak ikan, kenari dan rami berpotensi untuk mengurangi resiko penyakit jantung
koroner, dan memabantu memperbaiki kesehatan mental dan fungsi penglihatan
(Marsono, 2007; Subroto, 2008)
Bakteri asam laktat dapat digolongkan sebagai probiotik jika memenuhi beberapa
persyaratan antara lain :
1. Suatu probiotik harus non-patogenik yang mewakili mikroflora normal usus dari
inang tertentu serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi
garam empedu yang tinggi dalam usus halus.
2. Suatu probiotik yang baik harus mampu tumbuh dan bermetabolisme dengan
cepat serta terdapat dalam jumlah yang tinggi dalam usus.
3. Probiotik dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan memiliki
sifat antimikroba terhadap bakteri merugikan.
4. Mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar, dan hidup
selama kondisi penyimpanan
Prebiotik merupakan ingredien bahan pangan yang tidak tercerna yang berfungsi
menstimulasi pertumbuhan dan atau aktivitas dari satu atau lebih bakteri tertentu dalam
usus besar, yang dapat memperbaiki kesehatan inang (Sekhon dan Jairath, 2010; Neha et
al, 2012). Banyak pangan dengan oligosakarida atau polisakarida (termasuk serat pangan)
yang diklaim mempunyai aktivitas prebiotik, meskipun tidak semua karbohidrat pangan
adalah prebiotik. FOS, inulin dan oligofruktosa adalah contoh prebiotik yang
ditambahkan kedalam pangan olahan dan suplemen (Sekhon dan Jairath, 2010).
Penelitian mengenai pengaruh probiotik dan atau prebiotik terhadap profil lipid telah
dilaporkan oleh (Ooi dan Liong, 2010). Hasilnya menunjukkan bahwa hanya probiotik (L.
plantarum) dan prebiotik (inulin) jenis tertentu menyebabkan penurunan kadar kolesterol,
sedangkan yang lainnya tidak.
Jenis-jenis pangan fungsional secara umum dibagi berdasarkan dua hal, yaitu
berdasarkan sumber pangan dan cara pengolahannya (Subroto,2008)
Di banyak negara pangan fungsional telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut
dilandasi oleh beberapa alasan yaitu: (i) meningkatnya kesadaran akan pentingnya
makanan dalam pencegahan atau penyembuhan penyakit (ii) tuntutan konsumen akan
adanya makanan yang memiliki sifat lebih, yaitu memiliki kandungan ingridien
fungsional, (iii) pengalaman masyarakat mengenai alternative medicine, (iv) studi
epidemiologi mengenai prevalensi penyakit tertentu yang ternyata dipengaruhi oleh
kebiasaan makan dan bahan yang dimakan oleh suatu populasi (Marsono, 2007).
Di Indonesia belum ada data tentang besarnya produksi dan perdagangan pangan
fungsional. Tetapi, di pasar banyak terlihat minuman fungsional telah banyak ditawarkan.
Produk-produk tersebut umumnya mengandung taurin, kholin, madu, kafein ginseng dan
sebagainya yang diharapkan memberi efek fisiologis pada tubuh. Minuman isotonik yang
memiliki kandungan elektrolit lebih komplit dari pada air biasa juga menjadi trend akhir-
akhir ini. Produk makanan/susu bayi telah banyak yang diperkaya dengan prebiotik
sedangan susu untuk lansia diperkaya dengan Ca.
Berdasarkan jenis-jenis penyakit degeneratif (obesitas, diabetes, jantung koroner,
hypertensi dan kanker) yang prevalensinya meningkat saat ini dan keinginan masyarakat
untuk hidup lebih sehat dan bugar melalui pengaturan pola makan, maka permintaan
terhadap pangan fungsional diprediksi akan meningkat. Dengan demikian peranan
pangan fungsional menjadi sangat penting. Pangan fungsional yang akan berkembang
pesat dimasa mendatang adalah yang erat kaitannya dengan pangan yang mampu
menghambat proses penuaan, meningkatkan daya immunitas tubuh, meningkatkan
kebugaran, kecantikan wajah dan penampilan, mendukung relaxasi tidur dan istirahat,
serta “good for mood” (Suter, 2011)
Pengembangan pangan fungsional di suatu negara tidak saja menguntungkan bagi
konsumen karena manfaat yang dapat diambil, tetapi juga merupakan peluang bagi
industri pangan dan menguntungkan pemerintah. Keuntungan dari konsumen bisa dilihat
dari manfaat pangan fungsional bagi kesehatan. Pangan fungsional dapat digunakan
sebagai pangan untuk mencegah berbagai penyakit misalnya obesitas, diabetes, hipertensi,
jantung koroner dan kanker. Dampak lain yang tidak langsung antara lain dapat
meningkatkan imunitas, memperlambat penuaan dan meningkatkan penampilan fisik
(“awet muda”). Bagi industri pangan, permintaan yang tinggi akan pangan fungsional
berarti sebuah peluang untuk meningkatkan keuntungan dengan melakukan inovasi
pengembangan produk dan formulasi makanan sesuai dengan permintaan pasar.
Beragamnya masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat juga berarti semakin luas
segmen pasar dengan kebutuhan pangan fungsional tertentu. Pemerintah juga
diuntungkan oleh perkembangan pangan fungsional. Paling tidak ada tiga komponen
yang memungkinkan timbulnya keuntungan bagi pemerintah menurut Marsono (2007)
yaitu: (i) kesempatan kerja dengan berkembangnya industri pangan fungsional, (ii)
pengurangan biaya pemeliharaan kesehatan masyarakat dan (iii) peningkatan pendapatan
(pajak) dari industri pangan fungsional
DAFTAR PUSTAKA
Blasa M, Gennari L, Angelino D and Ninfali P. 2010. Fruit and Vegetable Antioxidants
in Health. In :Watson RR and Freedy VR. (Ed.). Bioactive Foods in Promoting
Health. Fruit and Vegetables. Elsevier Inc. New York.
Kusharto CM. 2006. Serat Makanan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi dan
Pangan. 1 (2) : 45-54
Lattimer JM and Haub MD. 2010. Effects of Dietary Fiber and Its Components on
Metabolic Health. Nutrients, 2 : 1266-1289.
Marsono Y. 2007. Prospek Pengembangan Makanan Fungsional. Makalah disampaikan
pada Seminar Nasional dalam rangkan “National Food Technology Competation
(NFTC)”
Muchtadi D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah Timbulnya
Penyakit Degeneratif. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. 12 (1) : 61-71
Ooi LG and Liong MT. 2010. Cholesterol-Lowering Effects of Probiotics and Prebiotics:
A Review of in Vivo and in Vitro Findings. Int. J. Mol. Sci. 11 : 2499-2522
Raghuver C and Tandon RV. 2009. Consumtion of Functional Food and Our Concerns.
Review Article. Pak J Physiol . 5(1) : 76-83
Santosa A. 2011. Serat Pangan (Dietary fiber) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Magistra.
75 : 35 - 40
Sekhon BS and Jairath S. 2010. Prebiotics, Probiotics and Synbiotics : An Overview. J
Pharm Educ Res. 1 (2) : 13 - 28
Subroto MA. 2008. Real Food, True Health. Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih
Sehat.PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Suter IK. 2011. Pangan Fungsional dalam Kesehatan Ayurveda. Makalah disajikan pada
Seminar Sehari dalam rangka Hari Ibu di Universitas Hindu Indonesia.
Winarno FG, Puspitasari NL dan Kusnandar F.. 1995. Prosiding Widyakarya Nasional
Khasiat Makanan Tradisional, Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, Jakarta.