Anda di halaman 1dari 7

Nama:Fersian Adi Sulistiyo

NIM:1601048
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna merubah rencana untuk pasien
berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh team
bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila
dijumpai :
a) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obat-obatan.
b) Perubahan sensasi trauma spinal
c) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
d) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas
e) Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu yang agak lama, pembiusan untuk
cedera extraabdominal, pemeriksaan X-Ray yang lama misalnya Angiografi
f) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai dijumpai hal seperti di atas dan disini
tidak memiliiki fasilitas USG ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang
jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity,
shirrosis yang lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka atau tertutup (Seldinger )
di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan
supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya ataupun membahayakan uterus yang
membesar. Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang keluar, melalui
tube DPL pada pasien dengan henodinamik yang abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila
tidak ada darah segar (>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer Laktat (pada anak-
anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun melakukan rogg-oll, cairan ditampung
kembali dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun empedu. (American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 149-150)Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih
darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm 3, leukosit > 500/mm3 atau pengecatan gram
(+) untuk bakteri, bakteri atau serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml atau lebih darah
makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel darah merah 5000/mm3 atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
2. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan
adanya peralatan khusus di tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan
ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen
Ultrasound memberikan cara yang tepat, noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan
dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang
secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi
pemakaiannya sama dengan indikasi DPL. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150)
a) Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan dan tingkat
kerusakannya, dan juga bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang sulit di diagnosa
dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 :
151)
b. Trauma Tajam
1. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan
pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
2. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL pada luka tusuk abdomen depan. Untuk
pasien yang relatif asimtomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang tidak
invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi diagnostik.
3. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau triple contrast pada cedera flank maupun
punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau
triple contrast, maupun DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik
kemudian menjadi simtomatik, kita peroleh ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel maupun
intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of Surgeon Committee of Trauma,
2004 : 151)
c. Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien
trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral
decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen
diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya
bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka
tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal,
rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun
untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang hemodinamiknya normal, pemasangan
klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun
adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.

3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus


a) Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan urethrografi sebelum pemasangan
kateter urine bila kita curigai adanya ruptur urethra. Pemeriksaan urethrografi digunakan dengan memakai
kateter no.# 8-F dengan balon dipompa 1,5-2cc di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang
diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik
dengan sedikit tarikan pada pelvis.
b) Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan pemeriksaan sistografi ataupun
CT-Scan sistografi. Dipasang kateter urethra dan kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air
pada kolf setinggi 40 cm diatas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau sampai (1)
aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan, atau (3) pasien merasa sakit. Diambil foto rontgen AP,
oblik dan foto post-voiding. Cara lain adalah dengan pemeriksaan CT Scan (CT cystogram) yang terutama
bermanfaat untuk mendapatkan informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya. (American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148)
c) CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang
dicurigai mengalami sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan
derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah pemeriksaan
Ivp.Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi bolus 100 cc larutan Jodine 60%
(standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang disuntikkan dalam 30-
60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila akan memperoleh visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana satu sisi
non-visualisasi, kemungkinan adalah agenesis ginjal, thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis,
ataupun parenchyma yang mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya memerlukan
pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal; yang
mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
d) Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya retroperitoneal (duodenum, colon ascendens, colon
descendens) tidak akan menyebabkan peritonitis dan bisa tidak terdeteksi dengan DPL. Bilamana ada
kecurigaan, pemeriksaan dengan CT Scan dengan kontras ataupun pemeriksaan RO-foto untuk upper GI
Track ataupun GI tract bagian bawah dengan kontras harus dilakukan
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
2) Penurunan hematokrit/hemoglobin
3) Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4) Koagulasi : PT,PTT
5) MRI
6) Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
7) CT Scan
8) Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma, kemungkinan pneumothorax atau fraktur tulang rusuk
VIII-X.
9) Scan limfa
10) Ultrasonogram
11) Peningkatan serum atau amylase urine
12) Peningkatan glucose serum
13) Peningkatan lipase serum
14) DPL (+) untuk amylase
15) Penigkatan WBC
16) Peningkatan amylase serum
17) Elektrolit serum
18) AGD
Guidelines Trauma Abdomen

Trauma abdomen

Trauma tumpul
Trauma tajam

1. Nyeri
NGT Ya 2. Distensi Abdomen Tidak
1. Balut tekan, Elevasi, Point
Pressure 3. Terdapat Jejas
2. Bila ada benda tertancap
jangan dicabut sebagai
tampon sementara, sebelum USG/ CT Scan
tindakan operasi
3. Resusitasi cairan dengan
prinsif 3:1 (cairan kristaloid) - +
(BTLS: 2011)

Diagnostic Peritoneal
Stabil: Unstabil Lavage (DPL)

1. Perdarahan
teratasi
- +
2. Tidak terdapat
tanda shock

Observasi Laparatomi
Observasi Laparatomi

Anda mungkin juga menyukai