1
Lihatlebihlanjut.Moch.ArifBudiman. “ MelacakPraktikPengelolaan Zakat Di Indonesia PadaMasaPra-
Kemerdekaan,” JurnalKhazanah(IAIN Antasari, Banjarmasin), Vol. IV, No. 01, Januari-Februari 2005, 4-12.
Namun secara umum pengelolaan zakat sebelum kemerdekaan masih sangat lemah
dan hanya berporos pada zakat fitrah. Hal ini disebabkan setidaknya oleh dua hal, yaitu:
Pertama, pemahaman umat islam yang belum utuh terhadap syareat zakat. Karena Islam
datang secara kultural dan sebelum para dai mengajarkan ajaran Islam tuntas, umat islam
sudah disibukkan dengan perjuangan melawan penjajahan selama lebih dari 3,5 abad. Kedua,
tingkat ekonomi umat Islam yang sangat rendah pada masa penjajahan. Imperialisme telah
menjadikan kebanyakan masyarakat Indonesia berada di bawah kemiskinan. Akibatnya zakat
mal tidak banyak dikenal, hanya zakat fitrah yang dikenal. Bagaimana mau berfikir untuk
membayar zakat mal, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja masih kurang.
Hanya orang-orang tertentu saja yang mempunyai kekayaan lebih, itupun sangat sedikit
sekali. Mereka membayar zakat secara individu.
2
Moch. Arif Budiman. “Transformasi Bentuk Kelembagaan Pengelola Zakat di Indonesia (Perspektif
Legislasi),” Jurnal Intekna (Politeknik Negeri Banjarmasin), Tahun VI, No. 1, Mei 2006, 2-4.
Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh Pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan
unsur pemerintah untuk tingkat kewilayahan dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk
dan dikelola oleh masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas (organisasi masyarakat)
Islam, yayasan dan institusi lainnya.
Dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan prinsip pengelolaan zakat
secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama
pemerintah. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan,
dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq, dn pengelola zakat. Undang-undang inilah yang
menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di Indonesia, walaupun di dalam pasal-
pasalnya masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan, seperti tidak adanya sanksi
bagi muzakki yang tidak mau atau enggan mengeluarkan zakat hartanya dan sebagainya.
Sesuai undang-undang Pengelolaan Zakat, hubungan BAZNAS dengan Badan amil
zakat yang lain bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif. BAZNAS dan BAZDA-
BAZDA bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), baik yang bersifat nasional
maupun daerah. Sehingga dengan demikian diharapkan bisa terbangun sebuah sitem zakat
Nasional yang baku, yan bisa diaplikasikan oleh semua pengelola zakat.
Hal yang juga ditekankan dalam Undang-Undang zakat adalah tentang harta wajib
zakat. Penjelasan ini agar pemahaman masyarakat tentang zakat mal semakin tinggi,
sebagaimana semangat keberagamaan juga meningkat. Dengan demikian, maka Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat telah melahirkan paradigma baru
pegelolaan zakat yang tidak hanya mengurus zakat fitrah, namun sebaliknya fokus kepada
zakat mal. Sebagaimana Undang-Undang ini mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan
oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah bersama masyarakat dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang terhimpun
dalam ormas maupun yayasan-yayasan.
Dengan lahirnya paradigma baru ini, maka semua Badan Amil Zakat harus segera
menyesuaikan diri dengan amanat Undang-Undang yakni pembentukannya berdasarkan
kewilayahan pemerintah Negara mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan
kecamatan. Sedangkan untuk desa/kelurahan, mesjid, lembaga pendidikan dan lain-lain
dibentuk unit pengumpul zakat. Sementara sebagai Lembaga Amil Zakat, sesuai amanat
undang-undang ersebut, diharuskan mendapat pengukuhan dari pemerintah sebagai wujud
pembinaan, perlindungan dan pengawasan yang harus diberikan pemerintah.
Berdasar Undang-Undang nomor 38 tahun 1999, pengelolaan zakat di Indonesia.
Pertama, Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang dibentuk oleh pemerintah atau yang
disebut BAZ baik tingkat pusat yang disebut BAZNAS, tingkat provinsi yang disebut BAZ
Propinsi, tingkat kabupaten/kota yang dikenal dengan BAZDA. Kedua, OPZ yang didirikan
oleh masyarakat atau yang dikenal dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Sebagaimana BAZ,
LAZ juga berjenjang, ada LAZ yang operasional kerjanya meliputi seluruh Indonesia yang
dikenal dengan LAZNAS seperti Rumah Zakat, Dompet Dhu’afa, YSDF, PKPU, BMH,
LAZISNU, LAZISMU dan lain sebagainya. Ada LAZ yang operasionalnya tingkat propinsi
(LAZ Propinsi), misalnya kalau di Jawa Timur ada LMI. Sedang untuk tingkat Kabupaten
LP-UQ Jombang juga sudah dikukuhkan oleh pemerintah Kabupaten Jombang menjadi
LAZDA tingkat Kabupaten.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 telah menggairahkan dunia
perzakatan di Indonesia. Lembaga-Lembaga Amil Zakat banyak bermunculan di tanah air.
Walaupun sebenarnya pemahaman masyarakat terhadap zakat mal belum banyak berubah.
Pada prakteknya dana yang berhasil dihimpun oleh Lembaga Amil zakat adalah dana non
zakat, terutama infaq dan shodaqah. Sesuai dengan namanya, seharusnya dana zakat lebih
besar dari yang lain.
3
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.