Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di
Indonesia pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta orang, bertambah 320 ribu orang dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu 7,24 juta jiwa.

Sementara jumlah angkatan kerja bertambah 510 ribu orang menjadi 122,38 juta, jika
dibandingkan dengan posisi Agustus 2014 yang sebanyak 121,87 juta jiwa.

Secara persentase, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2015 sebesar 6,18
persen, naik dari 5,94 persen pada Agustus 2014.

Penduduk bekerja pada Agustus 2015 sebanyak 114,8 juta orang, berkurang 6 juta orang
dibandingkan dengan keadaan Februari 2015 dan bertambah 190 ribu orang dibanding keadaan
Agustus 2014.

Statistik menunjukkan, dari total 114 angkata kerja yang bekerja hingga Agustus 2015, sebanyak
34,31 juta orang masuk kategori pekerja tidak penuh. Apabila dirinci, pekerja tidak penuh
tersebut terbagi lagi menjadi pekerja dengan status setengah pengangguran sebanyak 9,74 juta
orang dan pekerja paruh waktu 24,57 juta orang.

Dengan demikian, tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 65,76 persen, turun dibandingkan
dengan per Agustus 2014 yang sebesar 66,6 persen.

Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS Razali Ritonga menjelaskan,


penduduk bekerja di atas 35 jam per minggu (pekerja penuh) pada Agustus 2015 sebanyak 80,5
juta orang atau 70,12 persen, sedangkan penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu
sebanyak 6,5 juta orang atau 5,63 persen.

Pada Agustus 2015, lanjut Razali, penduduk bekerja masih didominasi oleh pekerja
berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah, yakni sebesar 44,27 persen. Sementara penduduk
bekerja dengan pendidikan sarjana ke atas hanya sebesar 8,33 persen.

Pemutusan Hubungan Kerja

Menurutnya,  pertambahan pengangguran tersebut akibat meningkatnya jumlah angkatan tenaga


kerja seiring dengan melemahnya daya serap tenaga kerja dari beberapa industri.

"Ya memang ada PHK dan daya serap yang agak menurun, sehingga pengangguarn agak
meningkat. Jadi ada new entry yang pencari kerja baru tidak terserap ditambah sebagian ada
PHK, sehingga ada missmatch," kata Rizali di kantor pusat BPS, Jakarta, Kamis (5/11).
Razali mengatakan sebagian industri yang melakukan PHK adalah industri yang memiliki
ketergantungan terhadap bahan baku impor. Alhasil, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS turut menambah beban biaya produksi sektor industri tersebut.

"Kebanyakan memang yang bergantung dengan impor. Terjadi penghematan ongkos produksi,
salah satunya mengurangi tenaga kerja. Akibat nilai tukar naik, yang impor rugi, yang ekspor
untung," lanjutnya.

BPS mencatat selama periode Agustus 2014–Agustus 2015, kenaikan penyerapan tenaga kerja
terbesar terjadi di sektor konstruksi sebanyak 930 ribu orang atau 12,77 persen. Disusul
kemudian sektor perdagangan sebanyak 850 ribu orang (3,42 persen), dan sektor keuangan
sebanyak 240 ribu orang (7,92 persen).

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Kecuk Suhariyanto mengatakan ada pergeseran
tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Lemahnya daya serap tenaga kerja di sektor
industri dan perpindahan profesi massal tersebut diduga menjadi penyebab tingginya
pengangguran hingga Agustus 2015.

Dari berita tersebut dapat diketahui bahwa permasalahan tenaga kerja atau perburuhan
merupakan permasalahan yang khas kita dengar bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Terkait dalam hal tersebut, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah salah satunya. Sebagaimana
yang terjadi pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di
Indonesia.

Pengangguran yang diakibatkan oleh PHK terjadi karena perusahaan tempat bekerjanya tidak
beroperasi lagi dan mereka kurang berani untuk berspekulasi lama-lama menganggur.
Pemerintah sendiri telah berupaya memecahkan persoalan pengangguran tersebut. Upaya atau
kebijakan mengurangi angka pengangguran pada level propinsi maupun kabupaten /kota
sebenarnya telah banyak dilakukan oleh pemerintah propinsi maupun pemerintah Kabupaten
dengan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Dinas Pendidikan setempat merupakan bentuk
kebijakan yang terintegrasi dan tersentralisasi dengan lembaga diatasnya. Mungkin dengan
membuat program di bidang ketenagakerjaan bisa mengurangi tingkat pengangguran. Seperti,
reformasi dibidang pelatihan dan peningkatan relevansi pelatihan sesuai dengan kebutuhan pasar
kerja, peningkatan kualitas pelatihan, dan peningkatan efisiensi pelatihan. Dan pemanfaatan dan
kerja sama program wirausaha baru bagi mahasiswa tingkat akhir dengan melibatkan instansi /
perusahaan yang memerlukan dengan didahului tindakan identifikasi kebutuhan stakeholder.

Kebijakan untuk mengurangi pengangguran tersebut ditingkat nasional telah disiapkan empat
program nasional oleh Depnakertrans yaitu : padat karya produktif, usaha mandiri, TKPMP
( Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional ). Disamping itu Depnakertrans bekerjasama dengan
departemen terkait, merumuskan kebijakan dengan harapan kebijakan ini mampu menyerap
pengangguran dalam jumlah yang besar. Dan yang lebih penting sekarang masyarakat dituntut
untuk lebih kreatif dalam menciptakan lapangan kerja baru dari pada menunggu kebijakan
pemerintah yang belum tentu berhasil dilaksanakan.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151105130747-92-89668/bps-jumlah-pengangguran-
bertambah-320-ribu-orang-akibat-phk

https://media.neliti.com/media/publications/-ID-dilema-pengangguran-salah-satu-strategi

Anda mungkin juga menyukai