Lapisan yang teratas saja, sampai kedalaman sekitar 30 m.
Karl Brandt (1899)
selanjutnya menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton tidak hanya merupakan respons terhadap cahaya matahari dan suhu tetapi tak kalah pentingnya adalah hara nitrat. Pada pertengahan dekade 1930-an mikrobiologi laut (termasuk bakterioplankton) mulai dirintis oleh Claude Zobell, dari Scripps Institution of Oceanography, California. Namun perkembangan bakterioplankton laut ini baru berkembang pesat setalah usai Perang Dunia II yang lalu.
Pengembangan pengetahuan mengenai produktivitas primer fitoplankton di laut
mendapat dorongan kuat dengan rintisan Steemann-Nielsen yang mengintroduksi aplikasi perunut (tracer) radioisotop C untuk mengukur laju proses fotosintesis. Pekerjaannya dalam ekspetasi Galathea (1950-1952) keliling dunia telah membuka cakrawala baru dalam melihat produktivitas perairan dalam skala global. Sampai akhir dekade 1950-an ekspedisi-ekspedisi osceanografi masih banyak dilakukan sendiri-sendiri oleh oleh lembaga dan Negara tertentu saja. Dilaksanakannya International Geophysical Year (IGY) tahun 1957-1958, mendorong perkembangan baru yakni bertumbuhnya kerja sama internasional dalam bidang ilmu kelautan (marine science). Timbul kesadaran yang meningkat di berbagai penjuru dunia bahwa masalah kelautan yang begitu luas tidak mungkin dihadapi sendiri-sendiri, namun memerlukan kerja sama banyak Negara di dunia. Muncallah berbagai program-program internasional di mana-mana, salah satu yang sangat terkenal adalah International Indian Ocean Expedition (IIOE) pada pertengahan decade 1960-an yang disponsori oleh Inergovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO, yang diikuti oleh banyak Negara, termasuk Indonesia. Plankton dan produktivitas primer merupakan salah satu komponen penting dalam ekspedisi terkordinasi ini, dan untuk itu telah di sepakati metode-metode baku untuki pengambilan contoh plankton dan adanya pusat pemilihan zooplankton (zooplankton sorting centre). Keberhasilan kordinasi dan pelaksanaan IIOE menjadi acuan berkembangnya berbagai progam kerja sama regional lainnya, seperti Cooperative Study of the Kuroshio (CSK) dan banyak lainnya lagi di berbagai penjuru dunia. Seiring dengan itu, di dunia telah berkembang pula teknologi modern yang semakin canggih, terutama yang didukung oleh perkembangan dalam elektronika, computer, komunikasi, dan informatika. Pengamatan struktur detail sel plankton misalnya, kini dapat dilaksanakan dengan Scanning Electron Microscape (SEM). Analisis dengan teknik fluorensensi dan kramotografi High Perfomance Liquid Chromatograhy (HPLC) digunakan sebagai acuan umum untuk mengukur kandungan klorofil dan berbagai pigmen yang mencirikan komposisi fitoplankton. Perkembangan biokimia telah dimanfaatkan dalam kajian-kajianfisiologi plankton yang kini mengarah ke fisiologi lingkungan, sedangkan penelitian genetika dilakukan dengan analisis DNA. Pemanfaatan inderaja (remote sensing) dengan memanfaatkan teknologi satelit kini sudah meluas pula penggunaannya untuk memantau klorofil fitoplankton dalam skala global dari waktu ke waktu. Demikian pila untuk penetapan posisi pengambilan sampel plankton di lapangan sudah dapat dilakukan dengan sangat mudah, cepat dan akurat dengan penggunaan Global Positioning System (GPS) yang portable, berkat kemajuan teknologi satelit. Pemetasan sudah dilakukan dengan Geographic Information System (GIS) yang berdasarkan pada data dan informasi berkordinat. Teknologi modern telah membuka pula pemaham baru akan pentingnya femtoplankton, yakni plankton yang berukuran lebih kecil dari bakteri, terutama virus laut (virusplankton) dan perananya dalam ekologi laut. Perkembangan berbagai teknologi modern kini telah mendorong pula berkembangnya pendekatan-pendekatan baru dalam kajian tentang peran plankton dalam persepektif global, misalnya dalam pengendalian iklim global (global climate) yang mempengaruhi kehidupan di seantero planet bumi, tidak saja yang ada di dalam laut. Demikian pula tentang peranan plankton dalam daur karbon (carbon cycle) di bumi ini. Kemajuan teknologi dalam lima dekade terakhir ini tampaknya telah mengantarkan dimensi penelitian plankton makin melebar sekaligus juga makin mendalam, dari dunia mikro yang menukik hingga tingkat molekuler sampai ke dimensi dengan skala global. Perkembangan pengetahuan mengenai plankton tidak sekadar untuk memenuhi hasrat manusia untuk ilmu pengetahuan semata, tetapi untuk mengeksplorasi berbagai peluang dan dan kemungkinan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia lewat pemanfaatan sumber daya ini sebagai sumber makanan, kesehatan dan obat-obatan, riset, dan pendidikan, dan pengelolaan lingkungan baik pada tingkat local maupun global.