Anda di halaman 1dari 6

KARYA ILMIAH

JEDO PARE TONU WUJO

(Kisah Penghormatan Perempuan Suku Lamaholot)

NAMA : KAROUS A.K HODA

NIM : 1701090044

KEAS :B

PROGRAM STUDI SEJARAH

FAKUTAS KEGURUAN DAN IMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019
HAAMAN PENGESAHAN

Judul : JEDO PARE TONU WUJO (Kisah Penghormatan Perempuan Suku


Lamaholot)

Nama : Karolus A. K Hoda

NIM : 1701090044

Program Studi : Sejarah

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyetujui, Mengetahui,

Dosen Mata Kuliah Ketua Program Studi


KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpah dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan baik dan tepat pada waktunya. Karya Ilmiah
ini merupakan syarat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Sejarah Daerah NTT. Sehubung
dengan itu maka penulis membuat karya ilmiah mengenai legenda yang digali dari daerah NTT,
terkhususnya pada Daerah atau wilayah Lamaholot dengan judul “JEDO PARE TONU WUJO
(Kisah Penghormatan Perempuan Suku Lamaholot)”.

Penyusunan karya ilmiah ini dapat berlangsung dengan baik tentu berkat doa dan
bimbingan dari orang-orang yang mendukung penulis. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah berperan dalam penyusan karya
ilmiah.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang berguna dan bermanfaat demi kesempurnaan
karya ilmiah ini.

Kupang, Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cerita rakyat merupakan salah satu ekspresi kebudayaan daerah yang jumlahnya
sangat banyak diseluruh Indonesia. Bahasa-bahasa daerah yang menjadi media
pengucapan tradisi lisan itu juga merupakan bagian dari kebudayaan tradisional, yaitu
bahasa yang paling tepat dapat mengekspresikan isi kebudayaan daerah yang
bersangkutan (Rosidi, 1995 : 125-126).
Eksitensi cerita rakyat merupakan fenomena budaya yang bersifat universial
dalam kehidupan masyarakat. Menurut Tolken (1979 : 32). Cerita rakyat sebagai bagian
dari foklor bersifat komunal (dengan pengertian bersama masyarakat), local (muncul dan
berkembang disuatu tempat tertentu), serta informal (diturunkan tidak melalui pendidikan
formal). Sifatnya yang lisan, komunal dan informal mengakibatkan keaslian sastra lisan
sukar untuk dipertahankan dalam jangka waktu lama jika suatu cerita tidak diteruskan.
Perubahan-perubahan tidak dapat dihindari sejalan dengan perubahan waktu.
Peubahan pola pikir masyarakat dapat pula menyebabkan ketidakpedulian mereka
terhadap sastra lisan. Sastra lisan hanya dipandang sebagai kisah-kisah yang tidak masuk
akal dan berada diluar jangkauan akal sehat. Hal ini menjadi ancaman terhadap eksitensi
sastra lisan jika masyarakat melupakannya dari kehidupan mereka (Razali dan Johnson,
2000: 1).
Kemampuan sastra lisan untuk melingkupi segala sendi kehidupan manusia itu
membuktikan bahwa nenek moyang kita dimasa lampau telah mengenal ajaran kehidupan
yang baik, yang terkandung dalam sastra lisan bangsa Indonesia terkhususnya di wilayah
NTT. Hal ini menjadi tanggung jawab kita sebagai penikmat sekaligus pewaris untuk
mempertahankan warisan leluhur itu sebagai salah satu kekayaan yang perlu diwariskan,
dipahami dan dinikmati serta pada akhirnya akan menjadi pengungkap tirai kehidupan
masa lampau yang dapat dijadikan tempat bercermin bagi kehidupan sekarang.

Anda mungkin juga menyukai